Aksi Komunitas Masyarakat TINJAUAN PUSTAKA

12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Aksi Komunitas Masyarakat

Menurut Glen dalam Adi 2003: 105 ada beberapa ciri khas dari aksi komunitas, yaitu:

1. Tujuan Aksi Komunitas Terkait Dengan Penggalangan Kekuatan

Pada Isu-Isu Yang Konkrit Glen menyatakan bahwa aksi komunitas biasanya terkait dengan suatu isu khusus yang dirasa merisaukan oleh suatu komunitas. Isu tersebut mungkin merupakan isu yang khusus bagi sekelompok orang yang berada di wilayah tertentu, atau mungkin merupakan isu yang dirasakan oleh masyarakat secara umum. Kesamaan pengalaman terhadap hal yang dianggap tidak menyenangkan tersebut dapat menjadi tenaga penggerak untuk mengorganisir kekuatan yang akan memunculkan kekuatan solidaritas kolektif. Solidaritas kolektif ini merupakan tenaga penggerak yang utama untuk munculnya suatu gerakan komunitas. Tanpa adanya solidaritas kolektif sebagai energi utama dari gerakan ini, aksi-aksi yang akan dilakukan akan menjadi lemah dan tidak mempunyai cukup kekuatan untuk mempengaruhi para pembuat kebijakan. Ketika masyarakat komunitas ingin menggoyang suatu sistem yang sudah mapan, mereka sangat membutuhkan adanya solidaritas kolektif untuk menjamin keberhasilan gerakan mereka. Universitas Sumatera Utara 13

2. Melakukan Pendekatan yang Menggunakan Strategi dan Teknik yang

Bersifat Konflik Glen mengemukakan bahwa kelompok aksi komunitas seringkali mengorganisir diri melalui struktur organisasi yang sederhana agar mereka dapat mengambil keputusan dengan cepat. Mereka menggunakan strategi yang bersifat konflik guna memperoleh dan mempertahankan kekuasaan sebagai sumber energi mereka. Mereka memandang kelompok sasaran mereka sebagai musuh. Penseleksian taktik sangat teragntung dengan peran kelompok sasaran dan posisi nilai kelompok sasaran. a Mereka akan menggunakan taktik bekerjasama seperti presentasi makalah, memberikan penjelasan, dan sebagainya, bila kelompok sasaran mereka pandang sebagai kelompok yang mempunyai wewenang untuk membuat kebijakan dan mengalokasikan sumber daya, serta mereka menduga bahwa kelompok sasaran tersebut akan mau bekerjasama sesuai dengan norma yang dimiliki oleh kelompok mereka. b Mereka menggunakan taktik kampanye, seperti membuat petisi, penulisan surat terbuka untuk umum, atau pun pawai, ataupun taktik yang bersifat memaksa seperti terlibat dalam konfrontasi langsung dengan kelompok sasaran, bila kelompok sasaran mereka pandang sebagai kelompok yang mempunyai kapasitas untuk membuat suatu keputusan ataupun kebijakan tetapi tidak responsive kurang mau menanggapi tuntutan mereka, terutama karena adanya perbedaan sistem nilai dengan mereka. Universitas Sumatera Utara 14

3. Community Worker Ataupun Organizer dari Gerakan Ini Biasanya

Seorang Aktifis Profesional Bukan tenaga Sukarela Seorang aktivis yang berasal dari luar komunitas pada dasarnya adalah seseorang yang mempunyai pengalaman professional yang terkait dan mempunyai perhatian dengan isu yang akan dibahas dalam aksi kelompok. Tugas-tugas dasar dari seorang aktifis biasanya meliputi aspek pengorganisasian pergerakan, mobilisasi dan agitasi. Dilema yang dihadapi komunitas denagn menggunakan tenaga aktifis atau organizer dari luar adalah adanya kemungkinan bahwa seorang aktifis tersebut adalah seorang yang secara politis jauh lebih canggih dari komunitas yang sedang diorganisir. Bila hal ini terjadi maka organizer harus mau meluangkan waktu untuk memberikan informasi, mendidik dan mempersuasi membujuk masyarakat untuk mau terlibat dalam gerakan yang akan dilakukan. Sementara itu Flood dalam Adi 2003: 134 mengemukakan bahwa ada 12 bentuk-bentuk aksi komunitas antara lain adalah sebagai berikut:

1. Pemboikotan

Dalam kegiatan ini para partisipan perubahan didorong untuk tidak menggunakan produk ataupun jasa yang dikeluarkan oleh kelompok sasaran. Pemboikotan sangat bermakna dalam kaitan dengan peningkatan kesadaran masyarakat akan hal yang sedang diperjuangkan oleh agen perubahan. Tetapi pemboikotan akan dapat lebih efektif bila produk ataupun jasa yang lain yang dapat dijangkau massa sebagai pengganti produk dan jasa ayng dikeluarkan oleh kelompok sasaran. Sebaliknya, bila suatu produk dan jasa yang utama hanya dimonopoli oleh suatu pengusaha tanpa ada pesaing yang lain, maka pemboikotan Universitas Sumatera Utara 15 yang dilakukan agen perubahan seringkali kurang mendapat tanggapan yang positif dari massa.

