49
BAB V ANALISIS DATA
Dalam analisis data pada BAB V, ada tiga bagian poin penting yang akan diuraikan dan dianalisis yang terdiri atas: Identitas Responden, Aksi Komunitas,
serta Persepsi Masyarakat. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas dari data yang telah terkumpul, dapat dilihat pada tabel-tabel distribusi frekuensi yang
disajikan berikut ini.
V.1. Identitas Responden
Tabel 13 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
NO Jenis Kelamin
Frekuensi
1 Laki-laki
25 25
2 Perempuan
75 75
Jumlah 100
100 Sumber: Data Primer
Dari table 13 dapat diketahui bahwa mayoritas responden adalah perempuan. Hal ini dikarenakan suami mereka yang menjadi kepala keluarga
sebahagian bekerja untuk mencari nafkah, sehingga peneliti tidak dapat mewawancarai mereka. Oleh karena itu peneliti mewawancarai istri mereka untuk
menggantikannya sebagai responden. Kajian identitas responden berdasarkan umur telah disajikan pada table 14
berikut.
Universitas Sumatera Utara
50
Tabel 14 Distribusi Responden Berdasarkan Umur
NO Kelompok Umur
Frekuensi 1
35-39 6
6
2 40-49
11 11
3 45-49
13 13
4 50-54
47 47
5 55 keatas
23 23
Total 100
100 Sumber: Data Primer
Dari table 14 dapat dilihat bahwa kelompok umur 50-54 lebih banyak dibandingkan dengan kelompok umur responden yang lain. Sementara itu
kelompok umur 50-54 dan 55 keatas pada umumnya mereka adalah warga yang lahir di kelurahan Sei Mati dan memiliki keluarga serta bertempat tinggal menetap
di kelurahan itu juga. Lalu, data tentang agama yang dianut responden disajikan pada table 15
berikut ini
Tabel 15 Distribusi Responden Berdasarkan Agama
NO Agama
Frekuensi 1
Islam 96
96
2 Protestan
2 2
3
Katolik
4 Budha
2 2
5 Hindu
Jumlah 100
100 Sumber: Data Primer
Berdasarkan table 15 diatas dapat dilihat bahwa responden yang beragama Islam mencapai 96 dari total responden yang berjumlah 100 kepala keluarga.
Menurut data yang diperoleh dari kantor kelurahan Sei Mati, bahwa 80,39
Universitas Sumatera Utara
51 penduduk Kelurahan Sei Mati adalah memeluk agama Islam. Oleh karena itu
wajar saja responden yang beragama Islam lebih banyak dibandingkan responden yang beragama lainnya.
Kemudian data tentang distribusi responden berdasarkan suku disajikan
pada table 16 berikut ini.
Tabel 16 Distribusi Responden Berdasarkan Suku
NO Suku
Frekuensi 1
Batak Mandailing 51
51
2 Melayu
32 32
3 Jawa
6 6
4 Padang
7 7
5 Batak Toba
2 2
6 Tionghoa
2 2
Jumlah 100
100 Sumber: Data Primer
Data pada table 16 menunjukkan bahwa responden terdiri atas beraneka ragam suku bangsa yang mendiami kelurahan Sei Mati yang tersebar di 12
lingkungan. Dari table juga dapat dilihat bahwa responden lebih banyak berasal dari suku batak Mandailing dengan jumlah 51 kk 51 , diikuti suku Melayu 32
kk 32, suku Jawa 6 kk 6 , suku Padang 7 kk 7 , suku Batak Toba 2 kk 2 , dan suku Tionghoa 2 kk 2 .
Selanjutnya, pada table 17 dibawah ini telah disajikan data responden mengenai latar belakang pendidikannya. Untuk mengetahui frekuensi dan
persentasinya dapat dilihat pada table berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
52
Tabel 17 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan
NO Pendidikan
Frekuensi 1
SD 80
80
2 SLTP
11 11
3 SLTA
9 9
Jumlah 100
100 Sumber: Data primer
Dari table 17 dapat dilihat bahwa mayoritas responden adalah berpendidikan sekolah dasar dengan jumlah 80 orang 80 . Dapat kita
simpulkan bahwa tingkat pendidikan penduduk kelurahan Sei mati masih relatif rendah. Hal ini juga ditandai dengan lembaga pendidikan di kelurahan Sei Mati
hanya terdapat sekolah dasar saja, sedangkan SLTP dan SLTA belum ada sama sekali hingga sekarang.
Kemudian data tentang distribusi responden berdasarkan lama bermukim
telah disajikan pada table 18 berikut ini.
Tabel 18 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Bermukim
NO Lama Bermukim
Frekuensi 1
1-5 tahun 2
2
2 6-10 tahun
6 6
3 11-15 tahun
21 21
4 16-20 tahun
24 24
5 20 tahun lebih
47 47
Jumlah 100
100 Sumber: Data Primer
Berdasarkan table 18 diatas dapat dilihat bahwa 47 orang 47 responden telah bermukim selama lebih dari 20 tahun di kelurahan Sei Mati.
Sementara itu yang bermukim selama 1-5 tahun dan 6-10 tahun pada umumnya
Universitas Sumatera Utara
53 sebahagian dari mereka adalah para pendatang yang menyewa rumah di kelurahan
Sei Mati. Sedangkan responden yang bermukim selama 20 tahun lebih pada umumnya mereka adalah warga yang lahir di kelurahan Sei Mati dan memiliki
keluarga serta bertempat tinggal menetap di kelurahan itu juga. Akhirnya, data pada table 19 telah disajikan tentang distribusi responden
berdasarkan mata pencaharian. Untuk mengetahui frekuensi dan persentasinya dapat dilihat pada table dibawah ini berikut dengan penjelasannya.
