Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran Audio-Visual Terhadap Hasil Belajar Biologi Pada Siswa SMA Kemala Bhayangkari 1 Medan

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN

AUDIO-VISUAL

TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI

PADA SISWA SMA KEMALA BHAYANGKARI 1 MEDAN

SKRIPSI

Guna Memenuhi Persyaratan

Ujian Sarjana Psikologi

OLEH

USNITA AYUNADYA DALIMUNTHE

031301095

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2007


(2)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK

KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

I.A. Latar Belakang masalah ……… 1

I.B. Tujuan Penelitian ……….. 7

I.C. Manfaat Penelitian ……… 7

I.D. Sistematika Penulisan ………... 8

BAB II LANDASAN TEORI ……….. 9

II.A. Hasil Belajar ………. 9

II.A.1. Belajar ……….. 9

II.A.2. Defenisi hasil belajar ……… 9

II.A.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar 11 II.A.4. Jenis-jenis hasil belajar ……… 16

II.A.5. Tes hasil belajar ……… 18

II.B. Media Pembelajaran Audio-Visual ………. 19

II.B.1. Defenisi media pembelajaran ………... 19

II.B.2. Jenis-jenis media pembelajaran ……… 23

II.B.3. Defenisi media pembelajaran audio-visual ….. 24 II.B.4. Keuntungan dan keterbatasan


(3)

media pembelajaran audio-visual ……… 26

II.C. Pelajaran Biologi ……… 28

II.C.1. Materi system peredaran darah hewan ……… 30

II.D. Pengaruh penggunaan Media Pembelajaran Audio-Visual Terhadap Hasil Belajar Biologi ……….. 31

II.E. Hipotesa ………. 36

BAB III METODE PENELITIAN ……… 37

III.A. Identifikasi Variabel Penelitian ……… 38

III.B. Defenisi Variabel Penelitian ……… 38

III.C. Rancangan Penelitian ……….. 41

III.D. Tehnik Kontrol ……… 43

III.E. Populasi dan Sampel ……… 45

III.E.1. Populasi penelitian……….. 45

III.E.2. Metode pengambilan sample ……… 46

III.F. Instrumen dan Alat Ukur yang Digunakan …………. 47

III.F.1.Instrumen ……… 47

III.F.2. Alat ukur ……….. 48

III.G. validitas dan Reliabilitas ……… 49

III.G.1. Validitas ……… 49

III.G.2. Reliabilitas ……….. 50

III.H. Prosedur dan Pelaksanaan Penelitian ………. 51

III.H.1. Persiapan penelitian ………. 52


(4)

III.H.3. Uji coba alat ukur penelitian ………... 52

BAB IV ANALISA DATA DAN HASIL PENELITIAN ………… 56

IV.A. Gambaran Subjek Penelitian ……….. 56

IV.A.1. Gambaran subjek penelitian berdasarkan Intelgensi ………. 56

IV.A.2. Gambaran subjek penelitian berdasarkan hasil belajar biologi matching dengan intelegensi 57 IV.A.3. Gambaran subjek penelitian berdasarkan Jumlah skor hasil belajar biologi …………... 59

IV.B. HasilPenelitian ……… 60

IV.B.1. Uji asumsi ……… 60

IV.B.2. Hasil analisa data ……….. 61

IV.C. Hasil Tambahan Penelitian ………. 65

IV.C.1. Kategori hasil belajar biologi ……… 65

IV.C.2. Hasil belajar biologi berdasarkan nintelegensi 66 BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ……….. 69

V.A. Kesimpulan ………. 69

V.B. Diskusi ………... 70

V.C. Saran ……….. 71


(5)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dunia pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, karena di sanalah tenaga kerja dididik dan dilatih. Apabila ingin memperbaiki sumber daya manusia (SDM) maka harus dilakukan pengembangan dan perbaikan dalam pendidikan. Pendidikan dipercaya belum mampu meningkatkan kualitas SDM, karena proses pembelajaran yang dialami peserta didik lebih bersifat proses mendengar, mencatat, dan mengingat, kurang pada proses pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan intelektual dan vokasional (Balfas, 2006).

Proses pembelajaran dengan menggunakan metode konvensional seperti melalui ceramah dan buku pelajaran dianggap kurang memberikan penjelasan yang konkret sehingga materi sulit untuk diterima dan kurang dapat menimbulkan ketertarikan dan rasa ingin tahu siswa (Nugroho, 2006). Metode ceramah dan membaca buku pelajaran dikelompokkan Dale (1950) sebagai pengalaman belajar yang paling abstrak dibanding pengalaman belajar lainnya. Klasifikasi pengalaman belajar dari bentuk paling abstrak hingga yang paling kongkret itu dikenal dengan Dale's cone of experience. Pengalaman yang paling abstrak ialah pengalaman yang di dapat siswa melalui lambang kata (verbal), diikuti dengan pengalaman melalui simbol visual, pengalaman melalui radio, slide, gambar bergerak, pameran dan museum, karya wisata, demonstrasi, partisipasi drama,


(6)

observasi, dan pengalaman langsung pada tingkat yang paling konkret. Dale (dalam Prinsip, 2006) menambahkan bahwa individu akan cenderung mengingat 10% dari apa yang ia baca, 20% dari apa yang ia dengar, 30% mengingat apa yang ia lihat dan dengar dan 70% dari apa yang ia katakan (dengan adanya partisipasi dalam diskusi atau presentasi) dan 90% dari apa yang ia katakan dan lakukan (melalui pengamatan langsung dan demonstrasi).

Namun tidak selamanya dalam proses belajar mengajar memungkinkan untuk memberikan siswa pengalaman langsung. Melihat pameran, atau karyawisata hanya dapat dilakukan beberapa kali. Maka untuk menyiasati agar proses pengalaman tidak berada pada tingkat yang paling abstrak yakni pengalaman melalui simbol verbal, guru dapat menggunakan media yang dapat menampilkan gambar bergerak, hal ini memberikan pengalaman yang lebih konkret daripada metode ceramah, gambar, dan menggunakan radio (Dale, 1950).

Salah satu media yang dapat menampilkan gambar bergerak adalah media video. Video yang dapat menghasilkan tayangan gambar bergerak sekaligus menghasilkan suara (Percival dan Ellington, 1988), sehingga diklasifikasikan pula sebagai media audio-visual. Lebih dari itu, tayangan dengan video dapat menampilkan format pembesaran gambar atau zoom, dapat mengendalikan penayangan seperti mempercepat, memperlambat, memperbesar, menghentikan tayangan, atau mengulang-ulang tayangan yang dianggap perlu. Hal ini menjadikan media video sebagai pilihan alat bantu dalam proses belajar mengajar yang dapat dipergunakan setiap hari. Dale (dalam Arsyad, 2004) mengemukakan bahwa penggunaan media audio-visual dapat meningkatkan hasil belajar karena


(7)

melibatkan imajinasi, dan meningkatkan motivasi belajar siswa. Sejalan dengan itu Santrock (2004) menyatakan bahwa tayangan video dapat menolong membuat variasi di kelas agar perhatian siswa terfokus pada pelajaran.

Salah satu pelajaran yang dipelajari di sekolah menengah adalah pelajaran biologi. Objek kajian biologi sangat luas, yakni segala hal yang berkaitan dengan kehidupan yang ada di permukaan bumi; dari struktur terkecil yakni sel, hingga makhluk yang menghuni bumi beserta ekosistemnya (Prawirohartono, 2004). Namun secara umum proses pembelajaran biologi masih disampaikan dengan metode konvensional. Sehingga sebagian siswa merasa kurang berminat mempelajarinya. Agar siswa lebih tertarik dalam mengkajinya, perlu adanya perubahan dalam metode pembelajaran, sehingga lebih atraktif dan aplikatif (Nugroho, 2006). Untuk mengenali dan mempelajari seluruh aspek kehidupan, tidaklah cukup hanya dengan menggunakan alat indera saja, tetapi perlu bantuan berbagai alat. Dengan bantuan berbagai alat atau teknologi, banyak hal yang selama ini dipandang sebagai rahasia alam, semakin terbuka dan semakin mudah dipahami (Prawirohartono, 2004).

Dikarenakan objek kajian biologi yang sangat luas dan kongkret ini, guru membutuhkan bantuan media agar pelajaran biologi dapat diajarkan dengan lebih konkret (Hernawan, dalam Winataputra dkk, 2002). Melalui bantuan media pembelajaran audio-visual berupa video, siswa dimungkinkan untuk melihat suatu objek dalam keadaan bergerak dan bersuara. Proses metamorfosis yang biasanya dijelaskan dalam bentuk bagan atau gambar dapat disaksikan langsung melalui tayangan video dalam tempo yang lebih singkat dan menyeluruh, dapat dipercepat


(8)

atau diperlambat apabila guru membutuhkan. Video dapat menayangkan sebuah intisari objek, dan memecahkan masalah dalam pengajaran sains yang dapat dihadirkan di kelas. Penggunaan video dianggap lebih efisien dibanding media lain dalam proses mengajar menyangkut bahan ajar sains seperti biologi (Dale, 1950). Keberadaan media pembelajaran khususnya media audio-visual dalam proses belajar mengajar biologi dianggap dapat mempengaruhi peningkatan hasil belajar (Dale dalam Arsyad, 2004).

Melalui hasil survei yang dilakukan peneliti, diketahui bahwa SMA Negeri di kota Medan telah memiliki media pembelajaran audio-visual, media video diletakkan di ruang laboratorium, sehingga dalam penggunaan laboratorium harus bergantian dengan kelas lain. Hingga tidak memungkinkan untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan bantuan media video sesering mungkin. Padahal menurut Dale (1950), secara umum banyak materi dalam pelajaran biologi yang lebih baik jika disampaikan dengan bantuan media video.

Salah satu SMA yang telah memiliki fasilitas video adalah SMA Kemala Bhayangkari 1 Medan. Sekolah ini telah dilengkapi dengan VCD player dan televisi sebagai monitor pada setiap kelasnya. Sementara untuk materi pelajaran yang ditampilkan, sekolah ini memilki VCD pembelajaran sains yang dikeluarkan oleh PUSTEKKOM (Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi) PENDIDIKAN DEPDIKNAS. VCD pembelajaran yang diterbitkan PUSTEKKOM telah disesuaikan dengan kurikulum nasional.

Namun pada kenyataannya, penggunaan media video tersebut belum optimal. Para guru tetap mengajar secara verbalisasi tanpa menggunakan media


(9)

pembelajaran tersebut. Menurut pengakuan salah seorang guru fisika, sejak pertengahan tahun 2006 setiap kelas telah dilengkapi televisi dan VCD player, namun hingga saat ini beliau belum pernah mengajar dengan bantuan media video tersebut dan tetap mengajar dengan metode konvensional. Beliau menambahkan bahwa penggunaan media video menimbulkan masalah kerepotan (komunikasi personal, 4 April 2007).