2. Grafiti

Merupakan aksi corat-coret pada tempat tertentu guna menarik perhatian massa. Flood dalam Adi 1994: 34 melihat bahwa salah satu bentuk grafiti yang baik dan dapat menarik minat masyarakat adalah grafiti yang bersifat sederhana dan kocak dalam menyerang hal yang mereka protes, serta ditempatkan di tempat yang mudah dilihat masyarakat. Akan tetapi, grafiti yang dilakukan pada gedung- gedung, tempat-tempat bersejarah ataupun rumah pribadi justru akan dapat menimbulkan antipati masyarakat terhadap gerakan yang sedang mereka jalankan.

3. Pengalihan

Flood dalam Adi 1994: 34 menyatakan bahwa di era 1990-an ini semakin banyak kelompok penekan yang semakin terampil dalam mengembangkan strategi yang tidak bersifat kekerasan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan penghormatan dan dukungan dari berbagai pihak terhadap gerakan yang dilakukan.

4. Teater Jalanan

Flood melihat bahwa teater jalanan dapat dimanfatkan untuk menyampaikan, mengalihkan ataupun memprovokasi massa mengenai suatu isu tertentu. Teater jalanan biasanya dilaksanakan di tempat umum dan tanpa dipungut bayaran, guna menarik minat dan pemirsa yang lebih besar. Teater jalanan yang menarik dan simpatik biasanya lebih dapat menarik emosi masyarakat dibandingkan dengan teater jalanan yang lebih menonjolkan pada aspek kekasaran dan ketidakpuasan terhadap suatu struktur tertentu. Di Indonesia, Universitas Sumatera Utara 16 beberapa aktivis partai tertentu juga memfasilitasi kelompok buruh untuk mngembangkan teater jalanan dalam upaya mengubah persepsi masyarakat dan mempengaruhi pandangan kelompok elit perusahaan.

5. Blokade dan Memacetkan Jalanan

Flood menyatakan bahwa memacetkan, memperlambat bahkan menghentikan arus lalu lintas untuk sementara waktu dapat pula dimanfaatkan untuk menyampaikan suatu isu tertentu. Flood melihat bahwa pemblokadean suatu tempat tertentu dalam jangka waktu yang pendek mungkin belum merupakan suatu masalah yang serius dan dapat dianggap sebagai pengungkapan perasaan partisipan terhadap situasi dan kondisi yang ada. Tetapi pemblokadean dalam waktu yang relatif lama, cenderung untuk diinterpretasikan sebagai pelanggaran hukum sehingga posisi partisipan akan menjadi lebih lemah dari sebelumnya.

6. Pengambil-alihan dan Pendudukan

Flood memberikan gambaran bahwa ada kelompok-kelompok tertentu yang berhasil mengambil alih alih tanah dan bangunan yang tidak digunakan dan memanfaatkannya menjadi taman dan bengkel kerja.pengambil-alihan ini tentunya tidak dilakukan secara semena-mena, tetapi melalui proses meyakinkan pihak yng berkompeten yang terkait dengan tanah dan bangunan yang dimaksud. Untuk mendapatkan lampu hijau dari otoritas local, aktivis harus dapat meyakinkan bahwa proposal yang mereka ajukan akan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, bila dibandingkan tanah dan bangunan tersebut diterlantarkan tidak terpakai. Meskipun demikian, kadangkala pemilik tanah merasa keberatan bila tanahnya dimanfaatkan oleh pihak lain. Bila hal ini terjadi, pada beberapa Universitas Sumatera Utara 17 negara industri, para aktivis biasanya mendemonstrasikan manfaat tempat tersebut pada hari-hari libur untuk menggerakkan hati si pemilik tanah.

7. Pemanfaatan Gedung Kosong

Menurut Flood, pemanfaatan gedung ataupun gudang yang sudah tidak digunakan lagi merupakan hal yang berbeda dengan pencaplokan suatu gedung atau gudang. Perbedaan yang mendasar adalah pada tujuannya. Pencaplokan suatu gedung pada intinya adalah pengambil-alihan suatu gedung olah perorangan ataupun kelompok untuk tempat tinggal mereka. Sedangkan pemanfaatan gedung lebih mengarah pada pengambil-alihan fungsi gedung yang pada umumnya akan dimanfaatkan untuk hal-hal yang bermanfaat bagi masyarakat.