Mata pencaharian penduduk kelurahan Sei Mati sangat beraneka ragam. Dari sejumlah responden, diketahui bahwa jenis mata pencaharian tersebut terdiri
atas pedagang, buruh, pertukangan, pengrajin, karyawan swasta, dan pegawai negeri. Untuk mengetahui jumlah dan persentasinya dapat dilihat pada table
dibawah ini.
Tabel 19 Distribusi Responden Berdasarkan Mata Pencaharian
NO Mata Pencaharian
Frekuensi 1
Pedagang 46
46
2 Buruh
21 21
3 Pertukangan
24 24
4
Pengrajin 4
4
5 Karyawan swasta
3 3
6 Pegawai Negeri
2 2
Jumlah 100
100 Sumber: Data Primer
Berdasarkan data pada table 19 diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden adalah bekerja sebagai pedagang dengan jumlah 46 orang 46 .
Disamping itu, tingkat pendidikan penduduk kelurahan Sei Mati yang relatif rendah tampaknya berpengaruh terhadap jenis pekerjaan yang mereka miliki yang
Universitas Sumatera Utara
54 pada umumnya tidak membutuhkan persyaratan pendidikan formal yang relatif
tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari jenis pekerjaan yang mereka lakukan yang
kebanyakan bekerja sebagai pedagang, buruh, pertukangan, dan pengrajin
V.2. Aksi Komunitas
Glen dalam Adi, 2003: 105 menyatakan bahwa aksi komunitas biasanya terkait dengan suatu isu khusus yang dirasa merisaukan oleh suatu komunitas. Isu
tersebut mungkin merupakan isu yang khusus bagi sekelompok orang yang berada di wilayah tertentu, atau mungkin merupakan isu yang dirasakan oleh masyarakat
secara umum. Kesamaan pengalaman terhadap hal yang dianggap tidak menyenangkan tersebut dapat menjadi tenaga penggerak untuk mengorganisir
kekuatan yang akan memunculkan solidaritas kolektif. Solidaritas kolektif ini merupakan tenaga penggerak yang utama untuk munculnya suatu gerakan
komunitas. Tanpa adanya solidaritas kolektif sebagai energi utama dari gerakan ini, aksi-aksi yang akan dilakukan akan menjadi lemah dan tidak mempunyai
cukup kekuatan untuk mempengaruhi para pembuat kebijakan. Ketika masyarakat komunitas ingin menggoyang suatu sistem yang sudah mapan, mereka sangat
membutuhkan adanya solidaritas kolektif untuk menjamin keberhasilan gerakan mereka.
Dalam aksi komunitas ini, penulis menyajikan data dengan menggunakan
table tunggal. Adapun data-data yang diperoleh adalah meliputi: pertama, Tahu
tidaknya responden tentang sebuah gerakan masyarakat yang menentang
normalisasi sungai Deli. Kedua, tanggapan responden tentang dukungan terhadap
aksi gerakan masyarakat. Dalam poin dua ini, penulis menganalisis datanya
Universitas Sumatera Utara
55 dengan menggunakan teori harapan menurut Klandermans yang menyatakan
bahwa partisipasi individual mempunyai hubungan dengan pencapaian tujuan.
Kemudian yang ketiga, Tahu tidaknya responden mengenai kenapa kelompok
aksi terbentuk. Untuk menganalisis datanya, penulis menggunakan teorinya Zander yang menyatakan bahwa ada empat keadaan yang dapat memfasilitasi
kesadaran warga masyarakat akan posisi mereka, sehingga memungkinkan
terbentuknya suatu kelompok aksi. Selanjutnya yang keempat, tentang pernah
tidaknya responden mengikuti aksi, untuk menganalisis datanya penulis menggunakan teori nilai harapan menurut Feather dan Norman yang menyatakan
bahwa perilaku individu merupakan fungsi nilai dari hasil yang diharapkan dari
suatu perilaku. Sementara itu yang kelima, untuk menganalisis data tentang
keterlibatan responden dalam mengikuti aksi, penulis memakai pendapatnya Glen tentang strategi dan taktik yang digunakan kelompok aksi. Kemudian yang
keenam, untuk menganalisis data mengenai pernah tidaknya responden mengikuti
pertemuan di kelurahan Sei Mati, penulis menggunakan teori motivasi menurut Ober-schall yang menyatakan bahwa untuk berpartisipasi dalam gerakan sosial
sebagai fungsi tentang kerugian dan keuntungan berpartisipasi yang dirasakan.
Ketujuh, data mengenai keterlibatan responden dalam mengikuti pertemuan di Sei Mati. Dan yang kedelapan mengenai antusias responden dalam mengikuti
perkembangan kasus normalisasi sungai Deli. Untuk mengetahui secara rinci mengenai data serta analisisnya dapat dilihat sebagai berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
56
Tabel 20 Tahu Tidaknya Responden Tentang Sebuah Gerakan Masyarakat yang
Menentang Normalisasi Sungai Deli NO
Kategori frekuensi
1 Tahu
100 100
2 Tidak tahu
Jumlah 100
100 Sumber Data Primer
Dari table 20 diatas dapat diketahui bahwa seluruh responden mengetahui tentang adanya gerakan masyarakat yang menentang normalisasi sungai Deli.
