20
II.2. Gerakan Sosial
Menurut Tarrow dalam klandermans 1997: 3 yang mendasarkan diri pada tulisan Charles Tilly bahwa gerakan social adalah tantangan kolektif yang
diajukan sejumlah orang yang memiliki tujuan dan solidaritas yang sama, dalam konteks interaksi yang berkelanjutan dengan kelompok elite, lawan dan penguasa.
Tarrow melakukan elaborasi terhadap defenisi tersebut dengan menekankan bahwa gerakan-gerakan tersebut a menyusun aksi mengacau, disruptive
melawan kelompok elite, penguasa, kelompok-kelompok lain, dan aturan-aturan budaya tertentu, b dilakukan atas nama tuntutan yang sama terhadap lawan,
penguasa dan kelompok elite, c berakar pada rasa solidaritas atau identitas kolektif, dan d terus melanjutkan aksi kolektifnya sampai menjadi sebuah
gerakan social. Dengan demikian, gerakan social diikuti oleh sejumlah individu yang
memiliki tujuan dan identitas kolektif yang sama, yang secara bersama-sama terlibat dalam aksi kolektif yang bertujuan mengacau. Individu-individu yang
semacam inilah yang menjadi pusat perhatian buku ini. Hal ini merupakan pekerjaan yang membutuhkan banyak usaha karena, meskipun periode perluasan
pergolakan terjadi pada decade terdahulu, partisipasi individual di dalam gerakan- gerakan social bukanlah kejadian yang lumrah dijumpai. Bahkan gerakan-gerakan
social yang besarpun biasanya hanya memobilisasi sejumlah kecil orang dari seluruh populasi. Hal ini bukan berarti bahwa hanya ada sedikit orang yang
bersimpati terhadap gerakan tersebut, tetapi karena seperti yang akan kita lihat berpartisipasi di dalam suatu gerakan tidak sama dengan sekadar bersimpati
dengannya. Bertindak menurut prinsip tertentu tidak selalu mudah dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
21 Pada banyak kasus, partisipan gerakan akan selalu ingat rasa takut dan
gemetarnya ketika ia harus tampil ke garis depan untuk pertama kalinya. Kebanyakan simpatisan tidak harus mengalami semua itu.
II.3. Kerangka Aksi Kolektif
Menurut Gamson dalam Klandermans 1997: hal 7 sebuah kerangka aksi kolektif adalah seperangkat keyakinan dan pemaknaan yang berorientasi pada
tindakan, yang memberi inspirasi dan melegitimasi berbagai kegiatan dan kampanye gerakan sosial. Dengan kata lain, kerangka aksi kolektif adalah
seperangkat keyakinan kolektif yang memungkinkan suatu pemikiran tercipta bahwa partisipasi dalam aksi kolektif tampak berarti. Gamson membedakan tiga
komponen kerangka aksi kolektif yaitu: 1 rasa ketidakadilan, 2 elemen identitas, 3 faktor agensi.
Pertama, Rasa ketidakadilan. Rasa ketidakadilan muncul dari kegusaran
moral yang berhubungan dengan kekecewaan, seperti masyarakat Sei Mati yang menerima kompensasi dari para developer untuk ganti rugi terhadap rumah dan
tanah yang dibebaskan tidak sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk pindah ketempat yang lain. Selain itu adanya intimidasi yang dilakukan
oleh sekelompok oknum untuk menekan masyarakat agar tanahnya segera dijual kepada para developer. Kegusaran moral ini seringkali berhubunagn denagn
ketidaksetaraan ayng tidak memiliki legitimasi yaitu perlakuan yang tidak seimbang tehadap individu-individu atau kelompok-kelompok yang dipersepsikan
sebaagi ketidakadilan Folger dalam Klandermans 1997: hal 7. Perasaan ketidakadilan semacam itu menjadi raison d’etre dari sebuah gerakan sosial,
Universitas Sumatera Utara
22 seperti gerakan masyarakat Medan Maimun bersatu GM3B yang menentang
normalisasi sungai Deli.
Kedua, Elemen identitas. Pengidentifikasian mereka penguasa, kelompok
elite yang dianggap bertanggung jawab atas sebuah situasi negatif menyiratakn adanya “kita’ sebagai lawannya. Dalam menetapkan “kita” komponen identitas
kerangka aksi kolektif ini adalah seperangkat keyakinan kolektif, yaitu keyakinan yang dimiliki bersama oleh sekelompok orang. Oleh karena itu, ketidakpuasan
yang dicakup oleh kerangka tersebut juga dirasakan bersama misalnya, adanya niat pemerintah untuk melegalkan normalisasi terhadap sungai Deli, keprihatinan
tentang banjir di kelurahan Sei Mati.Sebagaiman kita ketahui bahwa komponen identitas tidak hanya menekankan kebersamaan dalam merasakan ketidakpuasan,
komponen ini juga memantapkan sikap oposisi kelompok terhadap pelaku yang dianggap bertanggungjawab terhadap ketidakpuasan itu. Jadi, atribusi kausal
merupakan elemen komponen identitas penting didalam kerangak aksi kolektif.
Ketiga, Agensi. Agensi mengacu pada keyakinan bahwa seseorang dapat
mengubah kondisi atau kebijakan melalui aksi kolektif. Rasa ketidakadilan atau rasa beridentitas mungkin merupakan kondisi yang diperlukan untuk partisipasi
dalam gerakan, tetapi merasakan ketidakpuasan bersama dan menemukan penguasa yang dapat dipersalahkan semata-mata tidak cukup dapat mendorong
orang untuk melibatkan diri di dalam aksi kolektif. Individu-individu harus menjadi yakin bahwa mereka memiliki kekuatan untuk mengubah kondisi mereka.
Keyakinan semacam itu merupakan syarat bagi kemunculan agen-agen yang memberikan kesan sangat berpengaruh secara politis, yang dibuktikan oleh
kesuksesan mereka dimasa lalu atau pengaruh mereka secara potensial.
Universitas Sumatera Utara
23
II.4. Normalisasi Sungai