8. Prosesi dan Protes Keliling

Pada beberapa negara yang relatif maju seperti Australia, Inggris dan Amerika, prosesi dan protes keliling di sepanjang jalan raya pada umumnya bukanlah sesuatu hal yang bukan melanggar hukum. Hal tersebut lebih dilihat sebagai bagian dari upaya warga masyarakat untuk menyatakan ketidakpuasannya terhadap suatu isu tertentu. Meskipun hal tersebut bukanlah hal yang melanggar hukum, tetapi pelaksana arak-arakan tersebut haruslah memberitahukan secara tertulis pada pihak pemerintah daerah dan polisi mengenai rute, waktu dan tanggal arak-arakan tersebut akan dilaksanakan. Bagi masyarakat di negara industri, prosesi dan arak-arakan sudah menjadi bagian dari kehidupan demokrasi mereka. Tetapi bagi beberapa negara di Asia tindakan ini seringkali ditafsirkan sebagai tindakan politis yang hendak menentang penguasa. Universitas Sumatera Utara 18

9. Barisan Penghalang

Barisan penghalang biasanya merupakan bagian dari proses boikot dengan cara membentuk barisan yang menghalangi orang-orang untuk mengakses produk atau layanan dari kelompok sasaran. Di Australia, Flood dalam Adi 1994: 34 menyatakan bahwa barisan penghalang ini merupakan salah satu taktik yang cukup efektif dalam pergerakan kaum buruh. Pembentukan barisan penghalang dalam perselisahan perburuhan biasanya dilakukan dengan membujuk pekerja untuk tidak bekerja dan membentuk barisan penghalang pada hari dan waktu yang sudah disepakati. Sehingga pada hari yang sudah disepakati tersebut, tidak ada pekerja yang dapat masuk ke dalam pabrik kantor karena terhalang oleh barisan pekerja yang memagari pabrik dan kantor tempat bekerja mereka.

10. Pertemuan Terbuka

Pertemuan umum di tempat terbuka merupakan salah satu taktik yang biasa digunakan para aktivis untuk menyebarkan informasi, menarik simpati masyarakat dan memantapkan identitas mereka sebagai suatu kelompok.

11. Aksi Mogok Duduk

Menurut Flood, di Australia, taktik ini seringkali dilaksanakan dikantor- kantor departemen, pemerintah daerah, perusahaan, agen perumahan, ataupun kantor administrasi universitas guna memprotes kebijakan yang mereka terapkan. Aksi mogok duduk di kantor-kantor pemerintahan ini seringkali didefenisikan sebagai tindakan yang illegal, dan biasanya mengundang respon dari pihak kepolisian. Oleh karena itu para pemrotes harus memilih tempat untuk melakukan aksi mogok duduk secara bijak agar tujuan penyampaian pesan dan tanggapan yang muncul dapat berhasil guna. Disamping itu pelaku aksi mogok duduk juga Universitas Sumatera Utara 19 harus menjaga diri agar tidak melakukan nal yang destruktif, seperti vandalisme mencoret-coret dinding yang biasanya dapat memunculkan rasa tidak simpati pada pemrotes tersebut. Di Indonesia, untuk menarik perhatian dan simpati yang lebih besar, aksi mogok duduk ini tidak jarang dikombinasikan juga dengan aksi mogok makan dan mogok bicara.

12. Aksi Simbolis

Menurut Flood dalam Adi 1994: 38 aksi simbolis ini sangat beragam. Misalnya saja, aksi ini dapat berbentuk pengembalian atau penolakan suatu penghargaan sebagai pernyataan protes. Hal ini dilakukan antara lain guna mendapat liputan media, sehingga panitia pemberi penghargaan tesebut dapat menyadari hal apa yang diprotes oleh aktivis tersebut. Bila dilihat dari apa yang dikemukakan oleh Flood maka akan terlihat keragaman dari aksi komunitas yang dilakukan oleh berbagai aktivis di beberapa negara. Protes yang dilakukan kelompok masyarakat tersebut dapat dimunculkan dalam tindakan yang halus atau bahkan sampai ketingkat yang amat brutal dan destruktif, yang pada negara-negara tertentu sering didefenisikan sebagai tindakan makar. Untuk kondisi Indonesia, bentuk aksi komunitas yang paling mungkin dilakukan pada satu era tentunya berbeda dengan era yang lain. Karena pilihan aksi komunitas yang akan dilakukan sangat terkait dengan toleransi pemerintah dan pihak keamanan terhadap suatu bentuk protes yang dapat diambil pada saat itu. Universitas Sumatera Utara 20

II.2. Gerakan Sosial