Berdasarkan hasil wawancara dan hasil pengamatan dari seratus responden diketahui bahwa ada 91 responden yang termasuk anggota dari gerakan
Masyarakat Medan Maimun Bersatu GM3B sehingga wajar saja mereka tahu ada gerakan masyarakat menentang normalisasi sungai Deli karena mereka juga
adalah bahagian dari anggota gerakan masyarakat tersebut. Sementara itu 9 responden yang bukan anggaota GM3B yang sama sekali tidak pernah mengikuti
aksi mengetahui adanya sebuah gerakan masyarakat tersebut, meskipun mereka bukanlah bahagian dari anggota GM3B.
Kemudian pada table 21 telah disajikan data mengenai tanggapan reponden tentang dukungan terhadap aksi gerakan masyarakat. Untuk mengetahui
lebih lanjut mengenai frekuensi dan persentasinya serta analisisnya, dapat dilihat sebagai berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
57
Tabel 21 Tanggapan Responden Tentang Dukungan Terhadap Aksi Gerakan
Masyarakat NO
Kategori Frekuensi
1 Ya
94 94
2 Tidak
6 6
Jumlah 100
100 Sumber: Data Primer
Data pada table 21 diatas dapat diketahui bahwa ada 94 responden yang memberikan dukungannya terhadap aksi gerakan masyarkat. Dari sejumlah
dukungan yang diberikan oleh responden dapat kita kaji melalui pendapat Klandermans. Menurut Klandermans bahwa partisipasi individual mempunyai
hubungan dengan pencapaian tujuan yang terdiri atas tiga harapan yang terpisah satu sama lain, yaitu 1 Harapan bahwa partisipasi individu dalam hal ini
responden, akan memberikan kontribusi terhadap kemungkinan untuk sukses, dalam arti kemungkinan tuntutan masyarakat untuk mendesak pemerintah agar
normalisasi sungai Deli yang telah dan akan dilakukan segera dihentikan dan masalah kerugian harta benda masyarakat segera diselesaikan akan sukses, 2
harapan bahwa aksi tersebut akan berhasil bila ada cukup banyak orang lain yang ikut berpartisipasi. Masyarakat Sei mati berharap agar ada cukup banyak orang
yang ikut berpartisipasi dalam mengikuti aksi. Tentunya selain dukungan dari masyarakat juga diharapkan motivasinya untuk berpartisipasi dalam aksi gerakan
ini. 3 harapan bahwa ada cukup banyak orang lain yang akan berpartisipasi. Meningkatkan visibilitas hubungan antara partisipasi individu responden dan
pencapaian tujuan juga berarti meyakinkan orang-orang bahwa partisipasi individu responden memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
Universitas Sumatera Utara
58 keberhasilan pencapaian tujuan atau non partisipasi akan menghambat kesuksesan
serta strategi aksi gerakan masyarakat yang dalam hal ini menggunakan pendekatan konflik akan memberikan dampak terhadap institusi sasaran.
Lalu, Pada table 22 telah disajikan data mengenai tahu tidaknya responden mengenai kenapa kelompok aksi terbentuk. Untuk itu dibawah ini telah disajikan
data beserta analisisnya.
Tabel 22 Tahu Tidaknya Responden Mengenai Kenapa Kelompok Aksi Terbentuk
NO Kategori
Frekuensi 1
Tahu 91
91
2 Tidak tahu
9 9
Jumlah 100
100 Sumber: Data Primer
Menurut Zander dalam Adi, 2003: hal 108 bahwa ada empat keadaan yang dapat memfasilitasi kesadaran warga masyarakat akan posisi mereka,
sehingga memungkinkan terbentuknya suatu kelompok aksi. “Pertama, adanya
kondisi yang tidak menyenangkan di masyarakat atau munculnya masukan untuk
mendapatkan kondisi yang lebih menyenangkan. Kedua, keadaan yang lebih menyenangkan tersebut dirasakan mungkin untuk diwujudkan. Ketiga, baik
organizer ataupun warga masyarakat meyakini bahwa usaha bersama yang akan mereka lakukan akan berhasil bila mereka memperkenalkan usaha-usaha untuk
melakukan perubahan. Keempat, kondisi masyarakat cukup mendukung aktifis
atau organizer untuk terlibat aktif dalam setiap kegiatan tersebut”. Berdasarkan data pada table 22 diketahui bahwa ada 91 responden 91
yang tahu kenapa sebuah kelompok aksi terbentuk. Bila dikaji dari pendapat
Universitas Sumatera Utara
59 Zander bahwa adanya kondisi yang tidak menyenangkan dimasyarakat tersebut
adalah bahwa masyarakat sadar akan dampak buruk yang diakibatkan oleh normalisasi sungai Deli bagi lingkungan dan aktivitas sosial ekonomi masyarakat
sehingga mereka tergerak untuk membentuk sebuah kelompok aksi dalam rangka mewujudkan tujuan mereka yakni sebuah perubahan. Masyarakat Sei Mati dan
organizer meyakini bahwa usaha bersama yang mereka lakukan akan berhasil bila mereka memperkenalkan usaha-usaha untuk melakukan perubahan melalui
kegiatan aksi tersebut dan dengan terbentuknya kelompok aksi ini maka tujuan mereka akan tercapai melalui penggalangan kekuatan dari kelompok aksi ini.
Sementara itu ada 9 responden yang tidak tahu kenapa terbentuk sebuah kelompok aksi. Ini menandakan bahwa kesadaran responden akan arti sebuah
usaha dan perjuangan kelompok aksi ataupun gerakan masyarakat masih lemah.
Selanjutnya, pada table 23 telah disajikan data mengenai pernah tidaknya responden mengikuti aksi. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai analisisnya,
dapat dilihat pada berikut ini.