Sementara itu, salah seorang guru biologi menyatakan bahwa siswa di sekolah tersebut secara umum kurang tertarik memperhatikan pelajaran. Bila proses mengajar dilakukan dengan bantuan media video, guru tersebut yakin perhatian perhatian siswa akan lebih terfokus, dan termotivasi untuk mendengarkan pengajaran. Namun, hingga saat ini meskipun pada tiap kelas telah terdapat fasilitas audio-visual tersebut, beliau belum pernah menggunakannya. Padahal, hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran biologi secara umum masih rendah dibandingkan dengan sekolah lain dimana guru biologi tersebut juga mengajar (komunikasi personal, 4 April 2007). Melalui survei selama beberapa hari di sekolah tersebut, peneliti menemukan bahwa proses mengajar secara umum masih menggunakan metode ceramah dengan bantuan media buku dan

white board, keberadaan media pembelajaran audio-visual kerap tidak dipergunakan.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Koesnandar (2003), beberapa alasan guru tidak menggunakan media adalah karena mereka beranggapan menggunakan media itu repot, memerlukan persiapan, guru tidak bisa mengoperasikan dengan lancar atau “gagap teknologi”, takut menggunakan peralatan elektronik, takut


(10)

rusak karena salah pengoperasian. Sehingga guru ingin memilih beban seminimal mungkin. Juga adanya kecenderungan bagi guru untuk melakukan hal yang sederhana dalam pelaksanaan tugas mengajar, ini terbukti dengan penggunaan metode ceramah (lecture method) monoton yang paling populer di kalangan guru dan memilih menggunakan papan tulis daripada menggunakan media video (Miarso, 2004). Karena alasan-alasan tersebut media audio-visual yang telah disediakan tidak dipergunakan.

Padahal sesungguhnya pemahaman materi pembelajaran akan lebih baik apabila dapat mencapai tingkat yang lebih konkret. Melibatkan media video dalam pengajaran dapat membantu siswa mengingat 50% materi yang disampaikan, sementara metode ceramah yang memberikan pengalaman belajar paling abstrak hanya membantu siswa mengingat sebanyak 20% (Prinsip, 2006).

Berdasarkan paparan di atas dapat diketahui bahwa efektifitas pengajaran dengan menggunakan media video jauh lebih baik daripada metode ceramah. Oleh sebab itu, penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Media Pembelajaran Audio-Visual Terhadap Hasil Belajar Biologi pada Siswa SMA Kemala Bhayangkari 1 Medan.”


(11)

I.B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh penggunaan media pembelajaran audio-visual terhadap hasil belajar biologi.

I. C. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh manfaat, antara lain:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan pengetahuan terutama dalam dalam bidang psikologi pendidikan mengenai dampak dari penggunaan media pembelajaran audio-visual terhadap hasil belajar.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bagi pembaca yaitu: a. Memberikan evaluasi hasil belajar kepada pihak sekolah pada proses

pembelajaran yang menggunakan media video.

b. Penelitian ini juga dapat dijadikan bahan bagi peneliti-peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian lanjutan tentang pengaruh penggunaan media pembelajaran.


(12)

I.D. Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan

Berisikan uraian singkat mengenai gambaran latar belakang masalah, tujuan penelitian serta manfaat penelitian.

Bab II : Berisikan teori-teori penyusunan variabel yang diteliti, hubungan antar variabel dan hipotesa penelitian. Teori-teori yang dimuat adalah teori tentang hasil belajar yang mencakup: definisi, fungsi, jenis-jenis, dan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Teori tentang media pembelajaran audio-visual meliputi: definisi, jenis-jenis, keuntungan dan keterbatasan media pembelajaran audio-visual, juga penerapannya dalam mata pelajaran biologi. Dalam bab ini juga dimuat hipotesa penelitian. Bab III : Metode Penelitian

Berisikan identifikasi variabel penelitian, defenisi operasional variabel penelitian, rancangan eksperimen, tehnik kontrol, populasi, alat ukur, prosedur eksperimen dan metode analisa data.

Bab IV: Analisa Data dan Hasil Penelitian

Berisikan deskripsi subjek penelitian, hasil utama penelitian dan hasil tambahan penelitian.

Bab V: Kesimpulan, Diskusi dan Saran

Berisikan kesimpulan dan diskusi mengenai hasil penelitian serta saran-saran berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh.


(13)

BAB II

LANDASAN TEORI

II.A. Hasil Belajar II.A.1. Belajar

Belajar adalah perubahan yang relatif permanen pada perilaku, pengetahuan dan kemampuan berfikir yang diperoleh karena pengalaman (Santrock, 2004). Pengalaman tersebut dapat diperoleh dengan adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya (Sardiman, 2000). Perubahan-perubahan yang terjadi tidak karena perubahan fisik atau kedewasaan, tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan, melainkan terjadi sebagai akibat interaksinya dengan lingkungannya. Perubahan tersebut haruslah bersifat relatif permanen dan menetap, tidak berlangsung sesaat saja (Sadiman, dkk 2005). Sementara itu Spears (dalam Sardiman, 2000) mengemukakan bahwa belajar itu adalah mengobservasi, membaca, meniru, mencoba sesuatu sendiri, mendengar, dan mengikuti perintah.

II.A.2. Defenisi hasil belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotoris yang berorientasi pada proses belajar mengajar yang dialami siswa (Sudjana, 2005). Sementara menurut Gronlund (1985) hasil belajar adalah suatu bagian pelajaran misalnya


(14)

dikuasai oleh siswa. Sudjana (2005) mengatakan bahwa hasil belajar itu berhubungan dengan tujuan instruksional dan pengalaman belajar yang dialami siswa; sebagaimana dituangkan dalam bagan 1:

Bagan.1 Hubungan Tujuan Instruksional, Pengalaman Belajar, dan Hasil Belajar Tujuan Instruksional

a c

Pengalaman belajar b Hasil belajar

(Sumber: Sudjana, 2005).

Bagan ini menggambarkan unsur yang terdapat dalam proses belajar mengajar. Hasil belajar dalam hal ini berhubungan dengan tujuan instruksional dan pengalaman belajar. Adanya tujuan instruksional merupakan panduan tertulis akan perubahan perilaku yang diinginkan pada diri siswa (Sudjana, 2005), sementara pengalaman belajar meliputi apa-apa yang dialami siswa baik itu kegiatan mengobservasi, mengobservasi, membaca, meniru, mencoba sesuatu sendiri, mendengar, mengikuti perintah (Spears, dalam Sardiman, 2000).

Sistem pendidikan nasional dan rumusan tujuan pendidikan; baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional pada umumnya menggunakan klasifikasi hasil belajar Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni: knowledge (pengetahuan),


(15)

aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni: penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak yang terdiri atas enam aspek, yakni: gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif (Sudjana, 2005).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan pada kognitif, afektif dan konatif sebagai pengaruh pengalaman belajar yang dialami siswa baik berupa suatu bagian, unit, atau bab materi tertentu yang telah diajarkan. Dalam penelitian ini aspek yang di ukur adalah perubahan pada tingkat kognitifnya saja.

II.A.3. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Djamarah (2003) menyatakan bahwa berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar disebabkan oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu dan faktor dari luar individu. Clark (dalam Sabri 2005) mendukung hal tersebut dengan menyatakan bahwa 70% hasil belajar siswa di sekolah dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi lingkungan.


(16)

Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar (Nasution dalam Djamarah, 2002) adalah:

1. Faktor lingkungan

Lingkungan merupakan bagian dari kehidupan siswa. Dalam lingkunganlah siswa hidup dan berinteraksi. Lingkungan yang mempengaruhi hasil belajar siswa dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Lingkungan alami

Lingkungan alami adalah lingkungan tempat siswa berada dalam arti lingkungan fisik. Yang termasuk lingkungan alami adalah lingkungan sekolah, lingkungan tempat tinggal dan lingkungan bermain.

b. Lingkungan sosial

Makna lingkungan dalam hal ini adalah interaksi siswa sebagai makhluk sosial, makhluk yang hidup bersama atau homo socius. Sebagai anggota masyarakat, siswa tidak bisa melepaskan diri dari ikatan sosial. Sistem sosial yang berlaku dalam masyarakat tempat siswa tinggal mengikat perilakunya untuk tunduk pada norma-norma sosial, susila, dan hukum. Contohnya ketika anak berada di sekolah, ia menyapa guru dengan sedikit membungkukkan tubuh atau memberi salam.

2. Faktor instrumental

Setiap penyelenggaraan pendidikan memiliki tujuan instruksional yang hendak dicapai. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan seperangkat kelengkapan atau instrumen dalam berbagai bentuk dan jenis. Instrumen dalam pendidikan dikelompokkan menjadi:


(17)

a. Kurikulum

Kurikulum adalah a plan for learning yang merupakan unsur substansial dalam pendidikan. Tanpa kurikulum, kegiatan belajar mengajar tidak dapat berlangsung. Setiap guru harus mempelajari dan menjabarkan isi kurikulum ke dalam program yang lebih rinci dan jelas sasarannya. Sehingga dapat diketahui dan diukur dengan pasti tingkat keberhasilan belajar mengajar yang telah dilaksanakan.

b. Program

Keberhasilan pendidikan di sekolah tergantung dari baik tidaknya program pendidikan yang dirancang. Program pendidikan disusun berdasarkan potensi sekolah yang tersedia; baik tenaga, finansial, sarana, dan prasarana.

c. Sarana dan fasilitas

Sarana mempunyai arti penting dalam pendidikan. Sebagai contoh, gedung sekolah yang dibangun atas ruang kelas, ruang konseling, laboratorium, auditorium, ruang OSIS akan memungkinkan untuk pelaksanan berbagai program di sekolah tersebut. Fasilitas mengajar merupakan kelengkapan mengajar guru yang harus disediakan oleh sekolah. Hal ini merupakan kebutuhan guru yang harus diperhatikan. Guru harus memiliki buku pegangan, buku penunjang, serta alat peraga yang sudah harus tersedia dan sewaktu-waktu dapat digunakan sesuai dengan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan. Fasilitas mengajar sangat membantu guru dalam menunaikan tugas mengajar di sekolah.


(18)

d. Guru

Guru merupakan penyampai bahan ajar kepada siswa yang membimbing siswa dalam proses penguasaan ilmu pengetahuan di sekolah. Perbedaan karakter, kepribadian, cara mengajar yang berbeda pada masing-masing guru, menghasilkan kontribusi yang berbeda pada proses pembelajaran. Sementara faktor-faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar adalah: 1. Fisiologis

Merupakan faktor internal yang berhubungan dengan proses-proses yang terjadi pada jasmaniah.

a. Kondisi fisiologis

Kondisi fisiologis umunya sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar individu. Siswa dalam keadaan lelah akan berlainan belajarnya dari siswa dalam keadaan tidak lelah.

b. Kondisi panca indera

Merupakan kondisi fisiologis yang dispesifikkan pada kondisi indera. Kemampuan untuk melihat, mendengar, mencium, meraba, dan merasa mempengaruhi hasil belajar. Anak yang memilki hambatan pendengaran akan sulit menerima pelajaran apabila ia tidak menggunakan alat bantu pendengaran.

2. Psikologis

Faktor psikologis merupakan faktor dari dalam diri individu yang berhubungan dengan rohaniah. Faktor psikologis yang mempengaruhi hasil belajar adalah:


(19)

a. Minat

Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang memerintahkan. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat. b. Kecerdasan

Kecerdasan berhubungan dengan kemampuan siswa untuk beradaptasi, menyelesaikan masalah dan belajar dari pengalaman kehidupan. Kecerdasan dapat diasosiasikan dengan intelegensi. Siswa dengan nilai IQ yang tinggi umumnya mudah menerima pelajaran dan hasil belajarnya cenderung baik.

c. Bakat

Bakat adalah kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu dilatih dan dikembangkan. Bakat memungkinkan seseorang untuk mencapai prestasi dalam bidang tertentu.

d. Motivasi

Motivasi adalah suatu kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.

e. Kemampuan kognitif

Ranah kognitif merupakan kemampuan intelektual yang berhubungan dengan pengetahuan, ingatan, pemahaman dan lain-lain.


(20)

Sedangkan Caroll (dalam Sabri, 2005), mengatakan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh lima faktor, yakni: a) bakat belajar, b) waktu yang tersedia untuk belajar, c) waktu yang diperlukan siswa untuk menjelaskan pelajaran, d) kualitas pengajaran, dan e) kemampuan individu. Empat faktor (a, b, c, dan d) berkenaan dengan kemampuan individu dan faktor d adalah faktor lingkungan.

II.A.4. Jenis-jenis hasil belajar

Bloom (dalam Sudjana 2005) membagi hasil belajar dalam tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotoris.

a. Ranah kognitif

Ranah ini berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni:

1) Pengetahuan (knowledge)

Tipe hasil pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasyarat bagi tipe hasil belajar yang berikutnya. Hal ini berlaku bagi semua bidang studi pelajaran. Misalnya hafal suatu rumus akan menyebabkan paham bagaimana mengguankan rumus tersebut; hafal kata-kata akan memudahkan dalam membuat kalimat.

2) Pemahaman

Pemahaman dapat dilihat dari kemampuan individu dalam menjelaskan sesuatu masalah atau pertanyaan.


(21)

3) Aplikasi

Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi kongkret atau situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, atau petunjuk teknis. Menerapkan abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi. Mengulang-ulang menerapkannya pada situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan.

4) Analisis

Analisis adalah usaha memilih suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya dan atau susunannya. Analisis merupakan kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe sebelumnya.

5) Sintesis

Penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk menyeluruh disebut sintesis. Berpikir sintesis adalah berpikir divergen dimana menyatukan unsur-unsur menjadi integritas.

6) Evaluasi

Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara kerja, pemecahan metode, dll. b. Ranah afekif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiaannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial.


(22)

c. Ranah psikomotoris

Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu.

II.A.5. Tes hasil belajar

Tes dari wujud fisik adalah sekumpulan pertanyaan atau tugas yang harus dijawab atau dikerjakan yang akan memberikan informasi mengenai aspek psikologis tertentu berdasarkan jawaban, cara dan hasil subjek dalam melakukan atau menjawab tugas tersebut (Azwar, 1996). Tes yang dipakai untuk merekam kemajuan siswa selama pengajaran disebut tes formatif. Tes ini disusun untuk mengukur sampai di mana suatu bagian pelajaran tertentu sudah dikuasai oleh siswa, misalnya suatu unit ataupun bab tertentu dalam buku pelajaran. Tes ini dapat berupa pertanyaaan kuis atau tes mengenai unit pelajaran. Tes ini menekankan pada pengukuran semua hasil pengajaran yang dimaksudkan untuk dicapai dan memakai hasil tes untuk memperbaiki pengajaran dan tidak semata-mata untuk memberi nilai (Gronlund, 1985). Tujuan tes ini adalah untuk mengidentifikasi keberhasilan dan kegagalan siswa belajar, sehingga dapat dilakukan penyesuaian dalam proses belajar mengajar.

Penelitian ini lebih ditekankan untuk melihat hasil belajar pada ranah kognitif khususnya pengetahuan (knowledge) yang telah disesuaikan dengan tujuan pembelajaran Kurikulum 2006. Hal ini didasarkan pada waktu pemberian tes hasil belajar yang singkat, yaitu selama 20 menit pada akhir jam pelajaran biolog


(23)

II.B. Media Pembelajaran Audio-Visual II.B.1. Defenisi media pembelajaran

Media adalah bagian yang tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar. Istilah media merupakan bentuk jamak dari medium yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar (Arsyad, 2004). Association of Education and Communication Technology (AECT) membatasi media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan atau informasi (dalam Sadiman, 2005). Sementara Olson (dalam Miarso, 2004) mendefinisikan medium sebagai teknologi untuk menyajikan, merekam, membagi, dan mendistribusikan simbol melalui rangsangan indera tertentu, disertai penstrukturan informasi. Selanjutnya Briggs (dalam Sadiman, 2005) berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar, contohnya buku, film, kaset, dan lain-lain. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung di artikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal (Gerlach & Ely, dalam Arsyad, 2004).

Istilah pembelajaran memiliki arti perencanaan atau perancangan (desain) sebagai upaya untuk membelajarkan siswa. Oleh karena itu, pembelajaran memusatkan perhatian pada “bagaimana membelajarkan siswa dan bukan apa yang dipelajari siswa” dengan kata lain memperhatikan cara mengorganisasikan pembelajaran, cara menyampaikan isi pembelajaran dan penataan interaksi antara sumber-sumber belajar yang ada, agar dapat berfungsi secara optimal (Uno, 2006). Pada hakikatnya istilah pembelajaran digunakan untuk menunjukkan usaha


(24)

pendidikan yang dilaksanakan secara sengaja, dengan tujuan yang ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan, serta pelaksanaannya terkendali. Pada pembahasan tentang media istilah media pendidikan dan media pembelajaran pada beberapa literatur menunjukkan makna yang sama dan dapat digunakan secara bergantian (Miarso, 2004).

Gagne (dalam Miarso, 2004) menyatakan bahwa media pendidikan adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Sementara itu Briggs mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah sarana untuk memberikan perangsangan bagi si belajar agar proses belajar terjadi. Selanjutnya Miarso (2004) menyatakan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang disengaja, bertujuan dan terkendali.

Secara umum media pembelajaran mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai berikut (Miarso, 2004):

1. Media mampu memberikan rangsangan yang bervariasi kepada otak, sehingga otak dapat berfungsi secara optimal.

Penelitian yang dilakukan oleh Sperry menunjukkan bahwa perangsangan dengan audio-visual mempengaruhi kerja otak sebelah dan sebelah kanan, sehingga otak berfungsi secara optimal.

2. Media dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh siswa. Pengalaman yang dimiliki tiap siswa berbeda-beda. Kehidupan keluarga dan masyarakat sangat menentukan pengalaman yang dimiliki. Ketersediaan buku


(25)

dan bacaan lain, kesempatan bepergian adan sebagainya adalah faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak. Jika dalam mengkongkritkan suatu materi ajar, siswa tidak mungkin untuk dibawa ke objek yang dipelajari maka objek yang dibawa ke siswa melalui media.

3. Media dapat melampaui batas ruang kelas.

Banyak hal yang tak mungkin untuk dialami secara langsung di dalam kelas, karena:

a) Objek yang terlalu besar – dapat digantikan dengan realita, gambar, film atau model.

b) Objek yang kecil – di bantu dengan proyektor mikro, mikroskop, film atau gambar.

c) Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat, dapat dibantu dengan

timelapse.

d) Kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu dapat ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, maupun foto.

e) Objek yang terlalu kompleks (misalnya mesin-mesin) dapat disajikan dengan model atau diagram.

f) Bunyi-bunyi yang amat halus atau memaksimalkan suara pengajar di kelas yang besar dapat dilakukan dengan adanya media.

g) Konsep yang terlalu luas, dan rintangan-rintangan dalam mempelajari pelajaran misalnya: peristiwa gunung berapi, gempa bumi, iklim, kehidupan singa, atau ikan dapat divisualisasikan dalam bentuk film, gambar dan lain-lain.


(26)

4. Media memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dan lingkungannya.

5. Media menghasilkan keseragaman pengamatan.

Pengamatan yang dilakukan bisa bersama-sama diarahkan kepada hal-hal yang dimaksudkan oleh guru.

6. Membangkitkan keinginan dan minat baru.

7. Media membangkitkan motivasi dan merangsang untuk belajar.

8. Media memberikan pengalaman yang integral atau menyeluruh dari sesuatu yang kongkret maupun abstrak. Sebuah film atau serangkaian foto dapat memberikan imajinasi yang kongkret tentang wujud, ukuran, lokasi, dan sebagainya.

9. Media memberikan kesempatan untuk belajar mandiri, pada tempat, waktu serta kecepatan yang ditentukan sendiri.

10.Media meningkatkan kemampuan keterbacaan baru (new literacy) yaitu kemampuan untuk membedakan dan menafsirkan objek, tindakan, dan lambang yang tampak, baik yang dialami maupun buatan manusia yang terdapat dalam lingkungan.

11.Media mampu meningkatkan efek sosialisasi, yaitu dengan meningkatkan kesadaran akan dunia sekitar.


(27)

II.B.2. Jenis-jenis media pembelajaran

Perkembangan media pembelajaran mengikuti perkembangan teknologi. Berdasarkan perkembangan teknologi. Menurut Ashby (dalam Miarso, 2004) perkembangan media telah menimbulkan empat kali revolusi dunia pendidikan. Revolusi pertama terjadi puluhan abad yang lalu, yaitu pada saat orang tua menyerahkan pendidikan anak-anaknya kepada orang lain yang berprofesi sebagai guru; revolusi kedua terjadi dengan digunakannya bahasa tulisan sebagai sarana utama pendidikan; revolusi ketiga timbul dengan tersedianya media cetak yang merupakan hasil penemuan mesin dan teknik percetakan; dan revolusi keempat berlangsung dengan meluasnya penggunan media elektronik.

Seels dan Richey (dalam Arsyad, 2004) membagi media pembelajaran dalam empat kelompok, yaitu:

1. Media hasil teknologi cetak.

Media hasil teknologi cetak adalah cara untuk menghasilkan atau menyampaikan materi melalui proses pencetakan mekanis atau fotografis. Kelompok media hasil teknologi cetak meliputi teks, grafik, foto, dan representasi fotografik. Materi cetak dan visual merupakan pengembangan dan penggunaan kebanyakan materi pengajaran lainnya. Teknologi ini menghasilkan materi dalam bentuk salinan tercetak, contohnya buku teks, modul, majalah, hand-out, dan lain-lain.

2. Media hasil teknologi audio-visual.

Media hasil teknologi audio-visual menghasilkan atau menyampaikan materi dengan menggunakan mesin–mesin mekanis dan elektronik untuk menyajikan


(28)

pesan-pesan audio dan visual. Contohnya proyektor film, televisi, video, dan sebagainya.

3. Media hasil teknologi berbasis komputer.

Media hasil teknologi berbasis komputer merupakan cara menghasilkan atau menyampaikan materi dengan menggunakan sumber-sumber yang berbasis mikro-prosesor. Berbagai jenis aplikasi teknologi berbasis komputer dalam pengajaran umumnya dikenal sebagai computer-assisted instruction

(pengajaran dengan bantuan komputer). 4. Media hasil teknologi gabungan.

Media hasil teknologi gabungan adalah cara untuk menghasilkan atau menyampaikan materi yang menggabungkan beberapa bentuk media yang dikendalikan oleh komputer. Perpaduan beberapa teknologi ini dianggap teknik yang paling canggih. Contohnya: teleconference.

II.B.3. Definisi media pembelajaran audio-visual

Media Pembelajaran Audio-Visualmerupakanmedia yang menyampaikan materi dengan menggunakan mesin–mesin mekanis dan elektronik untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual. Contohnya proyektor film, televisi, video, dan sebagainya. Salah satu jenis media pembelajaran audio-visual adalah video (Seels dan Richey dalam Arsyad, 2004).

