Kajian Ruang Terbuka Hijau Untuk Pelestarian Khazanah Permainan Tradisional Di Kota Bogor, Jawa Barat

i

KAJIAN RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK PELESTARIAN
KHAZANAH PERMAINAN TRADISIONAL
DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT

NURUL NAJMI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Kajian Ruang Terbuka
Hijau untuk Pelestarian Khazanah Permainan Tradisional di Kota Bogor, Jawa
Barat”, adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi, baik yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2016
Nurul Najmi
NIM A451130151

RINGKASAN
NURUL NAJMI. Kajian Ruang Terbuka Hijau untuk Pelestarian Khazanah
Permainan Tradisional di Kota Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh WAHJU
QAMARA MUGNISJAH dan TATI BUDIARTI.
Ruang terbuka sebagai salah satu elemen lanskap memiliki banyak peran
penting dalam lingkungan perkotaan, salah satunya adalah fungsi ruang bermain
anak. Ruang terbuka juga memiliki potensi permainan tradisional sebagai
alternatif fungsi bermain di dalamnya. Potensi permainan tradisional ini mampu
mendukung perkembangan kemampuan kognitif, afektif, dan psiko-motorik anak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keterkaitan antara ruang terbuka dengan

potensi pelestarian permainan tradisional yang merupakan salah satu kekayaan
budaya bangsa Indonesia. Secara khusus ada empat tujuan yang ingin
dicapai, yaitu mengkaji ruang terbuka yang berada di Kota Bogor,
mengidentifikasi jenis permainan tradisional di Kota Bogor, mengukur perilaku
dan preferensi bermain anak terhadap ruang terbuka dan permainan tradisional,
serta menyusun rekomendasi pelestarian ruang terbuka terhadap potensi budaya
permainan tradisional.
Lokasi penelitian berada di Kota Bogor yang mencakup enam kecamatan,
yaitu Kecamatan Bogor Selatan, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor
Utara, Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Bogor Barat, dan Kecamatan Tanah
Sareal. Penelitian dilakukan melalui tahapan pengumpulan data, pengolahan data,
analisis, dan penyajian hasil yang diakhiri dengan penyusunan rekomendasi.
Pengumpulan data meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh
melalui metode kuisioner dan wawancara. Metode kuisioner terdiri dari tiga jenis
kuisioner, yaitu kuisioner dengan skala Guttman, kuisioner daftar centang, dan
kuisioner paired comparison. Responden kuisioner terdiri dari 422 anak usia 9-12
tahun dari enam kecamatan di Kota Bogor. Data sekunder diperoleh dari beberapa
dinas pemerintah Kota Bogor, yaitu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
(Disbudpar), Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP), dan Badan Perencanaan
dan Pembangunan Daerah (Bappeda).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah ruang terbuka aktif yang dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai arena bermain paling besar terdapat di
Kecamatan Bogor Tengah, dengan total luas lapangan 4 ha dan taman publik 1,9
ha. Hasil identifikasi permainan tradisional menyatakan bahwa terdapat 45 jenis
permainan tradisional Sunda populer di Kota Bogor, dengan persentase rata-rata
anak-anak Kota Bogor mengetahui sebanyak 26% atau hanya 12 jenis permainan
tradisional. Beberapa faktor penyebab rendahnya pengetahuan anak-anak terhadap
permainan tradisional adalah kurangnya data, kurangnya sosialisasi, dan
kurangnya tempat bermain. Keberadaan ruang terbuka sebagai tempat bermain
merupakan elemen penting dalam pelestarian permainan tradisonal. Hasil
pengukuran preferensi bermain anak terhadap permainan tradisional
menyimpulkan bahwa keberadaan ruang terbuka di Kota Bogor menjadi faktor
penentu preferensi bermain sebesar 3%, sementara 97% dipengaruhi oleh faktor
lainnya.
Kata kunci: paired comparison, persepsi, skala Guttman, taman bermain

SUMMARY
NURUL NAJMI. Green Open Space Study For The Treasury Of Traditional
Games Preservation In Bogor City, West Java. Supervised by WAHJU QAMARA
MUGNISJAH and TATI BUDIARTI.

Open space as one of landscape element has many kind of roles in urban
environment, among others is as children playground. Traditional games have
several pontetial advantages as an alternative games, such as for children
cognitive, affective, and psychomotor skills development. Most of traditional
games require open space to be playground. This research‟s objectives are to
study the relationship between open space and traditional game preservation
potential as one of Indonesian heritage. Specifically, there are four goals to be
achieved from this research namely, studying the existing open space in Bogor
City, Identificating traditional game in Bogor City, measuring the behavior and
preference of children towards the open space and traditional games, and to
conduct recommendation of open space preservation after the potential of
traditional game culture.
The research were held in Bogor City that consists of six subdistrict,
namely South Bogor Subdistrict, East Bogor Subdistrict, North Bogor Subdistrict,
Central Bogor Subdistrict, West Bogor Subdistrict, and Tanah Sareal Subdistrict.
This research passed through some of following phases, they were data collection,
data processing and analysis, result compilation, and recommendation
development. Data collection step are consist of primary and secondary data
collection. The primary data were taken from questionnaire and interview. There
are three kind of questionnaires, such as Guttman scale questionnaire, checklist

questionnaire, and paired comparison questionnaire. The sum of respondents from
this research are 422 children, consist of 208 male and 214 female of 9-14 years
old. The secondary data are taken from several department form Bogor City
Government, such as Culture and Tourism Services (Disbudpar), Sanitary and
Landscaping Services (DKP), and Planning and Regional Development Agencies
(Bappeda).
The result shows that the highest amount of active open space that can be
used for playground are located in Central Bogor Subdistrict with 4 ha of play
field and 1,9 ha of public park. The result of traditional game identification shows
that there are 43 kind of Sunda‟s traditional game in Bogor City, which is only
26% or 12 kind of games are known by the children in Bogor City. Several factors
that are influenced the low of children‟s knowledge about traditional games are
lack of data, campaign, and playground space. The existence of open space is one
of the most important element for traditional game preservation. The result of
children‟s preference measurement shows that only 3% claimed the open space is
the biggest factor and the rest 97% are affected from other factors. The character
of open space currently are not quite representative to raise children interest in
play the traditional game in open space.
Keywords: children playground, Guttman scale, paired comparison, perception


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KAJIAN RUANG TERBUKA UNTUK PERMAINAN
TRADISIONAL SEBAGAI KHAZANAH PELESTARIAN
BUDAYA DI KOTA BOGOR
JAWA BARAT

NURUL NAJMI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

pada
Program Studi Arsitektur Lanskap

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Andi Gunawan, M.Sc.Agr.

Judul Tesis : Kajian Ruang Terbuka untuk Permainan Tradisional sebagai
Khazanah Pelestarian Budaya di Kota Bogor, Jawa Barat
Nama
: Nurul Najmi
NIM
: A451130151

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara Mugnisjah, M.Agr.
Ketua

Dr. Ir. Tati Budiarti, M.S.
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Arsitektur Lanskap

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Ujian: 22 September 2016

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata‟ala
yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan tesis ini
dapat diselesaikan. Salawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan
nabi besar Muhammad Saw. Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Master Arsitektur Lanskap di Institut Pertanian Bogor.
Tesis tentang permainan tradisional ini didasarkan pada keinginan untuk
mengetahui keterkaitan antara keberadaan ruang terbuka hijau dengan
pengetahuan dan preferensi masyarakat, khususnya anak-anak, mengenai
permainan tradisional daerah mereka.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Wahju Qamara
Mugnisjah, M.Agr. selaku Ketua Komisi Pembimbing, serta Dr. Ir. Tati Budiarti,
M.S. selaku Anggota Komisi, yang telah banyak memberikan masukan, saran, dan
kritik yang sangat bermanfaat dalam penyelesaian tesis ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Andi Gunawan, M.Sc.Agr. sebagai
penguji luar komisi pada ujian tesis dan Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr. sebagai
Ketua Program Studi yang telah memberikan banyak saran serta masukan dalam
perbaikan tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Melly Latifah,
M.Si. dari Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Kang Cecep dari

Komunitas Hong, Teh Wiwin dari Dago, Teh Ina dari Disbudpar Kota Bogor, dan
Pak Bungbung dari DKP Kota Bogor, yang telah banyak membantu dalam proses
penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan dan kolega
yang telah membantu selama penelitian berlangsung, yaitu Gugi Yogaswara, Irma
Detia Rini, Silvya Khairunnisa, Rusli Effendi, Putri Maryam, Eni Megawati, Susi
Susanti, Elva Lestari, Nida M Wiranidah, Dian Haryati, Syifa Selvia
Sulityoningrum, Lusi Diani, Leni Novita, Bagus Dwi Utama, dan Ndaru Adi
Pranoto. Ungkapan terima kasih tak lupa penulis sampaikan kepada kedua
orangtua dan mertua, suami, kakak dan adik, serta teman-teman dari Program
Pascasarjana Arsitektur Lanskap Angkatan 2013 atas dukungan, doa, dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2016

Nurul Najmi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Kerangka Pemikiran
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2
3
4
4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Ruang Terbuka
Permainan Tradisional
Budaya

5
5
8
11

3 METODE
Lokasi dan Waktu
Metode

14
14
17

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Ruang Terbuka Hijau
Permainan Tradisional
Preferensi dan Perilaku Bermain
Rekomendasi Pelestarian

22
22
24
30
37
41

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

51
51
52

DAFTAR PUSTAKA

53

LAMPIRAN

55

RIWAYAT HIDUP

101

DAFTAR TABEL
1 Komponen dan kriteria pengendalian taman bermain anak
2 Jenis permainan tradisional sunda berdasarkan sifatnya (1)
3 Jenis permainan tradisional sunda berdasarkan sifatnya (2)
4 Tindakan pelestarian budaya
5 Luas wilayah administratif Kota Bogor menurut kecamatan
6 Jumlah responden per-kecamatan
7 Karaktersitik responden
8 Data luas ruang terbuka hijau
9 Luas taman aktif di Kota Bogor
10 Kepadatan penduduk Kota Bogor
11 Persepsi responden terhadap kegiatan bermain di ruang terbuka
12 Pengetahuan responden terhadap permainan tradisional
13 Penggolongan jenis permainan berdasarkan tempatnya
14 Indeks preferensi dan indeks perilaku bermain
15 Hasil uji beda preferensi dan perilaku bermain
16 Hasil uji regresi linear
17 Rekomendasi pelestarian permainan tradisional
18 Karakteristik kebutuhan ruang untuk permainan tradisional

8
10
10
13
15
18
23
26
26
27
29
31
32
37
39
39
42
45

DAFTAR GAMBAR
1 Hubungan antara interaksi alam dan pembelajaran (Acar, 2014)
2 Kerangka pemikiran
3 Jaringan infrastruktur ekologis
4 Hubungan manusia, ruang, dan budaya
5 Lokasi penelitian
6 Lokasi pengambilan data primer
7 Proses perkenalan saat survei kuisioner
8 Proses bermain langsung saat survei kuisioner
9 Bonding phase
10 Peta ruang terbuka hijau Kota Bogor
11 Proyeksi pertumbuhan penduduk
12 RTH yang berpotensi menjadi ruang terbuka aktif Kota Bogor
13 Nilai positif dalam permainan tradisional (Alif, 2012)
14 Ilmu pengetahuan dalam permainan tradisional (Alif, 2012)
15 Permainan engklek di berbagai negara (Alif, 2012)
16 Jalan perumahan dan pemakaman umum sebagai tempat bermain
17 Preferensi tempat bermain
18 Preferensi jenis permainan tradisional
19 Beberapa bentuk sosialisasi permainan tradisional
20 Kreasi ruang publik di taman simpang Jalan Pajajaran
21 Lokasi contoh desain taman tradisional
22 Site plan taman tradisional
23 Ilustrasi 1 taman tradisional
24 Ilustrasi 2 taman tradisional

2
4
6
11
14
16
19
20
20
25
28
30
34
34
35
38
40
41
44
44
47
47
48
48

25 Ilustrasi 3 taman tradisional
26 Ilustrasi 4 taman tradisional
27 Ilustrasi 1 taman petak umpet
28 Ilustrasi 2 taman petak umpet

49
49
50
50

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Kuisioner
Karakteristik permainan tradisional di Jawa Barat
Peta kepadatan penduduk
Peta rencana RTH di Kota Bogor
Jenis-jenis permainan tradisional di Jawa Barat
Peraturan Menteri Perindustrian No.24/M-Ind/PER/4/2013
Peraturan Menteri Perindustrian Nomor: 55/M-Ind/Per/ll/2013

55
59
62
63
64
85
95

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ruang terbuka merupakan sarana yang menjadi kebutuhan masyarakat saat
ini karena berbagai peran penting yang dihadirkannya, antara lain, sarana
penyelamatan lingkungan, tempat beraktivitas, dan tempat bersosialisasi. Ruang
terbuka juga menjadi wadah sarana pendidikan baik secara formal maupun
informal. Akan tetapi, seiring dengan meningkatnya pembangunan, keberadaan
dan kualitas ruang terbuka semakin menurun. Kota Bogor mengalami penurunan
luas ruang terbuka sebanyak 550,07 ha dalam kurun waktu lima tahun, yakni dari
7.299,15 ha menjadi 6.749,08 ha pada tahun 2007-2012 (Bapeda, 2012).
Salah satu aspek penting dari keberadaan ruang terbuka adalah fungsinya
sebagai ruang bermain anak. Lingkungan bermain anak harus terdiri dari dua hal.
Pertama adalah fleksibilitas yang mengikuti imajinasi personal anak. Kedua
adalah detil yang meliputi keamanan dan variasi tantangan. Lingkungan harus
menyediakan kemungkinan fungsi ruang yang dapat memicu kreativitas dan juga
aman bagi anak (Laris, 2005). Anak-anak memperoleh pemahaman budaya
bergantung pada interaksinya terhadap lingkungan (Ruiz et al., 2013) sehingga
karakteristik ruang, seperti tipe, kualitas, dan keragaman lingkungan bermain,
merupakan aspek yang mempengaruhi jenis, kualitas, dan keragaman bermain
anak (Czalczynska dan Podolska, 2014).
Kegiatan bermain merupakan konsep dasar kehidupan yang dengannya
manusia dapat mengenal diri, mengenal alam, dan mengenal Tuhan (Alif, 2012).
Bermain adalah cara seorang anak belajar mempelajari sesuatu. Acar (2014)
mengatakan bahwa melalui kegiatan bermain, seorang anak mampu mengenali
dan mengembangkan potensi kreatif dan talentanya. Jenis interaksi anak dengan
alam secara langsung, tidak langsung, atau simbolik, mempengaruhi
perkembangan anak dari segi kognitif, emosi, dan moral (Gambar 1). Teori
Vygotsky juga mengatakan bahwa permainan memiliki pengaruh besar dalam
pembentukan dan perkembangan mental dan perilaku anak (Sobkin et al., 2014).
Karakter mental dan kreativitas ini bergantung pada aturan budaya lokal yang ada
di masing-masing daerah (Bayanova, 2014).
Indonesia memiliki beragam jenis permainan tradisional anak yang
merupakan salah satu bentuk kekayaan khazanah budaya bangsa. Ada 250 jenis
permainan tradisonal di daerah Sunda, 212 jenis di daerah Jawa, 50 jenis di
Lampung, dan lebih dari 300 jenis permainan tradisional yang ditemukan di
berbagai daerah lainnya di Indonesia (Alif, 2012). Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Propinsi Jawa Barat (2014) menyusun sebanyak 44 jenis permainan
tradisional populer yang sering dimainkan oleh masyarakat Sunda. Berbagai jenis
permainan tradisional ini memiliki kandungan nilai dan makna, seperti sportivitas,
keterampilan, ketahanan fisik, dan kesetiakawanan.
Hampir seluruh jenis permainan tradisional di daerah Sunda (termasuk Kota
Bogor) memiliki ciri yang erat kaitannya dengan unsur-unsur lanskap, baik dalam
hal material yang digunakan, kebutuhan ruang terbuka untuk bermain, permainan
yang meniru suara alam, ataupun memanfaatkan elemen alam, seperti tanah, air,
angin, dan api dalam permainannya.

2
Cara pembelajaran
Kemampuan berpikir dan
menyelesaikan masalah

Kognitif

Munculnya perasaan
dan emosi

Emosi

Munculnya
nilai,
manfaat, dan aspek moral

Jenis interaksi dengan alam
Langsung

Moral

Adanya kontak fisik
dengan elemen alam

Tidak
Langsung

Terbatasnya kontak
fisik dengan elemen
alam

Simbolik

Tidak adanya kontak
fisik dengan elemen
alam

Gambar 1 Hubungan antara interaksi alam dan pembelajaran (Acar, 2014)
Beberapa ciri utama mainan anak masyarakat Sunda adalah menggunakan
material alam yang ada di sekitarnya, menggunakan gerak sebagai sumber utama
permainan, menjadikan angin dan udara sebagai elemen yang mendukung
permainan, membentuk permainan meniru suara, atau membutuhkan ruang luar
sebagai tempat bermain (Alif, 2006). Keberadaan ruang terbuka sebagai bagian
dari interaksi antara anak dengan lingkungannya merupakan sebuah kebutuhan
karena karakteristik permainan yang tergolong permainan aktif dan membutuhkan
ruang untuk gerak, serta ciri jumlah peserta untuk beberapa jenis permainan yang
dilakukan secara berkelompok sehingga menuntut adanya ruang terbuka.
Perumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah semakin berkurang ruang
terbuka di perkotaan menyebabkan semakin menurun pengetahuan dan preferensi
masyarakat, khususnya anak-anak, terhadap jenis-jenis permainan tradisional. Hal
ini akan menyebabkan ragam permainan tradisional sebagai salah satu kekayaan
budaya bangsa terancam punah. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui
keterkaitan antara ruang terbuka di Kota Bogor dengan eksistensi permainan
tradisional sehingga dapat disusun rumusan pelestarian budaya.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian terbagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan umum penelitian adalah mengkaji kaitan antara ruang terbuka yang ada di
Kota Bogor dengan permainan tradisional khas Jawa Barat (Sunda). Tujuan
khusus terbagi menjadi empat, yaitu
1. mengkaji eksistensi ruang terbuka di Kota Bogor,
2. mengidentifikasi jenis-jenis permainan tradisional di Kota Bogor,
3. mengukur tingkat pengetahuan dan preferensi anak terhadap jenis-jenis
permainan tradisional, dan
4. menyusun rekomendasi pelestarian ruang terbuka terhadap potensi
budaya permainan tradisional di Kota Bogor.

3
Kerangka Pemikiran
Keberadaan ruang terbuka di Kota Bogor semakin berkurang seiring
maraknya pertumbuhan pembangunan, baik dalam bentuk pembangunan
perumahan (permukiman), perdagangan, maupun perkantoran. Menurunnya
jumlah ruang terbuka kota, berdampak langsung pula pada menghilangnya fungsi
ruang terbuka, salah satunya fungsi sebagai ruang bermain anak. Terdapat
beberapa jenis ruang terbuka yang secara umum biasa dijadikan tempat bermain
oleh anak-anak. Tipe ruang terbuka dalam bentuk taman, lapangan, dan lahan
kosong, merupakan tipe ruang yang potensial sebagai ruang bermain anak untuk
kegiatan luar ruangan (outdoor).
Terdapat potensi permainan tradisional pada ruang terbuka yang berfungsi
sebagai ruang bermain anak. Potensi ini dilihat dari ragam jenis permainan
tradisional yang merupakan salah satu kekayaan budaya milik Indonesia.
Sebagian besar jenis permainan tradisional ini membutuhkan ruang terbuka
sebagai tempat bermain, misalnya galasin, bebentengan, engklek, cingkup,
egrang, petak umpet, dan sebagainya. Oleh karena itu, keberadaan ruang terbuka
menjadi penting, salah satunya adalah untuk menjaga potensi kekayaan budaya
permainan tradisional Indonesia, khususnya di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Penggunaan fungsi ruang terbuka sebagai ruang bermain anak melihat dua
variabel dari kegiatan bermain, yaitu perilaku dan preferensi. Perilaku bermain
mengukur kegiatan bermain anak di ruang terbuka yang mencakup aspek waktu,
durasi, dan jenis permainan yang dimainkan. Preferensi bermain berkaitan dengan
kecenderungan anak untuk memilih bermain di dalam ruangan (indoor) atau luar
ruangan (outdoor). Preferensi ini juga digunakan untuk melihat tingkat
ketertarikan dan minat anak terhadap ragam jenis permainan tradisional di
Indonesia. Perilaku dan preferensi bermain anak diukur untuk melihat
keterkaitannya dengan keberadaan ruang terbuka yang ada di sekitar mereka.
Perilaku dan preferensi bermain tidak terlepas dari lingkungan dan orangorang di sekitar anak, seperti guru, orang tua, dan teman sebaya. Lingkungan ini
akan memberikan pengaruh terhadap persepsi bermain anak, termasuk didalamnya
pengetahuan dan kecenderungan minat anak terhadap aktivitas permainan tertentu.
Oleh karena itu, aspek lingkungan tersebut (orang tua, guru, teman sebaya)
menjadi penting dalam kaitan antara ruang terbuka sebagai ruang bermain dan
permainan tradisional sebagai objek budaya yang membutuhkan ruang. Eksistensi
ruang terbuka dan peran dari berbagai elemen pengguna ruang ini menjadi kunci
bagi pelestarian permainan tradisional sebagai salah satu khazanah budaya di Kota
Bogor, Jawa Barat. Secara singkat kerangka pikir ini dapat dilihat pada Gambar 2.

4
Ruang Terbuka Hijau di Kota Bogor
Taman

Lapangan

Lahan Kosong

Ruang Bermain Anak
Potensi
Permainan
Tradisional
Perilaku dan Preferensi Bermain

Teman Sebaya, Guru, Orang
Tua
Pelestarian Khazanah Budaya Permainan Tradisional
Melalui Kegiatan Bermain Anak Terhadap Ruang
Gambar 2 Kerangka pemikiran
Manfaat Penelitian
Hasil kajian penelitian ini akan bermanfaat sebagai usulan bagi pemerintah
Kota Bogor untuk menyesuaikan ruang terbuka di perkotaan dalam rangka
melestarikan budaya permainan tradisional. Penyesuaian yang dimaksud adalah
fungsi ruang, baik kualitas maupun kuantitas, terhadap kebutuhan ruang bermain
anak. Penelitian ini juga dapat menjadi acuan bagi Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata serta Dinas Pendidikan Kota Bogor dalam menyusun program-program
edukatif dalam rangka pelestarian budaya Jawa Barat.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dan batasan penelitian ini adalah:
1. Ruang lingkup wilayah penelitian adalah wilayah administrasi Kota Bogor,
provinsi Jawa Barat.
2. Kajian yang diamati meliputi data luas ruang terbuka kota, ragam jenis
permainan tradisional di Jawa Barat yang masih dikenal oleh masyarakat kota,
dan perilaku serta preferensi anak-anak Kota Bogor terhadap kegiatan
bermain dan permainan tradisional.

5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Ruang Terbuka
Menurut Hakim (2012), ruang terbuka adalah ruang yang dapat diakses oleh
masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas maupun secara tidak
langsung dalam kurun waktu tidak tertentu. Ruang terbuka dapat berbentuk jalur
(path), taman (park), hutan (forest), dan sebagainya. Berdasarkan aksesibilitasnya,
ruang terbuka dapat dibagi tiga, yaitu ruang terbuka privat, ruang terbuka semiprivat, dan ruang terbuka umum.
Ruang terbuka privat adalah ruang terbuka yang kepemilikannya pribadi dan
aksesibilitasnya terbatas, misalnya taman rumah tinggal. Tidak semua orang dapat
mengakses ruang ini dan harus mendapatkan izin dari pemilik ruang tersebut.
Ruang terbuka semi-privat adalah ruang terbuka yang kepemilikannya pribadi,
namun akesibilitasnya dapat dimiliki secara umum. Biasanya ruang terbuka jenis
ini diberlakukan sistem masuk berbayar, contohnya adalah taman rekreasi atau
taman hiburan. Jenis taman juga dapat dibedakan berdasarkan fungsinya, antara
lain taman edukasi, taman rekreasi atau taman hiburan, dan taman bermain.
Taman bermain merupakan sebuah ruang yang berfungsi mengakomodasi
kebutuhan bermain anak-anak dan keberadaan taman ini juga mampu mendukung
fungsi lahan dalam mengoptimalkan ruang terbuka.
Ruang Terbuka untuk Bermain
Higgins dan Brightbill (2000) mengatakan bahwa kegiatan bermain mampu
mendorong anak untuk memaksimalkan proses tumbuh kembang dalam aspek
kognitif, afektif, dan juga psikomotorik. Sementara itu, menyediakan tempat
bermain untuk anak, bukan hanya mengakomodasi kebutuhan anak dalam proses
tumbuh kembangnya tersebut, melainkan juga melayani kebutuhan komunitas
urban dalam skala yang lebih luas. Ruang bermain merupakan salah satu bagian
penting dalam sistem komunitas urban yang terkait dengan berbagai jaringan
ekologis lainnya, seperti permukiman, pusat komunitas, lingkungan, dan sekolah
(Gambar 3).
Menurut Laris (2005), lingkungan bermain anak harus terdiri dari dua hal.
Pertama adalah flexibility yang mengikuti imajinasi personal anak. Kedua adalah
detail yang meliputi safety dan challange. Lingkungan harus menyediakan
kemungkinan fungsi ruang (flexibility) yang dapat memicu kreativitas dan juga
aman bagi anak. Selanjutnya, visual appearance pada fitur atau objek bermain
anak tidaklah terlalu penting jika dibandingkan dengan kemungkinan fungsi ruang
tesebut.
Yi Fu Tuan (1981) mengemukakan teori bahwa sebuah ruang adalah
kebebasan bagi anak. Perasaan dan persepsi anak terhadap ruang akan tumbuh dan
berkembang menurut usianya, dan dipengaruhi oleh perkembangan pengetahuan
yang diperolehnya. Anak-anak memiliki imajinasi spesifik terhadap berbagai
elemen lanskap yang ditentukan oleh ragam jenis aktivitas yang dilakukannya di
dalam ruang tersebut.

6

Rumah

Sekolah

Ruang
Bermain

Pusat
Komunitas

Habitat

Gambar 3 Jaringan infrastruktur ekologis
(Higgins dan Brightbill, 2000)
Ruang bermain anak merupakan sebuah tantangan bagi para desainer,
yang dengannya desainer harus mampu merancang ruang terbuka yang dapat
menarik minat anak untuk beraktivitas, bergembira, dan berekspresi melalui
berbagai macam cara. Survei yang dilakukan terhadap orang dewasa di Inggris
menyatakan bahwa sebanyak 71 persen dari mereka terbiasa bermain di luar
rumah setiap hari, baik bermain di jalan maupun bermain di ruang terbuka sekitar
tempat tinggal mereka, sewaktu mereka kecil. Berbeda dengan kondisi anak
sekarang yang hanya 21 persen bermain di luar rumah setiap harinya (Shackell,
Butler, Doyle dan Ball, 2008).
Spencer dan Wright (2014) menyatakan bahwa fitur utama dalam
merancang sebuah ruang terbuka adalah menyediakan suatu area bermain yang
mengikuti tahapan perkembangan anak serta dapat memberikan berbagai
pengalaman menarik bagi anak. Ruang terbuka yang dirancang dengan
memadukan elemen manufaktur dan elemen alam sangat baik menjadi ruang
bermain yang aman sekaligus mampu memaksimalkan perkembangan
keterampilan anak. Keamanan merupakan hal utama dalam merancang sebuah
ruang, khususnya untuk fungsi ruang bermain, tetapi menjadikan ruang terbuka
memiliki daya tarik untuk berbagai aktivitas juga sangat penting.
Lestan, Erzen, dan Golobic (2014) menyatakan bahwa kualitas ruang
terbuka juga berpengaruh terhadap kualitas pola hidup dan kesehatan masyarakat.
Pada daerah yang memiliki jumlah dan kualitas ruang terbuka yang baik,
masyarakatnya memiliki kesempatan sosialisasi yang lebih baik pula satu sama
lain, karena sebagian besar kegiatan interaksi sosial dilakukan sambil menemani
anak-anak mereka bermain. Daerah yang memiliki ruang terbuka lebih banyak,
dimanfaatkan oleh anak-anak daerah tersebut sebagai ruang bermain untuk durasi
waktu yang lebih lama pula.
Campbell (2013) merumuskan susunan ruang terbuka untuk bermain ke
dalam lima fungsi ruang. Kelima ruang tersebut adalah

7
1. ruang aktif,
2. ruang bersama,
3. ruang individu,
4. ruang eksperimen,
5. ruang ekologi.
Ruang aktif merupakan ruang inti bermain yang memiliki elemen lanskap untuk
memicu anak-anak bermain secara aktif, seperti aktivitas berjalan, berlari,
melompat, dan sebagainya. Ruang aktif pada taman bermain biasanya memiliki
persentase ruang yang paling luas dibandingkan keempat ruang lainnya. Ruang ini
mencakup lapangan rumput, lapangan paving, ataupun area dengan berbagai
elemen permainan anak untuk aktivitas fisik.
Ruang bersama merupakan ruang sebagai tempat anak-anak bersosialisasi
dan saling berinteraksi dengan teman sebayanya. Ruang ini sering juga disebut
sebagai ruang sosial atau ruang kultural. Interaksi pada ruang ini menyebabkan
pertukaran informasi dan pertukaran budaya yang bergantung pada kearifan lokal
daerah setempat. Oleh karena itu, ruang bersama sering juga disebut sebagai ruang
budaya. Elemen lanskap yang berada di ruang bersama biasanya berupa bangku
dan meja, bangku melingkar, ataupun gazebo yng berfungsi sebagai tempat
berkumpul.
Ruang individu merupakan ruang yang menyediakan kebutuhan bagi anakanak yang ingin melakukan aktivitas pasif secara individual, seperti membaca,
mengamati, ataupun duduk sendiri. Elemen lanskap yang berada di ruang individu
dapat berupa kursi satuan atau kotak blok yang berfungsi sebagai tempat duduk.
Ruang eksperimen dan ruang ekologi biasanya digabungkan menjadi satu
ruang, meskipun secara esensi memiliki dua fungsi berbeda. Ruang eksperimen
bertujuan agar anak-anak dapat melakukan eksplorasi secara individu ataupun
bersama-sama, sedangkan ruang ekologi bertujuan untuk mengenalkan anak pada
lingkungan dan elemen natural yang ada di sekitar mereka. Elemen lanskap yang
berada di ruangan ini berupa bak pasir, pepohonan, atau elemen natural lainnya.
Baskara (2011) membuat sebuah rumusan normatif pengendalian untuk
taman bermain di ruang terbuka. Menurutnya, pengendalian terhadap perancangan
taman bermain anak dilandaskan pada fungsi pengembangan kreativitas, jiwa
sosial, indera dan pengembangan diri anak-anak sehingga dapat memperoleh
kesenangan (fun). Perancangan taman bermain di ruang terbuka harus
1. menjamin keselamatan, keamanan dan kesehatan anak-anak untuk
bermain di ruang publik.
2. menciptakan kenyamanan dan kemudahan bagi semua anak-anak
(sehat maupun dengan keterbatasan fisik dan mental).
3. menciptakan keharmonisan estetika visual dengan karakter kawasan di
sekitarnya. Taman bermain dapat dikembangkan sebagai fasilitas
penunjang maupun fasilitas utama di ruang publik.
4. memberikan kejelasan tentang fungsi peralatan permainan dan
kekuatan konstruksinya.
Aspek yang harus dikendalikan dalam merancang taman bermain di ruang
terbuka menurut Baskara (2011) adalah keselamatan, kesehatan, kenyamanan,
kemudahan, keamanan, dan keindahan, sementara komponen yang diatur dalam
pengendalian aspek tersebut adalah lokasi, tata letak (layout), peralatan permainan,
konstruksi, dan bahan atau material.

8













Keindahan



Keamanan







Kemudahan

Lokasi
Tata letak
Peralatan permainan
Konstruksi
Material/bahan
Sumber: Baskara (2011)

Kenyamanan

Komponen

Kesehatan

Kriteria

Keselamatan

Tabel 1 Komponen dan kriteria pengendalian taman bermain anak









Permainan Tradisional
Mildred Parten (1932) mengidentifikasi jenis bermain ke dalam enam
kelompok berdasarkan tingkat partisipasi anak. Pertama adalah bermain kosong
(unoccupied play), yakni saat anak hanya berperan sebagai observer atau
pengamat. Ia tidak turut serta dalam permainan ataupun bermain sendiri,
melainkan hanya mengamati. Kedua adalah bermain soliter (solitary play), yakni
saat anak bermain sendiri tanpa mempedulikan keadaan teman dan lingkungan
sekitarnya. Ketiga adalah bermain pengamat (onlooker play/behavior), yakni
bermain sendiri sambil mengamati teman di sekitarnya bermain. Setelah
mengamati, sang anak bisa mengubah cara bermainnya. Keempat adalah bermain
paralel (parallel play), yakni bermain dengan materi yang sama, tetapi masingmasing bermain sendiri. Kelima adalah bermain asosiatif (assosiative play), anak
bermain secara lebih terorganisasi, saling berhubungan, tetapi sewaktu-waktu bisa
meninggalkan lapangan kapan saja. Keenam adalah bermain kooperatif
(cooperative play), anak bermain bersama dan telah terorganisasi, telah disepakati
peraturan bersama, masing-masing menjalankan peran dan saling mempengaruhi
satu sama lain. Identifikasi ini merupakan tingkatan perkembangan sosial yang
juga dapat mempengaruhi preferensi dan perilaku bermain anak.
Bermain yang seimbang adalah mengandung kegiatan fisik dan kognitif.
Kegiatan fisik berfungsi untuk melatih kekuatan otot tubuh. Kegiatan fisik
melibatkan kemampuan motorik yang terdiri atas dua macam, yaitu motorik
halus dan motork kasar. Kegiatan kognitif meliputi nalar, rasional, dan logika
berpikir. Salah satu permainan yang mendukung dari segi perkembangan anak
adalah petak umpet. Petak umpet merupakan permainan yang mengarah kepada
permainan sosial, melibatkan kemampuan motorik kasar (belari, bersembunyi)
dan kognitif (pemahaman ruang, strategi, nalar, logika). Heft dan Harry (1988)
mengatakan bahwa permainan merupakan cara untuk menanamkan nilai
pemahaman dan kepekaan lingkungan pada anak. Permainan petak umpet yang
dikenal oleh hampir setiap anak mampu mengembangkan kemampuan spasial
anak dalam menjaga benteng, ekplorasi ruang pencarian (jarak benteng yang
harus dijaga dan pencarian)
Berdasarkan sifatnya, jenis permainan dibagi menjadi dua, yakni permainan
untuk rekreasi (play) dan permainan untuk bertanding (game). Perkembangan

9
pada masa sekarang terdapat perubahan pada jenis permainan tradisional yang
telah masuk pada kelompok tertertentu. Beberapa jenis permainan yang awalnya
termasuk kategori permainan rekreasi, berubah menjadi permainan menang-kalah.
Sebagai contoh adalah jenis permainan egrang atau jajangkungan, serta permainan
kelom batok atau bakiak batok. Alif (2006) menggolongkan dua jenis permainan
ini ke dalam permainan rekreasi. Namun, pada momen tertentu, kedua jenis
permainan ini menjadi salah satu cabang permainan yang dipertandingkan.
Misalnya pada acara festival budaya bertajuk Kaulinan Urang Lembur yang
diadakan oleh Dinas Budaya dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bogor setiap bulan
Agustus. Disbudpar Kota Bogor telah lima tahun berturut-turut mengadakan
festival budaya yang menonjolkan ragam permainan tradisional ini.
Alif (2006) mengkategorikan permainan tradisional atau disebut juga
permainan rakyat (folk game) ke dalam dua kategori berdasarkan sifatnya.
Pertama adalah permainan untuk bermain (play), dan kedua adalah permainan
untuk bertanding (game). Perbedaannya terletak pada sifat dan tujuannya. Play
bersifat lebih rekreatif, karena biasanya permainan pada kategori ini dilakukan
untuk mengisi waktu luang dan untuk tujuan rekreasi. Game memiliki sifat khusus,
yakni lebih terorganisasi, permainan paling sedikit terdiri dari dua orang peserta,
mempunyai kriteria yang menentukan menang dan kalah, serta mempunyai
peraturan yang telah diterima bersama oleh para pesertanya.
Tabel 2 dan 3 memaparkan daftar jenis permainan tradisional Sunda yang
berhasil dikumpulkan di wilayah Jawa Barat. Jumlah pada jenis permainan
rekreasi (play) lebih banyak daripada permainan menang-kalah (game).
Permainan rekreasi berjumlah 52 jenis, sedangkan permainan menang-kalah
berjumlah 34 jenis. Pada kedua jenis permainan ini terdapat beberapa permainan
yang memerlukan material atau alat bantu, tetapi ada pula yang tidak memerlukan
alat bantu. Perbedaannya terletak pada aturan permainannya. Pada jenis
permainan yang menggunakan material atau alat bantu yang sama, jika aturan
mainnya berbeda, namanya pun berbeda. Sebagai contoh adalah permainan yang
menggunakan material kelereng (gundu). Pada jenis permainan rekreasi,
permainan kelereng dinamakan pal-palan, sedangkan pada jenis permainan
menang-kalah dinamakan kobak. Meskipun menggunakan material yang sama,
kedua permainan ini memiliki aturan berbeda sehingga sifat dan tujuan permainan
tradisionalnya berbeda.
Nilai-nilai positif yang terkandung pada berbagai permainan tradisional
tersebut meliputi nilai kognitif, afektif, dan psiko-motorik. Nilai kognitif yang
terdapat pada permainan tradisional, contohnya adalah melatih kemampuan
berhitung pada permainan congklak, atau melatih daya ingat dan konsentrasi pada
permainan bekel dan lompat karet. Nilai afektif yang dapat diperoleh dari
permainan tradisional, contohnya adalah permainan oray-orayan yang mengasah
emosi dan keterampilan sosial. Hal ini juga dimiliki oleh permainan petak umpet,
galah asin, atau bebentengan yang melatih anak untuk bekerjasama. Nilai psikomotorik hampir dimiliki oleh semua jenis permainan tradisional, karena hampir
semua jenis permainan tradisional menggunakan keterampilan fisik yang
mengasah kemampuan motorik, baik motorik kasar maupun motorik halus.

10
Tabel 2 Jenis permainan tradisional sunda berdasarkan sifatnya (1)
Ambil-ambilan
Angsretan
Anjang-anjangan
Bangbara ngapung
Bebeletokan
Bedil jepret
Bedil sorolok
Celempung
Dog-dog
Empet-empetan
Ewod
Galah barulu
Gogolekan
Golek kembang
Hahayaman
Hatong
Huhuian
Jajangkungan
Sumber: Alif (2006)

Permainan rekreasi
Kakalungan
Karinding
Kekerisan
Kelom batok
Keprak
Ker-keran
Ketapel
Kokprak
Kolecer
Kukudaan
Nok-nok
Oray-orayan
Paciwit-ciwit lutung
Paciwit-ciwit putri
Pakaleng-kaleng agung
Pal-palan
Pamikatan
Pancur rendang

Patipung-tipung balung
Peupeusingan
Posong
Rorodaan
Sanari
Sasapian
Sesengekan
Simeut cudang
Sisimeutan
Suling
Sumpit
Tetemute
Tetenyek-tutunyuk
Tok tar
Tok-tokan
Toleot

Tabel 3 Jenis permainan tradisional sunda berdasarkan sifatnya (2)
Balenan
Bebentengan
Boy-boyan
Bubuyungan
Cingkup
Congklak
Damdaman
Dampu
Dodombaan
Encrak
Encrak
Engklek/sondah
Sumber: Alif (2006)

Permainan menang-kalah
Galah asin
Gatrik
Gobag
Hahayaman jukut
Hong-hongan
Jajamuran
Kali-kali jahe
Keukeuyeupan
Kobak
Kolontok
Lais
Lolodehan

Nanangkaan
Ngadu ungkuy
Panggal gasing
Patingtung
Perepet jengkol
Simseu
Tuk-tuk brug
Ucing kalangkang
Ucing tiang
Ujungan

Jawa Barat yang identik dengan budaya Sunda memiliki kekayaan
permainan rakyat (tradisional). Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jawa
Barat (2014) mendaftar sebanyak 44 jenis permainan tradisional populer yang
sering dimainkan oleh masyarakat Sunda. Jenis-jenis permainan ini memiliki
kandungan makna dan nilai-nilai karakter dan moral yang bermanfaat bagi
perkembangan fisik dan psiko-sosial anak (Lampiran 2).
Berdasarkan subjeknya, karakter pada permainan tradisional terbagi menjadi
tiga, yaitu permainan yang harus dilakukan secara berkelompok (lebih dari 2
orang), permainan yang harus dilakukan secara berpasangan (2 orang), dan
permainan yang dapat dilakukan secara individu (1 orang). Contoh permainan

11
yang harus dilakukan secara berkelompok adalah bebentengan, galah asin/galasin,
lompat karet, dan oray-orayan. Contoh permainan yang harus dilakukan secara
berpasangan adalah congklak. Sementara contoh permainan yang dapat dilakukan
secara individu adalah angsretan, panggal/gasing, kelereng, dan wawayangan.
Namun, jenis permainan tradisional yang dapat dimainkan secara individu
biasanya tetap dilakukan oleh lebih dari satu orang.
Permainan tradisional juga tidak terlepas dari elemen lanskap, khususnya
unsur-unsur lanskap yang berkaitan dengan unsur alam. Berbagai jenis permainan
tradisional membutuhkan ruang terbuka sebagai ruang bermainnya, seperti
sondah/engklek, ucing peungpeun, bebentengan, galah asin/galasin, cingkup, atau
lompat karet. Berbagai jenis permainan tradisional lainnya membutuhkan elemen
alam sebagai material yang digunakan dalam permainan, misalnya batu, daun
singkong, batang padi, biji karet, biji salak, daun kelapa, biji-bijian, bambu, dan
sebagainya.
Budaya
Ruang Budaya
UNESCO
(1983)
dalam
glosarium
Intangible
Heritage-nya
menggambarkan ruang budaya sebagai ruang fisik atau ruang simbolik tempat
masyarakat bertemu untuk saling berbagi dan bertukar ide dan aktivitas sosial.
Ruang ini mempertemukan antara persepsi manusia tentang dirinya, ruang sebagai
entitas fisik suatu tempat, dan budaya yang merupakan hasil interpretasi personal
manusia berdasarkan pemikiran terhadap lingkungannya.
Pada dasarnya manusia tidak pernah terlepas dari kebutuhan akan ruang
sebagai tempat untuk beraktivitas, serta budaya lingkungan tempatnya berdomisili.
Manusia merupakan elemen yang memiliki persepsi personal dalam memandang
segala sesuatu. Ruang merupakan elemen fisik yang memiliki sifat-sifat rigid
sebagai tempat antar-manusia saling berinteraksi. Budaya merupakan nilai-nilai
yang terkandung dalam suatu kumpulan manusia dan diwariskan secara turuntemurun. Ketiga elemen ini saling mempengaruhi dan saling memberikan dampak
timbal balik satu sama lain, sehingga terbentuklah ruang budaya (Gambar 4).

Gambar 4 Hubungan manusia, ruang, dan budaya
(UNESCO, 1983)
Teori Vygotsky menggambarkan ruang budaya sebagai lingkungan sosial
bagi anak. Dalam teorinya, perkembangan psikis anak bergantung pada budaya

12
hidup yang menjadi dasar aktifnya fungsi-fungsi fisik, seperti kemampuan
berbicara, berpikir, dan memahami. Lingkungan sosial merupakan aspek tak
terpisahkan dalam perkembangan fungsi-fungsi tersebut (Bayanova, 2014).
Pelestarian Budaya
Pelestarian mengandung arti upaya dinamis untuk mempertahankan
keberadaan cagar budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan,
dan memanfaatkannya (UU No. 11 Tahun 2010). Undang-Undang No. 11 tahun
2010 tentang Cagar Budaya menyatakan bahwa cagar budaya merupakan
kekayaan budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan
manusia yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu
pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara sehingga perlu dilestarikan.
Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahkan
menyiratkan pentingnya melestarikan nilai budaya yang berkembang di
masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang. Artinya penyelenggaraan
penataan ruang harus memperhatikan berbagai aspek, termasuk nilai budaya yang
terkandung dalam kawasan bersejarah. Pelestarian nilai budaya dalam penataan
ruang ini dapat diwujudkan tidak hanya dalam bentuk elemen fisik (tangible),
tetapi juga dapat diwujudkan dalam bentuk wujud non-fisik (intangible), seperti
penyelenggaraan festival budaya, aktivitas permainan tradisional, sosialisasi yang
bertujuan mengajak masyarakat merawat lingkungan, dan aktivitas lainnya yang
secara tidak langsung mengenalkan anak-anak kepada budaya kearifan lokal dan
mengajarkan nilai positif melalui keberadaan ruang terbuka hijau di lingkungan
mereka.
Haris dan Dines (1988) menyatakan bahwa tindakan pelestarian budaya
dapat dilakukan dengan enam pendekatan, yaitu preservasi, konservasi,
rehabilitasi, restorasi, rekonstruksi, atau rekonstitusi. Preservasi merupakan upaya
pelestarian dengan mempertahankan suatu tapak atau objek tanpa mengubahnya
dari bentuk asli. Konservasi adalah upaya pelestarian dengan mempertahankan,
tetapi masih dimungkinkan adanya aktivitas yang dilakukan terhadap tapak atau
objek tanpa merusak kondisinya. Rehabilitasi merupakan perbaikan dengan
mempertahankan karakter bersejarah dan mempertahankan nilai budaya yang ada
didalamnya. Restorasi merupakan pelestarian dengan mengembalikan kondisi
awal. Rekonstruksi adalah tindakan pelestarian dengan menciptakan kembali
seperti kondisi awal atas tapak yang sudah tidak bertahan lagi. Rekonstitusi adalah
tindakan pelestarian dengan menempatkan kembali atau mengembalikan periode
(waktu), skala, penggunaan, dan sebagainya yang sesuai.
Setiap pendekatan memiliki karakteristik khusus yang diturunkan ke
dalam beberapa implikasi pelaksanaan yang menjadi batasan dalam perubahan
suatu tapak atau lanskap. Batasan paling rigid terdapat pada pendekatan preservasi
yang mengharuskan pelestarian dengan tidak mengubah bentuk dan fungsi ruang.
Pendekatan ini mencegah intervensi teknologi dan perkembangan modern masuk
ke dalam tapak atau lanskap. Pendekatan-pendekatan lainnya bersifat lebih
fleksibel, sehingga intervensi teknologi dapat diaplikasikan untuk menyesuaikan
perkembangan zaman, tetapi dengan batasan tertentu yang telah disesuaikan.
Secara lebih detil tindakan pelestarian ini dapat dilihat pada Tabel 4.

13
Tabel 4 Tindakan pelestarian budaya
No.
1.

Pendekatan
Preservasi
(pemeliharaan)

Definisi
Mempertahankan tapak
seperti kondisi awal
tanpa menambah atau
adanya perusakan

Implikasi
a. Terlindunginya lanskap bersejarah
tanpa adanya perusakan dan intervensi
(campur tangan) sangat rendah
b. Terlindunginya tapak dari perubahan
zaman, pelestarian dilakukan tanpa
membedakan perkembangan tapak

2.

Konservasi

Mencegah
bertambahnya
perusakan pada tapak
atau elemen tapak

a. Terlindunginya lanskap bersejarah
dengan melibatkan sedikit penambahan
atau penggantian
b. Teraplikasinya pemakaian teknologi
dan adanya pengujian secara keilmuan

3.

Rehabilitasi

Meningkatkan standar
modern dengan tetap
memperkenalkan dan
mempertahankan
karakter sejarah

a. Terbatasnya penelitian mengenai
kesejarahan untuk mengetahui elemen
yang sesuai
b. Adanya kesatuan antara elemen sejarah
dan modern
c. Terlibatnya intervensi (campur tangan)
perkembangan zaman sehingga semakin
menghilangkan lanskap sejarah/budaya

4.

Restorasi

Mengembalikan seperti
kondisi awal (tempo
dulu) sebisa mungkin

a. Terlaksananya perkembangan
penelitian kesejarahan secara luas dan
tepat
b. Terlibatnya tingkat intervensi yang
tinggi
c. Terjadinya penggantian konstruksi dan
desain

5.

Rekonstruksi

Menciptakan kembali
seperti kondisi awal,
dimana tapak
(eksisting) sudah tidak
bertahan lagi

a. Terlaksananya penelitian mengenai
sejarah dan arkeologi untuk memperoleh
ketepatan
b. Terjadinya perkembangan desain,
elemen, dan artefak apabila diperlukan
c. Terpilihnya tapak museum yang sesuai

6.

Rekonstitusi
(Penyusunan
kembali)

Menempatkan kembali
atau mengembalikan
periode (waktu), skala,
penggunaan, dan
sebagainya yang sesuai

Sumber: Haris dan Dines (1988)

a. Terlaksananya penelitian kesejarahan
untuk mempertahankan karakter dan pola
yang akan dikembangkan

14

3 METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Bogor, Jawa Barat. Kota Bogor secara
geografis terletak pada 106º 48‟ Bujur Timur dan 6º 36‟ Lintang Selatan dengan
jarak ± 56 km dari ibukota Jakarta.Wilayah Administrasi Kota Bogor terdiri atas 6
kecamatan dan 68 kelurahan, dengan luas wilayah keseluruhan 11.850 ha. Secara
administratif, wilayah Kota Bogor berbatasan langsung dengan Kabupaten Bogor,
yaitu dengan Kecamatan Kemang dan Bojong Gede di sebelah utara, Kecamatan
Sukaraja dan Ciawi di sebelah timur, Kecamatan Darmaga dan Ciomas di sebelah
barat, serta Kecamatan Cijeruk dan Caringin di sebelah selatan (Gambar 5).

Gambar 5 Lokasi penelitian
Kota Bogor memiliki total luas kawasan sebesar 11.850 ha. Kecamatan
Bogor Barat adalah yang paling luas wilayahnya secara administratif, yakni 3.285
ha. Kecamatan Bogor Selatan memiliki luas 3.081 ha, Kecamatan Tanah Sareal
seluas 1.884 ha, Kecamatan Bogor Utara seluas 1.772 ha, Kecamatan Bogor
Timur seluas 1015 ha, dan Kecamatan Bogor Tengah adalah yang paling sempit
luas daerahnya, yakni 813 ha (Tabel 5).

15
Tabel 5 Luas wilayah administratif Kota Bogor menurut kecamatan
No
1
2
3
4
5
6

Kecamatan

Luas (Ha)

Bogor Utara
1.772
Bogor Barat
3.285
Bogor Timur
1.015
Bogor Selatan
3.081
Bogor Tengah
813
Tanah Sareal
1.884
Jumlah
11.850
Sumber : DKP Kota Bogor (2015)

%
14,95
27,72
8,57
26
6,86
15,90
100

Lokasi pengambilan data primer dilakukan di keenam kecamatan di Kota
Bogor, yaitu Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan
Bogor Barat, Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Bogor Selatan, dan
Kecamatan Tanah Sareal. Lokasi spesifik pengambilan data adalah sekolahsekolah dasar yang berada di masing-masing kecamatan. Sekolah dasar dipilih
sebagai lokasi pengambilan data primer karena merupakan tempat berkumpulnya
anak-anak yang menjadi responden dalam penelitian. Asumsi dalam pemilihan
sekolah sebagai tempat pengambilan data adalah anak-anak yang bersekolah di
sana memiliki tempat tinggal tidak jauh dari sekolah (masih dalam satu kelurahan
atau kecamatan yang sama), sehingga domisili responden, yaitu anak-anak dengan
rentang usia 9-12 tahun, dianggap mewakili kecamatan yang bersangkutan.
Masing-masing dari setiap kecamatan diambil dua sekolah dasar yang
dipilih secara acak. Sekolah-sekolah tersebut antara lain SDN Kayumanis 1 dan
SDN Kebon Pedes 1 di Kecamatan Tanah Sareal, SDN Polisi 1 dan SDN Sempur
Kaler di Kecamatan Bogor Tengah, SDN Bantarjati 9 dan SDN Kedung Halang 1
di Kecamatan Bogor Utara, SDN Batu Tulis 2 dan SDN Empang 2 di Kecamatan
Bogor Selatan, SDN Baranang Siang dan SDN Katulampa 5 di Kecamatan Bogor
Timur, serta SDN Sindang Barang 4 dan dan SDIT Insantama di Kecamatan
Bogor Barat (Gambar 6).
Lokasi pengambilan data sekunder berasal dari beberapa dinas
pemerintahan Kota Bogor, yaitu Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP), Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bogor, dan Bapeda Kota Bogor.
Waktu penelitian untuk pengumpulan data dilakukan selama empat bulan,
mulai dari Januari hingga April 2015. Pemasukan data dilakukan pada Mei sampai
Juni 2015, yang dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data.

16

Gambar 6 Lokasi pengambilan data primer

17
Metode
Metode penelitian terdiri dari tahap pengumpulan data, pengolahan data,
dan analisis data. Hasil analisis selanjutnya menjadi panduan dalam menyusun
rekomendasi terhadap ruang terbuka di Kota Bogor yang mendukung pelestarian
permainan tradisional. Pengumpulan data dilakukan terhadap data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dengan metode kuisioner dan wawancara,
sedangkan data sekunder diperoleh dari dinas pemerintah terkait, yaitu Dinas
Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Bogor, Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata (Disbudpar) Kota Bogor, dan Bapeda Kota Bogor.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode kuisioner dan
wawancara. Kuisioner digunakan untuk mengetahui perilaku dan preferensi anakanak Kota Bogor terhadap kebiasaan bermain dan mengukur pengetahuan
terhadap berbagai jenis permainan tradisional. Kuisioner ini juga digunakan untuk
mengetahui