Tabel 23 Pernah tidaknya Responden Mengikuti Aksi
NO Kategori
frekuensi 1
Pernah 91
91
2 Tidak pernah
9 9
Jumlah 100
100 Sumber: Data Primer
Menurut teori nilai harapan Feather dan Norman dalam Klandermans 1997: hal 25 bahwa perilaku individu merupakan fungsi nilai dari hasil yang
diharapkan dari suatu perilaku. Semakin besar kemungkinan suatu perilaku untuk
Universitas Sumatera Utara
60 menghasilkan hasil yang spesifik, dan semakin tinggi penilaian individu terhadap
hasil tersebut, maka semakin besar pula kemungkinannya untuk melakukan perilaku itu. Teori tersebut dapat kita kaji bahwa 91 responden yang pernah
mengikuti aksi memiliki harapan. Harapan tersebut adalah harapan bahwa tujuan aksi akan tercapai bila banyak orang ikut berpartisipasi dan harapan bahwa
partisipasinya sendiri akan meningkatkan kemungkinan sukses. Dengan kata lain bahwa keterlibatan responden dalam mengikuti aksi setidaknya dapat
menciptakan peluang dan kemungkinan akan terwujudnya tujuan mereka yakni perubahan, perubahan dalam arti tuntutan mereka dipenuhi oleh pemerintah agar
segera menghentikan normalisasi sungai Deli serta agar pemerintah memperhatikan nasib masyarakat yang menjadi korban akibat tnormalisasi sungai
Deli. Sementara itu ada 9 responden yang tidak pernah mengikuti aksi.
Kemungkinan ini dikarenakan oleh kurangnya motivasi untuk berpartisipasi dalam gerakan masyarakat atau disebabkan oleh terbatasnya kesempatan waktu
mereka untuk berkumpul dalam mengikuti kegiatan dari gerakan masyarakat tersebut yang kemungkinan bisa juga dikarenakan kesibukan mereka dalam
bekerja atau mengikuti aktivitas yang lain yang mungkin lebih menguntungkan daripada mengikuti kegiatan aksi.
Kemudian, berikut ini telah disajikan data mengenai frekuensi keterlibatan responden dalam mengikuti aksi. Pada table 24 dibawah ini dapat kita lihat data
beserta analisisnya.
Universitas Sumatera Utara
61
Tabel 24 Frekuensi Keterlibatan Responden Dalam Mengikuti Aksi
NO Kategori
Frekuensi 1
1 kali 5
7
2 2 kali
8 10
3 3 kali
14 16
4 4 kali
13 14
5 Lebih dari 4 kali
51 53
Jumlah 91
91 Sumber: Data Primer
Berdasarkan data pada table 24, dapat diketahui mengenai frekuensi keterlibatan responden dalam mengikuti aksi. Data tersebut menunjukkan bahwa
sebahagian besar responden sangat aktif mengikuti aksi dalam rangka menyuarakan aspirasinya untuk merealisasikan terwujudnya sebuah perubahan
yakni perubahan akan kembalinya kondisi sungai Deli seperti sedia kala yang tidak pernah menimbulkan masalah buruk bagi lingkungan dan juga bagi
masyarakat Sei mati khususnya. Disamping itu keaktifan responden dalam melakukan aksi tersebut
setidaknya adalah sebuah usaha dan perjuangan mulia dari sebahagian kecil masyarakat yang sadar dan peduli akan nasib warganya dan nasib lingkungan
tempat mereka dibesarkan dan dilahirkan. Selain itu responden yang pernah mengikuti aksi selalu didampingi oleh lembaga swadaya masyarakat seperti
KONTRAS, WALHI, BAKUMSU, GELIAT, dan lembaga lainnya yang tetap setia dan konsisten mendampingi masyarakat untuk menyuarakan aspirasi mereka.
Sementara itu, berdasarkan data yang diperoleh dan hasil pengamatan dilapangan, bahwa mengenai strategi dan teknik yang digunakan responden dalam
menjalankan aksi komunitasnya, mereka yang dimotori oleh beberapa lembaga
Universitas Sumatera Utara
62 swadaya masyarakat, menggunakan strategi yang bersifat konflik dengan taktik
bekerjasama dan taktik kampanye. Menurut Glen dalam Adi, 2003: hal 106 bahwa kelompok aksi yang menggunakan strategi yang bersifat konflik adalah
dengan tujuan untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan sebagai sumber energi mereka. Mereka memandang kelompok sasaran mereka sebagai
musuh dalam hal ini adalah musuh masyarakat adalah para developer. Glen juga berpendapat bahwa kelompok aksi yang menggunakan taktik
bekerjasama seperti presentasi makalah, memberikan penjelasan, dan sebagainya, bila kelompok sasaran mereka pandang sebagai kelompok yang mempunyai
wewenang untuk membuat kebijakan dan mengalokasikan sumber daya, serta mereka menduga bahwa kelompok sasaran tersebut akan mau bekerjasama sesuai
dengan norma yang dimiliki oleh kelompok mereka. Selain itu kelompok aksi masyarakat Sei mati yang menggunakan taktik kampanye, seperti demonstrasi,
pawai, ataupun taktik yang bersifat memaksa seperti terlibat dalam konfrontasi langsung dengan kelompok sasaran, bila kelompok sasaran mereka pandang
sebagai kelompok yang mempunyai kapasitas untuk membuat suatu keputusan ataupun kebijakan tetapi tidak responsive kurang mau menanggapi tuntutan
mereka, terutama karena adanya perbedaan sistem nilai dengan mereka. Bila kita kaji pendapat Glen, dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan strategi
pendekatan konflik dan taktik bekerjasama serta taktik kampanye yang sudah dijelaskan tadi, masyarakat berharap usaha ini akan membuahkan hasil untuk
mewujudkan sebuah perubahan yang lahir dari keputusan dan kebijakan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah untuk memecahkan permasalahan tersebut
Universitas Sumatera Utara
63 dengan solusi yang tidak merugikan masyarakat melainkan akan lebih
menguntungkan masyarakat. Untuk selanjutnya pada table 25 yang disajikan mengenai pernah tidaknya
responden mengikuti pertemuan di kelurahan Sei Mati yang mendiskusikan
tentang kasus normalisasi sungai Deli dapat dilihat pada berikut ini
Tabel 25 Pernah Tidaknya Responden Mengikuti Pertemuan di Kelurahan Sei Mati
yang Mendiskusikan Tentang Kasus Sungai Deli NO
Kategori Frekuensi
1 Pernah
94 94
2 Tidak pernah
Jumlah 94
94 Sumber: Data Primer
Dari data pada table 25 diatas diketahui bahwa 94 responden 91 pernah mengikuti pertemuan di kelurahan Sei Mati yang mendiskusikan
perkembangan kasus normalisasi sungai Deli. Pertemuan ini biasanya dilakukan di Masjid, rumah warga dan juga di kantor Kontras Sumatera Utara.