Seiring dengan perkembangan teknologi bentuk video berubah dari bentuk kaset (perekaman dalam pita magnetik) hingga berbentuk piringan plastik atau


(29)

video di mana signal audio-visual direkam pada disket plastik, bukan pada pita magnetik (Arsyad, 2004). VCD merupakan piringan tipis yang terdiri dari informasi dalam bentuk video dan audio. VCD digunakan oleh industri hiburan untuk menyimpan dan memainkan film dan dalam pendidikan berisi informasi seperti sebuah ensiklopedia. VCD dibuat dari plastik bening yang dilapisi dengan material photosensitive yang tipis. Diameternya 12 cm (atau 5 inci). Sebuah VCD terdiri dari sejumlah seri microscopic pits yang dimasukkan dengan menggunakan laser. Seiring perkembangan teknologi ada hal baru yang disebut compression technology, dengan teknologi ini, informasi yang tepat dapat disimpan dan di transfer dari disc, dengan jumlah yang lebih banyak. Teknologi ini memungkinkan untuk memproduksi generasi baru dalam media penyimpanan optik yang dikenal sebagai Digital Video Disc (DVD) (Miller, Lawrence G., and Baldwin, R. Alan, 2006).

Berdasarkan penjelasan di atas, maka media pembelajaran audio-visual dapat dinyatakan sebagai alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran yang berupa perangkat keras yang memberikan penekanan pada pengalaman konkrit atau nonverbal melalui mata dan telinga dalam proses belajar. Dalam penelitian ini media pembelajaran audio-visual yang digunakan adalah media video, yang diputar dengan menggunakan perangkat keras yaitu VCD pembelajaran biologi yang diterbitkan oleh PUSTEKKOM, VCD Player,


(30)

II.B.4. Keuntungan dan keterbatasan media pembelajaran audio-visual

Media audio-visual memilki sejumlah keuntungan sebagaimana pada beberapa poin kegunaan media pembelajaran yang telah diutarakan sebelumnya. Secara lebih khusus ada beberapa keuntungan media pembelajaran audiovisual yang belum tentu dimilki media pembelajaran lainnya.

Keuntungan penggunaan media pembelajaran audio-visual, antara lain (Arsyad, 2004):

1. Dapat melengkapi pengalaman-pengalaman dasar dari siswa ketika mereka membaca, berdiskusi, berpraktek, dan lain-lain. Dapat menampilkan tayangan yang merupakan pengganti alam sekitar dan bahkan dapat menunjukkan obyek yang secara normal tidak dapat dilihat, seperti cara kerja jantung ketika berdenyut dan dapat pula menyajikan peristiwa yang berbahaya bila dilihat langsung seperti lahar gunung berapi.

2. Dapat menggambarkan suatu proses secara tepat yang dapat disajikan secara berulang-ulang.

3. Selain mendorong dan meningkatkan motivasi, media pembelajaran audio-visual dapat membentuk sikap dan perilaku siswa. misalnya tayangan mengenai dampak lingkungan kotor terhadap diare, membuat siswa menunjukkan sikap negatif terhadap lingkungan kotor, dan muncul perilaku membuang sampah pada tempatnya.

4. Mengandung nilai-nilai yang dapat mengundang pemikiran dan pembahasan dalam kelompok siwa.


(31)

5. Dapat digunakan dalam kelompok besar atau kelompok kecil, kelompok heterogen maupun perorangan.

6. Dapat mempersingkat gambaran kejadian normal. Misalnya peristiwa metamorfosis kupu-kupu yang sesungguhnya terjadi dalam waktu beberapa hari dapat ditayangkan dalam beberapa menit.

Sedangkan keterbatasan penggunaan media pembelajaran audio-visual antara lain:

a. Pengadaan media pembelajaran audio-visual umumnya membutuhkan biaya yang mahal.

b. Pada saat penayangan, gambar-gambar bergerak terus sehingga tidak semua siswa mampu mengikuti informasi yang ingin disampaikan melalui media.

c. Video yang tesedia untuk penayangan audio visual tidak selalu sesuai dengan kebutuhan dan tujuan belajar yang diinginkan; kecuali video itu dirancang dan diproduksi khusus untuk memenuhi tujuan pembelajaran tertentu.

Dalam usaha menggunakan media dalam proses belajar mengajar, perlu diberikan sejumlah pedoman sebagai berikut (Miarso, 2004).:

1. Tidak ada suatu media yang terbaik untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Masing-masing jenis media mempunyai kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu pemanfaatan kombinasi dua atau lebih media akan lebih mampu membantu tercapainya tujuan pembelajaran.


(32)

2. Penggunaan media harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Dengan demikian pemanfaatan media harus menjadi bagian integral dari penyajian pelajaran.

3. Penggunaan media harus mempertimbangkan kecocokan ciri media dengan karakteristik materi pelajaran yang disajikan.

4. Penggunaan media harus disesuaikan dengan bentuk kegiatan belajar yang akan dilaksanakan seperti belajar secara klasikal, belajar dalam kelompok kecil, belajar secar individual, atau belajar mandiri.

5. Penggunaan media harus disertai persiapan yang cukup seperti mempreview media yang akan dipakai, mempersiapkan berbagai peralatan yang dibutuhkan di ruang kelas sebelum dimulai dan sebelum peserta masuk. Dengan cara ini pemanfaatan media diharapkan tidak akan mengganggu kelancaran proses belajar mengajar dan mengurangi waktu belajar.

6. Peserta didik perlu disiapkan sebelum media pembelajaran digunakan agar mereka dapat mengarahkan perhatian pada hal-hal yang penting selama penyajian dengan media langsung.

7. Penggunaan media harus diusahakan agarsenantiasa melibatkan partisipasi aktif peserta didik.

II.C. Pelajaran Biologi

Kata biologi berasal dari bahasa Yunani, bios yang artinya hidup dan logos yang berarti ilmu. Jadi, biologi adalah cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains yang mempelajari khusus tentang seluk beluk kehidupan. Cakupan kajian


(33)

biologi meliputi makhluk hidup, zat-zat penyusun tubuh makhluk hidup, zat, energi yang dibutuhkan makhluk hidup, dan segala hal yang berkaitan dengan kehidupan yang ada di permukaan bumi (Prawirohartono, 2004).

Biologi berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami alam secara sistematis, sehingga biologi bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan Biologi diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari dirinya sendiri dan alam sekitarnya (dalam Kurikulum, 2004).

Dikarenakan objek kajiannya sangat luas, yaitu mulai dari organisme tidak kasat mata hingga kasat mata, tidaklah cukup hanya dengan menggunakan alat indera saja, tetapi perlu bantuan berbagai alat. Dengan bantuan berbagai alat atau teknologi, banyak hal yang selama ini dipandang sebagai rahasia alam, semakin terbuka dan semakin mudah dipahami (Prawirohartono, 2004). Untuk mempermudah dalam memahami hubungan antara fakta dan konsep dalam mempelajari Biologi, hendaknya diadakan pengamatan baik langsung maupun tidak langsung (Prawirohartono, 2004).

Dalam hal ini PUSTEKKOM selaku lembaga resmi yang menerbitkan VCD pembelajaran yang telah disesuaikan dengan kurikulum nasional memilki sejumlah VCD pembelajaran khususnya pelajaran biologi dalam beberapa materi. Salah satunya adalah topik sistem peredaran darah hewan.


(34)

II.C.1 Materi sistem peredaran darah hewan

Materi biologi yang disajikan dalam penelitian ini adalah materi bilogi kelas XI tentang sistem peredaran darah pada hewan, dengan materi pokok:

Struktur dan alat peredaran darah pada hewan. Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006

 Standar Kompetensi : Siswa mampu menganalisis sistem organ pada organisme tertentu.

 Kompetensi dasar : Mengaitkan struktur, fungsi, dan proses yang dapat terjadi pada sistem peredaran darah hewan.

 Indikator: Mengidentifikasi struktur, fungsi dan proses sistem peredaran darah pada hewan tertentu.

Menjelaskan struktur, fungsi dan proses sistem peredaran darah (jantung dan pembuluh darah) pada hewan tertentu.

 Pokok-pokok pembelajaran :

Sistem peredaran darah pada hewan 1. Sistem transportasi cacing tanah 2. Sistem transportasi serangga 3. Sistem peredaran darah ikan 4. Sistem peredaran darah katak 5. Sistem peredaran darah reptil 6. Sistem peredaran darah burung

Melalui bantuan media pembelajaran audio-visual berupa video, siswa dimungkinkan untuk melihat proses peredaran darah hewan dalam bentuk animasi


(35)

dalam keadaan bergerak dan dipandu dengan suara narator. Guru, dalam hal ini menggunakan media sebagai alat bantu menagjar selain buku. Guru dapat menghentikan tayangan untuk menjelaskan lebih lanjut atau mengulang-ulang tayangan pada bagian yang diperlukan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Dale (1950) bahwa video dapat menayangkan sebuah intisari objek, dan memecahkan masalah dalam pengajaran sains yang dapat dihadirkan di kelas. Penggunaan video dianggap lebih efisien dibanding media lain dalam proses mengajar menyangkut bahan ajar sains seperti biologi.

II.D. Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran Audio-Visual Terhadap Hasil Belajar Biologi

Dalam suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang sangat penting adalah metode mengajar dan media pembelajaran. Kedua aspek ini saling berkaitan. Pemilihan salah satu metode mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media pembelajaran yang sesuai (Arsyad, 2004). Kedua unsur ini terlebih dahulu disesuaikan dengan materi yang hendak disampaikan. Keefektifan dan efisiensi dari media yang digunakan menjadi pertimbangan, dengan tetap memiliki tujuan agar siswa mendapatkan pengalaman belajar yang paling mendekati kongkret.

Biologi yang merupakan salah satu mata pelajaran sains dengan objek kajian yang berhubungan dengan kehidupan. Seorang guru sains membutuhkan adanya bantuan media dalam penyampaian materi-materi biologi untuk membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan


(36)

rangsangan kegiatan belajar siswa. Penggunaan media pembelajaran juga akan membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran, menyajikan data yang menarik dan terpercaya, serta membantu siswa meningkatkan pemahaman (dalam Arsyad, 2004).

Dalam usaha memanfaatkan media sebagai alat bantu Dale (1969), mengadakan klasifikasi pengalaman dalam bentuk kerucut di mana yang paling atas (puncak kerucut) merupakan tingkat yang paling abstrak dan pada dasar kerucut adalah tingkat yang paling konkrit, yang kemudian dikenal dengan Dale’s cones of experience (kerucut pengalaman Dale).

Gambar.1. Dale’s cone of experience (kerucut pengalaman Dale)

(Sumber: Diadaptasi dari Prinsip, 2006)

Dale (1950) mengurutkan bahwa pengalaman paling abstrak itu diperoleh melalui pengalaman melalui simbol verbal, diikuti dengan, pengalaman melalui pendengaran seperti melalui radio, pengalaman melalui simbol visual seperti slide, pengalaman melalui visual dan audio seperti menonton film dan tayangan di


(37)

observasi, dan pengalaman langsung pada tingkat yang paling konkret. Dale (dalam prinsip, 2006) menambahkan bahwa individu akan cenderung mengingat 10% dari apa yang ia baca, 20% dari apa yang ia dengar, 30% mengingat apa yang ia lihat dan dengar dan 70% dari apa yang ia katakan (dengan adanya partisipasi dalam diskusi atau presentasi) dan 90% dari apa yang ia katakan dan lakukan (melalui pengamatan langsung dan demonstrasi).

Tidak selamanya dalam proses belajar mengajar memungkinkan untuk membawa anak pada pengalaman langsung. Melakukan praktikum membutuhkan waktu, biaya dan persiapan yang lebih banyak, bahkan untuk melihat pameran, atau karyawisata hanya dapat dilakukan beberapa kali. Namun untuk menyiasati agar proses pengalaman tidak berada pada tingkat yang paling abstrak yakni pengalaman melalui simbol verbal, maka guru dapat menggunakan alat bantu yang dapat menampilkan gambar bergerak, hal ini memberikan pengalaman yang lebih konkret daripada metode ceramah, gambar, dan menggunakan radio. Penggunaan video yang merupakan salah satu alat yang dapat menghasilkan tayangan gambar bergerak dengan adanya suara menjadi pilihan alat bantu dalam proses belajar mengajar yang dapat dipergunakan setiap hari. Sebagaimana dikemukakan terdahulu bahwa pemilihan salah satu jenis metode mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media pembelajaran yang sesuai. Dale (dalam Arsyad, 2004) mengemukakan bahwa penggunaan media audio-visual dapat meningkatkan hasil belajar menjadi karena melibatkan imajinasi, dan meningkatkan motivasi belajar siswa.


(38)

Media video sebagai salah satu jenis dari media pembelajaran dapat menjadikan makna materi yang daiajarkan lebih jelas sehingga dapat lebih dipahami siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran dengan lebih baik (Sudjana dan Rivai dalam Arsyad, 2004). Mendukung hal tersebut, Dale (dalam Arsyad, 2004) menyatakan bahwa peningkatan hasil belajar terjadi, karena penggunaan media video meningkatkan motivasi belajar siswa dan membuat siswa melibatkan imajinasi dalam proses belajarnya. Dalam pembelajaran biologi, siswa dapat langsung melihat bentuk atau proses materi melalui video yang ditayangkan. Siswa dapat melihat proses transportasi darah dalam tubuh yang telah direkam, dapat melihat kelangsungan ekosistem di Afrika, Asia dan sebagainya. Dengan melihat langsung, siswa mendapat gambaran yang sesungguhnya, dan materi yang disaksikan secara langsung melalui video dapat diingat lebih lama daripada materi yang hanya diterima siswa melalui ceramah (dalam metode, 2006).

Penelitian yang dilakukan oleh Sperry menunjukkan bahwa perangsangan dengan audio-visual mempengaruhi kerja otak sebelah dan sebelah kanan, sehingga otak berfungsi secara optimal. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa belahan otak sebelah kiri mengatur pikiran yang bersifat verbal, rasional, analitikal dan konseptual. Belahan ini mengontrol bicara. Belahan otak sebelah kanan mengatur pikiran yang besifat visual, emosional, holistik, fisikal, spasial dan kreatif. Belahan ini mengontrol tindakan. Pada suatu saat hanya salah satu belahan yang bersifat dominan; kedua belahan tidak dapat dominan secara serentak. Rangsangan pada salah satu belahan saja secara berkepanjangan akan


(39)

menyebabkan ketegangan. Karena itu, sebagai salah satu implikasi dalam pembelajaran adalah kedua belahan otak perlu dirangsang bergantian dengan rangsangan audio dan visual (dalam Miarso, 2004).

Temuan penelitian lain yang mengungkapkan kehandalan media pembelajaran, diantaranya yang dilakukan oleh British Audio-Visual Association

bahwa pengetahuan yang dapat diingat seseorang antara lain bergantung melalui indera apa ia memperoleh pengetahuannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek penelitian yang mendapat stimulus secara audio-visual mampu mengingat lebih baik daripada yang mendapat stimulus auditori saja atau visual saja. Sehingga bila dikaitkan dengan proses belajar mengajar, maka sebaiknya penyampaian bahan ajar diberikan baik melalui melalui pendengaran maupun penglihatan sekaligus, bahkan bila memungkinkan dan diperlukan, juga memberi rangsangan melalui indera lain (Hernawan, 2002). Dale (dalam Arsyad, 2004) mengemukakan bahwa penggunaan media audio-visual dapat meningkatkan hasil belajar menjadi karena melibatkan imajinasi, dan meningkatkan motivasi belajar siswa.

Penggunaan media, baik itu transparansi OHP, fim, video ataupun gambar dalam proses belajar mengajar, perlu diberikan sejumlah pedoman seperti mengkaji apakah tujuan instruksional dapat di capai atau tidak pada akhir kegiatan. Untuk keperluan tersebut kita harus mempunyai alat yang dapat mengukur tingkat keberhasilan atau hasil belajar siswa. Alat pengukur ini dikembangkan sebelum naskah program media ditulis atau sebelum kegiatan belajar-mengajar dilaksanakan. Alat ini dapat berupa tes, penugasan, ataupun


(40)

daftar cek prilaku. Penilaian (evaluasi) ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah media yang anda buat tersebut dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan atau tidak. Sebagaimana bila dalam suatu hipotesis dikatakan bahwa suatu media dapat memberikan hasil belajar yang lebih baik, maka evaluasi ini berfungsi untuk membuktikan hipotesis tadi (Sadiman,dkk, 1996).

Dalam penelitian ini, pengujian dilakukan dengan memberikan tes hasil belajar bilogi. Hasil belajar siswa yang mendapat pengajaran oleh guru dengan bantuan media video, dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang hanya mendapat metode pengajaran konvensional yakni metode ceramah.

II.E. HIPOTESA PENELITIAN

H0 : Tidak ada pengaruh penggunaan media pembelajaran audio-visual terhadap hasil belajar biologi.

H1 : Ada pengaruh penggunaan media pembelajaran audio-visual terhadap hasil belajar biologi.


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan dalam bab pendahuluan, yaitu ingin mengetahui pengaruh penggunaan media pembelajaran audio-visual terhadap hasil belajar biologi siswa SMU, maka peneliti akan menggunakan metode eksperimen. Metode eksperimen merupakan salah satu metode yang paling tepat untuk menyelidiki hubungan sebab akibat antara variabel-variabel dan menarik hukum-hukum tentang hubungan sebab akibat tersebut (Hadi, 2000). Penelitian eksperimen dilakukan dengan melakukan manipulasi yang bertujuan untuk mengetahui akibat manipulasi terhadap perilaku individu yang diamati. Manipulasi yang dilakukan dapat berupa situasi atau tindakan tertentu yang diberikan kepada individu atau kelompok, dan setelah itu dilihat pengaruhnya (Latipun, 2004).

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen lapangan. Suatu eksperimen lapangan adalah kajian penelitian dalam situasi nyata (realitas), dengan memanipulasi satu variabel bebas atau lebih dalam kondisi yang dikontrol dengan cermat oleh pembuat eksperimen sejauh yang dimungkinkan oleh situasinya. Tujuan dari penelitian eksperimen lapangan sebagaimana eksperimen laboratorium adalah untuk menguji hipotesis yang diturunkan dari teori, mengkaji interelasi variabel-variabel, menemukan jawaban terhadap masalah-masalah praktis dan sedapat mungkin mengontrol kondisi eksperimen yang dimungkinkan (Kerlinger, 2002).


(42)

III.A. Identifikasi Variabel

Variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel tergantung : Hasil belajar biologi

2. Variabel bebas : Penggunaan media pembelajaran audio- visual

3. Variabel kontrol : a. Guru

b. Intelegensi

c. Kondisi panca indera

III. B. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional merupakan spesifikasi kegiatan penelitian dalam mengukur suatu variabel atau memanipulasikannya. Definisi operasional memberi batasan arti suatu variabel dengan merinci hal yang harus dikerjakan oleh peneliti untuk mengukur variabel tersebut (Kerlinger, 2002).

Untuk menghindari interpretasi yang salah dan memperoleh pemahaman yang jelas maka dibatasilah definisi operasional variabel penelitian sebagai berikut:

1. Hasil belajar biologi

Hasil belajar biologi merupakan perubahan pada kognitif sebagai pengaruh pengalaman belajar biologi yang dialami siswa baik berupa suatu bagian, unit, atau bab materi tertentu yang telah diajarkan. Materi yang diajarkan dalam penelitian ini adalah materi SMA kelas XI tentang sistem peredaran darah


(43)

pada hewan. Mencakup sistem peredaran darah serangga, cacing, ikan, katak, reptil dan burung.

Dalam penelitian ini, hasil belajar yang diukur dibatasi pada ranah kognitif dan pada tingkatan pengetahuan (knowledge) yang diukur melalui tes hasil belajar.

Tes ini dirancang oleh peneliti dengan bantuan profesional judgement yaitu guru biologi kelas XI di SMA Bhayangkari 1. Gambaran hasil belajar siswa dilakukan dengan skoring. Untuk jawaban benar dinilai 1 dan jawaban salah diberi nilai 0.

Semakin tinggi nilai yang diperoleh siswa pada tes hasil belajar biologi, maka semakin baik hasil belajarnya, dan sebaliknya semakin rendah nilai pada tes hasil belajar biologi semakin rendah hasil belajarnya.

2. Media pembelajaran audio-visual

Yaitu alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran berupa perangkat keras yang memberikan penekanan pada pengalaman konkrit atau nonverbal melalui mata dan telinga dalam proses belajar. Dalam penelitian ini media pembelajaran audio-visual yang digunakan adalah media video, yang diputar dengan menggunakan perangkat keras yaitu televisi sebagai monitor, VCD Player, dan VCD pembelajaran yang diterbitkan oleh PUSTEKKOM dengan judul Peredaran Darah Vertebrata dan Sistem Transportasi pada Hewan Rendah. Dalam penelitian ini, tidak semua tayangan dalam VCD pembelajaran ditampilkan. Untuk menghemat waktu, tayangan yang ditampilkan adalah seputar sistem peredaran darah serangga,


(44)

cacing, ikan, katak, reptil dan burung. Guru dalam hal ini menerangkan pelajaran dengan bantuan media video. Guru dapat menghentikan atau mengulang-ulang tayangan yang dianggap perlu untuk dijelaskan lebih lanjut. 3. Guru

Yaitu individu yang menyampaikan materi dalam proses pengajaran, dalam hal ini adalah guru biologi. Dalam penelitian ini, siswa diajar oleh seorang guru biologi. Penelitian dilakukan pada jam yang berbeda pada hari yang sama. Kondisi belajar selayaknya proses belajar-mengajar yang dialami siswa sehari-hari diharapkan dapat memberikan gambaran hasil belajar yang lebih sesuai dengan keadaan di lapangan.

Untuk meminimalisasi perbedaan gaya guru mengajar di dua kelas selain daripada perlakuan yang diberikan maka peneliti menggunakan Rencana Pelaksanakan Program (RPP) sebagai panduan guru dalam mengajar.

4. Intelegensi Siswa

Yaitu kemampuan untuk berfikir secara abstrak dan kesiapan untuk belajar dari pengalaman belajar. Intelegensi siswa dapat diukur dengan menggunakan tes SPM (Standart Progressive Matriches). Tujuan tes ini adalah untuk mengukur dan menggolongkan tingkat kecerdasan umum dari siswa.

Hasil tes SPM berupa nilai intelegensi siswa akan menjadi patokan dalam proses matching tingkat intelegensi siswa pada Kelompok Eksperimen (KE) dengan Kelompok Kontrol (KK).


(45)

5. Kondisi panca indera

Merupakan kondisi fisiologis yang dispesifikkan pada kondisi indera meliputi kemampuan untuk melihat, mendengar, mencium, meraba, dan merasa. Pada penelitian ini siswa yang menjadi subjek penelitian harus berada dalam kondisi panca indera audio dan visual yang baik. Artinya apabila seorang anak mengalami kerusakan mata seperti rabun, maka ia harus menggunakan kacamata yang sesuai, sehingga kemampuan penglihatannya menjadi normal. Begitu pula dengan siswa yang mengalami kerusakan pada indera pendengaran, maka ia harus menggunakan alat bantu dengar.

III. C. Rancangan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan penelitian, yaitu ingin melihat bagaimana pengaruh penggunaan media pembelajaran audio-visual terhadap hasil belajar biologi pada siswa SMA, maka peneliti menggunakan penelitian yang bersifat eksperimen lapangan dengan rancangan matched sujects design, di mana sebelum suatu eksperimen dilakukan, terlebih dahulu diadakan matching antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol subjek demi subjek (Hadi, 2000). Dengan matching pada variabel yang diperkirakan memilki efek yang kuat terhadap variabel tergantung, dapat mengeliminasi kemungkinan sumber yang mengganggu (Myers dan Hansen, 2006). Skema rancangan penelitian dapat dilihat pada tabel 2.


(46)

Tabel 2. Rancangan matched sujects design

Keterangan:

M : Matched -Subject

KK : Kelompok Kontrol KE : Kelompok Eksperimen

X : Belajar mata pelajaran biologi dengan metode ceramah dan perlakuan (treatment)

berupa penggunaan media pembelajaran audio-visual (VCD yang berisi materi yang sama).

O : Pengukuran / pemberian tes hasil belajar biologi.

Rancangan matched sujects design ini, memiliki teknik kontrol dengan melakukan matching. Matching dilakukan agar kedua kelompok menjadi setara pada variabel kontrol yang diduga dapat berpengaruh pada variabel tergantung. Proses matching dilakukan melalui pemberian tes Intelegensi (tes IQ). Tes intelegensi yang digunakan adalah tes SPM (Standart Progressive Matrices). Melalui hasil tes SPM (Standart Progressive Matrices), nilai intelegensi siswa pada kelompok eksperimen (KE) akan disepadankan (matching) dengan nilai intelegensi siswa pada kelompok kontrol (KK).

Penelitian eksperimen ini dilakukan satu kali. Pada saat penelitian kelas A atau kelas kontrol akan diajar oleh guru X dengan metode ceramah, selanjutnya pada jam pelajaran berikutnya kelas B atau kelas eksperimen akan diajar oleh guru X dengan menggunakan media video. Penelitian di lakukan pada keadaan sehari-hari yang dialami siswa, tanpa merubah jam pelajaran.

Kedua kelompok memepelajari materi biologi yang sama, pada hari yang sama dengan jumlah waktu belajar yang sama. Kedua kelompok tidak diberikan

pretest dan hanya diberikan posttest setelah proses belajar mengajar berlangsung.

Assignment Kelompok Observasi sebelum perlakuan

Perlakuan/

Treatment

Observasi setelah perlakuan

M-S (KK) -  O


(47)

Posttest ini berupa tes hasil belajar biologi yang sebelumnya telah diuji reliabilitasnya.

III.D. Teknik Kontrol

Kontrol diperlukan dalam suatu penelitian (Matheson, Bruce, dan Beuchamp, 1978) dengan alasan berikut:

1. Memaksimalkan varian primer

Peneliti memanipulasi variabel bebas untuk diketahui pengaruhnya terhadap variabel tergantung, yang diamati adalah varian yang terjadi sehingga akibat dari adanya variabel bebas dan inilah yang disebut dengan varians primer. Varians primer adalah varians yang diharapkan dalam penelitian. Varians itu sendiri adalah perbedaan yang terjadi pada skor yang diamati pada variabel tergantungnya.

2. Mengontrol varians sekunder

Varians sekunder adalah hasil dari variabel yang tidak diharapkan, yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran terhadap variabel tergantung.

3. Meminimalkan varians kesalahan

Varians kesalahan merupakan hasil dari sejumlah faktor yang dapat menurunkan hasil dari sejumlah faktor yang dapat menurunkan keakuratan pengukuran variabel tergantung.


(48)

Dalam penelitian ini, peneliti mengontrol variabel lain di luar variabel yang dipelajari, variabel tersebut adalah:

1. Intelegensi siswa

Intelegensi adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar. Dalam penelitian ini intelegensi siswa diukur dengan mengunaakan tes intelegensi SPM (Standard Progressive Matrices). Tes SPM terdiri dari 60 soal yang dikelompokkan kedalam lima seri A,B,C,D, dan E. Waktu yang dibutuhkan untuk pengerjaan sekitar 30 menit ditambah waktu untuk pemberian instruksi (Alsa dkk, 1984). Pengelompokan tingkat intelegensi subjek berdasarkan atas norma sebagai berikut:

1. 53 – 60 Baik sekali (B+) 2. 50 – 52 Baik (B)

3. 45 – 49 Cukup Sekali (C+) 4. 39 – 44 Cukup (C)

5. 31 – 38 Cukup Kurang (C-) 6. 17 – 30 Kurang (K)

7. 0 – 16 Kurang Sekali (K-)

Skor mentah yang diperoleh siswa dikategorikan berdasarkan norma di atas. Selanjutnya peneliti melakukan matching) IQ subjek pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Ekperimen berdasarkan kategori yang sama.

2. Kondisi panca indera

Kondisi panca indera adalah faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar, terutama yang menggunakan media pembelajaran audio-visual. Kondisi panca


(49)

indera yang tidak maksimal saat penerimaan stimulus audio maupun visual ini dapat mempengaruhi pemahaman belajar siswa. Dalam penelitian ini siswa harus berada dalam kondisi panca indera audio dan visual yang baik. Artinya apabila seorang siswa mengalami kerusakan mata seperti rabun, maka ia harus menggunakan kacamata yang sesuai, sehingga kemampuan penglihatannya menjadi normal. Begitu pula dengan siswa yang mengalami kerusakan pada indera pendengaran, maka ia harus menggunakan alat bantu dengar.

3. Guru

Untuk mengontrol variabel guru, maka pada kedua kelompok baik Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen diajar oleh guru yang sama. Dan untuk meminimalisasi perbedaan gaya guru mengajar di dua kelas selain daripada perlakuan yang diberikan maka peneliti menggunakan Rencana Pelaksanakan Program (RPP) bagi kelas kontrol dan kelas eksperimen sebagai panduan guru dalam mengajar (dapat dilihat pada lampiran).

III.E. Populasi dan Sampel III.E.1. Populasi penelitian

Populasi adalah semua individu yang dapat dikenai generalisasi dalam kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari subjek penelitian (Hadi, 2000). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA Kemala Bhayangkari 1 Medan yang duduk di kelas XI IPA.


(50)

Tabel. 2 Jumlah Populasi Penelitian Kelas Jumlah

XI IPA1 38

XI IPA 2 39

Total 77

Selanjutnya dari total jumlah populasi tersebut yaitu 77 siswa, peneliti menentukan jumlah sampel penelitian dengan cara matching. Setelah siswa pada kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2 matching berdasarkan kategori intelegensinya maka didapatlah sampel sebanyak 52 orang sujek. 26 orang pada kelas XI IPA 1 dan 26 orang pada kelas XI IPA 2. . Sampel adalah bagian dari populasi, oleh karena itu subjek yang menjadi sampel penelitian merupakan representasi dari populasinya (Latipun, 2004).

III.E.2. Metode Pengambilan Sampel

Selanjutnya dari total jumlah populasi tersebut yaitu 77 siswa, peneliti menentukan jumlah sampel penelitian dengan cara matching berdasarkan hasil intelegensi yang diukur dengan tes SPM. Setelah siswa pada kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2 matching berdasarkan kategori intelegensinya maka didapatlah sampel sebanyak 52 orang sujek. 26 orang pada kelas XI IPA 1 dan 26 orang pada kelas XI IPA 2. Lima puluh dua orang subjek inilah yang menjadi sampel penelitian. Sampel adalah bagian dari populasi, oleh karena itu subjek yang menjadi sampel penelitian merupakan representasi dari populasinya (Latipun, 2004).

Kemudian peneliti menentukan salah satu dari kedua kelas untuk menjadi kelompok eksperimen (KE) dan kelas lainnya menjadi kelompok kontrol (KK)


(51)

secara acak. Teknik ini disebut juga dengan teknik cluster random sampling. Cluster random sampling adalah teknik pengambilan sampel menurut kelasnya dan bukan per individu, melainkan dari kelompok-kelompok individu atau cluster. Sampling ini dipandang ekonomis, lebih mudah dan lebih murah (Hadi, 2000). Kelas XI IPA 1 sebagai Kelompok Kontrol dan XI IPA 2 sebagai Kelompok Eksperimen.

III.F. Instrumen dan Alat Ukur yang Digunakan III.F.1. Instrument

Untuk menunjang kelancaran penelitian, maka peneliti melengkapi beberapa instrument, yaitu:

1. Peralatan Audio-visual, seperti: a. VCD Player

b. Televisi sebagai monitor.

2. Dua buah VCD pembelajaran Biologi kelas XI SMA yang diterbitkan oleh PUSTEKKOM, dengan judul Peredaran darah Vertebrata dan Sistem Transportasi pada Hewan Rendah.

3. Satu set tes hasil belajar biologi berupa kuisioner dalam bentuk tipe pilihan berganda (24 soal) dan bentuk jawaban singkat (6 soal) beserta lembar jawaban.


(52)

III.F.2. Alat ukur

a. Tes Hasil Belajar

Metode pengumpulan data hendaknya disesuaikan dengan tujuan penelitian dan bentuk data yang diambil dan diukur (Hadi, 2000). Data penelitian ini diperoleh dengan menggunakan Tes Hasil Belajar Biologi. Peneliti menyusun tes hasil belajar biologi kelas XI SMA dengan bantuan profesional judgement (dalam hal ini guru biologi). Jumlah tes yang digunakan yaitu 30 aitem, 24 aitem dalam bentuk pilihan berganda (dengan 5 pilihan jawaban) dan 6 aitem dalam bentuk jawaban singkat. Aitem yang dapat dijawab dengan benar diberi skor 1 dan untuk jawaban yang salah diberi skor 0. Sebelum diterapkan pada subjek penelitian, maka perlu dilakukan uji coba terlebih dahulu. Data distribusi aitem tes hasil belajar biologi sebelum uji coba ditampilakan pada Tabel.3.

Tabel.3 Distribusi aitem-aitem tes hasil belajar biologi sebelum uji coba

Pokok Bahasan Aitem Jumlah Persentase

Sistem peredaran darah ikan 8, 9, 16, 24, 30 5 16.7 Sistem peredaran darah katak 5, 6, 15, 29 4 13.2

Sistem peredaran darah reptil 21, 28 2 6.7

Sistem peredaran darah burung 14, 27 2 6.7

Sistem peredaran darah serangga 10, 22, 26 3 10 Sistem peredaran darah cacing tanah 1, 20, 25 3 10

Rangkuman 2, 3, 4, 7, 11,

12, 13, 17, 18, 19, 23,

11 37


(53)

III.G. Validitas dan Reliabilitas III.G.1. Validitas

Menurut Sukadji (2000), validitas merupakan derajat yang menyatakan suatu tes mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas suatu tes tidak begitu saja melekat pada tes itu sendiri, tetapi tergantung penggunaan dan subjeknya. Tes hasil belajar biologi dalam penelitian ini akan diuji validitasnya berdasarkan validitas isi.

Validitas isi merujuk kepada sejauh mana tes, yang merupakan seperangkat soal-soal, dilihat dari isinya memang mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur. Validitas isi tes ditentukan melalui pendapat profesional (profesional judgement) dalam proses telaah soal (Azwar, 2000). Cara yang dilakukan peneliti adalah melakukan konsultasi dengan guru bahasa inggrisdan pembimbing.

Peneliti menyusun alat ukur berdasarkan materi sistem peredaran darah yang dipelajari di SMA kelas XI. Pada awalnya peneliti membuat blue print tes hasil belajar biologi untuk mempermudah dalam pembuatan soal. Dan untuk mengetahui apakah tes hasil belajar yang disusun tersebut valid atau tidak, maka peneliti meminta guru biologi untuk mengkoreksinya. Apabila tes hasil belajar yang disusun telah dikoreksi mana aitem yang layak dan tidak layak untuk disajikan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji daya beda aitem.

Uji daya beda aitem adalah sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut atau kemampuan yang diukur. Prinsip kerja yang dijadikan dasar untuk melakukan seleksi aitem,


(54)

alam hal ini adalah memilih aitem-aitem yang fungsi ukurnya sebagaimana yang dikehendaki oleh penyusunnya (Azwar, 2000)

Untuk menguji daya beda dari aitem-aitem dalam tes hasil belajar biologi, peneliti menggunakan formula koefisien korelasi Product Moment Pearson. Prosedur pengujuan ini menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang dikenal dengan indeks daya beda aitem (Azwar, 2000). Pengolahan data diperoleh dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS versi 14.00 for windows Evaluation Version.

III.G.2. Reliabilitas

Menurut Hadi (2000), reliabilitas alat ukur menunjukkan derajat keajegan atau konsistensi alat ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda.

Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal dengan formula koefisien alpha Cronbach, yaitu suatu bentuk tes tunggal pada sekelompok individu sebagai subjek dengan tujuan untuk melihat konsistensi antar aitem atau antar bagian tes prestasi. Teknik ini dipandang ekonomis dan praktis (Azwar, 2000). Pengolahan data diperoleh dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 14.00 for windows Evaluation Version.


(55)

III.H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian II.H.1. Persiapan penelitian

Sebelum melakukan uji coba alat ukur, peneliti sudah terlebih dahulu menyiapkan alat ukur yang akan digunakan yaitu satu set kuisioner tes hasil belajar biologi dalam bentuk pilihan berganda dengan empat alternatif pilihan jawaban yang berisi 15 aitem yang disusun sesuai dengan materi yang disajikan dan tujuan pengajaran.

Pada proses persiapan penelitian, peneliti terlebih dahulu mengumpulkan informasi mengenai jumlah populasi penelitian. Selanjutnya dari total jumlah populasi tersebut yaitu 77 siswa, peneliti menentukan jumlah sampel penelitian dengan cara matching berdasarkan hasil intelegensi yang diukur dengan tes SPM. Setelah siswa pada kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2 matching berdasarkan kategori intelegensinya maka didapatlah sampel sebanyak 52 orang sujek. 26 orang pada kelas XI IPA 1 dan 26 orang pada kelas XI IPA 2. Lima puluh dua orang subjek inilah yang menjadi sampel penelitian. Kemudian peneliti menentukan salah satu dari kedua kelas untuk menjadi kelompok eksperimen (KE) dan kelas lainnya menjadi kelompok kontrol (KK) secara acak. Teknik ini disebut juga dengan teknik cluster random sampling. Kelas XI IPA 1 sebagai Kelompok Kontrol dan XI IPA 2 sebagai Kelompok Eksperimen.

Setelah diperoleh calon sampel, peneliti kemudian mempersiapkan alat tes. Sebelum melakukan uji coba, peneliti terlebih dahulu menyiapkan alat tes yakni tes hasil belajar biologi yang akan digunakan. Tes hasil belajar biologi tersebut


(56)

terdiri dari 30 aitem, 24 aiem dalam bentuk pilihan berganda dan 6 aitem dalam bentuk jawaban singkat.

Kemudian peneliti meminta perizinan pada guru kelas XII IPA 1 yang akan menjadi kelas uji coba tes hasil belajar biologi. Selanjutnya peneliti memberitahu prosedur penelitian kepada guru pengampu mata pelajaran biologi yang akan mengajar di kelas penelitian.

Pada tanggal 1 Nopember dilakukan tes intelegensi. Kemudian pada 13 Nopember 2007 dilakukan uji coba tes hasil belajar kepada siswa kelas XII IPA 1. Sementara penelitian yang sebenarnya dilakukan pada tanggal 27 Nopember 2007.

III.H.2. Perizinan

Untuk melakukan penelitian ini maka terlebih dahulu dilakukan proses persiapan dalam hal perizinan untuk melakukan penelitian. Proses perizinan ini dimulai dari Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Sumatera Utara, dalam hal ini pihak fakultas atas nama Koordinator Pendidikan Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Sumatera Utara mengajukan surat permohonan izin riset berupa pengambilan data di SMA Kemala Bhayangkari 1 Medan.

III.H.3. Uji coba alat ukur penelitian

Untuk memperoleh alat ukur yang memilki validitas dan reliabilitas yang memadai maka peneliti terlebih dahulu melakukan uji coba alat ukur penelitian. Uji coba tes hasil belajar biologi dilaksanakan pada tanggal 13 Nopember 2007.


(57)

Uji coba akan dilakukan pada siswa SMA Kemala Bhayangkari 1 Medan kelas XII IPA 1 sebanyak 40 orang.

Jumlah soal yang diujikan sebanyak 30 aitem. Aitem dengan indeks diskriminasi rIX  0,300 menjadi syarat dalam penentuan validitas. Dari 30 aitem ternyata hanya 16 aitem yang memenuhi indeks diskriminasi rIX  0,300. Terdapat 14 aitem yang dinyatakan gugur, yaitu aitem nomor 1, 5, 7, 9, 11, 13, 16, 17, 19, 21, 23, 24, 27, dan 30. Sebanyak 16 aitem yang meemnuhi indeks diskriminasi rIX

 0,300 memiliki daya beda bergerak dari 0,324 sampai 0,783 , dengan reliabilitas

alpha cronbach sebesar 0,851.

Tabel.4 Distribusi aitem-aitem tes hasil belajar biologi setelah uji coba

Pokok Bahasan Aitem Jumlah

Persentase (%)

Sistem peredaran darah ikan 8, 1 6,25

Sistem peredaran darah katak 6, 15, 29 3 18,75

Sistem peredaran darah reptil 28 1 6,25

Sistem peredaran darah burung 14, 1 6,25

Sistem peredaran darah serangga 10, 22, 26 3 18,75 Sistem peredaran darah cacing tanah 20, 25 2 12,5

Rangkuman 2, 3, 4, 12, 18, 5 31,25

JUMLAH 16 100%

III.H. 4. Pelaksanaan penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti melakukan eksperimen lapangan. Peneliti akan melakukan penelitian di ruang kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2 SMA Kemala Bhayangkari 1 Medan pada tanggal 27 Nopember 2007. Peneliti dibantu oleh seorang guru biologi yang bertindak sebagai pengajar. Dalam penelitian ini peneliti tidak memberitahu siswa akan adanya penelitian, dengan pertimbangan


(58)

agar siswa-siswa tersebut tidak mempersiapkan diri secara berbeda dari kesehariannya.

Penelitian ini terdiri dari dua gelombang. Gelombang pertama dilakukan untuk Kelompok eksperimen (guru memberi ceramah dan menjelaskan materi dengan penayangan VCD pembelajaran biologi), dan gelombang kedua untuk kelompok kontrol (guru mengejar dengan metode ceramah dengan media buku dan white board).

Pada gelombang pertama, setelah mendapat penjelasan materi selama sekitar 65 menit, peneliti yang bertindak sebagai tester masuk ke ruangan kelas dan memberikan instruksi kepada siswa-siswa tersebut untuk mengerjakan tes hasil belajar. Tes dilakukan selama 20 menit. Saat tes dilakukan peneliti dan guru pengampu bertindak sebagai pengawas. Demikian pula pada gelombang kedua di kelas kontrol.

II.H. Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik yaitu cara ilmiah yang dipersiapkan untuk mengumpulkan, menyusun, menyajikan dan menganalisis dan penyelidikan yang berwujud angka-angka statistik diharapkan dapat menyediakan dasar-dasar yang dapat dipertanggungjawabkan untuk menarik kesimpulan yang benar dan untuk mengambil keputusan-keputusan yang baik. Statistik bekerja dengan angka-angka, bersifat objektif dan universal (Suryabrata, 2000). Dalam menguji data penelitian peneliti menggunakan:


(59)

Uji normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian masing-masing variabel telah menyebar secara normal. Adapun untuk mengukur normalitas itu sendiri dengan menggunakan uji Kolmogorof-Smirnov.

1. Uji homogenitas varians

Uji homogenitas varians digunakan untuk menguji kesamaan masing-masing variabel terhadap populasi. Adapun untuk mengukur homogenitas varians itu sendiri dengan menggunakan Analisa Varians melalui levene statistic.

2. Uji signifikansi perbedaan menggunakan uji-t (independent sample t-test). Tehnik t-test adalah tehnik untuk menguji signifikansi perbedaan rerata antara dua kelompok (Hadi, 2000).

3. Analisis estimate of effect size atau perkiraan besar pengaruh variabel bebas (penggunaan media pembelajaran audio-visual) terhadap variabel tergantung (hasil belajar biologi) dilakukan dengan analisis SPSS general linear model.

Semua uji analisa data dilakukan dengan bantuan SPSS 14.0 for windows Evaluation Version.


(60)

BAB IV

ANALISA DATA DAN HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan analisis hasil sesuai dengan data yang diperoleh. Pembahasan penelitian terdiri dari gambaran subjek penelitian dan analisis hasil-hasil penelitian.

IV.A. Gambaran Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas dua SMA Kemala Bhayangkari 1 Medan yang terdiri dari 77 orang subjek, yang terbagi dalam dua kelas yakni XI IPA 1 dan XI IPA 2. Kemudian, pada 77 orang subjek itu dilakukan matching berdasarkan data intelegensi yang telah dikategorisasikan. Pada awalnya terdapat 52 orang subjek penelitian, namun pada saat penelitian, 3 orang subjek yang telah mengikuti tes intelegensi SPM tidak hadir, sehingga subjek yang memiliki pasangan matching berkurang. Subjek yang tersisa adalah 46 orang subjek. Maka yang menjadi sampel dalam penelitian adalah 23 siswa pada kelas kontrol (KK) dan 23 siswa pada kelas yang kelas experimen (KE).

IV.A.1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Intelegensi

Berdasarkan Intelegensi subjek penelitian yang diperoleh dari tes intelegensi Raven’s Standard Progressive Matrices (SPM), maka diperoleh gambaran penyebaran subjek seperti yang tertera pada Tabel.5.


(61)

Tabel.5 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Intelegensi

Intelegensi

Kelompok Kontrol

Kelompok

Experimen Total

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Baik 2 8,70 2 8,70 4 8,70

Cukup (+) 12 52,17 12 52,17 24 52,17

Cukup 5 21,73 5 21,73 10 21,73

Cukup (-) 2 8,70 2 8,70 4 8,70

Kurang 2 8,70 2 8,70 4 8,70

Total 23 100 23 100 46 100

Pada Tabel.5 terlihat bahwa subjek dengan kategori intelegensi cukup (+) memiliki persentasi terbesar sebanyak 24 (52,17%) siswa, dengan kategori intelegensi cukup sebanyak 10 (21,73%) siswa, dengan kategori intelegensi cukup (-) sebanyak 4 (8,69%) siswa, dengan kategori intelegensi cukup (-) sebanyak 4 (8,69%) siswa, dan dengan kategori intelegensi kurang sebanyak 4 (8,69%) siswa.

IV.A.2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Hasil Belajar Biologi

matching dengan Intelegensi

Berdasarkan hasil belajar biologi subjek yang diperoleh dari pemberian tes hasil belajar biologi dan dilakukan tehnik matching antara Kelompok Kontrol (KK) dan Kelompok Eksperimen (KE) berdasarkan kategori intelegensi subjek, diperoleh gambaran penyebaran subjek seperti yang tertera pada Tabel.6.


(62)

Tabel. 6 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Hasil Belajar Biologi matching

dengan Intelegensi

Kelompok Kontrol Kelompok Eksperimen

Subjek IQ

Skor hasil

belajar Subjek IQ Skor hasil belajar

1 C+ 9 24 C+ 14

2 K 9 25 K 11

3 C+ 6 26 C+ 13

4 C 3 27 C 12

5 C+ 7 28 C+ 12

6 C 8 29 C 8

7 C+ 9 30 C+ 15

8 B 12 31 B 12

9 C+ 11 32 C+ 13

10 C 4 33 C 13

11 C+ 14 34 C+ 13

12 C+ 7 35 C+ 11

13 C+ 13 36 C+ 13

14 C- 5 37 C- 11

15 C- 3 38 C- 6

16 K 5 39 K 5

17 B 12 40 B 11

18 C+ 11 41 C+ 13

19 C+ 9 42 C+ 9

20 C+ 8 43 C+ 12

21 C+ 9 44 C+ 10

22 C 6 45 C 9

23 C 7 46 C 7

Pada Tabel.6 dapat diketahui bahwa dari 46 subjek matching pada kategori intelegensi terdapat sebanyak 12 subjek matching (subjek 6 dan 29, 8 dan 31, 13 dan 36, 16 dan 39, 19 dan 42, 23 dan 46) yang memiliki perolehan skor hasil belajar biologi yang sama, 30 orang subjek pada KE (subjek 1 dan 24, 2 dan 25, 3 dan 26, 4 dan 27, 5 dan 28, 7 dan 30, 9 dan 32, 10 dan 33, 12 dan 35, 14 dan 37, 15 dan 38, 18 dan 41, 20 dan 43, 21 dan 44, 22 dan 45) memiliki skor hasil belajar biologi yang lebih tinggi daripada subjek pada KK. Sementara 4 orang subjek


(1)

BAB V

KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

V.A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa dan interpretasi data penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

V.A.1. Kesimpulan Utama Penelitian

Hipotesa penelitian yang berbunyi terdapat pengaruh penggunaan media pembelajaran audio-visual terhadap hasil belajar biologi pada siswa SMA Kemala Bhayangkari 1 Medan diterima (p = 0.000, p < 0.05). Hasil belajar biologi subjek yang menggunakan audio-visual (kelompok eksperimen) lebih tinggi daripada subjek yang tidak menggunakan audio-visual (kelompok kontrol). Rata-rata hasil belajar biologi pada kelompok kontrol sebesar 8,13 sedangkan rata-rata nilai hasil belajar pada kelompok eksperimen sebesar 11,00

Pengaruh penggunaan media pembelajaran audio-visual terhadap hasil belajar diperkirakan sebesar 20,9% sedangkan sisanya yaitu 79,1% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

V.A.2. Kesimpulan Tambahan Penelitian

Berikut ini beberapa kesimpulan tambahan, yaitu:

1. Subjek pada Kelompok Eksperimen yang memiliki hasil belajar biologi kategori tinggi sebesar 34,78%, hasil belajar kategori sedang sebesar 56,52%, dan hasil belajar kategori rendah sebesar 8,69%. Sedangkan pada


(2)

Kelompok Kontrol yang memiliki hasil belajar biologi kategori tinggi sebesar 30,43%, hasil belajar kategori sedang sebesar 60,86% dan hasil belajar kategori rendah sebesar 30,43%

2. Hasil belajar biologi berdasarkan intelegensi

a. Hasil belajar biologi berdasarkan intelegensi pada KK diperoleh signifikansinya sebesar 0,004 untuk level  = 0,005 (p = 0,001, p ). Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan signifikan pada hasil belajar biologi antara tingkat intelegensi yang berbeda.

b. Hasil belajar biologi berdasarkan intelegensi pada KK diperoleh signifikansinya sebesar 0,04 5untuk level  = 0,005 (p = 0,001, p ). Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan signifikan pada hasil belajar biologi antara tingkat intelegensi yang berbeda.

V.B. Diskusi

Hasil utama penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat pengaruh penggunaan media pembelajaran audio-visual terhadap hasil belajar biologi pada siswa SMA Kemala Bhayangkari 1 Medan. Siswa yang menggunakan media audio-visual (kelompok eksperimen) lebih tinggi daripada siswa yang tidak menggunakan audio-visual (kelompok kontrol). Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa nilai rata-rata hasil belajar biologi KE sebesar 11,00, lebih tinggi dibanding KK yang rata-ratanya sebesar 8, 13. Hal ini sesuai dengan pendapat Sabri (2005) bahwa penggunaan media dalam pembelajaran membantu mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap pengertian dan


(3)

pemahaman dari prosese pembelajaran yang diberikan guru. Sejalan dengan itu Dale (dalam Arsyad, 2004) menambahkan bahwa penggunaan media audio-visual dapat meningkatkan hasil belajar menjadi karena melibatkan imajinasi, dan meningkatkan motivasi belajar siswa.

V.C. Saran

Adapun saran-saran yang diberikan setelah kesimpulan didapatkan adalah sebagai berikut:

1. Bagi guru biologi

Guru yang belum atau masih jarang menggunakan media audio-visual dalam metode mengajar dianjurkan agar lebih sering menggunakannya, sehingga diharapkan hasil belajar yang diperoleh siswa menjadi lebih baik.

2. Bagi sekolah

Penelitian ini dapat menjadi suatu bahan evaluasi dan gambaran bahwa penggunaan media pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Mengingat pentingnya sarana dan fasilitas belajar khususnya media pembelajaran audio-visual, maka disarankan agar sekolah menambah jumlah koleksi tayangan (VCD pembelajaran), khususnya yang diterbitkan oleh PUSTEKKOM baik untuk pelajaran biologi maupun pelajaran lainnya.

3. Kepada para peneliti selanjutnya

a. Disarankan agar benar-benar merencanakan peenlitian dengan matang. Karena merupakan eksperimen lapangan, ada banyak hal yang dapat


(4)

mempengaruhi perubahan rencana, misalnya kegiatan yang diadakan di sekolah, listrik padam secara tiba-tiba dan sebagainya.

b. Apabila penelitian pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol tidak dilakukan secara bersamaan, sebaiknya tidak ada jeda waktu yang memungkinkan subjek mempelajari tes hasil belajar dari Kelompok sebelumnya.

c. Apabila waktu penelitiannya cukup panjang, sebaiknya peneliti melakukan uji coba tes hasil belajar pada jenjang sampel penelitian yang sama di tahun sebelumnya. Karena jika ujicoba dilakukan pada siswa di jenjang berikutnya, dikhawatirkan terdapat efek retensi (lupa) bukan karena tidak paham, pada materi yang akan diujikan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Alsa, A. (1984). Informasi Tes. Edisi 1. Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Azwar, Saifuddin. (1996). Tes Prestasi Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar. Edisi kedua. Yogyakarta:Pustaka Pelajar Offset.

---. (1999). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. ---. (2000). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Alsa, A. (1984). Informasi Tes. Edisi 1. Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Balfas, S. (2006). Mengembangkan SDM dengan Teknologi Pendidikan. [on-line]. http://www.pikiran-rakyat.com.htm. Tanggal akses 21 januari 2007

Dale, Edgar. (1950). Audio-Visual (methods in teaching). 10th. New York: The Dryden Press, Inc.

Djamarah, S.B. (2002). Psikologi belajar. Jakarta: P.T. Raja Grafindo.

Gronlund, Norman F. (1985). Menyusun tes hasil belajar. (terjemahan dari Constructing Achievement Tes). Semarang: Penerbit IKIP.

Hadi, S. (2000). Metodologi Research (1-4). Yogyakarta: Penerbit Andi.

Hartono, H.S. (2006). Prestasi belajar IPA Siswa SMU Negeri (hasil pemeriksaan dan pengawasan). [on-line]. http://prestasi-belajar-ipa-siswa-smu.htm. Tanggal akses 21Januari 2007.

Kerlinger, N. Fred (1990). Asas-asas Penelitian Behavioral (Edisi 3). Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Latipun. (2004). Psikologi Eksperimen. (Edisi kedua). Malang: Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang.

Matheson, D., Bruce, R, Beauchamp. (1978), Experimental Psychology (Third edition). Holt Rinehart and Wiston.

Miarso, Yusufhadi (2004). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media.


(6)

Miller, Lawrence G., and Baldwin, R. Alan. (2006) "Videodisc." Microsoft® Encarta® 2006 © 1993-2005 Microsoft Corporation. All rights reserved. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2005.

Myers, Anne & Hansen, Christine. (2006). Experimental Psychology. Belmont USA: Thomson Wadsworth.

Nugroho, Agus (2007). Metode Pembelajaran Yang Atraktif Untuk Meningkatkan Ketertarikan Siswa [On-Line] http://www.umy.ac.id/berita.php?id=500. Tanggal akses 28 April 2007.

Percival & Ellington, Henry (1988). Teknologi Pendidikan. (alih bahasa Sudjarwo S.). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Prawirohartono, Slamet. (2004). Sains Biologi 1 (untuk SMP kelas 1). Jakarta: PT Bumi Aksara

Prayitno, B. & Suharyanto. (2003). Kurikulum 2004 SMA Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Biologi (DEPDIKNAS). Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum.

Prinsip Pengembangan Media Pendidikan. (2006). [On-Line]

http://teknologipendidikan.wordpress.com/2006/09/12/pembelajaran-mipa-berbasiskan-budaya/. Tanggal akses 3 Mei 2007.

Sabri, Ahmad. (2005). Strategi Belajar Mengajar dan Mikro Teaching. Jakarta: Penerbit Quantum Teaching.

Sadiman, Arief S. (dkk). (2005). Media Pendidikan: pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya

.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Santrock, J.W. (2004). Educational Psychology. Second edition. New York: Mc Graw Hill.

Sardiman, A.M. (2000). Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada.

Sudjana, Nana. (2005). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (cetakan kesepuluh). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Suryabrata, S. (2000). Metode penelitian. (Edisi 1-4). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Winataputra, Udin S. (dkk). (2002) Strategi Belajar Mengajar (Media dan Proses Pembelajaran) cetakan kelima. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas