OBJEKTIVITAS PEMBERITAAN KEKALAHAN TIMNAS INDONESIA MELAWAN MALAYSIA PADA FINAL AFF 2010 (Analisis Isi Objektivitas Pemberitaan Kekalahan Timnas Indonesia Melawan Malaysia Pada Final AFF 2010 di Surat Kabar Jawa Pos Edisi 27 Desember 2010 – 30 Desember 20

(1)

Desember 2010 – 30 Desember 2010)

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “ Veteran “

Jawa Timur SKRIPSI

KARIMATUN NISA 0543010336

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI JAWA TIMUR


(2)

Kekalahan Indonesia Melawan Malaysia Pada Final AFF 2010 di Surat Kabar Jawa Pos Edisi 27 Desember – 30 Desember 2010)

Nama Mahasiswa : Karimatun Nisa

NPM : 0543010336 Progdi : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)

Telah disetujui untuk mengikuti Seminar Lisan Menyetujui,

Mengetahui, DEKAN

Dra. Hj. Suparwati, MSi NIP. 19550718198302201

PEMBIMBING

Juwito, S.Sos, Msi. NPT. 3 6704 95 0036 1


(3)

iv

karuniaNya, penulis bisa melaksanakan dan menyelesaikan penelitian yang berjudul “Objektivitas Pemberitaan Kekalahan Timnas Indonesia Melawan

Malaysia Pada Final AFF 2010”. Tujuan penulis meneliti objektivitas

pemberitaan ini adalah untuk mengetahui objektif atau tidak pemberitaan ini. Selama melakukan penulisan penelitian ini, tak lupa penulis menyampaikan rasa terima kasih pada Pembimbing Penulis Bapak Juwito, S.Sos, M.Si. serta pihak-pihak yang telah membantu penulis selama melakukan Skripsi ini.

Adapun penulis sampaikan rasa terima kasih, kepada:

1. Allah SWT. Karena telah melimpahkan segala karuniaNya, sehingga penulis mendapatkan kemudahan selama proses penelitian dan penyusunan laporan.

2. Prof .Dr. Ir Teguh Soedarta MP selaku Rektor UPN ”Veteran” Jawa Timur. 3. Ibu Dra. Hj. Suparwati, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.Bapak Juwito, S.Sos, Msi. selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi.

4. Bapak Saifuddin Zuhri. Msi. selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi.

5. Dosen-dosen Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberikan ilmu dan dorongan dalam menyelesaikan laporan ini.


(4)

v baik secara moril dan materiil.

7. Sahabat-sahabat yang selalu ada, Sahabat SD, SMP, SMA dan Kuliah. 8. Tinusya Tris Wiranda, the best support ever.

9. NCF people, for the bad times and good times.

10. Dan pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-satu oleh penulis, yang telah membantu penyelesaian penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah dibutuhkan guna memperbaiki kekurangan yang ada.

Akhir kata semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca, khususnya teman-teman di Jurusan Ilmu Komunikasi.

Surabaya, Desember 2010


(5)

vi

HALAMAN PENGESAHAN SIDANG SKRIPSI ………..…. iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ……… viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

ABSTRAKSI ……… x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 11

1.3. Tujuan Penelitian ... 11

1.4. Kegunaan Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pers Dalam Kaidah Jurnalistik ... 12

2.1.2. Tugas dan Fungsi Pers ... 13

2.2. Berita………. ... 18

2.2.2. Pengertian Surat Kabar ... 25

2.3. Objektivitas Berita……….. 26

2.4. Konsep Penyajian Berita ... 30


(6)

3.2. Kategorisasi Objektivitas Pers ... 41

3.2.1. Akurasi Pemberitaan ... 41

3.2.2. Fairness dan Ketidakberpihakan Pemberitaan ... 43

3.2.3. Validitas Keabsahan Pemberitaan ... 44

3.3. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel ... 45

3.3.1. Populasi ... 45

3.3.2. Sampel dan Teknik Penarikan Sampel ... 45

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 46

3.5. Teknik Analisis Data ... 47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Objektivitas penelitian ... 48

4.1.1. Jawa Pos……… ... . 48

4.2. Penyajian Data dan Analisis Data………... 57

4.2.1. Objektivitas Pemberitaan……….. ... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan………. ... 85

5.2. Saran………. ... 86 DAFTAR PUSTAKA


(7)

viii

Tabel 4.2. Akurasi Pemberitaan Berita 2………... 68

Tabel 4.3. Akurasi Pemberitaan Berita 3... 72

Tabel 4.4 Akurasi Pemberitaan Berita 4 ………...….……… 77


(8)

Lampiran 2 : Berita Edisi 28 Desember 2010……….…… 89 Lampiran 3 : Berita Edisi 29 Desember 2010……….………… 91 Lampiran 4 : Berita Edisi 30 Desember 2010.……….... 93


(9)

Malaysia Pada Final AFF 2010 di Surat Kabar Jawa Pos Edisi 27 Desember 2010 – 30 Desember 2010).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat Objektif atau tidak berita kekalahan timnas Indonesia melawan Malaysia pada final AFF 2010 di surat kabar Jawa Pos dengan periode yang telah ditentukan.

Metode penelitian yang digunakan adalah analisis isi yang bersifat kuantitatif, dengan analisis tersebut digunakan untuk mengkaji isi objektivitas pemberitaan kekalahan timnas Indonesia melawan Malaysia pada final AFF 2010 di surat kabar Jawa Pos

Objektivitas pemberitaan di uji dan di analisis sesuai dengan kategorisasi yang di sesuaikan dalam buku Rachmat Kriyantono dalam teori yang di sempurnakan oleh Rachma Ida tentang 3 kategorisasi objektivitas pemberitaan. Pemberitaan kekalahan timnas Indonesia melawan Malaysia pada final AFF 2010 menimbulkan opini dari masyarakat .Hasil yang didapat dari 4 berita yang penulis teliti belum dapat di bilang objektif, karena terdapat kategori yang tidak terpenuhi, yaitu pada kategori akurasi, dan fairness. Obyektivitas berita merupakan hal yang sangat penting dalam penyajian sebuah berita. Penyajian berita yang tidak obyektif dapat menimbulkan banyak ketidakseimbangan, artinya bahwa berita hanya disajikan berdasarkan informasi pada sumber berita yang kurang lengkap dan cenderung sepihak. Dari ketiga penghitungan objektivitas menurut kategorisasi, berita yang diterbitkan oleh surat kabar Jawa Pos masih belum bisa dikatakan objektif, karena belum sepenuhnya memasukkan unsur realita yang sebenar – benarnya.

Kata Kunci: Analisis Isi, Objektivitas, Kekalahan timnas Indonesia melawan Malaysia pada final AFF 2010, Jawa Pos


(10)

1.1.Latar Belakang Masalah

Dalam masyarakat modern seperti sekarang ini peranan dan pengaruh informasi dan komunikasi sangat terasa. Tidak ada kegiatan yang dilakukan di dalam dan oleh masyarakat yang tidak memerlukan informasi. Kenyataan tersebut diatas tidak dapat dipungkiri kebenarannya. Hanya orang atau bangsa yang mempunyai banyak informasi yang dapat berkembang dengan pesat. Dalam hal ini negara yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi akan lebih memperoleh kesempatan memiliki sistem komunikasi yang dapat menunjang kepentingan nasionalnya, ideologinya, dan pandangan hidupnya.

Sebaliknya negara yang tidak mempunyai kemampuan mengembangkan teknologi dan infrastruktur akan berada dalam posisi yang lemah dalam mengembangkan sistem komunikasinya. Seperti kita lihat di dunia ini, komunikasi sering kali merupakan sarana pertukaran informasi antara pihak yang tidak sama tinggi (sederajat), menguntungkan pihak yang lebih kuat, lebih kaya dan lebih lengkap fasilitasnya. Perbedaan di dalam kekuasaan dan kekayaan, disengaja atau, tidak mempunyai akibat dan pengaruh pada struktur dan arus informasi.

Objektivitas mempunyai peranan yang sangat penting dan tidak boleh dianggap remeh, terutama dalam kaitannya dengan kualitas informasi.


(11)

Sebagai salah satu prinsip penilaian, objektivitas memang hanya mempunyai cakupan yang lebih kecil, tetapi objektivitas sangat penting diperhatikan dalam sebuah pemberitaan. Objektivitas pada umumnya berkaitan dengan berita dan informasi, objektivitas juga seringkali dihubungkan dengan isi dan juga objektivitas diperlukan untuk mempertahankan kredibilitas.

Definisi ojektivitas sendiri adalah metode yang dipakai untuk menghadirkan suatu gambaran dunia yang sedapat mungkin jujur dan cermat dalam batas-batas praktik jurnalistik Tujuan dari jurnalisme sendiri adalah melaporkan kebenaran, namun tugas ini bukan pekerjaan sederhana. Ada beberapa kepentingan ikut “berbicara”, yang akhirnya memberi bentuk pada kebenaran yang disampaikan. Di sini pers dituntut untuk menyampaikan kebenaran melalui pemberitaan secara objektif, dengan sikap tidak memihak. Berita yang disampaikan kepada khalayak mungkin saja tidak objektif, maka di sini objektivitas pemberitaan penting untuk diperhatikan. Definisi objektivitas pemberitaan itu sendiri adalah penyajian berita yang benar, tidak berpihak dan berimbang.

Definisi tentang objektivitas berita sangat beragam, namun secara sederhana dapat dijelaskan bahwa berita yang obyektif adalah berita yang menyajikan fakta, tidak berpihak dan tidak melibatkan opini dari wartawan. Objektivitas menurut mcQuail (1994 : 130) lebih merupakan cita-cita yang diterapkan seutuhnya. Dalam sistem media massa yang memiliki keanekaragaman eksternal, terbuka kesempatan untuk penyajian informasi yang memihak, meski sumber tersebut harus bersaing dengan sumber informasi lainnya yang


(12)

menyatakan dirinya obyektif. Meskipun demikian tidak sedikit media yang mendapatkan tuduhan “media itu tidak obyektif”.

Masalah objektivitas pemberitaan merupakan perdebatan klasik dalam studi media. Media massa seperti surat kabar sudah semestinya memberikan gambaran atau realitas yang ada di sekitar yang dirangkai dalam sebuah berita secara objektif kepada khalayaknya, jika sebuah berita tidak objektif maka dapat dikatakan bahwa media ‘menipu’ khalayaknya. Media memberikan gambaran dan realitas citra sosial yang dibaurkan dengan berita dan hiburan. Dalam perjalanannya pemberitaan dalam media yang semestinya objektif menjadi subjektif, mulai dari pencarian berita, peliputan, penulisan sampai penyuntingan berita, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang objektivitas media dalam pemberitaan. Selain akurat berita harus lengkap, adil, dan berimbang. Kemudian berita pun harus tidak mencampurkan fakta dan opini sendiri atau dalam bahasa akademis berita harus objektif. Karena berita memliki power untuk membentuk opini publik, jadi sesuatu yang ditulis oleh media harus memenuhi unsur-unsur di atas agar tidak ada pihak yang dirugikan.(Kusumaningrat 2006 : 47)

Surat kabar sebagai salah satu bentuk dari media massa mempunyai keunggulan tersendiri dibanding dengan media massa lainnya. Keberagaman media massa memungkinkan khalayak untuk memilih media sesuai dengan kebutuhannya. Surat kabar yang memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan media massa lainnya, yaitu pertama surat kabar memberikan kepada khalayak ruang bagi materi yang panjang dan terperinci. “Informasi mengenai suatu kejadian atau sebuah fakta dapat dideskripsikan dengan lebih lengkap


(13)

dibandingkan deskripsi yang dipublikasikan oleh media lain. Ruang yang diberikan oleh surat kabar memungkinkan berita memuat keseluruhan unsur berita, meliputi 5W+1H yaitu : who, what, where, why, when dan how” (Septiawan, 2005, p.23). Kedua, surat kabar memberikan cakupan yang lengkap dan tidak pada kelompok-kelompok sosio-ekonomi atau demografis tertentu. Maksudnya surat kabar dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat, tanpa melihat kelas perekonomiannya. Ketiga, artikel-artikel surat kabar dapat dikliping sehingga memudahkan pembacanya jika ingin mencari berita-berita yang mereka inginkan. Dalam memberikan sebuah informasi, surat kabar mempunyai cara-cara sendiri dalam melakukan pemberitaan. Khalayak akan lebih tertarik untuk membaca berita-berita yang dekat dengan wilayahnya atau pun menyangkut kebutuhan mereka sehari-hari.

Seperti pada pemberitaan headline koran Jawa Pos dimana diberitakan kekalahan Tim nasional Indonesia 0-3 melawan Malaysia di Bukit Jalil, Kuala Lumpur pada 26 Desember 2010. Tim nasional Indonesia berangkat ke Malaysia dengan penuh optimisme. Gelar juara piala AFF 2010 seolah sudah di depan mata. Kemenangan telak 5-1 di babak penyisihan grup A di Jakarta pada 1 Desember lalu menjadi modal utama. Tak heran bila ribuan warga Indonesia berangkat ke Kuala Lumpur untuk mendukung timnas. Tak heran pula bila puluhan ribu, mungkin ratusan ribu, lainnya rela antre gila-gilaan untuk mendapatkan tiket ”berpesta” di leg kedua final pada 29 Desember di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta.


(14)

Antisipasi pesta juara itu memang tak terbendung. Media cetak mendedikasikan berhalaman-halaman untuk menuju kemenangan. Media televisi menyediakan puluhan jam tayang untuk mengikuti segala gerak-gerik timnas. Bahkan, sejumlah iklan televisi dadakan dibuat untuk ikut bersiap ikut pesta kemenangan.

Hingga akhir babak pertama, rasa optimisme itu masih terasa. Lalu tiba gol pertama Malaysia yang dicetak oleh Safee Sali pada menit ke-68, gol kedua Malaysia dicetak oleh Mohd Ashaari Samsudin. Dua menit berselang, Safee Sali mencetak gol ketiga tuan rumah.

Indonesia kecolongan 0-3. Ini kekalahan pertama timnas Indonesia di pentas Piala AFF2010. Pada lima laga sebelumnya, Firman Utina dkk tampil gemilang dan selalu meraih kemenangan. Tiga kali di babak penyisihan grup dan dua kali di semifinal. Pencapaian inilah yang membakar euforia warga Indonesia saat timnas melakoni leg pertama final di Bukit Jalil. Namun yang terjadi di atas lapangan berkata lain. Timnas dipaksa pulang dengan tangan hampa. Sejumlah peluang sebenarnya diciptakan timnas. Salah satunya lewat tendangan Ahmad Bustomi yang menerima umpan dari Christian Gonzales pada menit ke-27. Namun, tendangan Bustomi melesat ke samping kiri gawang Malaysia yang dikawal Khairul Fahmi Bin Che Mat.

Di babak kedua, Indonesia pun lebih dulu menekan. Gol Gonzales pada menit ke-50 dianulir wasit Toma Masaaki dari Jepang karena penyerang berdarah Uruguay itu offside. Pertandingan sempat terhenti karena pemain timnas protes


(15)

terkait dengan serangan laser yang dilakukan pendukung Malaysia. Namun, setelah itu laga dilanjutkan kembali. Gol pertama Malaysia benar-benar menjadi pukulan telak bagi timnas. Gol itu lahir karena kecerobohan bek Maman Abdurahman saat mengawal penyerang Malaysia Norshahrul Idlan Tahala. Maman gagal melindungi bola yang kemudian diserobot Norshahrul. Setelah melewati beberapa pemain Indonesia, dia melayangkan umpan kepada Safee Sali yang menuntaskan menjadi gol. Setelah gol pertama itu, performa pemain Indonesia jadi kacau. Malaysia pun dengan mudah mencetak gol kedua dan ketiganya. Lagi-lagi gol lahir karena kesalahan barisan pertahanan Indonesia. ”Selamat kepada Malaysia. Sekarang mereka tim favorit juara,” kata Alfred Riedl, pelatih Indonesia, dalam konferensi pers setelah pertandingan. Dia mengatakan bahwa gol pertama Malaysia mengacaukan segalanya. ”Di babak pertama laga berjalan normal. Juga di awal babak kedua. Tapi, setelah skor 1-0, semuanya berubah. Tim Malaysia lebih percaya diri dan pertahanan kita bingung” ungkap pelatih asal Austria itu.

Di sisi lain, pelatih Malaysia Krishnasamy Rajagopal menyebut kemenangan 3-0 timnya sebagai modal untuk melawat ke Jakarta. ”Tim melakukan start dengan bagus. Sayang, pemain terlalu tergesa-gesa di babak pertama,” kata Rajagopal. ”Kami tampil lebih baik di babak kedua dan pemain mampu menuntaskan tiga peluang dari beberapa peluang yang kami dapat dengan bagus,” lanjutnya.

Kekalahan Timnas ini tak mempengaruhi semangat Firman Utina dkk. Kemarin (27/12) mereka mempercepat jadwal kepulangan ke tanah air. Itu


(16)

merupakan perimintaan pelatih timnas Alfred Riedl. Mengapa Riedl mempercepat jadwal kepulangan ke tanah air? Kemarin, ketika tiba di tanah air, sulit sekali mengonfirmasi hal tersebut ke pelatih asal Austria itu. Tapi, menurut sumber di kalangan ofisial timnas, jadwal tersebut dipercepat karena Riedl ingin anak asuhnya segera berlatih dan benar-benar berkosentrasi penuh jelang pertandingan final kedua di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGB), Jakarta, besok (29/12). Riedl rupanya tak ingin gangguan yang dialami anak asuhnya sebelum laga pertama di Malaysia Minggu lalu terulang.

Hal tersebut dia katakan kepada wartawan dalam jumpa pers setelah pertandingan pertama Minggu malam lalu. Saat itu dia mengatakan bahwa kegagalan timnya di Bukit Jalil juga disebabkan faktor ekspose media yang berlebihan dan aktivitas non teknis lainnya. Seperti kunjungan-kunjungan ataupun jamuan oleh pihak tertentu. Karena itu, setelah dibungkam Harimau Malaya, julukan timnas Malaysia, Riedl akan sangat ketat dalam mengarantina pasukannya.

Indonesia memang gagal merebut gelar juara Piala AFF 2010 setelah hanya menang 2-1 dalam laga kedua final melawan Malaysia di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta tadi malam (29/12). Tim Garuda kalah agregat 2-4 menyusul hasil negatif 0-3 dalam laga pertama final di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur, Malaysia. Namun, kegagalan itu tak membuat ratusan ribu suporter Merah Putih kehilangan sportivitas sebagai tuan rumah. Meski Firman Utina dkk menuai berbagai teror, termasuk sinar laser, saat melawat ke Malaysia, fans fanatik Merah Putih ternyata bisa menjadi tuan rumah yang baik dalam leg kedua


(17)

final di Senayan. ”Terima kasih timnas”, begitu kata mereka setelah pertandingan tadi malam.

Meski sempat deg-degan, cemas, hingga geregetan saat menyaksikan Firman Utina dkk gagal melaksanakan peluang gol, ratusan ribu suporter yang kemarin memerahkan Senayan tetap mengelu-elukan timnas. Setidaknya, tim besutan Alfred Riedl tetap menjaga rekor sempurna di kandang. Gelora Bung Karno tidak ternodai kekalahan timnas sejak babak penyisihan grup A Piala AFF 2010. dari enam laga di Senayan, timnas selalu berhasil mengukir kemenangan.

Bermain sebagai tuan rumah dengan kewajiban menang 4-0, Indonesia tampil agresif sejak menit awal. Sayang, usaha itu tak diimbangi dengan ketenangan dan fokus tinggi. Indonesia mendapat hadiah penalti menyusul handsball yang dilakukan Moch Sabre Bin Mat Abu pada menit ke-18. Firman Utina yang dipercaya mengeksekusi bola mengirim bola secara akurat ke sudut kiri bawah gawang. Namun, tendangannya terlalu lemah sehingga bola mudah ditangkap Khairul Fahmi. Setelah itu Malaysia mencoba bangkit. Mereka berani tampil menyerang. Sebaliknya, kepercayaan diri skuad Garuda terlihat goyah. Untuk beberapa menit mereka bermain tanpa arah.

Pada babak kedua, Indonesia terlalu asyik menyerang hingga pada menit ke-52 gawang Markus jebol oleh serangan balik cepat Malaysia. Mendapat umpan dari sektor tengah, top scorer Safee Sali berhasil mengelabui barisan pertahanan Indonesia dan melepaskan tembakan keras yang tidak bisa ditepis kiper Markus


(18)

Haris Maulana. Setelah berhasil mencetak gol, Malaysia lebih fokus pada pertahanan.

Untuk menambah daya gedor, pada menit ke-56, Riedl menarik keluar Irfan Bachdim serta Firman Utina dan menggantinya dengan Bambang Pamungkas dan Eka Ramdani. Usaha Indonesia baru membuahkan hasil pada menit ke-72. M. Nasuha berhasil menjebol gawang lawan yang meneruskan kemelut di depan gawang. Tim Merah Putih sempat memperbesar harapan ketika M. Ridwan mencetak gol pada menit ke-87. Sayang, itu menjadi gol terakhir dalam laga tersebut.

Dengan hasil tersebut, Merah Putih harus merelakan mahkota juara Piala AFF 2010 dibawa pulang oleh tim berjuluk Harimau Malaya itu. Sekaligus menjadi gelar pertama bagi tim negeri jiran tersebut. Indonesia harus puas sebagai runner-up yang melengkapi prestasi spesialis finalis dalam even ini. Alfred Riedl tak terlalu menyesali kegagalan timnya menjuarai Piala AFF 2010. Menurut dia, para pemain Indonesia telah berjuang habis-habisan. Dia menyebutkan, tim asuhannya justru tampil bagus pada babak pertama. Tim Merah Putih terus berjuang keras setelah tertinggal 0-1 dari Malaysia lewat gol Safee pada menit ke-56. ”Babak pertama tadi momen terbaik Indonesia sepanjang Piala AFF. Tim Indonesia justru menunjukkan karakternya setelah tertinggal. Para pemain berjuang keras untuk menyamakan kedudukan,” ujar Riedl dalam jumpa pers setelah pertandingan.


(19)

Seperti yang kita ketahui bahwa hubungan antara Indonesia dan Malaysia negara serumpun yang tidak begitu harmonis, karena beberapa masalah yang melibatkan kedua negara. Masalah saling klaim Ambalat, karena pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri, Indonesia kehilangan Sipidan dan Ligitan yang jatuh ke tangan Malaysia. Krisis identitas Malaysia menggunakan kebudayaan Indonesia dalam iklan pariwisatanya, yaitu penggunaan tari pendet. Masalah pengklaiman batik serta reog Ponorogo oleh Malaysia. Pada masa lalu pun Indonesia Malaysia mempunyai sejarah hubungan yang panas.

Pertandingan final anatara Indonesia Malaysia bukanlah semata pertandingan sepak bola biasa. Ini merupakan pertandingan hidup dan mati dalam mempertahankan harga diri bangsa. Apalagi piala AFF yang diselenggarakan 1-29 Desember 2010 ini, mempertemukan Indonesia Malaysia dalam satu Grup dalam Grup A. Seluruh pertandingan Grup A berlangsung di Indonesia, sedangkan pertandingan Grup B berlangsung di Vietnam.

Berita di atas merupakan kutipan dari Koran Jawa Pos selama 4 hari yaitu pada tanggal 27 Desember 2010 sampai dengan tanggal 30 Desember 2010. Dalam penulisan berita tersebut judul berita dituliskan dengan ukuran besar. Menurut Junaedhi (1991 : 29) berita yang ditulis dengan huruf ukuran besar pada judulnya merupakan berita utama atau berita istimewa. Berita utama dilakukan seselektif mungkin sesuai dengan kebijaksanaan redaksionalnya, dan sesuatu yang dianggap paling pantas diketahui oleh masyarakat pada saat itu.


(20)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas yang melandasi penelitian ini, maka penelitian dirumuskan sebagai berikut : “Bagaimanakah Objektivitas pemberitaan kekalahan Timnas Indonesia melawan Malaysia pada final AFF 2010 di surat kabar Jawa Pos.”

1.3. Tujuan penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui objektivitas berita kekalahan Timnas Indonesia melawan Malaysia pada final AFF 2010 di surat kabar Jawa Pos.

1.4. Kegunaan penelitian

1. Kegunaan teoritis : Menambah kajian ilmu komunikasi yang berkaitan dengan penelitian obyektivitas berita, sehingga hasil peneliti ini diharapkan bisa menjadi landasan pemikiran untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

2. Kegunaan praktis : Melalui penelitian ini diharapkan bahwa media cetak dapat menjadi sarana pembentuk opini public, dan dapat menjadi saran dan masukan bagi praktisi media cetak agar menerapkan standar jurnalisme yang netral. Selain itu diharapkan agar Jawa Pos dapat melakukan penulisan secara objektif dan apa adanya.


(21)

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Pers Dalam Kaidah Jurnalistik

Ketika semua orang memiliki hak suara, maka mereka pun merasa ikut berkepentingan dengan jalannya pemerintahan. Setiap orang dengan intensitas yang berbeda-beda, mulai ikut berpartisipasi dalam urusan publik. Dalam kaitan inilah pers menjadi sangat penting untuk menjaga sistem politik. Pers juga menjadi sumber informasi atau pendidik, sumber nilai-nilai budaya baru, sekaligus sumber hiburan.(Rivers, 2004 :51)

Ada dua pengertian pers, yaitu pers dalam arti sempit dan pers dalam arti luas. Pers dalam arti sempit adalah media massa cetak seperti surat kabar, majalah, tabloid mingguan, dan sebagainya. Sedangkan pers dalam arti luas meliputi media massa cetak elektronik antara lain radio dan televisi, sebagai media yang menyiarkan karya jurnalistik. (Effendy, 2000:90)

Jadi secara tegas, pers adalah lembaga atau badan atau organisasi yang menyebarkan berita sebagai karya jurnalistik kepada khalayak. Pers dan jurnalistik dapat diibaratkan sebagai raga dan jiwa. Pers adalah aspek raga, karena ia berwujud, konkret atau nyata, oleh karena itu dapat diberi nama.


(22)

Sedangkan pengertian pers di Indonesia tercantum dalam Undang-Undang No.11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers dan Undang-Undang No. 21 Tahun 1982 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 11 Tahun 1966. Dalam Undang-Undang tersebut dinyatakan sebagai berikut:

”Pers adalah lembaga kemasyarakatan, alat perjuangan nasional yang

mempunyai karya sebagai salah satu media komunikasi massa, yang bersifat

umum berupa penerbitan yang teratur waktu terbitnya dilengkapi atau tidak

diperlengkapi dengan alat-alat milik sendiri berupa percetakan alat-alat foto,

klise, mesin-mesin stencil atau alat-alat teknik lainnya.”

Jadi berdasar definisi pers diatas jelas tercantum bahwa pers harus mempunyai idealisme, yakni bahwa pers Indonesia merupakan alat perjuangan nasional, bukan sekedar penjual berita hanya untuk mencari keuntungan finansial.

2.1.2. Tugas dan Fungsi Pers

Tugas dan fungsi pers adalah mewujudkan keinginan manusia yang haus akan kebutuhan informasi tersebut melalui medianya. Tetapi fungsi pers bukan hanya itu, menurut Kusumaningrat fungsi pers yang lebih detail adalah sebagai berikut:

1. Fungsi Informatif

Yaitu memberikan informasi atau berita kepada khalayak dengan cara yang teratur. Pers menghimpunberita yang dianggap berguna dan penting bagi orang banyak dan kemudian menuliskan dengan kata-kata. Pers memberitakan suatu


(23)

kejadian pada saat itu dan tidak menutup kemungkinan bahwa pers juga memperingatkan khalayaknya tenyang peristiwa yang diduga akan terjadi.

2. Fungsi Kontrol (fungsi watchdog)

Pers harus memberitakan apa yang akan berjalan dengan baik dan tidak berjalan dengan baik. Fungsi ini harus dilakukan dengan lebih aktif oleh pers daripada oleh kelompok organisasi masyarakat lain seperti LSM, dan lain sebagainya.

3. Fungsi Interpretatif dan Direktif

Pers harus menceritakan kepada masyarakat tentang arti suatu kejadian (biasanya melalui tajuk rencana atau tulisan latar belakang) dan jika diperlukan, pers juga memberitahukan tindakan yang seharusnya diambil oleh masyarakat dan memberikan alasan mengapa harus bertindak.

4. Fungsi Menghibur

Mereka menceritakan kisah yang menarik dan lucu untuk khalayak ketahui (humor, drama serta musik) meskipun kisah itu tidak terlalu penting.

5. Fungsi Regeneratif

Pers membantu menyampaikan warisan sosial kepada generasi baru terjadi proses regenerasi dari angkatan yang sudah tua kepada angkatan yang lebih muda dengan cara menceritakan bagaimana sesuatu itu dilakukan di masa lampau, bagaimana dunia dijalankan sekarang, bagaimana itu diselesaikan dan apa yang dianggap dunia itu benar atau salah.


(24)

6. Fungsi Pengawalan Hak-Hak Warga Negara

Pers harus menjaga baik-baik jangan sampai timbul tirani golongan mayoritas dimana golongan mayoritas itu menguasai dan menekan golongan minoritas. Pers harus bekerja bersasarkan teori tanggung jawab dan menjamin hak setiap pribadi untuk didengar dan diberi penerangan sesuai dengan yang dibutuhkannya. Dalam beberapa hal khalayak hendaknya diberi kesempatan untuk menulis kritik dalam media terhadap segala yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat, bahkan juga tidak menutup kemungkinan untuk mengkritik medianya sendiri.

7. Fungsi Ekonomi

Pers juga dapat berfungsi secara ekonomi yaitu dengan cara melayani sistem ekonomi melalui iklan

8. Fungsi Swadaya

Untuk memelihara kebebasan yang murni, pers berkewajiban untuk memupuk kekuatan modalnya sendiri agar tidak ditempatkan dibawah kehendak siapa saja yang mampu membayarnya sebagai balas jasa. (Kusumaningrat, 2005 : 27-29)

Media massa merupakan institusi baru yang berkaitan dengan produksi dan distribusi pengetahuan dalam arti luas. Media massa mempunyai sejumlah ciri-ciri yang menonjol, diantaranya adalah penggunaan teknologi yang relatif maju untuk produksi (massal) dan penyebaran pesan, mempuyai organisasi yang sistematis dan aturan-aturan sosial serta sasaran pesan yang mengarah pada audiens dalam jumlah besar yang tidak bisa ditentukan apakah meraka menerima


(25)

pesan yang disampaikan, atau malah menolaknya. Institusi media massa pada dasarnya terbuka, beroprasi dalam dimensi publik untuk memberikan saluran komunikasi reguler dari berbagai pesan yang mendapat persetujuan sosial dan dikehendaki oleh banyak individu.

Dalam komunikasi massa menurut Winarni dapat dipusatkan pada komponen-komponen komunikasi massa, yaitu variabel yang dikandung dalam setiap tindak komunikasi dan bagaimana variabel ini bekerja pada media massa, kelima komponen tersebut adalah:

1. Sumber. Komunikasi massa adalah suatu organisasi kompleks yang mengeluarkan biaya besar untuk menyusun dan mengirimkan pesan.

2. Khalayak. Komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, yaitu khalayak yang jumlahnya besar yang bersifat heterogen dan anonim.

3. Pesan. Pesan dalam komunikasi massa bersifat umum, maksudnya adalah setiap orang bisa mengetahui pesan-pesan komunikasi dari media massa.

4. Proses. Ada dua proses dalam komunikasi massa yaitu: 1) Komunikasi massa merupakan proses satu arah. Komunikasi ini berjalan dari sumber ke penrima dan tidak secara langsung dikembalikan kecuali dalam bentuk umpan balik tertunda. 2) Komunikasi massa merupakan proses dua arah (Proses seleksi). Baik media ataupun khalayak melakukan seleksi. Media


(26)

menyeleksi khalayak sasaran atau penerima menyeleksi dari semua media yang ada, pesan manakah yang mereka ikuti.

5. Konteks komunikasi massa berlangsung dalam suatu konteks sosial. Media mempengaruhi konteks sosial masyarakat, dan konteks sosial masyarakat mempengaruhi media massa. (Winarni, 2003 : 4-5)

Setiap disiplin ilmu dalam komunikasi memiliki ciri-ciri dan karekateristik yang berbeda-beda, adapun beberapa karakteristik komunikasi massa yang sering digunakan pada media massa yaitu:

1. Sifatnya satu arah, walaupun beberapa media massa terkadang melibatkan khalayak secara langsung dengan diadakannya dialog interaktif, namun itu hanya untuk kepentingan terbatas.

2. Selalu ada proses seleksim misalnya, setiap media memilih khalayaknya, demikian juga dengan khlayak yang juga menyeleksi medianya, baik jenis maupun isi siaran dan berita, serta waktu untuk menikmatinya.

3. Menjangkau khalayak secara luas. Dengan adanya satuu stasiun pemancar pesan atau informasi dapat disampaikan dalam cakupan satu negara. Namun dalam karakteristik ini sistem ekonomi dan sosial juga ikut berperan.

4. Berusaha membidik sasaran tertentu, informasi yang disampaikan harus menarik minat orang-orang sehingga informasi tersebut disalurkan kepada orang lain


(27)

5. Komunikasi dilakukan oleh institusi sosial yang harus peka terhadap kondisi lingkungannya. Ada interaksi tertentu yang berlangsung antara media dan masyarakat. Untuk memahami sebuah masyarakat kita harus menelaah latar belakang, asumsi dan keyakinan-keyakinan dasarnya. Untuk itu diperlukan penguasaan atas sejarah, sosiologi, ilmu ekonomi dan filsafat demi memahami sebuah masyarakat secara benar. (Rivers, 2004 :18)

Dalam komunikasi massa, umpan balik relatif tidak ada atau bersifat tunda, komunikator cenderung sulit untuk mengetahui umpan balik komunikan secara segera. Untuk mengetahuinya, maka biasanya harus diadakan seminar terbuka yang menghubungkan antara komunikator dan komunikan secara langsung, diadakannya survey atau penelitian. (Vardiansyah, 2004:33).

2.2. Berita

Berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar, menarik, dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala seperti surat kabar, radio, televisi, atau media on line internet. Berita berasal dari bahasa sansekerta, yaitu urit yang dalam bahasa Inggris disebut write, yang berarti sebenarnya adalah ada atau terjadi. Sebagian ada yang menyebut dengan Writta, artinya kejadian atau yang telah terjadi. Dalam kamus besar bahasa Indonesia karya Poerwadarminto, berita diperjelas menjadi laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat.


(28)

Sedangkan menurut McQuail (1989 : 189) berita merupakan sesuatu yang bersifat metafistik dan sukar dijawab kembali dalam kaitannya dengan institusi dan kata putus mereka yang bersifat rasa dan sulit diraba karena kehalusannya. Berita bukanlah cermin kondisi sosial, tetapi laporan tentang salah satu aspek yang telah menonjolkannya sendiri.

Suatu fakta dapat dikatakan berita, apabila memenuhi syarat antara lain telah dipublikasikan oleh seseorang atau institusi yang jelas identitasnya, alamat, dan penanggungjawabnya, fakta tersebut ditemukan oleh jurnalis dengan cara yang sesuai dengan standar operasional dan prosedur dalam profesi jurnalistik (panuju, 2005 : 52).

Dari beberapa definisi tersebut dapat dirangkum bahwa berita adalah laporan dari kejadian yang penting atau peristiwa hangat, dapat menarik minat atau perhatian para pembaca. Berita merupakan gudang informasi, dan berita merupakan bagian terpenting dari tabloid atau surat kabar.

Menurut Djuroto (2002 : 48) untuk membuat berita paling tidak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut

1. Menjaga obyektivitas dalam pemberitaan.

2. Faktanya tidak boleh diputar sedemikian rupa hingga tinggal sebagian saja.


(29)

Sedangkan menurut Kusumaningrat (2006 : 47) unsur-unsur yang membuat suatu berita layak untuk dimuat ada tujuh yaitu ; Akurat, Lengkap, Adil, Berimbang, Objektif, Ringkas, Jelas, dan Hangat.

Selain unsur-unsur berita wartawan juga harus memikirkan nilai berita, dalam cerita atau berita itu tersirat pesan yang ingin disampaikan waratwan kepada pembacanya. Ada tema yang diangkat dari suatu peristiwa. Nilai berita ini menjadi menentukan berita layak berita. Menurut Ishwara (2005 : 53) peristiwa-peristiwa yang memiliki nilai berita ini misalnya yang mengandung konflik, bencana dan kemajuan, dampak, kemasyhuran, segar dan kedekatan, keganjilan,

human interest, seks, dan aneka nilai lainnya.

Sedangkan menurut Effendy (2010:67)

1. Aktualitas, berita tak ubahnya seperti es krim yang gampang meleleh, bersamaan dengan berlalunya waktu nilainya semakin berkurang. Bagi surat kabar, semakin aktual berita-beritanya, artinya semakin baru peristiwa itu terjadi, maka semakin tinggi nilai beritanya.

2. Kedekatan, peristiwa yang mengandung unsur kedekatan dengan pembaca akan menarik perhatian. Kedekatan yang dimaksud tidak hanya kedekatan secara geografis tapi juga kedekatan emosional.

3. Keterkenalan, kejadian yang menyangkut tokoh terkenal


(30)

ini tidak hanya sebatas nama orang saja, demikian pula dengan tempat-tempat terkenal,

4. Dampak

Berita memiliki banyak jenis, Menurut Sumadiaria ( 2005 : 69-71 ) dalam dunia jurnalistik berita berdasarkan jenisnya dapat dibagi dalam tiga kelompok :

1. Elementary yaitu :

a. Straight News report adalah laporan langsung mengenai suatu

peristiwa. Biasanya berita jenis ini ditulis dengan unsur-unsur yang dimulai dari what, when, why, where, who, dan how (5W+1H).

b. Depth News Report merupakan laporan yang sedikit berbeda

dengan Straight News report. Reporter (wartawan) menghimpun informasi dengan fakta-fakta mengenai peristiwa itu sendiri sebagai informasi tambahan untuk peristiwa itu sendiri.

c. Comprehensive News merupakan laporan tentang fakta yang

bersifat menyeluruh ditinjau dari berbagai aspek. Berita menyeluruh, mencoba menggabungkan berbagai serpihan fakta itu dalam satu bangunan cerita peristiwa sehingga benang merahnya terlihat dengan jelas.


(31)

2. Intermediate yaitu :

a. Interpretative Report lebih dari sekedar Straight News report dan

depth news . berita interpretative biasanya memfokuskan pada

sebuah isu, masalah, atau peristiwa-peristiwa kontroversial. Dalam jenis laporan ini reporter menganalisis dan menjelaskan.

b. Feature Story berbeda dengan jenis berita-berita di atas yang

menyajikan informasi-informasi penting, di feature story penulis mencari fakta untuk menarik perhatian pembaca. Penulisan feature lebih bergantung pada gaya penulisan dan humor daripada pentingnya informasi yang disajikan.

3. Adnance yaitu :

a. Depth Reporting adalah pelaporan jurnalistik yang bersifat

mendalam, tajam, lengkap, dan utuh tentang suatu peristiwa fenomenal atau aktual.dengan membaca karya pelaporan mendalam, orang akan mengetahui dan memahami dengan baik duduk perkara suatu persoalan dilihat dari berbagai perspektif atau sudut pandang.

b. Investigative Reporting berisikan hal-hal yang tidak jauh berbeda

dengan laporan interpretatif. Berita jenis ini biasanya memusatkan pada sejumlah masalah dan kontroversi. Dalam laporan investigatif waratawan melakukan penyelidikan untuk memeperoleh fakta yang


(32)

tersembunyi demi tujuan. Pelaksanaannya sering ilegal atau tidak etis

c. Editoral Writing adalah pikiran sebuah institusi yang diuji di depan

sidang pendapat umum. Editorial adalah penyajian fakta dan opini yang menafsirkan berita-berita yang penting dan mempengaruhi pendapat umum

Yang dapat membedakan antara berita dengan bukan berita salah satunya adalah pada ada tidaknya opini. Hal ini didasari bahwa sebuah berita berasal dari suatu fakta sedangkan opini berangkat dari suatu pemikiran. Berita mempresentasikan fakta sedangkan opini mempresentasikan gagasan atau ide. Dalam kacamata jurnalistik, tidak semua fakta adalah berita.

Suatu fakta dapat dikatakan berita, apabila memenuhi syarat antara lain telah dipublikasikan oleh seseorang atau institusi yang jelas identitasnya, fakta tersebut dihimpun oleh jurnalis dengan cara yang sesuai dengan standart operasional dan prosedur dalam profesi jurnalistik (jurnal mata kuliah dasar-dasar jurnalistik).

Untuk membuat berita paling tidak, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Menjaga objektifitas dalam pemberitaan.

2. Fakta tidak boleh diputar balikkan sedemikian rupa hingga tinggal sebagian saja.


(33)

Berdasarkan pasal dari kode etik jurnalistik milik AJI (pasal 3/14 Maret 2006) dijabarkan melalui sebagai berikut :

a. Menguji informasi berarti melakukan cek dan re-cek tentang kebenaran informasi.

b. Berimbang dengan memberikan ruang pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.

c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan.

d. Azas praduga tak bersalah adalah prinsip dengan tidak menghakimi seseorang.

Setiap berita yang disuguhkan harus dapat dipercaya namun juga dapat menarik perhatian khalayak sehingga lewat menyajikan hal-hal yang factual dari apa adanya, kebenaran isi cerita yang disampaikan tidak menimbulkan tanda tanya dan ada kesesuaian dari judul dengan isi berita.

Unsur yang penting dalam menyajikan berita adalah kesesuaian antara judul berita dengan isinya, terlebih lagi bagi media massa cetak dengan pembaca yang memiliki karakteristik pembaca sekilas. Judul berita harus mempresentasikan seluruh isi berita, hal ini dimaksudkan untuk menghindari salah persepsi saat berita dibaca hanya menarik saat dibaca sekilas oleh khalayak melalui judul yang bombastis namun tidak sesuai dengan isi.

Kesesuaian judul dengan isi berita juga merupakan salah satu bentuk kejujuran jurnalis. Bila ingin berita laku keras, maka haruslah para jurnalis mencuri berita yang memiliki nilai penting dimata khalayak, bukannya melalui


(34)

mengarang judul berita yang se bombastis mungkin sedangkan tidak tercermin pada isi beritanya.

Pada jurnal mata kuliah jurnalistik, dikatakan fungsi judul berita adalah :

1. Memberikan identitas pada berita

2. Mempermudah pembaca untuk memilih berita 3. Menarik perhatian pembaca

Mutu surat kabar dalam penyajiannya sangat sering juga menyertakan gambar, foto, ilustrasi kartun maupun bagan ataupun table yang berguna untuk memperjelas isi pemberitaan. Penempatan adanya data pendukung berita ini sangat penting atas pertimbangan berikut :

1. Foto, gambar, table, dan ilustrasi merupakan unsure berita yang pertama kali menangkap mata serta perhatian pembaca. Woodburn (yang dikutip dari jurnal jurnalistik media cetak) menjelaskan bahwa data pendukung berita di atas, memiliki kekuatan stopping power serta menjelaskan bagian dari unsure berita yang disajikan.

2. Foto dalam surat kabar, dapat digunakan dalam komunikasi dengan pembaca yang memiliki latar belakang beranekaragam karena foto mampu menyajikan berita melalui bahasa foto lebih universal.

2.2.1. Pengertian Surat Kabar

Surat kabar merupakan kumpulan dari berita, artikel, cerita, iklan dan sebagainya yang dicetak kedalam lembaran kertas ukuran plano yang diterbitkan


(35)

secara teratur, dan bisa terbit setiap hari atau seminggu satu kali (Djuroto, 2002:11).

Surat kabar merupakan salah satu kajian dalam studi ilmu komunikasi, khususnya pada studi komunikasi massa. Dalam buku “Ensiklopedia Pers Indonesia” disebutkan bahwa pengertian surat kabar sebagai sebutan bagi penerbit pers yang masuk dalam media cetak yaitu berupa lembaran-lembaran berisi berita-berita, karangan-karangan, dan iklan yang diterbitkan secara berkala, bisa harian, mingguan, dan bulanan, serta diedarkan secara umum (Junaedhi : 1991:257).

Surat kabar pertama kali diterbitkan dan diperjual belikan untuk pertama kali di Amerika Serikat, menurut sejarahnya surat kabar ditemukan dan dicetak pertama oleh seorang imigran dari Inggris pada tahun 1690, bernama Benyamin Harris (Djuroto, 2002:5).

Surat kabar pada perkembangannya saat ini menjelma sebagai salah satu bentuk dari pers yang mempunyai kekuatan dan kewenangan untuk menjadi sebuah kontrol sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal tersebut disebabkan karena falsafah pers yang selalu identik dengan kehidupan sosial, budaya, dan politik.

2.3. Objektivitas Berita

Media massa senantiasa dituntut mempunyai kesesuaian dengan realisasi dunia yang benar-benar terjadi, agar gambar realitas yang ada di benak khalayak –


(36)

informasi media massa tidak kontekstual dengan realitas. Secara ideal, setiap berita yang disajikan dalam suatu media harus memenuhi unsure objektifitas.

Media massa yang sarat dengan informasi adalah pers. Pers merupakan cermin realitas karena pers pada dasarnya lebih menekankan fungsi sebagai sarana pemberitaan. Isi pers yang utama adalah berita. Fakta dan realitas adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari konsep objektifitas. Oleh karena itu jika terdapat sebuah paradigma yang berkaitan dengan ilmu jurnalistik, pasti ditemukan sebuah paradigma yang mensyaratkan adanya konsep objektifitas dalam penyajian berita.

Pers senantiasa dituntut mengembangkan pemberitaan yang obyektif, yaitu “reporting format that generally spates fact from pinion present an emotionally detached view of the news, and strives

for fairness and balanced” (DeFleur, 1994 : 635).

Dalam jurnalisme, kebenaran tidaklah bisa diklaim oleh satu pihak, namun harus dikonfirmasikan menurut kebenaran dari pihak lain. Inilah mengapa pemberitaan di surat kabar selalu dituntut untuk mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektifitas yang juga sering disebut sebagai pemberitaan cover both side, dimana pers menyajikan semua pihak yang terlibat sehingga pers mempermudah pembaca menemukan kebenaran. Selain fairness, pers juga dituntut melakukan pemberitaan yang akurat, tidak bohong, menyatakan fakta bila itu memang fakta, dan pendapat bila itu memang pendapat, dikutip dari Siebert tahun 1986 (Bungin, 2003 : 153 – 154).


(37)

Jurgen Westerstahl menjabarkan konsep objektifitas pada bagan berikut :

Bagan 1. Konsep Obyektivitas Westerstahl (Westerstahl, 1983 : 405)

Westerstahl mengajukan komponen utama objektifitas berita dalam observasinya “maintaining objectivity in the dissemination of news can, it seems

to me, most easily be defined as” adherence to certain norm or standards

(Charllote, 2006 : 7 – 8 yang dikutip dari Westerstahl, 1983 : 403).

Gambar 2.2. Konsep Objektivitas Westerstahl (Westerstahl, 1983 : 405)

Kefaktualan dikaitkan dengan bentuk penyajian laporan tentang peristiwa atau pernyataan yang dapat dicek kebenarannya pada sumber dan disajikan tanpa komentar. Impartialitas dihubungkan dengan sikap netral wartawan/reporter, suatu sikap yang menjauhkan setiap penilaian pribadi dan subyektif demi pencapaian sasaran yang diinginkan. Hanya saja, ada jurnalis yang menempatkan objektifitas sebagai simbol keyakinan di dalam pekerjaannya, dan ada pula jurnalis yang

Objectivity

 

Faktuality

 

Impartiality

 

Truth

 

Relevance

 

Balance / 

nonpartisanship 

Neutral  Presentation 


(38)

mengoperasionalisasikan objektifitas dalam rutinitas tugas serta tanggungjawabnya sehari-hari ( Charilote, 2006 : 3).

Objektivitas merupakan nilai etika dan moral yang harus dipegang teguh oleh media dalam menjalankan profesi jurnalistik. Dalam pasal 3, Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan oleh AJI 14 Maret 2006 dikatakan “wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi serta menetapkan azas praduga tak bersalah”.

Rachma Ida, membuat sebuah kategorisasi yang mengukur objektifitas pers sebuah surat kabar dengan tiras minimal 100.000 eksemplar. Dengan obyek penelitian berita politik dengan skala nasional yang menjadi berita utama (Kriyantono, 2006 : 224). Rachma Ida disini mencoba untuk mengukur Objektifitas pemberitaan surat kabar dengan mengoperasionalisasikan dalam dimensi-dimensi objektifitas yang terdiri dari aktualitas, fairness dan validitas pemberitaan, berikut kategorisasi objektifitas menurut Rachma Ida (Kriyantono, 2006 : 244 dan juga dalam Bungin, 2003 : 154-155).

a. Akurasi pemberitaan, yaitu menyangkut kejujuran dalam pemberitaan yang meliputi:

1) Kesesuaian judul berita dengan isi berita. 2) Pencantuman waktu terjadinya suatu peristiwa.

3) Penggunaan data pendukung atau kelengkapan informasi atas kejadian yang ditampilkan.


(39)

4) Faktualitas berita, yaitu menyangkut ada tidaknya pencampuran fakta dengan opini wartawan yang menulis berita.

b. Fairness atau ketidakberpihakan pemberitaan, yaitu yang menyangkut keseimbangan penulisan berita yang meliputi :

1) Ketidakberpihakan, dilihat dari sumber berita yang digunakan. 2) Ketidahberpihakan dilihat dari ukuran fisik luas kolom.

c. Validitas keabsahan pemberitaan, diukur dari :

1) Atribusi, yaitu pencantuman sumber berita secara jelas (baik identitas maupun dalam upaya konfirmasi atau check dan re check).

2) Kompetensi pihak yang dijadikan sumber berita yang mendapatkan informasi yang digunakan untuk mengetahui validitas suatu kronologi peristiwa (berita yang menyangkut peristiwa dengan kronologi kejadiannya), apakah berasal dari apa yang dilihat, atau hanya sekedar kedekatannya dengan media yang bersangkutan atau karena jabatannya. Kategori ini dibagi menjadi : wartawan, pelaku langsung dan bukan pelaku langsung.

Objektifitas, betapapun sulitnya harus diupayakan oleh insan pers. Objektifitas berkaitan erat dengan kemandirian pers sebagai institusi sosial, hal ini penting mengingat signifikasi efek media terhadap khalayak.

2.4.1. Konsep Penyajian Berita

Konsep penyajian berita salah satunya kembali pada konsep aktualitas yang menurut Denis McQuail merupakan ciri utama berita melalui menyajikan suatu


(40)

peristiwa terbaru, karena itu, sangat penting adanya pemberian identitas waktu dalam sebuah penyajian berita.

Dalam sebuah berita yang idealnya mengambil bentuk piramida terbalik yang diurutkan dengan menjelaskan mulai dari bagian berita yang terpenting sampai pada yang kurang penting, letak tanggal terjadinya peristiwa umumnya terletak pada bagian teras berita. Bentuk penulisan Piramida Terbalik (Inverted Pyramid), seperti pada gambar berikut :

(Gambar 2.1 Piramida Terbalik 5W+ 1H)

Pada Piramida terbalik ini, penulisan berita dimulai dengan membuat lead atau teras berita sebagai paragraf pertama. Dalam penulisan lead ini mencakup rumus dasar dalam menulis berita berupa 5W + 1H yaitu :

a. What : Peristiwa atau hal apa yang terjadi b. Where : Dimana peristiwa itu terjadi c. When : Kapan peristiwa itu terjadi

d. Why : Mengapa peristiwa tersebut terjadi

J U D U L

LEAD (5W + 1H)

TUBUH

Rincian lead, latar belakang dan informasi lanjutan

Sangat


(41)

e. Who : Siapa saja yang terlibat dalam peristiwa tersebut f. How : bagaimana peristiwa tersebut terjadi

Kemudian, lead dikembangkan atau teras berita tersebut dijadikan sebagai paragraf kedua dan digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan atau mendukung tulisan pada paragraf pertama.

Paragraf ketiga dan selanjutnya adalah sebagai tubuh berita. Selain susunan berita yang berbentuk piramida terbalik, yang harus diperhatikan adalah :

a. Paragraf : lebih baik menggunakan alenia pendek sehingga dapat memberi kesan yang santai dan mudah untuk dibaca.

b. Gaya bahasa : penggunaan gaya bahasa yang dipakai dapat dimengerti oleh semua pihak, baik kalangan atas atau bawah bahkan pula yang tidak berpendidikan. Hal ini dikarenakan khalayak daripada media massa yang bersifat heterogen.

c. Ekonomis kata : harus menggunakan kalimat yang sesingkat mungkin untuk mengungkapkan satu maksud. Artinya satu gagasan satu kalimat. d. Objektifitas : suatu berita harus tetap dijaga dalam Press Release

walaupun mengandung suatu tujuan tertentu. Sehingga seseorang beropini, namun haruslah jelas opini tersebut dinyatakan oleh siapa.

e. Tetap menjaga keakurasian tulisan atau informasi : karena mampu mempengaruhi opini pembaca tentang kredibilitas seorang Publik Relations sebagai sumber informasi.


(42)

f. Data perlu diperhatikan Panjang sebuah Press Release : dalam penulisannya sebaiknya tidak lebih dari dua halaman, sehingga perlu dihindari penggunaan kata yang berbelit-belit.

Bagian terakhir dalam penyajian berita namun bagiannya merupakan hal yang tidak kalah penting yaitu berhubungan dengan persyaratan adanya fakta-fakta yang siap untuk diverifikasi, data terbuka untuk diadakan penelusuran, narasumber yang memberikan informasi mudah dikenali serta berbagai pertanggungjawaban berita lainnya.

Nara sumber dalam berita penting karena berkaitan dengan kredibilitas media massa yang bersangkutan. Ini dikarenakan, perihal nara sumber berkaitan erat dengan kelanjutan adanya penuntutan bilamana ada pihak yang merasa dirugikan akan pemberitaan tersebut. Karena itu, masalah nara sumber, jurnalis dituntut untuk se-valid mungkin dalam menyajikan berita.

2.5. Kerangka Berpikir

Seperti yang telah diketahui bahwa pekerjaan media adalah pekerjaan yang berhubungan dengan pembentukan realitas. Sehingga, pada dasarnya berita yang tersaji di hadapan khalayak merupakan hasil olahan atau konstruksi wartawan sebagai perpanjangan tangan dari media. Karena semua pekerja jurnalis adalah agen : bagaimana peristiwa yang acak dan kompleks itu disusun sedemikian rupa sehingga membentuk sebuah berita yang dapat dipahami dan dimengerti oleh khalayak.


(43)

Demikian halnya dengan berita mengenai kekalahan Timnas melawan Malaysia pada Final AFF 2010 yang memiliki sudut pandang dalam pemberitaannya mengenai realitas yang ada. Pemuatan berita-berita mengenai kekalahan Timnas melawan Malaysia pada Final AFF 2010 di surat kabar Jawa Pos dipilih penulis sebagai subyek penelitian.

Berita mengenai kekalahan Timnas melawan Malaysia pada Final AFF 2010 yang muncul di surat kabar Jawa Pos tersebut dianalisis menggunakan analisis isi atau objektivitas pemberitaan menurut Rahma Ida (Kriyantono, 2006 : 244). Yang terdiri dari tiga elemen, yaitu akurasi pemberitaan, ketidak berpihakan pemberitaan (fairness), validitas keabsahan. Ketiga struktur tersebut merupakan suatu rangkaian yang dapat mewujudkan analisis isi atau obyektivitas pemberitaan dari suatu media. Selengkapnya, tertera pada bagan dibawah ini.


(44)

Berita kekalahan Timnas melawan Malaysia pada final AFF 2010 tanggal 27 Desember – 30 Desemeber 2010 

Kategorisasi Obyoektivitas : 1. Akurasi Pemberitaan :

1. Kesesuaian judul berita sesuai isi berita

2. Pencantuman Waktu Terjadinya Suatu Peristiwa 3. Penggunaan Data Pendukung,

Kelengkapan Informasi Atas Kejadian yang Ditampilkan 4. Faktualitas Berita

2. Fairness/Ketidakperpihakan pemberitaan :

1. Dilihat Dari Sumber Berita yang Digunakan

2. Dilihat Dari Ukuran Fisik Luas Kolom yang Digunakan

3. Validitas Keabsahan: 1. Atribusi

2. Kompetensi Sumber Berita

  A N A L I S I S I S I K E S I M P U L A N


(45)

36 3.1. Definisi Operasional

Penelitian ini menggunakan metodologi riset kuantitatif yang mengharuskan peneliti mersikap obyektif dan memisahkan diri dari data, karena riset ini menggambarkan suatu masalah yang hasilnya dapat digeneralisasikan.

Berdasarkan metodologi di atas, penelitian ini menggunakan metode analisis isi. Analisis isi digunakan untuk menganlisis isi pesan yang tampak, dengan cara sistematik dan obyektif. Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian deskriptif yang bertujuan membuat deskripsi secara sistematik, faktual, akurat tentang fakta serta sifat yang dimiliki suatu populasi yang diteliti.

3.1.1. Berita Kekalahan Timnas Indonesia Melawan Malaysia Pada Final AFF

Tim nasional Indonesia berangkat ke Malaysia dengan penuh optimisme. Gelar juara piala AFF 2010 seolah sudah di depan mata. Kemenangan telak 5-1 di babak penyisihan grup A di Jakarta pada 1 Desember lalu menjadi modal utama. Tak heran bila ribuan warga Indonesia berangkat ke Kuala Lumpur untuk mendukung timnas. Tak heran pula bila puluhan ribu, mungkin ratusan ribu, lainnya rela antre gila-gilaan untuk mendapatkan tiket ”berpesta” di leg kedua final pada 29 Desember di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta.


(46)

Indonesia kecolongan di Stadion Nasional Bukit Jalil. Hingga akhir babak pertama, rasa optimisme itu masih terasa. Lalu tiba gol pertama Malaysia yang dicetak oleh Safee Sali pada menit ke-68, gol kedua Malaysia dicetak oleh Mohd Ashaari Samsudin. Dua menit berselang, Safee Sali mencetak gol ketiga tuan rumah.

Indonesia kecolongan 0-3. Ini kekalahan pertama timnas Indonesia di pentas Piala AFF2010. Pada lima laga sebelumnya, Firman Utina dkk tampil gemilang dan selalu meraih kemenangan. Tiga kali di babak penyisihan grup dan dua kali di semifinal. Pencapaian inilah yang membakar euforia warga Indonesia saat timnas melakoni leg pertama final di Bukit Jalil. Namun yang terjadi di atas lapangan berkata lain. Timnas dipaksa pulang dengan tangan hampa. Sejumlah peluang sebenarnya diciptakan timnas. Salah satunya lewat tendangan Ahmad Bustomi yang menerima umpan dari Christian Gonzales pada menit ke-27. Namun, tendangan Bustomi melesat ke samping kiri gawang Malaysia yang dikawal Khairul Fahmi Bin Che Mat.

Di babak kedua, Indonesia pun lebih dulu menekan. Gol Gonzales pada menit ke-50 dianulir wasit Toma Masaaki dari Jepang karena penyerang berdarah Uruguay itu offside. Pertandingan sempat terhenti karena pemain timnas protes terkait dengan serangan laser yang dilakukan pendukung Malaysia. Namun, setelah itu laga dilanjutkan kembali. Gol pertama Malaysia benar-benar menjadi pukulan telak bagi timnas. Gol itu lahir karena kecerobohan bek Maman Abdurahman saat mengawal penyerang Malaysia Norshahrul Idlan Tahala. Maman gagal melindungi bola yang kemudian diserobot Norshahrul. Setelah


(47)

melewati beberapa pemain Indonesia, dia melayangkan umpan kepada Safee Sali yang menuntaskan menjadi gol. Setelah gol pertama itu, performa pemain Indonesia jadi kacau. Malaysia pun dengan mudah mencetak gol kedua dan ketiganya. Lagi-lagi gol lahir karena kesalahan barisan pertahanan Indonesia. ”Selamat kepada Malaysia. Sekarang mereka tim favorit juara,” kata Alfred Riedl, pelatih Indonesia, dalam konferensi pers setelah pertandingan. Dia mengatakan bahwa gol pertama Malaysia mengacaukan segalanya. ”Di babak pertama laga berjalan normal. Juga di awal babak kedua. Tapi, setelah skor 1-0, semuanya berubah. Tim Malaysia lebih percaya diri dan pertahanan kita bingung” ungkap pelatih asal Austria itu.

Di sisi lain, pelatih Malaysia Krishnasamy Rajagopal menyebut kemenangan 3-0 timnya sebagai modal untuk melawat ke Jakarta. ”Tim melakukan start dengan bagus. Sayang, pemain terlalu tergesa-gesa di babak pertama,” kata Rajagopal. ”Kami tampil lebih baik di babak kedua dan pemain mampu menuntaskan tiga peluang dari beberapa peluang yang kami dapat dengan bagus,” lanjutnya.

Indonesia memang gagal merebut gelar juara Piala AFF 2010 setelah hanya menang 2-1 dalam laga kedua final melawan Malaysia di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta tadi malam (29/12). Tim Garuda kalah agregat 2-4 menyusul hasil negatif 0-3 dalam laga pertama final di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur, Malaysia. Namun, kegagalan itu tak membuat ratusan ribu suporter Merah Putih kehilangan sportivitas sebagai tuan rumah. Meski Firman Utina dkk menuai berbagai teror, termasuk sinar laser, saat melawat ke Malaysia, fans


(48)

fanatik Merah Putih ternyata bisa menjadi tuan rumah yang baik dalam leg kedua final di Senayan. ”Terima kasih timnas”, begitu kata mereka setelah pertandingan tadi malam.

Meski sempat deg-degan, cemas, hingga geregetan saat menyaksikan Firman Utina dkk gagal melaksanakan peluang gol, ratusan ribu suporter yang kemarin memerahkan Senayan tetap mengelu-elukan timnas. Setidaknya, tim besutan Alfred Riedl tetap menjaga rekor sempurna di kandang. Gelora Bung Karno tidak ternodai kekalahan timnas sejak babak penyisihan grup A Piala AFF 2010. dari enam laga di Senayan, timnas selalu berhasil mengukir kemenangan.

Bermain sebagai tuan rumah dengan kewajiban menang 4-0, Indonesia tampil agresif sejak menit awal. Sayang, usaha itu tak diimbangi dengan ketenangan dan fokus tinggi. Indonesia mendapat hadiah penalti menyusul handsball yang dilakukan Moch Sabre Bin Mat Abu pada menit ke-18. Firman Utina yang dipercaya mengeksekusi bola mengirim bola secara akurat ke sudut kiri bawah gawang. Namun, tendangannya terlalu lemah sehingga bola mudah ditangkap Khairul Fahmi. Setelah itu Malaysia mencoba bangkit. Mereka berani tampil menyerang. Sebaliknya, kepercayaan diri skuad Garuda terlihat goyah. Untuk beberapa menit mereka bermain tanpa arah.

Pada babak kedua, Indonesia terlalu asyik menyerang hingga pada menit ke-52 gawang Markus jebol oleh serangan balik cepat Malaysia. Mendapat umpan dari sektor tengah, top scorer Safee Sali berhasil mengelabui barisan pertahanan Indonesia dan melepaskan tembakan keras yang tidak bisa ditepis kiper Markus


(49)

Haris Maulana. Setelah berhasil mencetak gol, Malaysia lebih fokus pada pertahanan.

Untuk menambah daya gedor, pada menit ke-56, Riedl menarik keluar Irfan Bachdim serta Firman Utina dan menggantinya dengan Bambang Pamungkas dan Eka Ramdani. Usaha Indonesia baru membuahkan hasil pada menit ke-72. M. Nasuha berhasil menjebol gawang lawan yang meneruskan kemelut di depan gawang. Tim Merah Putih sempat memperbesar harapan ketika M. Ridwan mencetak gol pada menit ke-87. Sayang, itu menjadi gol terakhir dalam laga tadi malam.

Dengan hasil tersebut, Merah Putih harus merelakan mahkota juara Piala AFF 2010 dibawa pulang oleh tim berjuluk Harimau Malaya itu. Sekaligus menjadi gelar pertama bagi tim negeri jiran tersebut. Indonesia harus puas sebagai runner-up yang melengkapi prestasi spesialis finalis dalam even ini. Alfred Riedl tak terlalu menyesali kegagalan timnya menjuarai Piala AFF 2010. Menurut dia, para pemain Indonesia telah berjuang habis-habisan. Dia menyebutkan, tim asuhannya justru tampil bagus pada babak pertama. Tim Merah Putih terus berjuang keras setelah tertinggal 0-1 dari Malaysia lewat gol Safee pada menit ke-56. ”Babak pertama tadi momen terbaik Indonesia sepanjang Piala AFF. Tim Indonesia justru menunjukkan karakternya setelah tertinggal. Para pemain berjuang keras untuk menyamakan kedudukan,” ujar Riedl dalam jumpa pers setelah pertandingan.


(50)

3.2. Kategorisasi Objektivitas Pers

Dari berita kekalahan timnas tersebut yang dianalisa sebagai obyek dari penelitian ini kemudian penulis mengklasifikasikannya berdasarkan kategori yang telah dibuat dan disesuaikan agar diperoleh hasil yang akurat, karena validitas metode dan hasil-hasilnya sangat bergantung dari kategori-kategorinya. Dengan demikian penelitian menggunakan kategorisasi yang digunakan oleh Rachma Ida, PhD.

Kategorisasi obyektivitas pemberitaan menurut Rahma Ida (Kriyantono, 2006 : 244).

3.2.1. Akurasi pemberitaan, yaitu kejujuran dalam pemberitaan. Meliputi :

1) Kesesuaian judul dengan isi berita. Ini menyangkut aspek relevansi, yaitu apakah kalimat judul utama (bukan subjudul) merupakan bagian dari kalimat yang sama pada isi berita atau kutipan yang jelas-jelas ada dalam isi berita. Dengan demikian ada dua kategori :

a) Sesuai, yaitu bila judul merupakan bagian dari kalimat yang sama pada isi berita atau kutipan yang jelas-jelas ada dalam isi berita. b) Tidak sesuai, bila judul bukan merupakan bagian dari kalimat yang

sama pada isi berita, atau bukan merupakan kutipan yang jelas-jelas ada dalam isi berita.

2) Pencantuman waktu terjadinya suatu peristiwa. Ini untuk melihat akurasi fakta atau opini. Terdapat dua kategori:


(51)

a) Mencantumkan waktu, yaitu bila berita mencantumkan waktu, bisa tanggal, kata-kata atau pernyataan tentang waktu atau keduanya sekaligus.

b) Tidak mencantumkan waktu, yaitu bila berita tidak mencantumkan waktu, bias tanggal, kata-kata atau pernyataan tentang waktu atau keduanya sekaligus.

3) Penggunaan data pendukung atau kelengkapan informasi atas kejadian yang ditampilkan antara lain menggunakan : tabel, statistik, foto, ilustrasi gambar dan lainnya. Ada dua kategori :

a) Ada data pendukung, yaitu bila berita dilengkapi salah satu data pendukung, seperti table, statistic, foto, ilustrasi gambar, buku, UU, dan lainnya.

b) Tidak ada data pendukung, yaitu bila berita tidak dilengkapi salah satu pendukung, seperti table, statistic, foto, ilustrasi gambar, buku, UU, dan lainnya.

4) Faktualitas berita, yaitu menyangkut ada tidaknya percampuran fakta dengan opini wartawan yang menulis berita. Ada dua kategori, yaitu : a) Ada pencampuran fakta dan opini, yaitu bila dalam berita itu

terdapat kata-kata opinionative, seperti : tampaknya, diperkirakan, seakan-akan, terkesan, kesannya, seolah, agaknya, diperkirakan, diramalkan, mengejutkan, kontroversi, manuver, sayangnya, dan kata-kata opinionative lainnya.


(52)

b) Tidak ada pencampuran fakta dan opini, yaitu bila dalam berita tidak terdapat kata-kata opinionative seperti : tampaknya, diperkirakan, seakan-akan, terkesan, kesannya, seolah, agaknya, diperkirakan, diramalkan, mengejutkan, kontroversi, manuver, sayangnya, dan kata-kata opinionative lainnya.

3.2.2. Fairness dan ketidakberpihakan pemberitaan, yaitu menyangkut keseimbangan penulisan berita. Meliputi :

1) Ketidakberpihakan, dilihat dari sumber berita yang digunakan yaitu : a) Seimbang, yaitu bila masing-masing pihak yang diberitakan diberi

porsi yang sama sebagai sumber berita, dilihat dari jumlah sumber beritanya.

b) Tidak seimbang, yaitu bila masing-masing pihak yang diberitakan tidak diberi porsi yang sama sebagai sumber berita, dilihat dari jumlah sumber beritanya.

2) Ketidakberpihakan dilihat dari ukuran fisik luas kolom (centimeters kolom) yang dipakai yaitu :

a) Seimbang, jika luas kolom yang dipakai antara pihak-pihak yang terlibat dalam pemberitaan memiliki jumlah kesamaan.

b) Tidak seimbang, yaitu jika luas kolom yang dipakai antara pihak-pihak yang terlibat dalam pemberitaan tidak memiliki jumlah kesamaan.


(53)

3.2.3. Validitas keabsahan pemberitaan:

1) Atribusi, yaitu pencantuman sumber berita secara jelas (baik identitas maupun dalam upaya konfirmasi atau cek dan recek). Ada dua kategori yaitu:

a) Sumber berita jelas, jika dalam berita dicantumkan identitas sumber berita seperti nama, pekerjaan atau sesuatu yang memungkinkan untuk dikonfirmasi.

b) Sumber berita tidak jelas, jika dalam berita tidak dicantumkan identitas sumber berita seperti nama, pekerjaan atau sesuatu yang memungkinkan untuk dikonfirmasi.

2) Kompetensi pihak yang dijadikan sumber berita, apakah berasal dari apa yang dilihat sendiri oleh wartawan atau dari sumber berita yang menguasai persoalan atau hanya sekedar kedekatannya dengan media yang bersangkutan atau karena jabatannya. Ada dua ketegori, yaitu : a) Wartawan, bila peristiwa yang diberitakan merupakan hasil

pengamatan wartawan sendiri secara langsung, yaitu mengungkap informasi sesuai dengan apa yang dilihat, didengar, dan diketahui oleh wartawan itu sendiri.

b) Pelaku langsung, bila peristiwa yang diberitakan merupakan hasil wawancara wartawan dengan sumber berita yang mengalami langsung peristiwa tersebut. Misalnya, saksi mata, korban atau orang yang terlibat langsung dengan peristiwa itu sendiri atau berada di lokasi saat peristiwa terjadi.


(54)

c) Bukan pelaku langsung, bila peristiwa yang diberitakan merupakan hasil wawancara wartawan dengan sumber berita yang tidak mengalami langsung peristiwa tersebut. Hanya karena jabatan atau memiliki akses informasi lalu menjadi sumber berita. Misalnya, petugas humas, juru bicara, dan lainnya yang tidak berada di lokasi saat peristiwa terjadi.

3.3. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel

3.3.1. Populasi

Penentuan jumlah populasi dalam suatu penelitian merupakan upaya bagi peneliti untuk membatasi ruang lingkup analisisnya. Populasi dalam penelitian adalah berita yang ada di surat kabar Jawa Pos tentang berita kekalahan Timnas Indonesia melawan Malaysia pada tanggal 27 Desember sampai 30 Desember 2010 sebanyak 4 berita.

3.3.2 Sampel dan Teknik Penarikan Sampel

Dalam penarikan sampel, tidak ada ketentuan pasti mengenai jumlah besar-kecilnya. Hanya saja, yang diutamakan dalam pengambilan sampel haruslah representatif atau mampu mewakili secara keseluruhan (Kriyantono 2006 : 151), menyatakan besaran sampel tidak ada ketentuan pastinya, yang penting adalah hasilnya yang representatif. Teknik pengambilan sampel menggunakan penulis

total sampling, yaitu sample diambil secara keselurahan dari jumlah populasi


(55)

Indonesia melawan Malaysia pada final AFF di surat kabar Jawa Pos yang menjadi populasi dalam penelitian ini. Jumlah berita kekalahan Timnas melawan Malaysia pada tanggal 27 Desember – 30 Desember 2010 diperoleh sebanyak 4 berita. Jadi sampel yang diambil adalah 4 sesuai dengan jumlah populasi yang diperoleh memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sample. Dengan demikian harus dihindari adanya diskriminasi unit populasi antara satu dengan yang lain karena semua memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sample.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang diambil secara langsung dari surat kabar Jawa Pos yang berupa unit berita pada tanggal 27 sampai dengan 30 Desember 2010 yang terlebih dahulu telah didokumentasikan. Prosedur yang digunakan dalam penilitian ini adalah ; pertama, dengan melakukan pencatatan setiap unit berita kekalahan Timnas Indonesia melawan Malaysia. Kedua, setiap data yang dikumpulkan dengan lembar koding untuk memasukkan data-data berdasarkan kategori-kategori yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan metode analisis data yang selanjutnya akan dilakukan proses penghitungan dan analisis, diinterpretasikan guna memperoleh jawaban dari permasalahan yang telah dirumuskan, serta untuk mengetahui tujuan penelitian.


(56)

3.5. Teknik Analisis Data

Untuk menganalisis data, terlebih dahulu data yang terkumpul akan diuraikan dengan menggunakan lembar koding. Selanjutnya teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah obyektivitas berita. Data di analisis dengan menggunakan tabel kategorisasi melalui tabel frekuensi. Dari tabel tersebut akan dilakukan analisis dan perhitungan prosentase atas akurasi, fairness, validitas berita yang diungkapkan dalam berita kekalahan Timnas Indonesia melawan Malaysia pada final AFF di surat kabar Jawa Pos.


(57)

48 4.1 Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1. Gambaran Umum Surat Kabar Jawa Pos

Jawa Pos merupakan surat kabar yang menyajikan berita-berita umum. Berita-berita ini meliputi peristiwa-peristiwa yang terjadi secara nasional maupun internasional yang diantaranya kegiatan ekonomi, politik, budaya, hukum, pemerintahan dan sebagainya. Disamping itu Jawa Pos juga menyajikan berita-berita lain yang didasarkan peristiwa daerah Jawa timur dan Indonesia timur.

PT. Jawa Pos didirikan oleh The Chung Sen atau lebih dikenal dengan Soeseno Tedjo pada tanggal 1 Juni 1949. surat kabar Jawa Pos pertama kali terbit bernama Java Pos. Karena wawasannya yang luas dan berorientasi ke depan, The Chung Sen dikenal sebagai raja surat kabar dari Surabaya. Surat kabar yang pernah diterbitkannya adalah surat kabar berbahasa Indonesia yakni Jawa Pos, surat kabar berbahasa Tionghoa yakni Huan Chian Shir, dan surat kabar yang menggunakan bahasa Belanda yakni De Vrije Pers.

Pada saat-saat gencarnya seruan anti belanda oleh bung karno, harian berbahasa Belanda meilik The Sgung Sen akhirnya berganti nama menjadi Daily news. Namun akhirnya Daily News tidak terbit lagi, demikian juga dengan surat kabar berbahasa Tionghoa. Maka hanya Jawa Pos yang terbit, meskipun


(58)

Pengembangan teknologi yang kian sulit diikuti, membuat oplah jawa pos semakin menurun sehingga pada tahun 1982 oplahnya tinggal 6700 ekslempar perhari. Dalam usianya yang semakin uzur Soeseno Tedjo memutuskan untuk menyerahkan pengelolaan Jawa Pos kepada mingguan berita Tempo, Eric FH Samola, waktu itu adalah Direktur Utama PT Grafiti Pers (penerbit majalah Tempo) mengambil alih Jawa Pos. Dengan manajemen baru, Eric mengangkat Dahlan Iskan, yang sebelumnya adalah Kepala Biro Tempo di Surabaya untuk memimpin Jawa Pos. Eric Samola kemudian meninggal dunia pada tahun 2000. Dan dibawah kendali Dahlan Iskan pada tahun 1986 oplah Jawa Pos meningkat secara spektakuler mencapai 100.000 eksemplar perhari. Dengan adanya tekad besar manajemen Jawa Pos terus melakukan inovasi dan gebrakan-gebrakan baru, yakni salah satunya dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas berita.

Beberapa tahun kemudian terbentuklah Jawa Pos News Network (JPNN), salah satu jaringan surat kabar terbesar di Indonesia, dimana memiliki lebih dari 80 surat kabar, tabloid, dan majalah, serta 40 jaringan percetakan di Indonesia. Pada tahun 1997, Jawa Pos pindah ke gedung yang baru berlantai 21, Graha Pena, salah satu gedung pencakar langit di Surabaya. Tahun 2002 dibangun Graha Pena di Jakarta. Dan, saat ini bermunculan gedung-gedung Graha Pena di hampir semua wilayah di Indonesia.

Tahun 2002, Jawa Pos Group membangun pabrik kertas koran yang kedua dengan kapasitas dua kali lebih besar dari pabrik yang pertama. Kini pabrik itu,


(59)

PT Adiprima Sura Perinta, mampu memproduksi kertas koran 450 ton/hari. Lokasi pabrik ini di Kabupaten Gresik, hanya 45 menit bermobil dari Surabaya.

Setelah sukses mengembangkan media cetak di seluruh Indonesia, pada tahun 2002 Jawa Pos Grup mendirikan stasiun televisi lokal JTV di Surabaya, yang kemudian diikuti Batam TV di Batam, Riau TV di Pekanbaru, FMTV di Makassar, PTV di Palembang, Parahiyangan TV di Bandung.

Memasuki tahun 2003, Jawa Pos Group merambah bisnis baru : Independent Power Plant. Proyek pertama adalah 1 x 25 MW di Kab. Gresik, yakni dekat pabrik kertas. Proyek yang kedua 2 x 25 MW, didirikan di Kaltim, bekerjasama dengan perusahaan daerah setempat.

Surat kabar Jawa Pos selain mempunyai misi bisnis juga sebagai pilar utama kelangsungan hidup perusahaan. Oleh karena itu dalam penyampaian informasi yang dihendaki dan diarahkan pada sesuatu yang lain yaitu menampilkan rubrik-rubrik tertenntu sebagai dominasi unggulan, termasuk juga iklan. Jawa pos menghasilkan surat kabar sebagai produk cetak yang tebrit setiap hari, sebelum menjadi wujud koran yang siap dibaca melalui proses redaksional sampai dengan proses produksi yakni dari penataan dan pendataan bahan baku sampai dengan barang jadi.


(60)

4.1.2. Redaksional Surat Kabar Jawa Pos.

Sirkulasi Jawa Pos menyebar hingga ke seluruh provinsi Jawa Timur, Bali, dan sebagian Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Jawa Pos terbit dalam beberapa edisi.

4.1.2.1. Jawa Pos edisi Surabaya.

Jawa Pos edisi Surabaya beredar di daerah Kota Surabaya dan sekitarnya (Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Gresik), terbit dengan empat seksi utama:

1. Jawa Pos (utama), berisi berita-berita utama, politik, ekonomi/bisnis, Jawa Timur, nasional, internasional, dan rubrik-rubrik tematik lainnya. 2. Metropolis, berisi berita Kota Surabaya dan sekitarnya (Sidoarjo dan

Gresik), Deteksi (halaman untuk remaja, salah satunya berisi polling harian), hiburan, kesehatan, teknologi, dan rubrik-rubrik "ringan" lainnya serta rubrik mingguan.

3. Olahraga, berisi berita-berita olahraga, terutama ulasan mengenai sepak bola dan balap (Formula 1, MotoGP). Seksi ini juga berisi iklan baris.

4. DetEksi berisi berita tentang kehidupan remaja, mulai dari otomotif, style, techno, hingga anime. Terdiri dari 3 halaman yang disisipkan pada bagian Metropolis. Hingga kini detEksi Jawa Pos aktif mengadakan event seperti DetEksi Basketball League, dan MAding Championship. Halaman ini kini telah menjadi bacaan wajib bagi


(61)

remaja di Surabaya. Seksi ini semua crew-nya masih berstatus mahasiswa, mulai dari reporter, editor, surveyor, hingga fotografer.

4.1.2.2. Jawa Pos edisi luar Surabaya

Kawasan Jawa Timur dan Bali, Hal yang membedakan Jawa Pos edisi Surabaya dan luar Surabaya adalah seksi "Metropolis" diganti dengan seksi yang lebih regional, dengan sebutan "Radar". Seksi "Radar" berisi berita-berita banyak. Rubrik-rubrik Metropolis (seperti di Jawa Pos edisi Surabaya) sebagian masih dipertahankan. Seksi Jawa Pos utama dan Seksi Olahraga sama persis dengan edisi Surabaya.

Saat ini Jawa Pos memiliki 15 "Radar", yang masing-masing memiliki redaksi sendiri di kotanya yakni:

 Radar Banyuwangi (Banyuwangi), beredar di Banyuwangi dan Situbondo.

 Radar Jember (Jember), beredar di Jember dan Lumajang.

 Radar Bromo (Kota Pasuruan), beredar di Pasuruan dan Probolinggo.  Radar Malang (Kota Malang), beredar di Malang dan Batu.

 Radar Mojokerto (Kota Mojokerto), beredar di Mojokerto dan Jombang.

 Radar Kediri (Kota Kediri), beredar di Kediri dan Nganjuk.

 Radar Tulungagung (Tulungagung), beredar di Tulungagung, Trenggalek, dan Blitar.


(62)

 Radar Bojonegoro (Bojonegoro), beredar di Bojonegoro, Tuban, Lamongan, dan Blora.

 Madiun (Kota Madiun), beredar di Madiun, Ngawi, Magetan, Ponorogo, dan Pacitan.

 Radar Madura (Bangkalan), beredar di Pulau Madura.  Radar Bali (Bali), beredar di Denpasar Bali.

Redaksi "Radar"-"Radar" ini berada di sejumlah kota. Isi berita "Radar" bersifat lokal, dan memuat iklan yang juga bersifat lokal, serta seksi Olahraga lokal.

4.1.2.3. Kawasan Jawa Tengah dan DIY

Jawa Pos edisi Jawa Tengah/DIY sedikit berbeda dengan edisi Jawa Timur. Meski berita utama (headline) dan sebagian besar isi beritanya adalah sama, Jawa Pos edisi Jawa Tengah/DIY berisi rubrik tambahan yang bersifat lokal (seperti rubrik Ekonomi Bisnis, Jawa Tengah), serta tidak termasuk iklan baris (yang mana hanya beredar di Jawa Timur).

Jawa Pos di Jawa Tengah dan DIY juga terdiri atas sejumlah "Radar", yakni:

 Radar Semarang (Kota Semarang), beredar di Semarang, Salatiga, Demak, Kendal, Batang, dan Pekalongan.


(63)

 Radar Solo (Kota Surakarta), beredar di eks Karesidenan Surakarta (Surakarta, Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Karanganyar, Sragen, dan Wonogiri).

 Radar Kudus (Kudus), beredar di Kudus, Pati, Jepara, Grobogan, Rembang, dan Blora.

 Radar Jogja (Kota Yogyakarta), beredar di Provinsi DIY, Magelang,Purworejo, Kebumen, Temanggung, dan Wonosobo.

Dari sisi manajemen, Radar-Radar yang ada ini dikelola secara otonom. Rekrutmen karyawan dan wartawan dilakukan sendiri oleh masing-masing manajemen Radar.

Struktur Organisasi Surat Kabar Jawa Pos

Dalam menjalankan sebuah media tentu saja surat kabar Jawa Pos memiliki susunan organisasi yang pada masing-masing bagian memegang peranan penting dalam penyampaian sebuah berita utama. Struktur organisasi tersebut adalah:

Pendiri : Soeseno Tedjo Chairman : Dahlan Iskan

Direktur Utama : Ratna Dewi W

Direktur : Zainal Muttaqin, Nany Wijaya, Margiono Wakil Direktur : Eddy Nugroho, Suhardo Basuki, Azrul Ananda Pemimpin Redaksi : Rohman Budijanto


(64)

Koordinator Liputan : Baehaqi (kepala), Khoiron Fadil (Jakarta)

Redaktur : Fuad Ariyanto, Kurniawan Muhammad, Maksum, Ishak Bahri, Soeparti Djumatmadji, Wahyu, Dwi Fintarto, Rukin Firda, Ahmad Zaini, Kholik Indro, Aried Santosa, Amri Husniati, Endrayani Dewi, Abd. Rokhim, Fathoni P Nanda, Sidiq Prasetyo, Fatkhurroziq, Ariyanti Kurnia, Doan Widiandono, Nanang Priyanto, Dwi Shintia Irianti, Agus Muttaqin.

Redaktur Foto : Agus Wahyudi, Yuyung Abdi, Sugeng Deas. Asisten Redaktur : Tatang mahardika, Sholihuddin, Baskoro Yudho,

Firzan Syahroni.

Editor Bahasa : Guntur Prayitno, Yarno, Sugiono, Didik Haryono, Andri Teguh Priyantoro, Hapidaturropiah, Ernawati, Eko Prasetyo, Frido Sri Adawina, Irwan Herdyanto, Yusuf M. Ridho.

Reporter : Ali Mahrus, Nur Aini, Rosilawati, Suryo Eko Prasetyo, Hafid, Ery Marthantini, Kardono Setyorakhmadi, Anggit Satriyo Nugroho, Aris Imam Masyudi, Maya Apriliani Eko Susanti, Agus Sudjoko, Farouk Amaz, Suyunus Rizqi Ekananda, Andrianto Wahyudiono, Tomy Cahyo Gutomo, Ibnu Yunianto, MR Saidi Ungsi, Candra


(65)

Kurnia, Sofyan Rendra, Khusnul Cahyadi, Any Rufaidah, Dani Nur Subagyo, Alina Musta’idah, Titik Andriyani, Agus Wirawan , Ridlwan Habib, Dina Anisa, Sugeng Sulaksono, Achmad Baidowi, Akhmad Efendi, Dian Wahyudi, Moh. Ilham, Tri Mujoko B, Mohammad Eri Eriawan, Rachmad Setiawan, Siti Aisyah, Ragil Ugeng Saputra, Nungki Kartikasari, Sekaring Ratri Adaninggar, Agung Putu Iskandar.

Fotografer : Mustafa Ramli, Muhammad Ali, Raka Deny, Becky Subechi, Slamet, Nur Frizal Kurniawan, Guslan Gumilang, Farid Arifandi, Angger Bondan.

Desain Grafis : Muchtar, Sugeng, Budiono, Bagus Hariadi, Siswoyo, Heri Susanto.

Iklan : Eddy Nugroho, Hendi Mustafa, A. Syafi’i Zemut, Edi Kris Murwanto

Pemasaran : A. Aziz, Eri Suharyadi

Keuangan : Suhardo Basuki, Andreas Didi Penerbit : PT Jawa Pos


(66)

4.2. Penyajian Data dan Analisis Data

Berikut adalah data yang diperoleh penulis dari sample berita tentang Kekalahan Indonesia melawan Malaysia pada final AFF 2010 pada surat kabar Jawa Pos periode 27 Desember – 30 Desember 2010 yang diukur dengan menggunakan kategorisasi Objektivitas Pemberitaan berikut:

4.2.1 Obyektivitas Pemberitaan

Obyektivitas dalam penyajian berita merupakan salah satu nilai yang harus dipenuhi oleh jurnalis dalam rangka pemenuhan informasi serta penyampaian informasi yang benar kepada khalayak ataupun masyarakat. Teori ini didasari atas pandangan bahwa sebuah kebenaran di media massa tidaklah bisa diklaim oleh satu pihak saja, namun harus dikonfirmasikan menurut kebenaran dari pihak lain.

Inilah mengapa pemberitaan disurat kabar selalu dituntut untuk mengungkapkan kebenaran secara fairness. Obyektivitas yang juga sering disebut sebagai pemberitaan cover both side, dimana pers menyajikan semua pihak yang terlibat sehingga pers mempermudah pembaca menemukan kebenaran. Selain fairness, pers juga dituntut melakukan pemberitaan yang akurat, tidak bohong, menyatakan fakta bila itu memang fakta, dan pendapat bila itu memang pendapat.

Hanya belakangan ini, muncul suatu wacana yang memandang obyektivitas sebagai teori yang dikuduskan oleh para praktisi jurnalis dan dikristalkan sehingga aplikasi dalam profesinya sudah sangat jarang ditemui lagi di media massa. Sesuatu yang ditulis oleh wartawan dan terbitkan oleh media


(67)

yang memiliki prestige akan lebih dipercaya oleh khalayak sebagai fakta sehingga memiliki kekuatan untuk menimbulkan opini public di masyarakat.

Keyakinan untuk menyajikan berita yang obyektive disampaikan juga oleh Denis McQuail seorang pakar komunikasi yang mengembangkan konsep obyektivitas ini dari pola obyektivitas pemberitaan milik Jurgen Wersthelsthal dengan membagi dimensi obyektivitas kedalam Impartial dan factual. Wien Charllote, seorang dosen komunikasi dari Denmark juga memiliki ketertarikan yang sama terhadap teori obyektivitas ini

Dalam disertasinya dinyatakan bahwa jurnalis saat ini hanya memandang obyektivitas sebagai kepercayaan yang ada namun kurang berperan dalam tindakan praktis sebagai jurnalis dalam menulis berita. Tidak hanya pakar komunikasi dari luar saja yang memiliki ketertarikan terhadap obyektivitas pemberitaan, Ashadi Siregar, Henry Subiakto dan Rachma Ida adalah beberapa diantara ahli komunikasi di Indonesia yang mengangkat teori obyektivitas pemberitaan sebagai alat ukur untuk memahami media surat kabar harian nasional yang ada di Indonesia.

Henry Subiakto melakukan analisis isi kuantitatf terhadap 8 surat kabar nasional bertiras 100.000 eksemplar dengan mengukurnya kedalam dimensi obyektivitas pemberitaan yakni aktualitas, fairness dan validitas pemberitaan. Hasil temuan data menyimpulkan surat kabar Suara Pembaharuan, Kompas, Suara Merdeka, Media. Indonesia adalah media massa di Indonesia yang cenderung obyektif dibandingkan media massa yang lain dalam hal keakurasian pemberitaan, validitas nara sumbernya dan ketidak berpihakan pada pihak manapun.


(1)

80


(2)

Dalam pemberitaan 4 tidak terdapat pencampuran fakta dan opini, karena dalam berita tidak ada kata-kata opinionative seperti; tampaknya, diperkirakan, seakan-akan, terkesan, kesannya, seolah, agaknya, diperkirakan, diramalkan, mengejutkan, kontroversi, dan kata-kata opinionative lainnya.

Dalam berita 4 ini seimbang karena, sumber berita tidak hanya dari satu sumber saja. Seimbang, bila masing-masing pihak yang diberitakan diberi porsi yang sama sebagai sumber berita, dilihat dari jumlah sumber beritanya. Sumber berita dalam berita ini terdiri dari suporter timnas Indonesia; pelatih Indonesia, Alfred Riedl; Ketua Umum PSSI, Nurdin Halid; pelatih Malaysia, Rajagopal.

Seimbang, yaitu jika luas kolom yang dipakai antara pihak-pihak yang terlibat dalam pemberitaan memiliki jumlah sama. Dalam berita ini penggunaan sisi luas kolom tidak seimbang, karena kolom yang dipakai antara pihak-pihak yang terlibat dalam pemberitaan tidak memiliki jumlah yang sama. Pendapat dari suporter Indonesia dimuat dalam 1 kolom yang terdiri dari 12 baris. Pendapat pelatih Indonesia, Alfred Riedl dimuat dalam 2 kolom yang terdiri dari 17 baris. Pendapat Ketua Umum PSSI, Nurdin Halid dimuat dalam 2 kolom yang terdiri dari 21 baris. Pendapat pelatih Malaysia, Rajagopal dimuat dalam 3 kolom yang terdiri dari 55 baris..

Dalam berita ini sumber berita yang dipakai dalam pemberitaan terdapat kejelasan sumber berita, dicantumkan identitasnya seperti nama, pekerjaan, atau


(3)

82

“Lumayan, Menang tapi Kalah”

Pelatih Malaysia Krishnasamy Rajagopal menyatakan bangga atas keberhasilan tim mudanya menjuarai Piala AFF 2010. “Saya tahu Indonesia akan langsung ofensif. Karena itu, saya beri tahu pemain untuk tidak memberikan

ruang kepada mereka,” jelasnya.

Dalam berita 4 suporter timnas Indonesia; pelatih Indonesia, Alfred Riedl; Ketua Umum PSSI, Nurdin Halid; dan pelatih Malaysia, Rajagopal dinilai pelaku langsung karena dia mengalami langsung peristiwa tersebut. Bukan pelaku langsung, bila peristiwa yang diberitahukan merupakan hasil wawancara wartawan dengan sumber berita yang tidak mengalami langsung peristiwa tersebut. Hanya karena jabatan atau memiliki akses informasi lalu menjadi sumber berita. Misalnya, petugas humas, juru bicara, dan lainya yang tidak berada di lokasi kejadian saat peristiwa terjadi.

Dari hasil analisis berita 4 dapat penulis simpulkan bahwa berita ini sudah objektif, tetapi masih ada kategori yang kurang objektif. Seperti pada kategori fairness, berita ini tidak seimbang karena masing-masing pihak yang diberitakan tidak diberi porsi yang sama sebagai sumber berita dan luas kolom dalam pemberitaannya.


(4)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis tentang obyektivitas terhadap berita Kekalahan Indonesia Melawan Malaysia pada Final AFF 2010 pada surat kabar Jawa Pos edisi 27 Desember – 30 Desember 2010, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Akurasi pemberitaan Jawa Pos dalam memuat berita Kekalahan Indonesia Melawan Malaysia pada Final AFF 2010 pada surat kabar Jawa Pos edisi 27 Desember – 30 Desember 2010 belum memenuhi teori obyektivitas pemberitaan. Pada berita tanggal 27 dan 28 Desember 2010 terdapat pencampuran antara fakta dan opini dalam jumlah yang dominan.

2. Fairness (ketidakberpihakan) berita Kekalahan Indonesia Melawan Malaysia pada Final AFF 2010 pada surat kabar Jawa Pos edisi 27 Desember – 30 Desember 2010 masih belum tergolong obyektif karena luas kolom yang digunakan dalam memberitakan suatu peristiwa masih belum cover both side dari sisi luas masing-masing pihak yang diberitakan masih tidak seimbang.


(5)

86

sumber berita, data sumber berita yang digunakan sudah valid dan merefleksikan prinsip obyektivitas dalam sumber berita.

4. Dari ketiga penghitungan objektivitas menurut kategorisasi di atas, berita yang diterbitkan oleh Jawa Pos ini masih belum bisa dikatakan sebagai berita yang objektif karena belum sepenuhnya memasukan unsur realita yang sebenar-benarnya.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang didapat dari hasil analisis isi terhadap obyektivitas pemberitaan Kekalahan Indonesia Melawan Malaysia pada Final AFF 2010 pada surat kabar Jawa Pos edisi 27 Desember – 30 Desember 2010 maka dapat diberikan saran sebagai berikut:

1. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan konsep obyektifitas pemberitaan pers, bagaimana mengukurnya, dan apa kaitannya dengan konsep-konsep akurasi, validitas dan fairness.

2. Mengingat masih terdapat dimensi fairness yang masih tidak memenuhi syarat obyektivitas, melalui jurnalis maupun editornya, Jawa Pos sebaiknya lebih meningkatkan kualitas pemberitaannya, sekaligus koreksi terhadap berita yang disajikan agar tetap berjalan atas prinsip ketidak berpihakan/fair.


(6)

2001

Effendy, Uchjana, Onong, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Remaja Rosdakarya, Bandung 2010

Flournoy, Don Michael, Analisis Isi Surat Kabar Indonesia, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1986

Ishwara, Luwi, Catatan-catatan Jurnalisme Dasar, Jakarta : PT Kompas Media Nusantara, 2005

Kriyantono, rachmat, Public Relations Writing, Jakarta : penerbit prenada media group, 2008

Kusumaningrat, Hikmat, Jurnalistik Teori dan Praktik, Bandung : Remaja Rosdakara, 2006

McQuail, Denis, Teori Komunikasi Massa, Jakarta : Erlangga, 2001

Sumadiria, Haris, Jurnalistik Indonesia, Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2005

Suyanto, Bagong, Metode Penelitian Sosial, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2005

Winarni, Komunikasi Massa Sebagai Suatu Pengantar, Unmu, Malang, 2003