Sementara itu, pada table 23 dapat dilihat bahwa ada 91 responden yang pernah mengikuti aksi menentang sungai Deli, sedangkan pada table 25 ternyata
yang pernah mengikuti pertemuan di kelurahan Sei Mati yang mendiskusikan perkembangan kasus sungai Deli sejumlah 94 responden. Artinya tiga responden
tidak pernah mengikuti aksi turun ke jalan, tetapi mereka terlibat hanya sebatas mengikuti pertemuan saja di kelurahan Sei Mati. Menurut Ober-schall dalam
Klandermans1997: hal 21 bahwa “motivasi dapat didefenisikan sebagai untuk berpartisipasi dalam gerakan sosial sebagai fungsi tentang kerugian dan
keuntungan berpartisipasi yang dirasakan”. Maksudnya adalah bahwa kerugian
Universitas Sumatera Utara
64 dan keuntungan partisipasi yang dirasakan sangat bervariasi tidak hanya menurut
jenis kegiatannya, tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi, temperamen, dan prediksi individu yang bersangkutan. Bahkan, sangat mungkin suatu kegiatan dikerjakan
sebagai kegiatan yang relatif tidak merugikan bagi seseorang, tetapi bagi orang lain dianggap sangat merugikan. Artinya, bahwa responden yang termotivasi
untuk ikut serta pada salah satu jenis kegiatan seperti mengikuti petemuan di masjid atau rumah warga belum tentu juga bersedia untuk ikut serta dalam
kegiatan lainnya sepert mengikuti aksi turun kejalan atau demonstrasi. Hal ini juga senada dengan pendapatnya Oliver dan Furman dalam Klandermans 1997:
hal 157 yang menyatakan bahwa partisipasi dengan usaha yang rendah seperti partisipasi responden yang hanya mengikuti pertemuan saja di rumah-rumah
warga atau di masjid, dianggap sebagai substitusi bagi partisipasi yang lebih aktif, dengan kata lain, hal itu menjadi alasan untuk tidak terlibat di dalam kegiatan-
kegiatan yang lebih menuntut seperti mengikuti demonstrasi yang pernah berakhir bentrok dengan aparat keamanan, dan aksi-aksi lainnya.
Lalu, pada table 26 telah disajikan data dan analisisnya mengenai frekuensi keterlibatan responden dalam mengikuti pertemuan di kelurahan Sei
mati. Untuk mengetahui lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
65
Tabel 26 Frekuensi Keterlibatan Responden Dalam Mengikuti Pertemuan di
Kelurahan Sei Mati NO
Kategori Frekuensi
1 2-4 kali
12 12
2 5-7 kali
47 47
3 Lebih dari 8 kali
32 32
Jumlah 91
91 Sumber: Data Primer
Berdasarkan data pada table 26 dapat diketahui frekuensi keterlibatan responden dalam mengikuti pertemuan di kelurahan Sei Mati. Data tersebut
menunjukkan sebahagian besar responden sangat aktif dalam mengikuti pertemuan yang mendiskusikan perkembangan kasus normalisasi sungai Deli. Hal
ini menandakan bahwa kasus ini cukup serius sehingga diperlukan langkah- langkah kedepan untuk memecahkan masalah ini supaya penderitaan masyarakat
tidak semakin berkepanjangan. Selain itu pertemuan-pertemuan ini selalu dihadiri dan didampingi oleh aktivis dari beberapa lembaga swadaya masyarakat LSM
seperti KONTRAS, WALHI, BAKUMSU dan lainnya. Lembaga-lembaga ini adalah para advokat dan organizer-organizer yang tetap konsisten untuk
mendampingi masyarakat Sei mati dalam memperjuangkan hak-hak mereka. Akhirnya, telah disajikan data pada table 27 tentang antusias responden
dalam mengikuti perkembangan kasus normalisasi sungai Deli. Penjelasan beserta
analisisnya dapat dilihat berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
66
Tabel 27 Antusias Responden Dalam mengikuti Perkembangan Kasus Normalisasi
Sungai Deli NO
Kategori Frekuensi
1 Ya
32 32
2 Tidak
59 59
Jumlah 91
91 Sumber: Data Primer
Pada table 27 kita dapat mengetahui antusias responden dalam mengikuti perkembangan kasus normalisasi sungai Deli. Berdasarkan data tersebut kita dapat
mengetahui bahwa yang tidak mengikuti perkembangan kasus normalisasi sungai Deli ternyata lebih banyak daripada yang mengikuti perkembangan kasus tersebut.
Dari pengamatan peneliti bahwa 32 responden yang mengikuti perkembangan kasus ini selalu terlibat dan aktif. Hal ini terbukti dari keseriusan mereka dalam
mengikuti setiap petemuan baik di masjid, di rumah warga, di kantor KONTRAS SUMUT, pertemuan terbuka yang diselenggarakan oleh lembaga swadaya
masyarakat lainnya, sampai ikut bersama-sama dengan para aktivis KONTRAS mengajukan berkas pengaduan ke markas POLDA Sumatera Utara perihal tentang
kasus pengrusakan yang dilakukan oleh para developer terhadap sungai Deli. Selain itu responden tersebut tidak pernah ketinggalan memperoleh informasi dari
surat kabar yang memuat tentang perkembangan kasus tersebut
V.3. Persepsi Masyarakat
Pada poin B mengenai persepsi masyarakat akan ditampilkan beberapa table distribusi frekuensi yang telah dianalisa mengenai pandangan ataupun
tanggapan masyarakat terhadap normalisasi sungai Deli yang meliputi: Perihal
Universitas Sumatera Utara
67 tanggapan responden tentang setuju dan ketidaksetujuannya terhadap normalisasi
sungai Deli, alasan ketidaksetujuan responden terhadap normalisasi sungai Deli, kemudian tanggapan responden terhadap kondisi dan bentuk sungai Deli
dikembalikan seperti keadaan semula, selanjutnya mengenai frekuensi banjie sebelum dan sesudah adanya normalisasi sungai Deli yang terjadi dalam setahun,
serta ada tidaknya harta bendakekayaan yang dibebaskan sehubungan dengan adanya normalisasi sungai Deli. Untuk mengetahui secara rinci mengenai data
serta analisisnya dapat dilihat sebagai berikut ini.
Tabel 28 Tanggapan Responden Terhadap Normalisasi Sungai Deli
NO Kategori
Frekuensi 1
Setuju 6
6
2
Tidak setuju 94
94
Jumlah 100
100
Sumber: Data Primer Data pada table 28 menunjukkan bahwa 94 reponden 94 menyatakan
ketidaksetujuannya akan normalisasi sungai Deli. Hal ini membuktikan bahwa normalisasi sungai Deli ternyata tidak membawa manfaat sama sekali bagi
masyarakat Sei mati. Ternyata normalisasi justru mendatangkan kerugian yang besar bagi masyarakat. Adapun kerugian yang di derita masyarakat adalah:
Pertama, normalisasi menimbulkan dampak lingkungan yang buruk seperti
frekuensi banjir meningkat, dan juga tanah longsor yang mengakibatkan rumah warga di sekitar bantaran sungai ikut rusak akibat penimbunan di sekitar bantaran
sungai. Kedua, normalisasi menyebabkan tergusurnya rumah warga akibat
adanya pembebasan lahan yang dilakukan oleh para developer pengembang dengan memberikan ganti rugi yang tidak setimpal dengan biaya yang harus
Universitas Sumatera Utara
68 dikeluarkan oleh warga untuk pindah dan mendirikan rumah yang baru lagi di
tempat yang lain. Berdasarkan data yang diperoleh, bahwa ada oknum tertentu yang meresahkan masyarakat, dimana oknum tersebut sering membawa-bawa
nama Pemko Medan dalam melakukan negosiasi dengan warga, sehingga ketika warga mematok harga yang sesuai pasaran agar bisa membeli rumah lagi di
daerah pinggiran, banyak yang takut akibat intimidasi secara halus yang dilakukan
oleh oknum tersebut. Ketiga, persoalan baru juga muncul akibat normalisasi
sungai Deli yakni terhambatnya aktivitas sosial ekonomi seperti berkurangya penghasilan warga khususnya mereka yang bekerja sebagai pedagang dan
pengrajin, mereka terpaksa merasakan kehilangan dan kerusakan sebahagian barang dagangan dan perlengkapan kerjanya akibat banjir yang melanda
kelurahan tersebut. Disamping itu juga terganggunya aktivitas belajar para murid SD akibat sekolah mereka terendam banjir. Dengan demikian ketidaksetujaun
responden terhadap normalisasi sungai deli sangatlah jelas setelah dipaparkannya dampak buruk yang diakibatkan normalisasi tersebut.
Sementara itu, dari table diatas kita juga dapat melihat bahwa ternyata ada juga yang setuju terhadap normalisasi sungai Deli dengan jumlah responden
sebanyak 6 orang 6 . Menurut dugaan peneliti dan juga berdasarkan data-data dan fakta dilapangan yang diperoleh, bahwa responden yang setuju ternyata
adalah orang-orang yang telah mendapatkan ganti rugi ataupun kompensasi yang diberikan oleh developer yang cukup menggiurkan sehingga mereka mengatakan
bahwa normalisasi sungai deli adalah suatau langkah untuk mengendalikan banjir, walaupun sebenarnya mereka mengetahui banwa normalisasi tersebut ternyata
menimbulkan dampak yang buruk bagi masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
69 Sementara itu, kita dapat lihat pada table 30 tentang tanggapan responden
mengenai kondisi sungai Deli dikembalikan seperti semula. Data dari table tersebut menunjukkan bahwa seluruh responden setuju sungai Deli dikembalikan
seperti keadaan semula, padahal ada 6 responden yang setuju terhadap normalisasi sungai deli. Hal ini menandakan bahwa hati nurani tidak bisa dibohongi, sebab ke
enam responden yang setuju tadi ternyata setuju sungai deli dikembalikan seperti semula. Artinya, mereka ingin sungai deli itu seperti dahulu kala, dimana banjir
jarang terjadi dan tidak pernah terjadi longsor. Data selanjutnya yang akan disajikan adalah mengenai alasan
ketidaksetujuan responden terhadap Normalisasi sungai Deli. Apa yang menjadi alasan responden sehingga mereka tidak setuju dengan normalisasi ini? Untuk itu
berikut ini telah disajikan analisis dari data tersebut.
Tabel 29 Alasan Ketidaksetujuan Responden Terhadap Normalisasi Sungai Deli
No Kategori
Frekuensi 1
Menimbulkan dampak lingkungan yang negatif
85 85
2 Banyak rumah warga yang
terpaksa tergusur 7
7
3 Berkurangnya penghasilan
warga 2
2
Total 94
94 Sumber: Data Primer
Berdasarkan Data pada tabel 29 diatas dapat diketahui bahwa alasan
ketidaksetujuan responden terhadap normalisasi sungai Deli adalah dikarenakan 1 menimbulkan dampak lingkungan yang negatif, 2 banyak rumah warga yang
terpaksa tergusur, 3 Berkurangnya penghasilan warga. Dari data diatas dapat
Universitas Sumatera Utara
70 dilihat bahwa untuk kategori menimbulkan dampak lingkungan yang negatif
memiliki frekuensi yang paling banyak yakni 91 responden 91 . Hal ini menunjukkan bahwa ternyata normalisasi sungai Deli telah menimbulkan dampak
buruk bagi lingkungan dan aktivitas sosial ekonomi masyarakat. Kemudian telah disajikan data pada table 30 tentang tanggapan responden
terhadap kndisi dan bentuk sungai Deli dikembalikan seperti keadaan semula. Untuk mengetahui penjelasan dan analisisnya dapat dilihat sebagai berikut.
Tabel 30 Tanggapan Responden Terhadap Kondisi dan Bentuk Sungai Deli
Dikembalikan Seperti Keadaan Semula NO
Kategori Frekuensi
1 Setuju
100 100
2 Tidak setuju
Jumlah 100
100 Sumber: Data primer
Data dari table 30 diatas menunjukkan bahwa seluruh responden menyatakan kesetujuannya terhadap kondisi dan bentuk sungai Deli dikembalikan
seperti keadaaan semula. Artinya bahwa masyarakat ingin penimbunan, peenembokan dan rencana pelurusan terhadap sungai Deli harus segera dihentikan
dan sungai yang telah diluruskan agar segera dikembalikan seperti alur kelokan aslinya. Selain itu tumbuh-tumbuhan dan bebatuan yang telah dihilangkan harus
ditanami dan diisi kembali seperti semula supaya mahluk hidup dan biodata air dapat hidup dan lestari dan juga supaya frekuensi banjir tidak lagi terjadi secara
drastic. Menurut informasi yang diperoleh peneliti yang dikutip dari pendapat DR.
gadis Sri Haryani, bahwa memang normalisasi sungai telah dilakukan di masa lalu
Universitas Sumatera Utara
71 di seluruh dunia terutama oleh negara Barat seperti Amerika Serikat, Jerman,
Belanda, dan Jepang. Namun dampak negatif perubahan ini terhadap ekologi sangat besar. Konsep ini telah ditinggalkan.banyak negara Barat. Oleh karena itu,
para negara yang pernah melakukan normalisasi daerah aliran sungai DAS telah mengembalikan kondisi sungainya pada kondisi alaminya, dengan
mengembalikan aliran sungai ke alur kelokan asli, mengisi bebatuan di sungai dan menanami kembali tepian sungai dengan tumbuhan aslinya.
Lalu, kita akan melihat frekuensi banjir sebelum adanya normalisasi sungai Deli. Dibawah ini telah disajikan data pada table 31 mengenai frekuensi
tersebut. Berikut akan dipaparkan analisis tentang frekuensi banjir sebelum adanya normalisasi sungai Deli
Sebelum adanya normalisasi sungai Deli ternyata banjir sangat jarang
terjadi di kelurahan Sei Mati. Berdasarakn penjelasan dari responden bahwa
dalam setahun banjir terjadi hanya dua atau tiga kali dalam setahun. Namun setelah adanya normalisasi ini, banjir bisa terjadi 10 atau lebih dari 13 kali dalam
setahun. Hal ini berarti bahwa sebelum adanya penimbunan di bantaran sungai dan penembokan bibir sungai serta pemindahan arus sungai di kelurahan kampung
baru yang bersebelahan dengan kelurahan Sei Mati ternyata banjir sangat jarang terjadi.
Universitas Sumatera Utara
72
Tabel 31 Frekuensi Banjir Sebelum adanya Normalisasi Sungai Deli yang Terjadi
Dalam Setahun No
Kategori Frekuensi
1 1 kali
15 15
2 2 kali
71 71
3 3 kali
14 14
Jumlah 100
100 Sumber: Data Primer
Selanjutnya, pada table 31 disajikan data mengenai frekuensi banjir sesudah adanya normalisasi sungai Deli yang terjadi dalam setahun. Untuk
mengetahui frekuensi, persentasi dan analisisnya dapat dilihat pada table berikut ini.
