Edisi Judul
27 Desember 2010 Timnas Mencemaskan
28 Desember 2010 Euforia masih Membara
29 Desember 2010 Timnas Janjika Gol Cepat
30 Desember 2010 Euforia Berakhir Duka
E. Tinjauan Pustaka
Untuk menentukan judul skripsi ini, peneliti melakukan tinjauan pustaka di perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi FIDKOM UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta. Penulis tertarik dengan satu judul penelitian yaitu
“Analisis Wacana Pemberitaan Film „Fitnah‟ Karya Geert Wilders Di Harian Umum Republika edisi 29 Maret-
4 April 2008” yang disusun oleh Sofwan Tamami.
Selain itu, penulis juga tertarik pada judul skripsi yang ditulis oleh Soraya Bunga Larasati
dengan judul “Analisis Wacana Konflik Antaragama dalam
Novel Lajja Karya Taslima Nasrin”.
Meskipun penulis melakukan rujukan terhadap kedua skripsi tersebut, penelitian yang dilakukan tetaplah berbeda. Dalam hal ini penulis membahas
mengenai bagaimana konstruksi teks berita, kognisi sosial, serta konteks sosial yang dilakukan oleh Media Indonesia seputar pemberitaan final Piala Suzuki AFF
2010.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan, maka sistematika penulisan ini terdiri dari lima bab dan masing-masing bab terdiri dari sub bab dengan penyusunan sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
membahas tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat
Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka serta Sistematika Penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
membahas tentang Teori Konstruksi Sosial, Konseptual Berita, serta Konseptual Wacana Menurut Teun
A. Van Dijk.
BAB III PROFIL HARIAN UMUM MEDIA INDONESIA
membahas tentang berdirinya Harian Umum Media Indonesia, Visi dan Misi
Media Indonesia, Struktur Organisasi Redaksi Media Indonesia, Sejarah Singkat Piala Suzuki AFF.
BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISA DATA
membahas tentang konstruksi terhadap pemberitaan Final Piala AFF 2010 pada Media
Indonesia yang diihat dari aspek teks, kognisi sosial dan konteks sosial.
BAB V PENUTUP
bab terakhir ini berisi kesimpulan dan saran dari penulis mengenai hal-hal yang telah dibahas oleh penulis dalam
skripsi ini.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Konstruksi Sosial
Kebanyakan orang menganggap bahwa media massa sebagai sumber terpercaya untuk memperoleh berita. Semua peristiwa yang disampaikan oleh
media massa, baik media cetak maupun elektronik, dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat tanpa melihat bagaimana berita itu dibuat. Apa yang dikatakan
media dan bagaimana media itu memandang suatu pemberitaan, maka itu juga yang akan dipandang oleh masyarakat. Akan tetapi, bagi sebagian masyarakat
yang “kritis” akan suatu pemberitaan akan menilai lebih, yakni dalam setiap penulisan berita ternayat tersimpan unsur subjektivitas seorang penulis.
Kenyataan ini sudah menjadi hal yang lumrah bagi media massa. Memberitakan suatu peristiwa dengan menggunakan sudut pandang media, yaitu
dengan mengkonstruksi isi berita sesuai dengan apa yang diinginkan media. Sehingga masyarakat juga akan mengikuti apa yang menjadi cara pandang media
tersebut. Berita-berita yang disajikan oleh media telah mengalami konstruksi atau
pembangunan ulang terhadap isi beritanya. Bukan fakta mentah dari lapangan yang disajikan namun fakta-fakta tersebut terlebih dahulu diolah oleh media
dengan menekankan pada bagian tertentu atau mengalami perubahan sudut pandang. Secara tidak sadar, kita mengkonsumsi berita-berita hasil dari konstruksi
media tersebut.
13
Isi media adalah hasil konstruksi realitas dengan bahasa sebagai dasarnya, sedangkan bahasa bukan saja alat mempresentasikan realitas, tetapi juga
menentukan relief seperti apa yang hendak diciptakan bahasa tentang realitas tersebut. Akibatnya media massa mempunyai peluang yang sangat besar untuk
mempengaruhi makna dan gambaran yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksikannya.
