12
BAB II PERJANJIAN KERJA DALAM PENGANGKUTAN BARANG
A. Pengertian Pengangkutan dan Perjanjian Pengangkutan
1. Pengertian Pengangkutan
Kata pengangkutan berasal dari kata “angkut” yang artinya bawa atau muat dan kirimkan. Jadi pengangkutan diartikan sebagai pengangkutan dan
pembawaan barang atau orang, pemuatan dan pengiriman barang atau orang, barang atau orang yang diangkut dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan
selamat, walaupun demikian diperlukan suatu alat sebagai sarana pengangku Menurut arti kata, angkut berarti mengangkat dan membawa, memuat atau
mengirimkan. Pengangkutan artinya usaha membawa, mengantarmemindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat yang lain.
2
Jadi, dalam pengertian pengangkutan itu tersimpul suatu proses kegiatan atau gerakan dari suatu tempat
ke tempat lain. Pengangkutan dapat diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Dalam hal ini terkait unsur-unsur
pengangkutan sebagai berikut :
3
2
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cetakan ketujuh edisi II, Balai Pustaka Jakarta, 2010, hal 45.
3
Ridwan Khairandy, dkk, Pengantar Hukum Dagang Indonesia, Jilid I, Gama Media: Yogyakarta, 2001, hal 195.
1. Ada sesuatu yang diangkut. 2. Tersedianya kendaraan sebagai alat angkutan.
3. Ada tempat yang dapat dilalui alay angkutan.
13
Pengangkutan dapat diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan.
4
Menurut pendapat R. Soekardono, SH, pengangkutan pada pokoknya berisikan perpindahan tempat baik mengenai benda-benda maupun mengenai
orang-orang, karena perpindahan itu mutlak perlu untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi.
5
Menurut H.M.N Purwosutjipto, yang dimaksud dengan pengangkutan adalah orang yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan
barang dan atau orang dari suatu tempat ke tempat tujan tertentu dengan selamat. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari kepulauan. Indonesia
memiliki luas lautan yang lebih dominan jika dibandingkan dengan luas daratan. Jika melihat kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari kepulauan,
pengangkutan laut berperan sangat penting bagi jalur lalu lintas barang dan penumpang antar pulau di samping perhubungan darat dan udara.
6
4
Ibid
5
R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Rajawali, Jakarta, 2010, Halaman
6
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2008, hal 2.
Sedangkan pengertian pengangkutan menurut KUHD dalam Pasal 466 KUHD VA, Buku II tentang pengangkutan barang adalah : “orang yang baik
karena penggunaan penyediaan kapal menurut waktu carter waktu atau penggunaan penyediaan kapal menurut perjalanan carter perjalanan, baik dengan
suatu persetujuan lain, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang yang seluruhnya atau sebagian melalui lautan”.
14
Selain itu, The Hamburg Rules 1987 memberikan arti pengangkutan dengan mengadakan perbedaan antara carrier pengangkut dan actual carrier
pengangkut sesungguhnya. Yang diartikan dengan carrier yaitu setiap orang untuk siapa atau untuk atas nama siapa perjanjian pengangkutan barang di laut
diadakan dengan pihak yang berkepentingan dengan barang muatan. Sedangkan yang diartikan dengan actual carrier yaitu mereka yang melaksanakan
pengangkutan barang atau melaksanakan sebagian pengangkutan yang telah dipercayakan padanya oleh pengangkut dan termasuk didalamnya orang lain
terhadap siapa pelaksanaannya telah dipercayakan padanya.
7
Abdulkadir Muhammad menguraikan istilah ”pengangkutan” dengan mengatakan bahwa pengangkutan meliputi tiga dimensi pokok yaitu :
”pengangkutan sebagai usaha business; pengangkutan sebagai perjanjian agreement; dan pengangkutan sebagai proses penerapan process applying”.
Keberadaan kegiatan pengangkutan juga tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan
manusia yang paling sederhana tradisional sampai kepada taraf kehidupan manusia yang modern senantiasa didukung oleh kegiatan pengangkutan. Bahkan
salah satu barometer penentu kemajuan kehidupan dan peradaban suatu masyarakat adalah kemajuan dan perkembangan kegiatan maupun teknologi yang
dipergunakan masyarakat tersebut dalam kegiatan pengangkutan.
8
7
Wiwoho Soedjono, Hukum Pengangkutan Laut di Indonesia dan perkembangannya, Liberty, Yogyakarta, 1987, hal 89.
8
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2013, hal 1
15
Sedangkan pengangkutan sebagai perjanjian agreement, pada umumnya bersifat lisan tidak tertulis tetapi selalu didukung oleh dokumen angkutan.
Perjanjian pengangkutan dapat juga dibuat tertulis yang disebut carter charter party. Jadi perjanjian pengangkutan pada umumnya diadakan secara lisan, yang
didukung oleh dokumen yang membuktikan bahwa perjanjian itu sudah terjadi. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, warisan Pemerintah Hindia-
Belanda dahulu yang hingga sekarang masih berlaku, diberikan tempat yang sangat banyak untuk mengatur hukum pengangkutan menyeberang laut Buku ke
II Titel ke V mengenai penyediaan dan pemuatan kapal-kapal – vervrachting en bevrachting van schepen; Titel ke VA tentang pengangkutan barang-barang; Titel
ke VB tentang pengangkutan orang-orang. Keadaan pengaturan hukum pengangkutan di darat secara ringkas di dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang itu disebabkan karena dahulu kala memang lebih-lebih terjadi pengangkutan barang-barang dan orang-orang menyeberang laut daripada
melewati darat. Abdulkadir Muhammad mendefenisikan Pengangkutan sebagai proses
kegiatan pemindahan penumpang danatau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan berbagai jenis alat pengangkut mekanik yang diakui
dan diatur undang-undang sesuai dengan bidang angkutan dan kemajuan teknologi. Selanjutnya ia menambahkan bahwa pengangkutan memiliki tiga
16
dimensi pokok, yaitu pengangkutan sebagai usaha, pengangkutan sebagai perjanjian dan pengangkutan sebagai proses.
9
4 Menggunakan alat angkut mekanik. Pengangkutan sebagai usaha memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1 Berdasarkan suatu perjanjian; 2 Kegiatan ekonomi di bidang jasa;
3 Berbentuk perusahaan;
10
Pengangkutan sebagai suatu proses mengandung makna sebagai serangkaian perbuatan mulai dari pemuatan ke dalam alat angkut, kemudian
dibawa menuju tempat yang telah ditentukan, dan pembongkaran atau penurunan di tempat tujuan.
Pengangkutan sebagai perjanjian, pada umumnya bersifat lisan tidak tertulis tetapi selalu didukung oleh dokumen angkutan. Perjanjian pengangkutan
dapat juga dibuat tertulis yang disebut perjanjian carter, seperti carter pesawat udara untuk pengangkutan jemaah haji, carter kapal untuk pengangkutan barang
dagang Perjanjian pengangkutan dapat juga dibuat tertulis yang disebut perjanjian carter, seperti carter pesawat udara untuk pengangkutan jemaah haji, carter kapal
untuk pengangkutan barang dagangan.
11
Pengangkutan niaga adalah rangkaian kegiatan atau peristiwa pemindahan penumpang danatau barang dari suatu tempat pemuatan ke tempat tujuan sebagai
9
Muhammad, Abdulkadir. Arti Penting dan Strategis Multimoda Pengangkutan Niaga di Indonesia, Dalam Perspektif Hukum Bisnis di Era Globalisasi Ekonomi, Genta Press, Yogyakarta,
2007, hal 87.
10
Ibid.
17
tempat penurunan penumpang atau pembongkaran barang. Rangkaian kegiatan pemindahan tersebut meliputi :
a Dalam arti luas, terdiri dari: 1.
memuat penumpang danatau barang ke dalam alat pengangkut 2.
membawa penumpang danatau barang ke tempat tujuan 3.
menurunkan penumpang atau membongkar barang-barang di tempat tujuan.
b Dalam arti sempit, meliputi kegiatan membawa penumpang danatau barang dari stasiunterminalpelabuhanbandar udara tempat tujuan.
12
Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan
pengangkutan barang dan atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang
angkutan.
13
Selain defenisi di atas ada yang menyatakan bahwa Pengangkutan adalah perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang-orang, dengan
Defenisi ini memiliki kesamaan dengan defenisi sebelumnya, dengan sedikit perbedaan yaitu adanya penekanan pada aspek fungsi dari kegiatan
pengangkutan, yaitu memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud untuk meningkatkan daya guna atau nilai.
11
Ibid., hal 88.
12
Ibid.,. hal 89.
13
H.M.N Purwosutjipto, Op.cit. hal 78.
18
adanya perpindahan tersebut maka mutlak diperlukannya untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi.
14
3. ada tempat yang dapat dilalui alat angkut. Pengangkutan merupakan pemindahan barang dan manusia dari tempat
asal ke tempat tujuan. Ada beberapa unsur pengangkutan, yaitu sebagai berikut: 1. adanya sesuatu yang diangkut;
2. tersedianya kendaraan sebagai alat angkut
15
Menurut Soegijatna Tjakranegara, pengangkutan adalah memindahkan barang atau commodity of goods dan penumpang dari suatu tempat ketempat lain,
sehingga pengangkut menghasilkan jasa angkutan atau produksi jasa bagi masyarakat yang membutuhkan untuk pemindahan atau pengiriman
barangbarangnya. Proses pengangkutan merupakan gerak dari tempat asal dari mana kegiatan
angkutan dimulai ke tempat tujuan di mana angkutan itu diakhiri.
16
14
R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Rajawali, Jakarta, 1999, hal 9
15
Ridwan Khairandy, Op.cit., hal 195.
16
Soegijatna Tjakranegara, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hal. 1-2.
Secara yuridis defenisi atau pengertian pengangkutan pada umumnya tidak ditemukan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Walaupun
demikian, pengangkutan itu menurut hukum atau secara yuridis dapat didefenisikan sebagai suatu perjanjian timbal balik antara pihak pengangkut
dengan pihak yang diangkut atau pemilik barang atau pengirim, dengan memungut biaya pengangkutan.
19
Transportasi atau pengangkutan dapat dikelompokan menurut macam atau moda atau jenisnya modes of transportation yang dapat ditinjau dari segi barang
yang diangkut, dari segi geografis transportasi itu berlangsung, dari sudut teknis serta dari sudut alat angkutannya. Secara rinci mengklasifakasikan transportasi
sebagai berikut : 1.
Dari segi barang yang diangkut, transportasi meliputi: a
Angkutan penumpang passanger; b
Angkutan barang goods; c Angkutan pos mail.
2. Dari sudut geografis.
Ditinjau dari sudut geografis, transportasi dapat dibagi menjadi: a
Angkutan antar benua: misalnya dari Asia ke Eropa; b
Angkutan antar kontinental: misalnya dari Prancis ke Swiss dan diseterusnya sampai ke Timur Tengah;
c Angkutan antar pulau: misalnya dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera;
d Angkutan antar kota: misalnya dari Jakarta ke Bandung;
e Angkutan antar daerah: misalnya dari Jawa Barat ke Jawa timur;
f Angkutan di dalam kota: misalnya kota Medan, Surabaya dan lain- lain.
3. Dari sudut teknis dan alat pengangkutnya, Jika dilihat dari sudut teknis dan
alat angkutnya, maka transportasi dapat dibedakan sebagai berikut: a
Angkutan jalan raya atau highway transportation road transportation, seperti pengangkutan dengan menggunakan truk,bus dan sedan;
20
b Pengangkutan rel rail transportation, yaitu angkutan kereta api, trem
listrik dan sebagainya. Pengangkutan jalan raya dan pengangkutan rel kadang-kadang keduanya
digabung dalam golongan yang disebut rail and road transportation atau land transportation angkutan darat;
c Pengangkutan melalui air di pedalaman inland transportation, seperti
pengangkutan sungai, kanal, danau dan sebagainya; d
Pengangkutan pipa pipe line transportation, seperti transportasi untuk mengangkut atau mengalirkan minyak tanah, bensin dan air minum;
e Pengangkutan laut atau samudera ocean transportation, yaitu angkutan
dengan menggunakan kapal laut yang mengarungi samudera; f
Pengangkutan udara transportation by air atau air transportation, yaitu pengangkutan dengan menggunakan kapal terbang yang melalui jalan
udara.
17
Dalam setiap undang-undang yang dibuat pembentuk undang-undang, biasanya dikenal sejumlah asas atau prinsip yang mendasari diterbitkannya
undang-undang tersebut. Asas-asas hukum merupakan fondasi suatu undang- undang dan peraturan pelaksananya. Bila asas-asas di kesampingkan, maka
runtuhlah bangunan undang-undang itu dan segenap peraturan pelaksananya. Mertokusumo memberikan ulasan asas hukum sebagai berikut: “…bahwa
asas hukum bukan merupakan hukum kongkrit, melainkan merupakan pikiran
17
Rustian Kamaruddin Ekonomi Transportasi:Karekteristik, Teori dan Kebijakan, Ghalia Indonesia, Jakarta. 2003, hal 15-19
21
dasar yang umum dan abstrak, atau merupakan latar belakang peraturan yang kongkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma
dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat atau ciri-ciri yang umum
dalam peraturan kongkrit tersebut”.
18
Kedua ,karena asas hukum mengandung tuntunan etis, maka asas hukum diibaratkan sebagai jembatan antara peraturan-peraturan hukum dengan cita-cita
sosial dan pandangan etis masyarakatnya. Sejalan dengan pendapat Mertokusumo tersebut, Rahardjo berpendapat
bahwa asas hukum bukan merupakan peraturan hukum, namun tidak ada hukum yang bisa dipahami tanpa mengetahui asas-asas hukum yang ada di dalamnya,
asas-asas hukum memberi makna etis kepada setiap peraturan-peraturan hukum serta tata hukum selanjutnya dipaparkan bahwa asas hukum ia ibarat jantung
peraturan hukum atas dasar dua alasan yaitu, Pertama asas hukum merpakan landasan yang paling luas bagi lahirnya
suatu peraturan hukum. Ini berarti bahwa penerapan peraturan-peraturan hukum itu dapat dikembalikan kepada asas-asas hukum.
19
Di dalam hukum pengangkutan juga terdapat asas-asas hukum, yang terbagi ke dalam dua jenis, yaitu bersifat publik dan bersifat perdata, asas yang
bersifat publik merupakan landasan hukum pengangkutan yang berlaku dan
18
Sudikno Mertokusumo. Penemuan Hukum:Suatu Pengantar, Liberty, Jakarta, 1996, hal 8
19
Ibid.
22
berguna bagi semua pihak, yaitu pihak-pihak dalam pengangkutan, pihak ketiga yang berkepentingan dengan pengangkutan, dan pihak pemerintah.
Asas-asas yang bersifat publik biasanya terdapat di dalam penjelasan undang-undang yang mengatur tentang pengangkutan, sedangkan asas-asas yang
bersifat perdata merupakan landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak dalam pengangkutan niaga, yaitu pengangkut dan
penumpang atau pengirim barang. Pengangkutan laut adalah merupakan kegiatan mengangkut ataupun
membawa maupun memindahkan penumpang, hewan, dan barang dengan menggunakan kapal tertentu yang dioperasikan oleh perusahaan pelayaran baik
swasta dan juga pemerintah dari satu pelabuhan di suatu pulau ke pelabuhan lain yang terdapat di pulau lain tersebut. Pengangkutan laut dapat berlangsung
antarpulau dalam satu negara atau secara nasional dan antarpulau dari satu negara ke negara lain atau secara internasional.
Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, pengangkutan laut Pasal 1 angka 3 sampai angka 5 menyebutkan bahwa
1. Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut danatau memindahkan
penumpang danatau barang dengan menggunakan kapal. 2.
Angkutan Laut Khusus adalah kegiatan angkutan untuk melayani kepentingan usaha sendiri dalam menunjang usaha pokoknya.
3. Angkutan Laut Pelayaran-Rakyat adalah usaha rakyat yang bersifat tradisional
dan mempunyai karakteristik tersendiri untuk melaksanakan angkutan di
23
perairan dengan menggunakan kapal layar, kapal layar bermotor, danatau kapal motor sederhana berbendera Indonesia dengan ukuran tertentu.
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri atas beribu pulau sepanjang garis khatulistiwa, berada di antara 2 dua
benua dan 2 dua samudera sehingga mempunyai posisi dan peran yang strategis dalam hubungan antar bangsa maupun negara. Posisi strategis Negara Kesatuan
Republik Indonesia harus dimanfaatkan secara maksimal sebagai modal dasar pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 untuk mewujudkan
cita-cita nasional. Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional dan perwujudan wawasan nusantara maka diperlukan sistem transportasi nasional
yang efektif dan efisien, dalam menunjang serta sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, meningkatkan mobilitas manusia, barang, dan jasa,
membantu terciptanya pola distribusi nasional yang mantap dan dinamis, serta mendukung pengembangan wilayah dan lebih memantapkan perkembangan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, turut mendukung pertahanan dan keamanan, serta peningkatan hubungan internasional.
Transportasi merupakan sarana untuk memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, dalam rangka memantapkan
perwujudan wawasan nusantara, meningkatkan serta mendukung pertahanan dan keamanan negara, yang selanjutnya mempererat hubungan antarbangsa.
Pentingnya transportasi tersebut tercermin pada penyelenggaraannya yang mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan negara serta semakin
24
meningkatnya kebutuhan jasa angkutan bagi mobilitas orang dan barang dalam negeri serta ke dan dari luar negeri. Di samping itu, transportasi juga berperan
sebagai penunjang, pendorong, dan penggerak bagi pertumbuhan daerah yang memiliki potensi sumber daya alam SDA yang besar tetapi belum berkembang,
dalam upaya peningkatan dan pemerataan pembangunan serta hasil-hasilnya. Menyadari pentingnya peran transportasi tersebut, angkutan laut sebagai
salah satu moda transportasi harus ditata dalam satu kesatuan sistem transportasi nasional yang terpadu dan mampu mewujudkan penyediaan jasa transportasi yang
seimbang atau sesuai dengan tingkat kebutuhan dan tersedianya pelayanan angkutan yang selamat, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi,
teratur, lancar dan cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, polusi rendah, dan efisien memegang peranan penting adalah
angkutan laut. Angkutan laut yang mempunyai karakteristik pengangkutan secara
nasional dan menjangkau seluruh wilayah melalui perairan perlu dikembangkan potensinya dan ditingkatkan peranannya sebagai penghubung antar wilayah, baik
nasional maupun internasional termasuk lintas batas, karena digunakan untuk sebagai sarana untuk menunjang, mendorong, dan menggerakkan pembangunan
nasional dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menjadi perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mengingat penting dan strategisnya pengangkutan laut maka peranan angkutan laut yang menguasai hajat hidup orang banyak maka keberadaannya
25
dikuasai oleh negara yang pembinaannya dilakukan oleh pemerintah. Transportasi laut sebagai salah satu pilar utama untuk pengangkutan perdagangan internasional
yang menghubungkan antara daerah di Indonesia maupun negara eksportir dan importir masih merupakan pilihan utama sampai sekarang ini dikarenakan
pengangkutan melalui laut relatif lebih murah dengan kapasitas volume pengangkutan yang besar.
Ada beberapa asas hukum pengangkutan yang bersifat publik, yaitu sebagai berikut:
a. Asas manfaat yaitu, bahwa penerbangan harus dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan
pengembangan perikehidupan yang berkesinambungan bagi warga negara, serta upaya peningkatan pertahanan dan keamanan negara;
b. Asas usaha bersama dan kekeluargaan yaitu, bahwa penyelenggaraan usaha di bidang penerbangan dilaksanakan untuk mencapai cita-cita dan aspirasi
bangsa yang dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan;
c. Asas adil dan merata yaitu, bahwa penyelenggaraan penerbangan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan
masyarakat dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat; d. Asas keseimbangan yaitu, bahwa penerbangan harus diselenggarakan
sedemikian rupa sehingga terdapat keseimbangan yang serasi antara sarana dan prasarana, antara kepentingan pengguna dan penyedia jasa, antara
26
kepentingan individu dan masyarakat, serta antara kepentingan nasional dan internasional;
e. Asas kepentingan umum yaitu, bahwa penyelenggaraan penerbangan harus mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat luas;
f. Asas keterpaduan yaitu, bahwa penerbangan harus merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu, saling menunjang, dan saling mengisi baik intra
maupun antar modal pengangkutantasi; g. Asas kesadaran hukum yaitu, bahwa mewajibkan kepada pemerintah untuk
menegakkan dan menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiap warga negara Indonesia untuk selalu sadar dan taat kepada hukum dalam
penyelenggaraan penerbangan; h. Asas percaya pada diri sendiri yaitu, bahwa penerbangan harus berlandaskan
pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri, serta bersendikan kepada kepribadian bangsa.
i. Asas keselamatan Penumpang, yaitu bahwa setiap penyelenggaraan pengangkutan penumpang harus disertai dengan asuransi kecelakaan.
20
a. Asas konsensual yaitu, perjanjian pengangkutan tidak diharuskan dalam bentuk tertulis, sudah cukup dengan kesepakatan pihak-pihak. Akan tetapi,
Dalam kegiatan pengangkutan terdapat hubungan hukum antara pihak pengangkut dan penumpang, hubungan hukum tersebut harus di dasarkan pada
asas-asas hukum dari :
20
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bakti: Bandung, hal 12-14.
27
untuk menyatakan bahwa perjanjian itu sudah terjadi atau sudaha ada harus dibuktikan dengan atau didukung dengan dokumen pengangkutan;
b. Asas Koordinatif yaitu, pihak-pihak dalam pengangkutan mempunyai kedudukan yang setara atau sejajar, tidak ada pihak yang mengatasi atau
membawahi yang lain. Meskipun pengangkut menyediakan jasa dan melaksanakan perintah penumpang atau pengirim barang, pengangkut bukan
bawahan penumpang atau pengirim barang. Pengangkut merupakan salah satu bentuk pemberian kuasa.
c. Asas campuran yaitu, pengangkutan merupakan campuran dari 3 tiga jenis perjanjian yakni, pemberian kuasa, peyimpanan barang dan melakukan
pekerjaan dari pengirim kepada pengangkut. Ketentuan ketiga jenis perjanjian ini berlaku pada pengangkutan, kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian
pengangkutan. d. Asas pembuktian dengan dokumen yaitu, setiap pengangkutan selalu
dibuktikan dengan dokumen angkutan, tidak ada dokumen pengangkutan berarti tidaka ada perjanjian pengangkutan, kecuali jika kebiasaan yang sudah
berlaku umum, misalnya pengangkutan untuk jarak dekat biasanya tidak ada dokumen atau tiket penumpang,contohnya angkutan dalam kota.
21
2. Pengertian Perjanjian Pengangkutan
Perjanjian pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim dimana pengangkut mengikatkan dirinya untuk
28
menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang dari satu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengiriman mengikatkan diri untuk
membayar uang angkutan.
22
Pihak-pihak dalam perjanjian kerja merupakan pihak-pihak dalam perjanjian kerja ada yang secara langsung terikat dalam perjanjian karena
Pengangkutan barang dan atau orang melalui laut merupakan suatu pekerjaan tertentu yang harus dilaksanakan oleh pihak pengangkut terhadap pihak
pengguna jasa. Dalam proses pengangkutan ini melibatkan dua belah pihak yaitu penyedia jasa dan pengguna jasa. Agar tidak menimbulkan kerugian diantara
kedua belah pihak, maka dibuat suatu perjanjian yang mengikat kedua belah pihak tersebut yang dikenal dengan perjanjian pengangkutan.
Perjanjian pengangkutan secara khusus telah diatur dalam Pasal 466 KUHD tentang pengangkutan barang, yaitu pengangkut adalah orang yang
mengikat diri, baik dengan carter menurut waktu atau carter menurut perjalanan, maupun dengan suatu perjanjian lain, untuk menyelenggarakan pengangkutan
barang seluruhnya atau sebagian melalui laut. Pasal 521 KUHD tentang pengangkutan orang, yaitu pengangkut adalah
orang yang mengikat diri, baik dengan perjanjian pencarteran menurut waktu atau menurut perjalanan, maupun dengan suatu perjanjian lain untuk
menyelenggarakan pengangkutan orang musafir, penumpang seluruhnya atau sebagian lewat laut.
21
Ibid.
29
berkedudukan sebagai pihak dalam perjanjian, seperti pengangkut, pengirim, penumpang. Ada juga pihak-pihak yang secara tidak langsung terikat dalam
perjanjian karena bukan pihak, melainkan bertindak atas nama atau untuk kepentingan pihak lain, seperti ekspeditur, biro perjalanan, pengatur muatan,
pengusaha pergudangan; atau karena ia memperoleh hak dalam perjanjian itu, seperti penerima.
Konsep tanggung jawab timbul karena pengangkutan tidak terjadi sebagaimana mestinya atau pengangkut tidak memenuhi kewajibannya
sebagaimana termuat dalam dokumen pengangkutan. Dalam perjanjian pengangkutan ada beberapa hal yang bukan tanggung jawab pengangkut. Artinya
apabila timbul kerugian, pengangkut bebas dari pembayaran ganti kerugian. Beberapa hal itu adalah:
1. Keadaan memaksa force majeure.
2. Cacat pada barang atau penumpang itu sendiri.
3. Kesalahan atau kelalaian pengirim atau penumpang itu sendiri.
23
Ketiga hal ini diakui dalam undang-undang maupun dalam doktrin ilmu hukum. Berdasarkan asas kebebasan berkontrak, pihak-pihak dapat membuat
ketentuan yang membatasi tanggung jawab pihak-pihak. Dalam hal ini pengangkut dapat membatasi tanggung jawab berdasarkan kelayakan. Apabila
perjanjian dibuat secara tertulis, biasanya pembatasan dituliskan secara tegas
22
Sinta Uli, Pengangkutan suatu tinjauan hukum multimoda transport angkutan laut, angkutan darat dan angkutan udara, Usu Press, Medan, 2006, hal 40
23
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, laut dan udara, Citra Aditya Bakti, Bandung,1994,hal 23
30
dalam syarat-syarat atau klausula perjanjian. Tetapi apabila perjanjian dibuat secara tidak tertulis maka kebiasaan yang berintikan kelayakan atau keadilan
memegang peranan penting, disamping ketentuan undang-undang. Bagaimanapun pihak-pihak dilarang menghapus sama sekali tanggung jawab Pasal 470 ayat 1
KUHD, untuk pengangkut. Luas tanggung jawab pengangkut ditentukan dalam Pasal 1236 dan 1246
KUHPerdata, menurut Pasal 1236 pengangkut wajib membayar ganti kerugian atas biaya, kerugian yang diderita dan bunga yang layak diterima, bila ia tidak
dapat menyerahkan atau tidak merawat sepatutnya untuk menyerahkan barang muatan.
Asas Perjanjian Pengangkutan. Ada empat asas pokok yang mendasari perjanjian pengangkutan:
1. Asas konsensual
Asas ini tidak mensyaratkan bentuk perjanjian angkutan secara tertulis, sudah cukup apabila ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak. Dalam
kenyataannya, hampir semua perjanjian pengangkutan darat, laut, dan udara dibuat secara tidak tertulis, tetapi selalu didukung dokumen
pengangkutan. Dokumen pengangkutan bukan perjanjian tertulis melainkan sebagai bukti
bahwa persetujuan diantara pihak-pihak itu ada. Alasan perjanjian pengangkutan tidak dibuat tertulis karena kewajiban dan hak pihak-pihak
31
telah ditentukan dalam undang-undang. Mereka hanya menunjuk atau menerapkan ketentuan undang-undang.
2. Asas koordinasi
Asas ini mensyaratkan kedudukan yang sejajar antara pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan. Walaupun perjanjian pengangkutan merupakan
”pelayanan jasa”, asas subordinasi antara buruh dan majikan pada perjanjian perburuan tidak berlaku pada perjanjian pengangkutan.
3. Asas campuran
Perjanjian pengangkutan merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian, yaitu pemberian kuasa dari pengirim kepada pengangkut, penyimpan
barang dari pengirim kepada pengangkut, dan melakukan pekerjaan pengangkutan yang diberikan oleh pengirim kepada pengangkut.
Jika dalam perjanjian pengangkutan tidak diatur lain, maka diantara ketentuan ketiga jenis perjanjian itu dapat diberlakukan. Hal ini ada
hubungannya dengan asas konsensual. 4.
Asas tidak ada hak retensi Penggunaan hak retensi bertentangan dengan fungsi dan tujuan
pengangkutan. Penggunaan hak retensi akan menyulitkan pengangkut sendiri, misalnya penyediaan tempat penyimpanan, biaya penyimpanan,
penjagaan dan perawatan barang.
24
24
Ibid.
32
Apabila dalam undang-undang tidak diatur mengenai kewajiban dan hak serta syarat syarat yang dikehendaki oleh pihak-pihak, atau walaupun diatur tetapi
dirasakan kurang sesuai dengan kehendak pihak-pihak, maka pihak-pihak mengikuti kebiasaan yang berlaku dalam praktek pengangkutan.
Kebiasaan yang hidup dalam praktek pengangkutan adalah kebiasaan yang berderajat hukum keperdataan, yaitu berupa perilaku atau perbuatan yang
memenuhi ciri-ciri berikut: 1.
tidak tertulis yang hidup dalam praktek pengangkutan; 2.
berisi kewajiban bagaimana seharusnya pihak-pihak berbuat; 3.
tidak bertentangan dengan undang-undang atau kepatutan 4.
diterima pihak-pihak karena adil dan logis; 5.
menuju kepada akibat hukum yang dikehendaki pihak-pihak; Beberapa kebiasaan yang berlaku dalam pengangkutan antara lain
diuraikan sebagai berikut : 1. Undang-undang tidak menentukan cara terjadinya perjanjian. Kebiasaan
menentukan cara penawaran dan penerimaan, sehingga terjadi perjanjian. 2. Undang-undang menentukan bahwa pengirim membuat surat muatan yang
berisi antara lain rincian muatan. Kebiasaan menentukan jika tidak dibuat surat muatan, pemberitahuan pengirima atau nota pengiriman berfungsi
sama dengan surat muatan. 3. Undang-undang menentukan bahwa setiap penumpang harus memiliki
tiket penumpang, tetapi tidak menentukan berapa kali perjalanan.
33
Kebiasaan menentukan bahwa tiket penumpang hanya berlaku untuk satu kali perjalanan yang telah ditentikan hari, tanggal dan jam keberangkatan.
4. Undang-undang menganut asas bahwa penundaan keberangkatan harus dengan persetujuan kedua belah pihak. Kebiasaan menentukan bahwa
waktu keberangkatan sewaktu-waktu dapat beruba tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
5. Undang-undang menentukan bahwa biaya pengangkutan muatan dibayar oleh penerima setelah menerima penyerahan muatan ke tempat tujuan.
Kebiasaan yang berlaku ialah biaya pengangkutan dibayar lebih dahulu oleh pengirim.
6. Undang-undang tidak menentukn syarat jumlah ganti kerugian karena pembatalan perjanjian pengangkutan, kebiasaan menentukan bahwa
pembatalan perjanjian pengangkutan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, penumpang dikenakan ganti kerugian 25-50 dari harga tiket
penumpang.
25
B. Pihak Pihak dalam Perjanjian Kerja Beserta Pengaturan Hukumnya