1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengangkutan sebagai alat fisik merupakan bidang yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat. Dikatakan sangat vital karena keduanya saling
mempengaruhi, dan menentukan dalam kehidupan sehari-hari. Pengangkutan atau sistem transportasi itu sendiri mempunyai peranan yang sangat penting dan
strategis dalam memperlancar arus barang dan lalulintas orang yang timbul sejalan dengan perkembangan masyarakat dan semakin tingginya mobilitas,
sehingga menjadikan pengangkutan itu sendiri sebagai suatu kebutuhan bagi masyarakat.
Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan sarana transportasi ini, maka sedikit banyak akan berpengaruh terhadap perkembangan di bidang
pengangkutan itu sendiri yang mendorong perkembangan dibidang teknologi, sarana dan prasarana pengangkutan, ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
pengangkutan, serta hukum pengangkutan, disamping tidak dapat dihindari pula timbulnya berbagai permasalahan yang diakibatkan dengan adanya pengangkutan
itu sendiri. Transportasi yang semakin maju dan lancarnya pengangkutan, sudah pasti akan menunjang pelaksanaan pembangunan yaitu berupa penyebaran
kebutuhan pembangunan, pemerataan pembangunan, dan distribusi hasil
2
pembangunan di berbagai sektor ke seluruh pelosok tanah air, misal sektor industri, perdagangan, pariwisata dan pendidikan.
Berdasarkan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 selanjutnya disebut UUD 1945 Alinea ke IV di atas, dapat diketahui bahwa salah satu tujuan nasional
didirikannya Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum bagi setiap orang. Salah satu sektor yang dapat memajukan perekonomian nasional di
Indonesia adalah perdagangan. Sektor perdagangan ini tidak hanya dapat dilakukan melalui darat dan udara, melainkan juga dapat melalui laut.
Kegiatan pengangkutan melalui laut ini dapat dilakukan dengan menggunakan sistem containerisasi. Sistem ini dianggap lebih tepat dan efisien
dari segi biaya, jumlah muatan serta dapat meminimalisir kerusakan barang muatan. Ditambah lagi belakangan ini pemerintahan yang baru juga berfokus pada
pengembangan sistem tol laut, sehingga kedepannya pengiriman pengangkutan barang berfokus pada pengangkutan laut.
Jika melihat kondisi geografis Indonesia, negara kita merupakan negara kepulauan yang lebih didominasi oleh lautan. Maka dari itu, pengangkutan laut
dapat dijadikan prioritas utama dalam pemilihan pengiriman dan pengangkutan barang baik di dalam maupun ke luar negeri. Kegiatan pengiriman dan
pengangkutan barang mencakup berbagai pihak. Adapun pihak-pihak dalam kegiatan pengiriman dan pengangkutan barang antara lain: pengangkut carrier
dan pengirim consigner, shipper.
3
Pengangkut sebagai pihak penyelenggaraan pengangkutan dan sebagai alat yang digunakan untuk menyelenggarakan pengangkutan. Sedangkan pengirim
adalah pihak yang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan. Pengirim dalam bahasa Inggris disebut “consigner”, tetapi khususnya untuk
pengangkutan laut disebut ”shipper”. Pemilik barang dapat berupa manusia pribadi, atau perusahaan perseorangan, atau perusahaan persekutuan badan
hukum, dan bukan badan hukum, atau perusahaan umum Perum.
2
Untuk menjamin barang yang dikirim maka diperlukan suatu perjanjian yang dapat
mengikat para pihak sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Kegiatan pengangkutan laut tidak dapat terlepas dari peran petikemas
container. Petikemas merupakan satu kemasan yang dirancang secara khusus dengan ukuran tertentu, dapat dipakai berulang kali, dipergunakan untuk
menyimpan dan sekaligus mengangkut muatan yang ada di dalamnya. Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti mengangkat dan
membawa, memuat atau mengirimkan. Pengangkutan artinya usaha membawa, mengantar atau memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat yang
lain. Sedangkan maksud dan tujuan diadakan pengangkutan barang itu adalah
untuk memindahkan barang dari satu tempat asal ke tempat tujuan dimana perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat
serta efisiensi. Pengangkutan itu dilakukan karena nilai barang akan lebih tinggi di tempat tujuan dari pada di tempat asalnya. Oleh karena itu pengangkutan.
4
Pengangkutan barang didalam pelaksanaanya didahului dengan adanya kesepakatan antara pihak-pihak yang ingin mengadakan pengangkutan barang.
Kesepakatan tersebut tertuang dalam bentuk perjanjian pengangkutan yang akan menimbulkan hak dan kewajiban serta tanggung jawab yang berbeda dari masing-
masing pihak Petikemas dapat membungkus atau membawa muatan dalam peti-peti
yang sama dan membuat semua kendaraan dapat mengangkutnya sebagai satu kesatuan, baik kendaraan itu berupa kapal laut, keretea api, truk, atau angkutan
lainnya, dan dapat membawanya secara cepat, aman dan efisien atau bila mungkin, dari pintu ke pintu.
Petikemas container bermula pada tahun 1950-an. Banyak perusahaan pelayaran di negara-negara maju yang menyadari bahwa kegiatan bongkar-muat
kargo dari kapal harus dilakukan se-efisien dan se-ekonomis mungkin. Kemudian pada 1957 dimulai perubahan secara besar-besaran dari break bulk menuju
containerized oleh perusahaan Pan Atlantic Streamship Co. Sejak itulah sejarah containerized yang kita kenal sekarang ini dimulai. Alasan lain yang mendorong
terjadinya containerized adalah seringnya terjadi pemogokan buruh di pelabuhan, sehingga menyebabkan kerugian yang sangat besar yang dialami oleh pemilik
kapal. Namun di dalam penyelenggaraan pengangkutan barang banyak terjadi
kerusakan dan kerugian terhadap kargo yang diangkut di dalamnya, apakah itu perbuatan melawan hukum atau wanprestasi. Seperti misalnya kehilangan barang,
5
sampainya barang dalam jumlah yang tidak sesuai, kesalahan dalam pemilihan jenis container, keterlambatan barang tiba di tujuan, dan lain-lain.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengangkatnya menjadi suatu karya ilmiah yang telah penulis pilih untuk dijadikan skripsi dengan judul
“PERANAN CONTAINER DALAM PERJANJIAN KERJA PADA PENGANGKUTAN BARANG MELALUI ANGKUTAN LAUT Studi pada
PT. Samudera Indonesia Cabang Belawan”. Untuk lebih jelasnya penulis akan
menguraikan dan membahasnya lebih lanjut pada BAB-BAB berikutnya.
B. Perumusan Masalah