1
Pada dasarnya tujuan dari konstruksi isi pemberitaan tersebut adalah untuk menyamakan pandangan antara media massa yang mengkonstruksi berita dengan
masyarakat yang membaca hasil konstruksi berita tersebut, yang pada akhirnya menciptakan opini masyarakat terhadap berita tersebut.
Konstruksi pemberitaan atau konstruksi realitas di media massa menjadi kegiatan wajib bagi media. Karena hal ini bisa dijadikan untuk mempertahankan
ideologi media tersebut. Teori konstruksi realitas sosial ini dikemukakan oleh Peter L. Berger dan
Luckmann 1965 adalah bagian dari konstruksi sosial media massa. Konstruksi sosial media massa adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga
konstruksi sosial berlangsung dengan sangat cepat dan sebrannya merata. Realitas sosial yang terkonstruksi itu juga membentuk opini massa, massa cenderung
apriori dan opini massa cenderung sinis.
2
Menurut Berger realitas sosial eksis dengan sendirinya dan dalam mode strukturalis dunia sosial tergantung pada manusia yang menjadi subjeknya.
3
Selain
1
Ibnu Hamad, Muhamad Qadari dan Agus Sudibyo, Kabar-kabar Kebencian, Jakarta: Institut Studi Arus Informasi, PT Sembrani Aksara Nusantara, 2001, h.74-75
2
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Jakarta: Kencana, 2007, h. 288
3
Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, cetakan ke 6, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004, h. 299
itu, Berger berpendapat bahwa realitas sosial secara obyektif memang ada ingat Durkheim dan persfektif fungsionalis tetapi maknanya berasal dari dan oleh
hubungan subyektif individu dengan dunia obyektif suatu persfektif yang dianut Mead dan para pengikut interaksionis simbolis terutama Blumer.
4
Table 2.1 Sumber:
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Jakarta: Kencana, 2007, h. 204
Menurut Peter L Berger dan Thomas Luckman, seperti yang digambarkan pada bagan di atas, proses konstrksi sosial media massa berlangsung dalam suatu
proses sosial yang simultan, yakni eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Eksternalisasi. Dalam proses eksternalisasi, mula-mula, sekelompok manusia
menjalankan sejumlah tindakan. Bila tindakan-tindakan tersebut dirasa tepat dan
4
Ibid, h. 299
berhasil menyelesaikannya persoalan mereka bersama pada saat itu, maka tindakan tersebut akan diulang-ulang.
5
Objektivasi. Tahap objektivasi produk sosial terjadi dalam dunia intersubjektif masyarakat yang dilembagakan. Pada tahap ini sebuah produk sosial pada proses
instituniolisasi, sedangkan individu oleh Berger dan Luckman 1990: 49, dikatakan memanifestasikan diri dalam produk-produk kegiatan manusia yang
tersedia, baik bagi produsen-produsennnya, maupun bagi orang lain sebagai unsur dari dunia bersama. Objektivasi ini bertahan lama sampai melampaui batas tatap
muka di mana mereka dapat dipahami secara langsung.
6
Internalisasi. Melalui internalisasi, manusia menjadi produk daripada dibentuk oleh masyarakat. Internalisasi memiliki fungsi mentransmisikan
institusi sebagai realitas yang berdiri sendiri terutama kepada anggota-anggota masyrakat baru, agar institusi tersebut tetap dapat dipertahankan dari waktu ke
waktu – meskipun anggota masyarakat yang mengonsepsikan institusi sosial itu
sendiri juga terus mengalami internalisasi, agar status objektifitas sebuah institusi dalam kesadaran mereka tetap kukuh.
7
Teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Luckmann telah direvisi dengan melihat variable atau fenomena media massa
menjadi sangat substansi dalam proses eksternalisasi, subjektivasi, dan internalisasi. Proses konstruksi sosial media massa lahir melalui tahapan-tahapan
sebagai berikut:
5
Geger Riyanto, Peter L Berger: Persfektif Metateori Pemikiran, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2009, h. 110
6
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Jakarta: Kencana, 2007, h. 197-198
7
Geger Riyanto, Peter L Berger: Persfektif Metateori Pemikiran, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2009, h. 111
1. Tahap Menyiapkan Materi Konstruksi
Ada tiga hal penting dalam penyiapan materi konstruksi: a.
Keberpihakan media massa kepada kapitalisme. Sebagaimana diketahui, saat ini hampir tidak ada lagi media massa yang tidak dimiliki oleh
kapitalis. Dalam arti, media massa digunakan oleh kekuatan-kekuatan kapital untuk menjadikan media massa sebagai mesin penciptaan uang dan
pelipatgandaan modal. Dengan demikian, media massa tidak ada bedanya dengan supermarket, pabrik kertas, pabrik uranium, dan sebagainya.
Semua elemen media massa, termasuk orang-orang media massa berpikir untuk melayani kapitalisnya, ideology mereka adalah membuat media
massa yang laku di masyarakat. b.
Keberpihakan semu kepada masyarakat. Bentuk dari keberpihakan ini adalah dalam bentuk empati, simpati dan berbagai partisipasi kepada
masyarakat, namun ujung- ujungnya adalah juga untuk ‘menjual berita’ dan
menaikkan rating untuk kepentingan kapitalis. c.
Keberpihakan kepada kepentingan umum. Bentuk keberpihakan kepada kepentingan umum dalam arti sesungguhnya sebenarnya adalah visi setiap
media massa, namun akhir-akhir ini visi tersebut tak pernah menunjukkan jati diinya, namun slogan-slogan tentang visi ini tetap terdengar.
2. Tahap Sebaran Konstruksi
Pada umumnya, sebaran konstruksi sosial media massa menggunakan model satu arah, dimana media massa menyodorkan informasi sementara konsumen
media tidak memiliki pilihan lain kecuali mengkonsumsi informasi itu.
Prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media massa adalah semua informasi harus sampai pada pemirsa atau pembaca secepatnya dan setepatnya
berdasarkan pada agenda media. Apa yang dianggap penting oleh media, menjadi penting pula bagi pemirsa atau pembaca.
3. Pembentukkan Konstruksi Realitas
Untuk media massa, realitas citra media dikonstruksi orang oleh desk dan redaksi, namun merupakan bagian dari rekonstruksi sosial masyarakatnya. Karena
itu, ketergantungan mereka yang hidup dalam realitas media adalah orang-orang yang selalu memiliki kesadaran realitas ini, sebagaimana ia menyadari dirinya
sebagai bagian dari realitas itu sendiri. 4.
Tahap Konfirmasi Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun pembaca dan pemirsa
member argumentasi dan akuntabilitasi terhadap pilihanya untuk terlibat dalam tahap pembentukan konstruksi. Bagi media, tahapan ini perlu sebagai bagian
untuk member argumentasi terhadap alasan-alasannya konstruksi sosial. Sedangkan bagi pemirsa dan pembaca, tahapan ini juga bagian untuk menjelaskan
mengapa ia terlibat dan bersedia hadir dalam proses konstruksi sosial.
8
Pemaknaan terhadap suatu realitas sosial sangat dipengaruhi oleh subjektifitas kesadaran manusia. Kesadaran terhadap hal-hal yang ada di luar dirinya sehingga
menimbulkan interpretasi di dalam dirinya. Menurut Alex Sobur, isi media pada hakikatnya adalah hasil konstruksi
realitas dengan bahasa sebagai perangkat dasarnya. Sedangkan bahasa bukan saja sebagai alat mengiterpretasikan realitas, namun juga bisa menentukan relief
8
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Jakarta: Kencana, 2007, h. 205-212
seperti apa yang akan diciptakan oleh bahasa tentang realitas tersebut. Akibatnya, media massa mempunyai peluang yang sangat besar untuk mempengaruhi makna
dan gambaran yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksikannya.
9
Kesadaran manusia ini memaknai dirinya dan objek-objek dalam kehidupannya berdasaran sifat-sifat yang didapatnya atau sensasi yang dialaminya
saat berhubungan dengan obyek tersebut. Tetapi dalam kehidupan manusia yang setiap saat merasakan sensasi karena terus berhubungan dengan obyek di luar
dirinya, dapat dibayangkan bagaimana makna-makna akan terus mengalir dalam kesadarannya.
10
Bentuk dari konstruksi sebuah pemberitaan adalah wacana. Wacana yang terdapat di media massa merupakan sarana komunikasi massa atas informasi yang
disampaikan. Peristiwa yang terjadi akan dikonstruksi ke dalam bentuk wacana dengan menggunakan bahasa.
Wacana merupakan praktik sosial mengkonstruksi realitas
yang menyebabkan sebuah hubungan dialektis antara peristiwa yang diwacanakan
dengan konteks sosial, budaya, ideologi tertentu. Di sini bahasa dipandang sebagai faktor yang sangat penting untuk mereprentasikan maksud si pembuat
wacana.
11
Bagi media, bahasa bukan sekedar alat komunikasi untuk menyampaikan fakta, informasi, atau opini. Bahsa juga menentukan gambaran atau citra tertentu
yang hendak ditanamkan kepada publik.
9
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, Analisis Framing, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002, h. 88
10
Geger Riyanto, Peter L Berger: Persfektif Metateori Pemikiran, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2009, h. 106-107
11
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, cetakan ke 2, Jakarta: Kencana , 2007, h. 258
Menurut Stuart Hall, “Media massa pada dasarnya tidak memproduksi, melainkan mennetukan to difine realitas melalui pemakaian kata-kata yang
terpilih. Makna tidak secara sederhana dianggap sebagai reproduksi dalam bahasa, tetapi sebuah pertentangan sosial social struggle, sebuah perjuangan
dalam memenangkan wacana. Maka, pemaknaan yang berbeda merupakan
arena pertarungan tempat memasukkan bahasa didalamnya.”
12
Definisi fungsional melihat bahasa dari segi fungsinya, sehingga bahasa diartikan sebagai “alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan
socially shares means for expressing ideas. Definisi formal menyatakan bahasa sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan
tata bahasa all the conceivable sentences that could be generated according to the rules of its grammars, setiap bahasa mempunyai peraturan bagaimana kata-
kata harus disusun dan dirangkaikan supaya memberikan arti.”
13
Bahasa merupakan sarana untuk menyampaikan informasi. Jelas tidaknya informasi yang disampaikan kepada khalayak sangat ditentukan oleh benar
tidaknya bahasa yang dipakai. Penggunaan bahasa yang baik dan benar sangat menentukan sampainya informasi itu kepada khalayak pembaca, pendengar,
penonton secara jelas. Sebaliknya, bahasa yang kacau dalam menyampaikan informasi akan menyulitkan khalayak untuk memahami informasi itu.
14
Bahasa yang digunakan manusia pada dasarnya dibedakan atas dua jenis, yaitu bahasa lisan dan bahasa tulisan. Bahasa lisan dan tulisan memiliki syarat-syarat
yang berbeda. Bahasa tulisan digunakan tanpa bantuan intonasi, gerak, dan situasi yang dapat dimanfaatkan oleh bahasa lisan. Dalam bahasa tulisan kita hanya dapat
12
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, Analisis Framing, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002, h. 40
13
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003, h. 276
14
Sudirman Tebba, Jurnalistik baru, Ciputat: Kalam Indonesia, 2005, h. 118
menggunakan kata-kata konvensional, yang berdasarkan sistem konvesional dapat dijadikan kalimat.
15
B. Konsep Berita