Tabel 32 Frekuensi Banjir Sesudah Adanya Normalisasi Sungai Deli yang Terjadi
Dalam Setahun NO
Kategori Frekuensi
1 7-9 kali
24 24
2 10-12
41 41
3 Lebih dari 13 kali
35 35
Jumlah 100
100 Sumber: Data Primer
Berdasarkan data pada table 32 diatas dapat dilihat bahwa, setelah adanya normalisasi sungai Deli ternyata telah menimbulkan dampak buruk bagi
masyarakat kelurahan Sei Mati. Akibat normalisasi menyebabkan frekuensi banjir meningkat jika terjadi hujan yang lebat. Sebelum adanya normalisasi sungai Deli
biasanya frekuensi banjir terjadi hanya 2 atau 3 kali dalam setahun, dan semenjak adanya normalisasi justru frekuensi banjir menjadi semakin meningkat secara
Universitas Sumatera Utara
73 drastic dengan frekuensi banjir mencapai 10 dan bahkan lebih dari 13 kali dalam
setahun. Menurut data yang diperoleh kedalaman banjir bisa mencapai 2 meter dari permukaan tanah sehingga masyarakat terpaksa harus merelakan rumah dan
harta bendanya rusak dan hilang akibat terendam banjir. Disamping itu banjir juga menyebabkan masyarakat harus terpaksa pindah sementara ke tempat yang lebih
tinggi menunggu banjir reda. Menurut Kepala Pusat Penelitian Limnologi LIPI Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia, Dr Gadis Sri Haryani, dalam Seminar Nasional bertema Pengelolaan Sumber Daya Perairan Darat Secara Terpadu di Indonesia, di
Jakarta,. Masalah banjir hendaknya tidak diatasi secara simptomatik sehingga mengakibatkan over- engineering atau terlalu berlebihan. Seharusnya dengan cara
mengerti atau mencari penyebab yang paling fundamental. Menurutnya ternyata berbagai sungai besar seperti Ciliwung dan Cisadane
dan sungai kecil di kawasan Jabodetabek, telah dan akan dinormalisasi. Normalisasi ini dilakukan dengan melakukan pelurusan dan pengerasan dinding
sungai, pembuatan tanggul dan pengerukan, serta penghilangan tumbuhan, lumpur, pasir, dan batuan di tepi sungai. Hal ini mengakibatkan hilangnya fungsi
daerah peralihan dua ekosistem lahan kering dan basah di tepi sungai. Dampaknya adalah hilang pula kemampuan sungai mengontrol aliran energi dan nutrien yang
diperlukan biota yang hidup di sana. Dampak lebih lanjut adalah menurunnya keragaman hayati berbarengan karena hilangnya spesies di lahan tersebut. Ini pada
akhirnya mengakibatkan perubahan ekosistem, hingga timbulnya bencana erosi dasar sungai, banjir, dan pendangkalan di hilir.
Universitas Sumatera Utara
74 Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan diatas maka sangat jelas
bahwa normalisasi sungai Deli ternyata bukanlah solusi untuk mengatasi banjir, malah normalisasi tersebut justru menimbulkan dampak buruk bagi ekosistem,
biodata air, dan masyarakat di sekitarnya. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan masyarakat, dapat diambil
kesimpulan bahwa normalisasi sungai Deli telah mengakibatkan frekuensi banjir meningkat secara drastic dan apabila normalisasi ini tidak segera dihentikan akan
menimbulkan dampak yang lebih buruk lagi yang akan dirasakan oleh masyarakat.
Akhirnya, Kita akan melihat data pada tabel 33 yang telah disajikan dibawah ini. Untuk mengetahui penjelasan dan analisis dari data tersebut, maka
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 33 Ada Tidaknya Harta Benda Kekayaan yang Dibebaskan Sehubungan
Dengan Adanya Normalisasi Sungai Deli
No Kategori
Frekuensi 1
Ada 5
5
2
Tidak ada 95
95
Jumlah 100
100 Sumber: Data Primer
Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh bahwa ada 30 kepala keluarga yang tanah dan rumahnya dibebaskan. Dari 30 kk tersebut ada 9
responden yang rumahnya dibebaskan. Menurut informasi dan hasil wawancara di lapangan bahwa ganti rugi atau kompensasi yang diberikan oleh pihak developer
kepada masyarakat ternyata tidak memadai, hanya berkisar 15-20 juta Rp. Harga ini tidak sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk pindah ketempat
Universitas Sumatera Utara
75 lain dan mendirikan rumah yang baru lagi. Bahkan warga sering diintimidasi
secara halus oleh para oknum tertentu yang meresahkan masyarakat, dimana oknum tersebut sering membawa-bawa nama Pemko Medan dalam melakukan
negosiasi dengan warga, sehingga ketika warga mematok harga yang sesuai pasaran agar bisa membeli rumah lagi di daerah pinggiran, banyak yang takut
akibat intimidasi secara halus yang dilakukan oleh oknum tersebut Sementara itu, berdasarkan informasi yang diperoleh dari salah satu aktivis
Kontras, bahwa ada juga sebahagian masyarakat mendapatkan kompensasi atau ganti rugi yang cukup tinggi, walaupun yang menerimanya tidak sebanding
dengan jumlah masyarakat yang menerima ganti rugi yang nilainya cukup rendah. Menurut informasi, tanah yang mereka jual permeternya bisa mencapai 1 hingga 2
juta per meternya, dan ini sudah melebihi standar harga tanah yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Bahkan mereka yang sudah menjual ada yang
mendapatkan harga senilai 500 juta hingga 1 miliar dan ini harga yang cukup
menggiurkan sehingga merekapun tanpa berpikir panjang langsung menjualnya.
Universitas Sumatera Utara
76
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN