Studi Review Terdahulu PENDAHULUAN

10

BAB III Perkawinan dalam Pandangan Hukum Positif

Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang perkawinan menurut hukum positif, syarat dan sahnya perkawinan dalam hukum positif, dan pencatatan perkawinan dalam hukum positif. BAB IV Analisis Perbandingan Akibat Hukum Perkawinan Siri terhadap Kedudukan Istri, Anak dan Harta Kekayaannya Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang status perkawinan siri menurut fikih, status perkawinan siri menurut hukum positif, dan akibat hukum terhadap kedudukan istri, kedudukan anak serta kedudukan harta kekayaan menurut fikih dan hukum positif.

BAB V Penutup

Pada bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan dan saran-saran. 11

BAB II PERKAWINAN DALAM PANDANGAN FIKIH

A. Perkawinan Menurut Fikih

Perkawinan atau pernikahan asal dari kata nikah, secara bahasa berarti himpunan adh-dhamm, kumpulan al-jam’u, atau hubungan intim al-wath’u. Secara denotatif kata nikah digunakan untuk merujuk makna akad, sedangkan secara konotatif kata nikah merujuk pada makna hubungan intim. Adapun nikah secara syar’i adalah akad yang membolehkan adanya hubungan intim dengan menggunakan kata menikahkan, mengawinkan, atau terjemah dari kedua kata tersebut. 1 Sulaiman Rasjid menuturkan bahwa dalam hukum Islam khususnya yang diatur dalam Ilmu Fikih, pengertian perkawinan atau akad nikah adalah ikatan yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta bertolong-tolongan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang antara keduanya bukan merupakan muhrim”. 2 Akad nikah yang telah dilakukan akan memberikan status kepemilikan bagi kedua belah pihak suami atau istri, sehingga status kepemilikan akibat akad tersebut bagi suami berhak memperoleh kenikmatan biologis dan yang terkait dengan itu secara sendirian tanpa dicampuri atau diikuti oleh yang lainnya, yang dalam term fikih disebut milku al-intifa’, yakni hak memiliki 1 Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i; Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan Al- Qur’an dan Hadits, terj. Muhammad Afifi Jakarta: PT. Niaga Swadaya, 2010, hlm. 449. 2 Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam Jakarta: Attahiriyah, 1993, hlm. 355.