Pengamatan Struktur Hifa Fungi Setelah Uji Antagonis

subunit N-asetilglukosamina NAcGlc pada polimer kitin. Degradasi senyawa kitin pada hifa fungi patogen diharapkan mampu menghambat perkembangan normal hifa dan selanjutnya mengganggu proses infeksi fungi pada tanaman inang. Kitin merupakan penyusun utama dinding sel fungi dan telah digunakan sebagai kontrol biologis fungi patogen. Aktifitas kitinase yang dihasilkan bakteri lebih tinggi dibandingkan fungi. Setelah inkubasi, zona bening disekitar koloni mengindikasikan bahwa bakteri mampu menghidrolisis kitin Brzezinska et al, 2007. Muharni 2010 menjelaskan bahwa zona bening terbentuk karena terjadinya pemutusan ikatan 1, 4 homopolimer N-asetilglukosamin pada kitin oleh kitinase menjadi monomer N-asetilglukosamin. Perbedaan indeks kitinolitik dari isolat disebabkan perbedaan aktivitas enzim kitinase dari masing-masing isolat tersebut. Besarnya zona bening yang dihasilkan tergantung pada jumlah monomer N- asetilglukosamin yang dihasilkan dari proses hidrolisis kitin dengan memutus ikatan 1,4 homopolimer N-asetilglukosamin. Semakin besar jumlah monomer N- asetiglukosamin yang dihasilkan maka akan semakin besar zona bening yang terbentuk di sekitar koloni.

3.3 Pengamatan Struktur Hifa Fungi Setelah Uji Antagonis

Setelah dilakukan uji antagonis dan diinkubasi selama 10 hari, maka diamati keadaan hifa abnormal yang diduga telah dihambat pertumbuhannya oleh bakteri kitinolitik. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut ini : Universitas Sumatera Utara Tabel 3.3 Pengamatan struktur hifa fungi Fusarium sp.1, Altenaria sp., Fusarium sp.2 setelah uji antagonis dengan beberapa isolat bakteri kitinolitik lokal Isolat Struktur Hifa Fusarium sp.1 Alternaria sp. Fusarium sp.2 BK13 Miselium menggulung, tipis dan lisis Miselium menggulung, tipis dan lisis Miselium menggulung dan tipis BK14 Miselium menggulung dan lisis Miselium menggulung, bengkok dan lisis Miselium menggulung, bengkok dan lisis BK15 Miselium menggulung, tipis dan lisis Miselium bengkok, menggulung dan tipis Miselium bengkok, menggulung dan lisis BK16 Miselium menggulung dan lisis Miselium menggulung dan bengkok Miselium menggulung dan diameter kecil BK17 Miselium menggulung, diameter kecil dan lisis Miselium lisis Miselium menggulung, bengkok, diameter kecil dan lisis BK07 Menggulung, lisis dan diameter kecil Miselium terlilit, menggulung, diameter kecil dan lisis Miselium menggulung, bengkok dan diameter kecil KR05 Miselium bengkok, menggulung, diameter kecil dan lisis Miselium lisis dan terlipat Miselium menggulung, bengkok dan diameter kecil BK09 Miselium menggulung, tipis dan lisis Miselium bengkok, menggulung dan lisis Miselium menggulung dan lisis LK08 Miselium bengkok, menggulung, tipis dan lisis Miselium bengkok, menggulung dan lisis Miselium menggulung, diameter kecil dan bengkok BK08 Miselium menggulung, tipis dan lisis Miselium bengkok, menggulung dan tipis. Miselium menggulung dan diameter kecil Hasil pengamatan biakan uji setelah inkubasi 10 hari menunjukkan bahwa semua biakan uji mengalami kerusakan dan kelainan pada miselium fungi. Kerusakan tersebut meliputi miselium menggulung, diameter kecil, lisis, bengkok dan terlipat Gambar 3.4. Hal ini terjadi karena miselium rusak akibat enzim kitinase yang dihasilkan bakteri, enzim ini menghidrolisis atau menguraikan senyawa kitin yang terdapat pada dinding sel fungi. Khikmah 2009 melaporkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kitinase mampu menghambat pertumbuhan dan melisiskan dinding sel fungi. Pada hifa Rhizoctonia solani dan Sclerotium rolfsii ditemukan bagian yang melebur atau lisis. Kitin menjadi target utama yang harus didegradasi atau dihidrolisis agar jamur patogen mati. Bakteri kitinolitik mengeluarkan kitinase yang akan Universitas Sumatera Utara menghancurkan dinding sel fungi patogen, akibatnya fungi patogen akan mati. Enzim ini menghambat perkecambahan spora, pemanjangan hifa dan menyebabkan kerusakan dinding sel yang ditunjukkan dengan pecahnya sel pada ujung-ujung hifa. Enzim kitinase juga efektif menghambat pembentukan sklerotia Rhizoctonia solani dan mampu melisiskan dinding sklerotia. A B C D E F Gambar 3.4 Pengamatan fungi abnormal secara mikroskopik; A. Miselium bengkok; B. Miselium menggulung; C-F. Miselium lisis Perbesaran 10x40. Selain menyebabkan kerusakan pada dinding sel hifa fungi patogen, aktivitas kitinase juga menghambat perkecambahan spora dan menyebabkan pertumbuhan abnormal pada hifa fungi patogen seperti percabangan, pembengkakan, fragmentasi dan nekrosis. Mekanisme pengendalian hayati fungi patogen tanaman oleh mikroba antagonis secara umum dibagi menjadi tiga macam, yaitu parasitisme, antibiosis dan Universitas Sumatera Utara kompetisi. Pada mekanisme parasitisme, agen antagonis akan memanfaatkan secara langsung nutrisi dari fungi patogen dengan melibatkan enzim-enzim pendegradasi dinding sel. Antibiosis merupakan kemampuan agen antagonis untuk menghasilkan metabolik yang bersifat antifungi, sedangkan kompetisi ruang dan nutrien terjadi ketika pertumbuhan fungi antagonis dapat menekan pertumbuhan jamur patogen. Menurut Gandjar et al., 2006, pertumbuhan hifa berlangsung terus-menerus di bagian apikal, sehingga panjangnya tidak dapat ditentukan secara pasti. Diameter hifa umumnya tetap, yaitu 3-30 ยต m. Spesies-spesies yang berbeda memiliki diameter yang berbeda pula dan ukuran diameter tersebut juga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Fungi membentuk struktur tertentu sebagai perlindungan dalam keadaan yang tidak menguntungkan, misalnya membentuk klamidospora. Klamidospora adalah sel dorman yang akan berkecambah apabila lingkungan sudah kondusif untuk pertumbuhan sedangkan dinding sel hifa akan hancur oleh enzim-enzim litik dari luar sel, misalnya enzim-enzim dari mikroorganisme lain. Hasil pengamatan secara mikroskopis menunjukkan bahwa aplikasi enzim kitinase mampu mempengaruhi hifa R. solani menjadi hifa abnormal. Adanya hifa R. solani yang abnormal mulai teramati dengan waktu pengamatan 24 jam setelah aplikasi enzim. Bentuk abnormal hifa yang tampak adalah ujung hifa mengalami segmentasi dan mengalami pembengkakan. Ujung hifa juga mengkerut dan tumbuh membentuk struktur seperti spiral. Lisisnya ujung hifa tersebut diikuti dengan keluarnya protoplasma dari sel Khikmah, 2009. Universitas Sumatera Utara BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan