Uji Antagonis Bakteri Kitinolitik

gundul dan jika tidak segera ditanggulangi akan menyebabkan tanaman mati Rukmana, 2003. Konidia A. passiflorae berwarna coklat, konidia disebarkan oleh angin atau hujan. Gandjar et al., 1995 menjelaskan pada medium MEA, konidia berwarna kecoklatan, berbentuk elips dengan sel yang paling ujung menyerupai paruh bebek. Menurut Semangun 1996, genus Alternaria memiliki konidiofor tegak dan pendek. Konidium seperti labu, ataupun seperti buah murbei. Spesies A. passiflorae diketahui menginfeksi tanaman markisa dan menyebabkan bercak pada daun dengan diameter bercak sekitar 5-10 mm disertai lingkaran kuning pucat disekitar jaringan. Daun yang terinfeksi akan gugur dan pada infeksi yang parah, tanaman menjadi layu secara keseluruhan kemudian mati.

3.2 Uji Antagonis Bakteri Kitinolitik

Bakteri kitinolitik yang telah dikarakterisasi sifat morfologi dan biokimia selanjutnya dibuat perlakuan uji antagonis dan isolat fungi yang digunakan dipilih 3 isolat yang merupakan genus fungi patogen yaitu Fusarium sp.1, Fusarium sp.2 dan Alternaria sp. Berikut uji antagonis beberapa bakteri kitinolitik dengan fungi patogen yang diisolasi dari tanaman markisa ungu Tabel 3.1. Universitas Sumatera Utara Tabel 3.1 Uji antagonis beberapa bakteri kitinolitik dengan fungi patogen yang diisolasi dari markisa ungu Is ol at Fungi Diameter Zona Hambatan cmhari 4 5 6 7 8 9 10 BK 13 Fusarium sp.1 Fusarium sp.2 Alternaria sp. 0,32 0,04 0,13 0,99 0,45 0,73 1,06 1,24 0,79 1,31 2,20 1,15 1,45 2,30 1,34 1,40 2,17 0,84 2,32 2,26 1,73 BK 14 Fusarium sp.1 Fusarium sp.2 Alternaria sp. 0,51 0,73 0,09 0,43 0,29 0,39 0,92 1,09 1,66 1,60 2,33 2,06 1,82 1,48 1,40 1,50 1,99 1,79 1,62 2,27 1,90 BK 15 Fusarium sp.1 Fusarium sp.2 Alternaria sp. 0,21 0,22 0,15 0,38 0,90 1,59 0,80 1,57 1,72 1,56 1,95 1,82 2,05 1,97 1,97 2,33 2,1 2,47 2,67 2,37 2,78 BK 16 Fusarium sp.1 Fusarium sp.2 Alternaria sp. 0,23 0,18 0,08 0,51 0,45 0,95 0,87 1,27 1,72 1,35 1,92 2,00 2,33 2,17 2,03 2,56 2,50 2,16 2,56 2,69 2,03 BK 17 Fusarium sp.1 Fusarium sp.2 Alternaria sp. 0,19 0,03 0,13 1,04 0,86 0,26 1,75 1,37 0,67 1,90 2,06 2,25 2,03 2,81 2,37 2,66 2,56 2,47 2,60 2,15 2,60 BK 07 Fusarium sp.1 Fusarium sp.2 Alternaria sp. 0,61 0,53 0,31 1,00 1,06 1,29 1,48 1,32 1,44 1,88 1,46 2,04 2,21 0,63 1,86 1,97 2,06 2,31 2,10 2,30 2,31 K R05 Fusarium sp.1 Fusarium sp.2 Alternaria sp. 0,26 0,63 1,49 0,64 1,09 2,04 1,0 1,42 2,06 1,31 1,58 2,26 1,90 0,49 2,15 1,96 1,88 2,38 1,90 2,21 2,38 BK 09 Fusarium sp.1 Fusarium sp.2 Alternaria sp. 1,23 0,55 0,39 1,43 1,96 2,75 1,50 2,39 3,09 1,70 1,63 3,28 2,15 1,75 3,17 2,44 2,03 3,26 2,31 2,05 3,39 L K08 Fusarium sp.1 Fusarium sp.2 Alternaria sp. 0,14 1,90 0,21 1,04 0,90 0,65 0,39 1,20 1,60 1,5 1,70 1,89 1,74 0,88 1,80 2,14 2,12 1,89 2,30 1,86 2,30 BK 08 Fusarium sp.1 Fusarium sp.2 Alternaria sp. 0,29 0,08 0,20 0,07 0,44 0,01 0,95 0,90 1,05 1,95 1,35 1,52 1,31 1,94 1,89 2,17 2,24 1,91 2,21 2,40 1,68 Dari tabel 3.1 diatas, uji antagonis antara bakteri kitinolitik terhadap Fusarium sp., Fusarium sp.2 dan Alternaria sp. menunjukkan bahwa isolat BK15 memiliki kemampuan menghambat miselium Fusarium sp.1 dimulai pada hari ke-4 inkubasi sebesar 0,23 cm dan pada inkubasi hari ke-10 sebesar 2,67 cm. Isolat BK15 juga memiliki kemampuan dalam menghambat Fusarium sp.2 yaitu sebesar 0,23 cm pada hari inkubasi ke-4 dan 2,37 cm pada hari ke-10. Namun, daya hambat isolat BK15 Universitas Sumatera Utara terhadap miselium Alternaria sp. lebih kecil yaitu sebesar 0,15 cm pada hari ke-4 tetapi meningkat pada hari ke-10 inkubasi yaitu sebesar 2,79 cm. Dari data tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa isolat BK15 sp.2 memiliki daya hambat yang lebih baik dalam menghambat miselium Fusarium sp.1, Fusarium sp.2 dan Alternaria sp. dibandingkan isolat lainnya. Isolat BK17 mampu menghambat miselium Fusarium sp.1 dimulai pada hari ke-4 inkubasi sebesar 0,19 cm dan pada inkubasi hari ke-10 sebesar 2,56 cm. Isolat BK17 juga memiliki kemampuan dalam menghambat Fusarium sp.2 yaitu sebesar 0,19 cm pada hari inkubasi ke-4 dan 2,16 cm pada hari ke-10. Daya hambat isolat BK17 lebih besar terhadap miselium Alternaria sp. yaitu sebesar 0,14 cm pada hari ke-4 dan meningkat pada hari ke-10 inkubasi yaitu sebesar 2,6 cm. Dari data tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa isolat BK17 memiliki daya hambat yang lebih baik terhadap miselium Alternaria sp. dan Fusarium sp.1. Isolat BK14 mampu menghambat miselium Fusarium sp.1 dimulai pada hari ke-4 inkubasi sebesar 0,51 cm dan pada inkubasi hari ke-10 sebesar 1,62 cm. Isolat BK14 juga memiliki kemampuan dalam menghambat Fusarium sp.2 yaitu sebesar 0,73 cm pada hari inkubasi ke-4 dan 2,27 cm pada hari ke-10. Daya hambat isolat BK14 terhadap miselium Alternaria sp. yaitu sebesar 0,09 cm pada hari ke-4 dan meningkat pada hari ke-10 inkubasi yaitu sebesar 1,91 cm. Dari data tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa isolat BK14 memiliki daya hambat yang paling kecil terhadap miselium Alternaria sp., Fusarium sp.1. dan Fusarium sp.2 dibanding isolat lainnya. Menurut Muthahanas Listiana 2008, penghambatan pertumbuhan fungi patogen pada tanaman oleh isolat bakteri ditandai dengan ketidakmampuan koloni fungi patogen untuk tumbuh menutupi isolat bakteri. Hal ini terlihat dengan adanya zona bening di sekitar koloni bakteri. Zona bening ini menunjukkan adanya senyawa metabolit sekunder ekstraseluler yang mampu menghambat pertumbuhan fungi patogen. Perbedaan daya hambat menggambarkan perbedaan kemampuan dari masing-masing isolat dalam menghambat fungi patogen. Universitas Sumatera Utara Bakteri kitinolitik jika ditumbuhkan pada media yang mengandung koloidal kitin, akan membentuk zona bening pada media Gambar 3.3. Zona bening terbentuk jika komponen kitin yang terdapat pada media telah didegradasi oleh kitinase yang dihasilkan bakteri. Menurut Kamil 1997, bakteri kitinolitik menghasilkan kitinase terutama untuk mendegradasi kitin dan menggunakannya sebagai sumber energi. Dewi 2008 dan Muharni 2010 menjelaskan bahwa isolat bakteri yang menghasilkan kitinase ditandai dengan adanya zona bening disekitar koloni, zona bening yang terbentuk diukur diameternya untuk ditentukan indeks kitinolitiknya. Selanjutnya bakteri akan mencari sumber kitin lainnya yaitu pada dinding sel fungi. A B C D E F Gambar 3.3 Uji antagonis bakteri kitinolitik dengan fungi patogen. A. BK15; B.BK16; C. BK14; D. BK07; E. BK17; F. BK13. a. Koloni fungi; b. Koloni bakteri; c. Zona hambat bakteri terhadap koloni fungi; d. Zona bening Soesanto 2008 menjelaskan kitinase mampu menghambat pertumbuhan beberapa fungi patogen misalnya Botrytis sp. in vitro, Rhizoctonia sp. dan Fusarium sp. Menurut Pudjihartati 2006, kitinase diketahui ikut berperan dalam mekanisme ketahanan terhadap infeksi fungi karena dapat menghidrolisis ikatan β-1,4 di antara a b d c Universitas Sumatera Utara subunit N-asetilglukosamina NAcGlc pada polimer kitin. Degradasi senyawa kitin pada hifa fungi patogen diharapkan mampu menghambat perkembangan normal hifa dan selanjutnya mengganggu proses infeksi fungi pada tanaman inang. Kitin merupakan penyusun utama dinding sel fungi dan telah digunakan sebagai kontrol biologis fungi patogen. Aktifitas kitinase yang dihasilkan bakteri lebih tinggi dibandingkan fungi. Setelah inkubasi, zona bening disekitar koloni mengindikasikan bahwa bakteri mampu menghidrolisis kitin Brzezinska et al, 2007. Muharni 2010 menjelaskan bahwa zona bening terbentuk karena terjadinya pemutusan ikatan 1, 4 homopolimer N-asetilglukosamin pada kitin oleh kitinase menjadi monomer N-asetilglukosamin. Perbedaan indeks kitinolitik dari isolat disebabkan perbedaan aktivitas enzim kitinase dari masing-masing isolat tersebut. Besarnya zona bening yang dihasilkan tergantung pada jumlah monomer N- asetilglukosamin yang dihasilkan dari proses hidrolisis kitin dengan memutus ikatan 1,4 homopolimer N-asetilglukosamin. Semakin besar jumlah monomer N- asetiglukosamin yang dihasilkan maka akan semakin besar zona bening yang terbentuk di sekitar koloni.

3.3 Pengamatan Struktur Hifa Fungi Setelah Uji Antagonis