Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Pendukung Pelestarian Satwa Kalong (Pteropus vampyrus) di Kota Bogor

(1)

PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU PENDUKUNG

PELESTARIAN SATWA KALONG (

Pteropus vampyrus

)

DI KOTA BOGOR

AGUS SUYITNO

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Pendukung Pelestarian Satwa Kalong (Pteropus vampyrus) di Kota Bogor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum dajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2012

Agus Suyitno NIM A44070011


(3)

ABSTRACT

AGUS SUYITNO. Green Open Space Planning at City of Bogor to Preserve Existence of Bats (Pteropus vampyrus). Under direction of SITI NURISYAH

Availability of Green Open Space in urban areas is decreasing and could result in environmental degradation. One form of environmental degradation particularly in the city of Bogor is the threatened habitat of Bats (Pteropus vampyrus) in Bogor Botanical Garden. Bats act as pollinators for the trees with high commercial value such as banana, durian, mangrove, kapok, mango and other types of other woods in mangrove forests. Biological diversity is increased by the pollen from the trees brought by the bats that flies long distances. In addition to these benefits, the presence of wildlife in urban environments bats also promises an interesting tourism attraction for tourists. Unfortunately, there is a recent declining population of bats, and it’s greatest threat is its’ habitat loss due to the reduction of food availability due to the decreasing of the existing green space. This study aims to plan a green open space based on an ecological approach to conservation of habitat of bats (Pteropus vampyrus) in the city of Bogor. From the analysis of green space, it can be concluded that the green space to the city of Bogor enrichment plant species like bats (with the architectural characteristics: an average height of 45-65 m, average trunk diameter of 50-95 cm, canopy width reaches 5-25 m and leaf density reached 10-75%) as a place to live that makes it easy to perch and fly. In addition the plant is the source of feed is a plant that produces honey / nectar, small amounts of pollen (pollen) and flowers in large quantities. Planning green open space as a supporter of wildlife conservation of bats (Pteropus vampyrus) follows the pattern of converging to the center of the City Park Botanical Garden in Bogor District Central. Botanical Gardens can be focused as a "home base" for wildlife bats. Green open space in Bogor City Planning must be integrated with urban planning. Other forms of green space in urban areas laid out so that continuous scale ranging from environment to form neighborhood parks and park districts. Then the green areas that have a relatively elongated shape (green line) as a connector or fastener parks and green space areas (node or district). Green open space this pathway may serve as a corridor for wildlife movement in any urban area. Protection of the green line (border river / electric transmission tower/ rail) needs to be done to protect the border functions of the human activities that can disrupt and damage the condition of securing it. Broad demarcation in the city of Bogor area of 1858.08 hectares, or approximately 15.51% of the total area.

Keywords: Green Open Space, Bogor, Bats, Source of Feed, Preservation, Conservations, Wild Life, Pteropus vampyrus.


(4)

RINGKASAN

AGUS SUYITNO. Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Pendukung Pelestarian Satwa Kalong (Pteropus vampyrus) Di Kota Bogor. Dibimbing oleh SITI NURISYAH

Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang semakin berkurang di wilayah perkotaan dapat mengakibatkan timbulnya degradasi lingkungan. Salah satu bentuk degradasi lingkungan yang cukup dirasakan saat ini khususnya di wilayah Kota Bogor adalah terancamnya habitat kalong (Pteropus vampyrus) di Kebun Raya Bogor. Kalong berperan sebagai penyerbuk bagi pohon-pohon dengan nilai komersial tinggi seperti petai, durian, bakau, kapuk randu, mangga dan jenis-jenis lainnnya. Keanekaragaman hayati meningkat dengan terbawanya serbuk sari dari pohon-pohon oleh kalong yang terbang dalam jarak jauh. Selain manfaat tersebut, kehadiran satwa kalong di lingkungan perkotaan juga menjanjikan atraksi wisata yang menarik bagi para wisatawan.

Namun sangat disayangkan, akhir-akhir ini kalong populasiya merosot, ancaman paling besar terhadap kalong adalah kehilangan habitat karena secara tidak langsung berkurang ketersediaan makanan akibat semakin banyaknya pengalihfungsian RTH yang ada. Studi ini bertujuan untuk merencanakan ruang terbuka hijau berdasarkan pendekatan ekologis untuk pelestarian habitat kalong (Pteropus vampyrus) di Kota Bogor.

Analisis dilakukan secara spasial dan deskriptif. Analisis spasial dilakukan terhadap kondisi fisik wilayah Kota Bogor, mencakup batas wilayah, tata guna lahan, peruntukan kawasan, RTH kota, RTH pakan satwa kalong dan preferensi masyarakat, sebagai dasar untuk melakukan modifikasi pada wilayah sebagai habitat baru bagi satwa kalong.

Analisis deskriptif dilakukan terhadap syarat ekologis satwa kalong meliputi bentuk habitat, perilaku, jenis pakan, produksi rata-rata pakan dan kebutuhan pakan satwa kalong di Kota Bogor. Selain itu, juga dilakukan analisis kebutuhan luas RTH dengan standar Permendagri No. 1 Tahun 2007 yang menetapkan 20% dari luas wilayah harus dihijaukan dan kebutuhan luas RTH menurut RTRW Kota Bogor yang menetapkan pencapaian luas RTH minimal 30% dari luas total wilayah Kota Bogor. Dalam menentukan proyeksi jumlah populasi satwa kalong dilakukan pendugaan pertumbuhan populasi dengan menggunakan pendugaan pertumbuhan model exponensial (Caughley, 1978).

Persentase jumlah RTH di Kota Bogor jika ditinjau perkecamatan, Bogor Utara memiliki RTH seluas 976,52 Ha (55% dari luas wilayah), Bogor Barat 1.163,24 Ha (35% dari luas wilayah), Bogor Timur 486,18 Ha (31% dari luas wilayah), Bogor Selatan 2.069,73 Ha (67% dari luas wilayah), Bogor Tengah 248,18 Ha (48% dari luas wilayah) dan Tanah Sareal 1.144,66 Ha (61% dari luas wilayah). Hasil analisis didapatkan bahwa secara umum kota Bogor telah memenuhi standar Permendagri No.1 Tahun 2007 dan RTRW Kota Bogor bahwa lebih dari 30% dari luas wilayahnya merupakan kawasan hijau.

Dari hasil analisis RTH, dapat disimpulkan bahwa RTH Kota Bogor perlu adanya pengkayaan jenis tanaman yang disukai kalong (dengan karakteristik


(5)

arsitektural: ketinggian rata-rata 45-65 m, diameter batang rata-rata 50-95 cm, lebar tajuk mencapai 5-25 m dan kerapatan daun mencapai 10-75%) sebagai tempat tinggal yang dapat memudahkan untuk hinggap dan terbang. Selain itu tanaman yang menjadi sumber pakan merupakan tanaman yang menghasilkan madu/nektar, sejumlah kecil tepung sari (polen) dan bunga dalam jumlah banyak.

Berdasarkan preferensi masyarakat, sebanyak 83,33% responden menginginkan habitat kalong jauh dari pemukiman dan sisanya 16,67 berpendapat tidak masalah adanya kehadiran satwa kalong dilingkungan mereka selama itu tidak mengganggu.

Perencanaan RTH sebagai pendukung pelestarian satwa kalong (Pteropus vampyrus) mengikuti pola memusat dengan pusatnya berupa Taman Kota yaitu Kebun Raya Bogor yang ada di Kecamatan Bogor Tengah. Kebun Raya dapat dipusatkan sebagai “home base” bagi satwa kalong. Perencanaan RTH di Kota Bogor harus terintegrasi dengan perencanaan kota. Bentuk-bentuk RTH yang ada di kawasan perkotaan ditata sehingga berkesinambungan mulai dari skala lingkungan yang dapat berbentuk taman lingkungan dan taman kecamatan. Kemudian kawasan hijau yang mempunyai bentuk relatif memanjang (jalur hijau) sebagai penghubung atau pengikat taman-taman dan kawasan RTH (node atau district). RTH jalur ini dapat berfungsi sebagai koridor bagi pergerakan satwa pada setiap kawasan perkotaan. Keseluruhan dari bentuk-bentuk RTH tersebut merupakan kesatuan RTH yang membentuk pola jejaring RTH untuk menyangga sistem ekologi dan mendukung kenyamanan. Diharapkan nantinya, taman-taman lingkungan ini bisa dihubungkan oleh koridor jalur hijau yang memusat ke Kebun Raya, sehingga ada jalur pergerakan kalong dalam mencari sumber makanan.

Perlindungan terhadap jalur hijau (sempadan sungai/SUTET/kereta api) perlu dilakukan untuk melindungi fungsi sempadan dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu merusak kondisi serta mengamankannya. Luas sempadan yang ada di Kota Bogor seluas 1.858,08 Ha, atau sekitar 15,51 % dari luas total wilayah. Perlindungan terhadap taman hutan Kota juga perlu dilakukan untuk melindungi koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami dan atau bukan alami, jenis asli dan atau bukan jenis asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.

Kata Kunci: Ruang Terbuka Hijau, RTH, Kota Bogor, Kalong, Kelelawar, Sumber Pakan, Pedestarian, Konservasi, Pteropus vampyrus.


(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya diizinkan untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan

kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(7)

PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU PENDUKUNG

PELESTARIAN SATWA KALONG (

Pteropus vampyrus

)

DI KOTA BOGOR

AGUS SUYITNO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Departemen Arsitektur Lanskap

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(8)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Pendukung Pelestarian Satwa Kalong (Pteropus vampyrus) di Kota Bogor

Nama : Agus Suyitno NIM : A44070011

Departemen : Arsitektur Lanskap

Disetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Siti Nurisyah, MSLA NIP. 19480912 197412 2 001

Diketahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisyah, MSLA NIP. 19480912 197412 2 001


(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Pendukung Pelestarian Satwa Kalong (Pteropus vampyrus) di Kota Bogor”. Sholawat serta salam senantiasa tercurah bagi Nabi Muhammad SAW, sebagai Rasul Allah yang telah membawa rahmat bagi seluruh alam.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta (Bapak Sunardi dan Ibu Sunarmi) dan adinda (Novita Ariani), yang senantiasa memberikan do’a, kasih sayang, dukungan, kesabaran dan pengorbanannya, semoga Allah SWT membalas dengan surga-Nya. Pada kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Siti Nurisyah, MSLA sebagai pembimbing skripsi yang memberikan dorongan, arahan dan masukan serta nasehat kepada penulis. 2. Prof. Dr. Ir. H. Hadi Susilo Arifin, MS selaku dosen pembimbing

akademik yang sudah sabar membimbing, menasehati dan memberikan perhatiannya selama ini.

3. Dr. Ir. Indung Sitti Fatimah M.Si dan Vera Dian Damayanti, SP. M.LA selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, kritik dan saran. 4. Minamas Plantation - Sime Darby Group yang telah memberikan bantuan

dana beasiswa selama masa studi di IPB.

5. Bogor International Club (BIC) yang telah memberikan bantuan dana penelitian untuk kelancaran penyelesaian skripsi.

6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, yang telah membantu mulai dari ide hingga tersusunnya skripsi ini.

Bogor, Maret 2012


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Dharmasraya, Sumatera Barat pada tanggal 16 Agustus 1989 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari Bapak Sunardi dan Ibu Sunarmi. Pendidikan penulis diawali pada Taman Kanak-Kanak (TK) Pertiwi, Sawahlunto/Sijunjung tahun 1994 sampai tahun 1995. Kemudian dilanjutkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 23 Piruko sampai tahun 2001. Di tahun yang sama penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Dharmasraya. Tahun 2004 penulis mengenyam pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Sitiung dan lulus tahun 2007. Pada bulan juli 2007 penulis diterima pada Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

Selama di IPB, penulis aktif di sejumlah Lembaga Kemahasiswaan, yaitu sebagai Dewan Perwakilan Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (DPM TPB), LS Bina Desa BEM KM IPB, Leadership and Entepreneurship School, Ketua Dept. Olahraga dan Seni Asrama Sylvasari, Pengurus Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP), Ketua Kelompok Pengembara Sylvasari, Pendiri Komunitas Pecinta Alam HIMASKAP dan Pengurus Asrama S1 Reguler IPB. Dilingkup Departemen Arsitektur Lanskap penulis juga aktif menjadi Asisten MK. Rekayasa Tapak (ARL 214) dan MK. Teknik Studio (ARL 210). Selain itu, penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Bersama kerjasama antara sejumlah Perguruan Tinggi bagian barat di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Pada tahun 2010 penulis lolos dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang kegiatan Artikel Ilmiah (PKM-AI) dengan judul Perencanaan Tapak Zona Pemanfaatan Taman Nasional Gunung Ciremai Resort Palutungan.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Pendukung Pelestarian Satwa Kalong (Pteropus vampyrus) di Kota Bogor dibawah bimbingan Dr. Ir. Siti Nurisyah, MSLA.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

1.3Manfaat ... 4

1.4 Kerangka Pikir ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Ruang Terbuka Hijau Kota ... 7

2.2 Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Dengan Pendekatan Ekologis ... 8

2.3 Bioekologi Kalong ... 10

2.3.1 Klasifikasi ... 10

2.3.2 Morfologi ... 11

2.3.3 Habitat ... 12

2.3.4 Jenis Tumbuhan Pakan ... 12

2.4Perilaku Kalong ... 13

2.4.1 Perilaku Makan ... 13

2.4.2 Perilaku Bertengger ... 13

2.4.3 Reproduksi ... 14

2.4.4 Wilayah Jelajah ... 14

2.4.5 Adaptasi ... 14

2.5Peran Kalong ... 15

2.6 Status Konservasi Kalong ... 16

III. KONDISI UMUM WILAYAH KOTA BOGOR ... 17

3.1 Letak Geografis dan Wilayah Administrasi ... 17

3.2 Klimatologi ... 18

3.3 Topografi ... 18

3.4 Geologi ... 19


(12)

3.6 Flora dan Fauna ... 20

3.7 Kependudukan Kota Bogor ... 21

3.8 Penggunaan Lahan ... 22

3.9 Ruang Terbuka Hijau (RTH) Bogor ... 26

3.9.1Jenis Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor ... 26

3.9.2 Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Fungsinya ... 37

3.9.3 Luas Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Kepemilikannya ... 42

3.9.4 Luas RTH Definitif Kota Bogor ... 45

IV. METODOLOGI ... 47

4.1Lokasi Studi ... 47

4.2 Alat ... 48

4.3Tahapan Perencanaan Ruang Terbuka Hijau ... 48

4.3.1 Persiapan ... 48

4.3.2 Pengumpulan Data ... 49

4.3.3 Analisis dan Sintesis ... 50

4.3.4 Perencanaan Ruang Terbuka Hijau ... 51

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

5.1Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bogor ... 53

5.1.1 Kebutuhan Luas RTH Standar Permendagri No. 1 Tahun 2007 ... 53

5.1.2 Kebutuhan Luas RTH menurut RTRW Kota Bogor ... 55

5.1.3 Kebutuhan Luas RTH Berdasarkan Kecukupan Pakan Satwa Kalong 56 5.1.4 Preferensi Masyarakat terhadap RTH Pendukung Pelestarian Kalong 62 5.1.5 Analisis Bentuk dan Fungsi RTH Perkecamatan di Kota Bogor ... 65

5.2Ruang Terbuka Hijau (RTH) Untuk Habitat Satwa Kalong ... 68

5.2.1 Seleksi Pohon Berdasarkan Karakteristik Arsitektural ... 68

5.2.2 Seleksi Pohon Berdasarkan Polen ... 71

VI. PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) UNTUK PELESTARIAN SATWA KALONG ... 73

6.1Konsep RTH untuk habitat satwa kalong ... 73

6.2 Konsep Pengembangan ... 74

6.3 Perencanaan RTH Untuk Pelestarian Satwa Kalong ... 79


(13)

6.3.2 Jalur Hijau Sempadan SUTT dan SUTET ... 84

6.3.4 Jalur Hijau Sempadan Rel Kereta Api ... 88

6.3.5 Taman Kota ... 93

VII. SIMPULAN ... 97

7.1Simpulan ... 97

7.2 Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 98


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Kemiringan lereng berdasarkan luas lahan Kota Bogor tahun 2004 ...19

2. Laju pertumbuhan penduduk Kota Bogor 1995-2007 ...21

3. Sebaran dan kepadatan penduduk Kota Bogor 2008 ...22

4. Penggunaan lahan Kota Bogor tahun 2000, 2005 ...23

5. Situ/Danau yang ada di Kota Bogor ...31

6. Lokasi TPU yang dilekola oleh Dinas Pemakaman Kota Bogor ...35

7. Ruang terbuka hijau Kota Bogor berdasarkan fungsinya ...38

8. Fungsi ekologi RTH di Kota Bogor ...39

9. Fungsi sosial RTH di Kota Bogor ...40

10. Fungsi estetika RTH di Kota Bogor ...41

11. Fungsi ekonomi RTH di Kota Bogor ...41

12. Ruang terbuka hijau Kota Bogor berdasarkan kepemilikannya...42

13. Luas definitif existing RTH Kota Bogor tahun 2007 ...46

14. Alat yang digunakan pada penelitian ...48

15. Jenis, cara pengumpulan dan sumber data ...49

16. Cara analisis data ...51

17. Kebutuhan luas RTH dengan standar Permendagri No. 1 tahun 2007 ...53

18. Kebutuhan luas RTH menurut RTRW Kota Bogor ...56

19. Mortalitas kalong bulan Maret 2008 – Mei 2008 ...57

20. Perhitungan pertumbuhan populasi kalong dengan metode exponensial ...59

21. Pohon yang dihuni kalong di kawasan Kebun Raya Bogor ...69

22. Polen yang ditemukan di pencernaan kelelawar ...71

23. Data luas sempadan sungai, SUTET dan kereta api di Kota Bogor ...81

24. Lebar garis sempadan rel kereta api ...88

25. Taman di Kota Bogor ...94


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka pikir penelitian ...6

2. Peta wilayah administrasi Kota Bogor ...17

3. Peta penggunaan lahan Kota Bogor tahun 2000 ...24

4. Peta penggunaan lahan Kota Bogor tahun 2005 ...25

5. Taman Peranginan di Jl. Sudirman ...26

6. Taman Lingkungan di Pintu Gerbang Perumahan Villa Bogor Indah ...28

7. Ruang terbuka hijau kawasan perkantoran (IPB) ...29

8. Kebun Raya Bogor ...29

9. Sempadan Sungai Ciliwung (dari Jl. Sudirman) ...30

10. Danau Situ Gede ...31

11. Ruang terbuka hijau jalur jalan ...33

12. Ruang terbuka hijau pulo jalan ...33

13. Ruang terbuka hijau Hutan Kota CIFOR ...34

14. Grafik ruang terbuka hijau Kota Bogor berdasarkan fungsinya ...38

15. Peta fungsi RTH Kota Bogor ...43

16. Peta pengelolaan RTH Kota Bogor ...44

17. Lokasi penelitian ...47

18. Alur perencanaan RTH Kota Bogor untuk pelestarian satwa kalong ...52

19. Ruang terbuka hijau Kota Bogor ...54

20. Mortalitas kalong bulan Desember 2008 – Februari 2009 ...57

21. Ruang terbuka hijau potensial sumber pakan kalong ...61

22. RTH yang dirasakan bermanfaat bagi masyarakat ...63

23. Karakteriktik arsitektural pohon yang disukai kalong ...68

24. Pohon yang sering dihinggapi kalong di Kebun Raya Bogor ...70

25. Pohon yang sering dihinggapi kalong di Kebun Raya Bogor ...70

26. Penambahan RTH yang diinginkan masyarakat ...74

27. Sistem pertamanan kota menurut konsep ”Garden City”, yang terbentuk sejak awal perencanaan Kota Bogor ... 76


(16)

28. Konsep pengembangan RTH Kota Bogor sebagai pendukung pelestarian

satwa kalong ... 78

29. Peta kawasan sempadan sungai di Kota Bogor ...82

30. Jalur hijau sempadan sungai sebagai koridor satwa kalong ...83

31. Ilustrasi jalur hijau sempadan sungai ...84

32. Peta kawasan sempadan SUTT/SUTET di Kota Bogor ...85

33. Jalur hijau sempadan SUTT dan SUTET sebagai koridor satwa kalong ...86

34. Ilustrasi jalur hijau sempadan SUTT dan SUTET ...87

35. Ilustrasi jalur hijau sempadan SUTT dan SUTET ...87

36. Peta kawasan sempadan kereta api di Kota Bogor ...90

37. Ilustrasi sempadan rel kereta api sebagai koridor satwa kalong ...91

38. Ilustrasi jalur hijau sempadan rel kereta api ...92

39. Ilustrasi jalur hijau sempadan rel kereta api ...92


(17)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemanfaatan lahan perkotaan untuk pembangunan berbagai fasilitas perkotaan, termasuk kemajuan teknologi, industri dan transportasi, selain sering mengubah konfigurasi alami lahan perkotaan juga menyita lahan-lahan tersebut dan berbagai bentukan ruang terbuka lainnya. Hal ini sangat merugikan keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) yang sering dianggap sebagai lahan cadangan dan tidak ekonomis. Ruang terbuka hijau merupakan bagian dari ruang-ruang terbuka dalam wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, yang sangat bermanfaat dari segi ekologis, ekonomi, sosial, budaya, arsitektural dan kenyamanan. Berdasarkan Permendagri No. 1 Tahun 2007 disebutkan bahwa proporsi RTH publik, pada wilayah kota minimal 20% dari luas wilayah kota.

Perencanaan RTH perkotaan semestinya mengedepankan fungsi ekologi sebagai fungsi utama disamping fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi. Dalam suatu wilayah perkotaan empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota. RTH berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik, harus merupakan satu bentuk RTH yang berukuran, berstruktur, berbentuk serta terdapat distribusi dan konfigurasi pasti dalam suatu wilayah kota, seperti RTH untuk perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat kehidupan liar. RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berukuran dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota. Ruang terbuka hijau sebagai salah satu komponen lanskap mempunyai peran yang cukup penting dalam mendukung terwujudnya lanskap kota yang berkelanjutan. Keberadaan RTH disamping memberikan manfaat secara ekologi, juga bermanfaat secara sosial, ekonomi dan estetis. Adanya berbagai macam jenis vegetasi sebagai elemen pembentuk RTH kota berperan penting dan efektif dalam meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan antara lain pereduksi polusi,


(18)

meminimalkan erosi dan longsor, ameliorasi iklim, penyerap air tanah dan keindahan alami kota (Nurisyah, 2007).

Kota Bogor merupakan salah satu kota di Indonesia yang mengalami perkembangan pembangunan kota yang cukup pesat. Jumlah penduduk yang terus bertambah setiap tahunnya mengakibatkan aktivitas pembangunan di Kota Bogor semakin meningkat. Data BPS Kota Bogor (2007) menunjukkan jumlah penduduk di Kota Bogor mengalami peningkatan selama periode tahun 1995-2006, yaitu dari 647.912 jiwa pada tahun 1995 meningkat menjadi 879.138 jiwa pada tahun 2006 atau mengalami peningkatan sebesar 35,7%.

Tingginya pertumbuhan penduduk di Kota Bogor mengakibatkan kebutuhan akan lahan terbangun menjadi semakin tinggi, terutama lahan-lahan yang diperuntukkan untuk aktivitas sosial dan ekonomi berupa lahan-lahan untuk sarana pemukiman, pertanian, perkebunan, fasilitas-fasilitas sosial dan fasilitas umum, fasilitas perdagangan dan jasa, industri dan sebagainya. Peningkatan lahan terbangun di Kota Bogor mengakibatkan lahan-lahan terbuka yang ada khususnya RTH beralih fungsi sehingga mengakibatkan ketersediaan RTH di Kota Bogor menjadi semakin berkurang.

Ketersediaan RTH yang semakin berkurang di wilayah perkotaan dapat mengakibatkan timbulnya degradasi lingkungan. Salah satu bentuk degradasi lingkungan yang cukup dirasakan saat ini khususnya di wilayah Kota Bogor adalah terancamnya habitat kalong (Pteropus vampyrus) di Kota Bogor. Keberadaan satwa ini memiliki peran ekologis yang penting karena merupakan pemencar biji buah-buahan seperti sawo, jambu air, jambu biji, kenari, keluwih, namnam, duwet dan cendana (Dumont et al. 2004). Saat ini, ratusan satwa pemakan buah-buahan ini sering beterbangan melintasi daratan luas untuk memenuhi kebutuhan pakannya. Konon, jalur migrasi koloni kalong ini mencapai daerah utara manggrove Muara Angke dan daerah selatan Kabupaten Bogor (Soegiharto, 2009).

Namun sangat disayangkan, akhir-akhir ini populasi kalong merosot, ancaman paling besar terhadap kalong adalah kehilangan habitat karena secara tidak langsung berkurang ketersediaan makanan akibat semakin banyaknya pengalihfungsian RTH yang ada. Hal ini terjadi akibat pengetahuan masyarakat


(19)

akan arti penting kalong dalam mata rantai ekologi masih kurang, hanya sedikit orang yang menyadari peranannya yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan lingkungan. Ada anggapan yang keliru bahwa kalong merupakan hama buah-buahan. Pertama, karena suatu jenis binatang baru dapat dikatakan sebagai hama kalau tingkat kerugian yang ditimbulkan mencapai 10% atau lebih. Kedua, kalong hanya memakan buah-buahan yang sudah masak sehinggga sebenarnya untuk mencegah pemangsaan oleh kalong, sebaiknya buah dipanen saat masak fisiologis, yang dari pengamatan luar tampak masih mentah. Pernah dilaporkan di Jakarta tahun 1980-an (Desa Joglo, Kebon Jeruk) bahwa kalong (Pteropus Vampyrus) sebagai hama buah sawo, tetapi sesudah laporan ini, tidak terdengar lagi keluhan atau informasi bahwa kalong merupakan hama buah-buahan. Namun kalong juga dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat, diantaranya habitat kalong yang kotor dan dapat menimbulkan bau tidak sedap, sehingga masyarakat enggan untuk menerima kehadiran satwa ini. Pernah pula dilaporkan bahwa virus penyebab demam berdarah ditemukan pada kalong (Suyanto, 2001). Selain menimbulkan kerugian, kalong juga mendatangkan banyak manfaat, seperti menurut Nowak (1995) banyak orang percaya bahwa hati kalong dapat menyembuhkan sakit asma dan lemaknya dapat menyuburkan rambut. Selain itu, kotoran yang dihasilkan oleh kalong dapat dijadikan pupuk bagi tanaman.

Hal penting yang harus diperhatikan dalam melestarikan satwa kalong, terkait dengan perilaku mencari makan dan berkembang biak, serta ketersediaan ruang dan pakan di lingkungan perkotaan.

1.2 Tujuan

Studi ini bertujuan untuk merencanakan ruang terbuka hijau berdasarkan pendekatan ekologis untuk pelestarian habitat kalong (Pteropus vampyrus) di Kota Bogor.

Secara spesifik tujuan dari studi ini adalah sebagai berikut:

1. Mendata luas dan sebaran RTH di Kota Bogor serta kesesuaiannya terhadap Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 (tentang penataan RTH) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor.


(20)

2. Menganalisis jumlah kebutuhan RTH di Kota Bogor berdasarkan kebutuhan pakan satwa Kalong.

3. Preferensi masyarakat terhadap RTH habitat kalong.

4. Merencanakan RTH yang sesuai dengan kebutuhan kota, habitat ekologis kalong dan preferensi masyarakat.

1.3 Manfaat

Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Sebagai masukan kepada pemerintah daerah, terutama Pemerintah Kota Bogor sebagai pembuat kebijakan ruang dan lingkungan.

2. Dapat menjadi contoh bagi pemerintah daerah lain untuk menciptakan keanekaragaman hayati dalam kota terutama satwa kalong.

3. Dapat menambah pengetahuan lingkungan, khususnya mengenai habitat satwa dalam bidang arsitektur lanskap.

4. Tersedianya informasi tentang perencanaan RTH sebagai pendukung pelestarian habitat kalong sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam upaya konservasi kalong di daerah perkotaan, khususnya di Kota Bogor.

1.4 Kerangka Pikir

RTH Kota Bogor memiliki dua fungsi, yaitu fungsi ekologis dan fungsi non ekologis. Salah satu fungsi yang akan dikembangkan adalah fungsi ekologis yaitu direncanakan sebagai habitat kalong (Pteropus vampyrus). Keberadaan satwa kalong di lingkungan perkotaan ini sangat penting terutama untuk biodiversitas, pemencar biji tumbuh-tumbuhan dan penyerbuk bagi beberapa jenis tumbuhan tertentu, seperti kapuk randu dan durian. Selain itu juga bisa dijadikan sebagai antraksi wisata di lingkungan perkotaan, bagian tubuhnya juga bisa di gunakan sebagai obat penyakit dan kotorannya bisa digunakan sebagai pupuk bagi tanaman yang ada di sekitarnya.

Namun, saat ini populasi satwa kalong mengalami penurunan, ancaman paling besar terhadap kalong adalah kehilangan habitat karena secara tidak langsung berkurang ketersediaan makanan akibat semakin banyaknya pengalihfungsian RTH yang ada. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis


(21)

kesesuaian jumlah RTH yang sesuai dengan kebutuhan pakan satwa kalong, tetapi tetap sesuai dengan standar Permendagri No. 1 tahun 2007 dan RTRW Kota Bogor. Kemudian akan dilihat juga berdasarkan preferensi masyarakat terhadap habitat kalong. Sehingga dapat diketahui ketersediaan RTH saat ini apakah mampu mendukung pelestarian satwa kalong di Kota Bogor. Gambar 1 memperlihatkan kerangka pikir studi perencanaan RTH sebagai pendukung pelestarian satwa kalong (Pteropus vampyrus).


(22)

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian Merencanakan habitat baru

kalong dalam RTH Kota Habitat satwa kalong di Kota Bogor berkurang dan populasinya menurun

RTH berdasarkan RTRW kota Habitat kalong

(Pteropus vampyrus)

Fungsi non ekologis

Ruang terbuka hijau sebagai pendukung pelestarian satwa kalong (Pteropus vampyrus) di Kota Bogor Fungsi ekologis

RTH Kota Bogor

Fungsi ekologi lainnya

Manfaat keberadaan satwa kalong:

• Pemencar biji tumbuh-tumbuhan

• Penyerbuk pohon-pohon jenis tertentu

• Bagian tubuhnya sebagai obat dan kotorannya sebagai pupuk bagi tanaman yang ada disekitarnya

• Menjadi atraksi wisata di lingkungan perkotaan

RTH untuk kebutuhan pakan satwa kalong RTH berdasarkan Permendagri

No. 1 tahun 2007

Necessary Condition


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ruang Terbuka Hijau Kota

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 yang dimaksud ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan ataupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Dalam ruang terbuka hijau (RTH), pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijauan tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan, dan sebagainya. Jika ditinjau dari manfaatnya, terdapat delapan jenis RTH yaitu: (1) RTH untuk mencerminkan identitas suatu daerah, (2) RTH untuk sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan, (3) RTH untuk sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial, (4) RTH untuk meningkatkan ekonomi lahan perkotaan, (5) RTH yang dapat menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah, (6) RTH untuk sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula, (7) RTH untuk sarana evakuasi untuk keadaan darurat, (8) RTH yang dapat meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan (Permendagri No. 1 tahun 2007).

Sedangkan dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, RTH ditujukan untuk fungsi ekologis (pereduksi polusi, penetralisir banjir, dll), fungsi estetika, serta untuk mereduksi Landscape Disaster (longsor, banjir, angin puting beliung). Hal ini juga ditujukan untuk menjaga keseimbangan ekosistem kota dan wilayah sekitar dalam rangka mewujudkan kota berkelanjutan (UU No. 26 Tahun 2007).

RTH wilayah perkotaan adalah ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, dimana didominasi oleh tanaman dan tumbuh-tumbuhan secara alami. Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang disebutkan bahwa proporsi RTH pada wilayah perkotaan tergantung pada kondisi geomorfologis kota, kebutuhan akan fungsi ekologis RTH, kebutuhan akan fungsi estetika kota, dan kebutuhan pereduksi Landscape Disaster (UU No. 26 Tahun 2007).


(24)

2.2 Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Dengan Pendekatan Ekologis Perencanaan adalah mengontrol penggunaan lahan dengan peraturan zoning, yaitu dengan batas area yang jelas misalnya, perdagangan, industri, pemukiman dan pertanian. Penerapan untuk bangunan misalnya syarat ukuran, tinggi dan sebagainya. Peninjauan dan perkembangan memerlukan pengembang untuk menghadirkan konsep pada bagian tata ruang. Dalam usaha perencanaan terhadap suatu kawasan tertentu diperlukan adanya pendekatan yang dilakukan terhadap kebutuhan atau keinginan khusus dari suatu kelompok sosial atau lahan. Pendekatan yang diambil tersebut haruslah efektif untuk dapat memberikan penyediaan segala bentuk pelayanan dan ruang bagi masyarakat yang menggunakan dan berkepentingan terhadap kawasan tersebut. Proses perencanaan lanskap yang baik haruslah merupakan proses yang dinamis, saling terkait, serta saling menunjang. Proses ini merupakan suatu alat yang sistematis yang digunakan untuk menentukan keadaan awal suatu lahan atau kawasan (Nurisjah, 1996)

Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Kawasan hijau kota terdiri atas pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan hijau pekarangan. Ruang terbuka hijau diklasifikasikan berdasarkan status kawasan, bukan berdasarkan bentuk dan struktur vegetasinya (Fandeli, 2004).

Menurut Nurisjah (1996) RTH kota merupakan ruang-ruang terbuka (open space) di berbagai tempat di suatu wilayah kota yang secara optimal digunakan sebagai daerah penghijauan dan berfungsi baik secara langsung maupun tidak langsung untuk kehidupan manusia dan kesejahteraan manusia atau warga kotanya selain untuk kelestaraian dan keindahan lingkungan.

Fungsi ruang terbuka hijau di perkotaan menurut Simonds (2006), yaitu sebagai penjaga kualitas lingkungan, sebagai penyumbang ruang bernapas yang segar dan keindahan visual, sebagai paru-paru kota, sebagai penyangga sumber air dalam tanah, untuk mencegah erosi, sebagai unsur dan sarana pendidikan.


(25)

Menurut Hakim (2002) fungsi RTH terdiri dari: 1. Fungsi estetis

Fungsi estetis dapat diperoleh melalui tanaman-tanaman yang sengaja ditata sehingga tampak menonjol keindahannya. Warna hijau dan aneka susunan tajuk berpadu menjadi pemandangan estetis. Halaman gedung dan perumahanatau lainnya yang tampak kaku dan gersang akan terasa indah dipandang bila ditumbuhi dengan pepohonan maupun tanaman hias.

2. Fungsi orologis

Perpaduan antara tanah dan tanaman merupakan kesatuan yang saling memberi manfaat. Vegetasi yang tumbuh di atas tanah akan mengurangi erosi, fungsi orologis ini penting untuk mengurangi tingkat kerusakan tanah, terutama longsor dan penyangga kestabilan tanah.

3. Fungsi hidrologis

Struktur akar tanaman mampu menyerap kelebihan air apabila turun hujan sehingga tidak mengalir dengan sia-sia melainkan dapat terserap oleh tanah. Hal ini sangat mendukung daur alami air tanah sehingga dapat menguntungkan manusia. Dengan demikian daerah hijau sangat penting menjadi daerah persediaan air tanah.

4. Fungsi klimatologis

Iklim yang sehat dan normal penting untuk keselarasan hidup manusia. Faktor-faktor iklim seperti kelembapan, curah hujan, ketinggian tempat dan sinar matahari akan membentuk suhu harian maupun bulanan yang sangat besar pengaruhnya terhadap manusia. Keberadaan vegetasi dapat menunjang faktor-faktor iklim tersebut. Efek rumah kaca akan di kurangi oleh banyaknya vegetasi dalam suatu daerah bahkan adanya vegetasi akan menambah kesejukan dan kenyamanan lingkungan.

5. Fungsi edaphis

Fungsi ini berhubungan erat dengan lingkungan hidup satwa diperkotaan yang semakin terdesak lingkungannya dan semakin berkurang tempat huniannya. Padahal keberadaan satwa di perkotaan akan memberi warna pada kehidupan perkotaan. Lingkungan hijau akan memberi tempat yang nyaman bagi satwa tanpa terusik.


(26)

6. Fungsi ekologis

Keserasian lingkungan bukan hanya baik untuk satwa, tanaman atau manusia. Keseluruhan makhluk ini dapat hidup dengan nyaman apabila ada kesatuan. Alam yang rusak berdampak negatif pada hidup manusia. Kehidupan makhluk hidup di alam memiliki ketergantungan satu sama lainnya.

7. Fungsi protektif

Pohon dapat menjadi pelindung dari teriknya sinar matahari di siang hari sehingga manusia memperoleh keteduhan dari terik sinar matahri. Pohon juga dapat menjadi pelindung dari terpaan angin kencang dan peredam kebisingan.

8. Fungsi hygienis

Lambat laun udara perkotaan semakin tercemar baik oleh asap kendaraan, industri maupun debu kota. Adanya polusi dapat berakibat negatif pada kehidupan manusia. Hadirnya tanaman, maka bahaya polusi ini mampu dikurangi karena dedaunan tanaman mampu menyaring debu dan menyerap kotoran di udara. Tanaman juga menghasilkan oksigen yang sangat dibutuhkan oleh manusia.

9. Fungsi edukatif

Semakin langkanya pepohonan yang hidup diperkotaan membuat sebagian warganya tidak mengenalnya, meskipun pepohonan hidup disekitarnya. Penanaman kembali pepohonan diperkotaan dapat bermanfaat sebagai laboratorium alam.

2.3 Bioekologi Kalong 2.3.1 Klasifikasi

Kalong ditinjau dari segi taksonomi menurut Suyanto (2001) termasuk dalam:

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Mamalia


(27)

Ordo : Chiroptera Sob Ordo : Megachiroptera Family : Pteropodidae Marga : Pteropus Genus : Cynocephalus Spesies : Pteropus vampyrus

2.3.2 Morfologi

Mata besar, telinga tidak memiliki tragus atau antitragus. Processus portorbitalis umumnya berkembang dan jari sayap nomor dua umumnya bercakar. Pteropus vampyrus merupakan anggota Pteropus yang berukuran paling besar dengan warna dada dan perut seperti warna punggung yang hitam, bahu (mantel) coklat kekuningan, membran antarpaha tidak tumbuh di tengah, gigi palatum 5+5+3 atau 5+51/2 atau 6+3, betis bagian atas tidak berbulu, basal ledge belakang (tonjolan) pada geraham tidak tumbuh atau tumpul (Suyanto, 2001).

Lebih lanjut menurut Suyanto (2001), Kalong adalah anggota bangsa kelelawar (Chiroptera) yang tergolong dalam familia Pteropodidae, satu-satunya familia anggota subordo Megachiroptera. Kata “Kalong” seringkali digunakan alih-alih kelelawar dalam percakapan sehari-hari, walaupun secara ilmiah hal ini tidak sepenuhnya tepat, karena tidak semua kelelawar adalah Kalong. Kalong adalah herbivora, dan hanya memakan buah-buahan atau menghisap nektar dari bunga. Walaupun Kalong pada umumnya lebih besar daripada kelelawar, namun tidak semuanya demikian, ada beberapa spesies yang panjangnya hanya 6 cm.

Kalong memiliki mata yang besar sehingga walaupun tidak setajam mata manusia, mereka dapat melihat kala fajar atau di dalam gua yang gelap. Indra yang secara utama digunakan untuk navigasi adalah daya penciumannya yang tajam. Mereka tidak mengandalkan diri pada daya pendengaran seperti halnya kelelawar, dengan kekecualian satu spesies Kalong Mesir (Rousettus egyptiacus).

Walaupun kelelawar secara umum dapat ditemukan di seluruh dunia, Kalong hanya ditemukan di daerah-daerah tropis di Myanmar Selatan, Thailand, Malaysia, Philipina, Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan dan Sulawesi.


(28)

2.3.3 Habitat

Habitat adalah suatu kesatuan kawasan yang dapat menjamin segala keperluan hidupnya baik makanan, air, udara bersih, garam mineral, tempat berlindung, berkembang biak, maupun tempat untuk mengasuh anak-anaknya. Kawasan yang terdiri dari berbagai komponen, baik fisik maupun biotik, yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang biaknya satwa liar (Alikodra, 1990).

2.3.4 Jenis Tumbuhan Pakan

Menurut Soegiharto (2009) kelelawar Megachiroptera mengkonsumsi buah, polen, dan nektar. Kalong telah diketahui bermanfaat sebagai pemencar biji terung-terungan, cendana, beringin, karet, keluwih, jambu, duwet, sawo, srikaya, kenari dll. Pemencaran biji oleh binatang mutlak diperlukan untuk menjaga keanekaragaman hutan tropis. Sebab kalau tidak ada binatang yang memencarkan biji buah-buahan, maka buah yang jatuh di bawah pohon induk, terutama buah yang berdaging, lama-kelamaan membusuk akibat kerja bakteri pembusuk, dan peristiwa pembusukan ini menimbulkan zat asam yang dapat merusak biji sehingga biji tidak bisa berkecambah. Memang ada biji yang bisa berkecambah, tetapi mungkin tidak akan mencapai usia dewasa karena kekurangan cahaya matahari akibat suasana gelap oleh naungan tajuk pohon. selain itu dalam suasana gelap tersebut banyak kumbang pemakan biji yang berkeliaran, sehingga menambah faktor ancaman terhadap keselamatan biji yang jatuh di bawah pohon induk.

Kalong dianggap berperan penting dalam pemencaran biji karena Kalong hanya memakan daging buah saja yang dikunyah-kunyah untuk diambil cairannya, bagian serabut daging buah disepah dan bijinya dibuang. Akibatnya, biji menjadi bersih dari daging buah. Biasanya Kalong pemakan buah, terutama yang berkuran kecil, tidak makan di pohon induk. Mereka membawa buah yang diperoleh dengan cara menggigit dan membawanya ke pohon lain yang dianggap aman hingga berjarak 100-200 m dari pohon induk. Dengan demikian biji dipencarkan jauh dari pohon induknya sehingga kesempatan biji untuk berkecambah dan tumbuh dewasa sangat besar (Suyanto, 2001)


(29)

Karena daerah jelajah Kalong yang cukup jauh, lebih lanjut menurut Suyanto (2001) pemencaran biji ini akan meningkatkan variabilitas sifat-sifat tumbuhan dan pada gilirannya akan meningkatkan kualitas hidup tumbuhan itu sendiri. Jika biji dengan aneka sifat dapat dipencarkan jauh maka varian-varian tersebut mempunyai kesempatan yang besar untuk tumbuh, sebab biji-biji tersebut akan jatuh di berbagai tipe habitat. Dengan demikian, varian di berbagai tipe habitat ini akan tumbuh dan berkembang. Sebaliknya jika biji-biji jatuh hanya pada satu tipe habitat, maka varian yang cocok dengan tipe habitat itu saja yang akan tumbuh, sementara biji lainnya tidak berkesempatan untuk hidup dan berkembang.

Selain sebagai pemencar biji, Kalong juga dikenal sebagai penyerbuk bunga berbagai tumbuhan, termasuk tumbuhan bernilai ekonomi tinggi seperti durian, petai, aren, kaliandra, pisang, bakau, kapuk randu dan lain-lain (Soegiharto, 2009)

2.4 Perilaku Kalong

Kalong merupakan binatang nokturnal, yakni aktif mecari makan pada malam hari dan beristirahat di siang hari, hidup berkoloni dalam kelompok kecil sampai besar. Sebagain besar tinggal di tajuk pepohonan di antara dedaunan yang rimbun atau tempat yang menyediakan lingkungan hidup yang teratur dan memiliki sedikit gangguan atas ketenangan satwa ini (Ensiklopedia Indonesia, 2003).

2.4.1 Perilaku Makan

Kelelawar Megachiroptera mengkonsumsi buah, polen dan nektar (Suyanto, 2001). Kalong aktif mencari makan pada malam hari dan beristirahat pada siang hari. Umumnya kelelawar pemakan tumbuhan (Kalong) menggunakan mata untuk mengenali benda-benda di sekitarnya.

2.4.2 Perilaku Bertengger

Perilaku Kalong dalam bertengger sangat unik dan berbeda dengan cara bertengger burung pada umumnya. Selama bertengger, Kalong dapat melakukan


(30)

berbagai macam sikap. Pada posisi tubuh terbalik, Kalong bertengger dengan cara membungkus tubuhnya dengan sayap yang melipat dan sayap yang satu menutupi sayap yang lain. Kalong bergantung melekat pada dinding tegak lurus dengan sayap pada dua sisi ditudungkan ke tubuh. Ibu jari mendapat pegangan tambahan, sedangkan sayap kadang-kadang digunakan sebagai penopang untuk memisahkan kepala dari dinding (Eksiklopedi Indonesia, 2003).

2.4.3 Reproduksi

Menurut Suyanto (2001) pada umumnya Kalong berkembang biak sekali setahun dengan masa bunting 3-6 bulan, setiap melahirkan umumnya hanya seekor dan jarang yang kembar (yang dapat mencapai bobot 25-30% dari bobot induknya dibandingkan dengan manusia yang hanya 5% atau kurang dari bobot induknya). Berbeda dengan jenis mamalia lainnya, Kalong agak lebih lama menyusui anaknya. Kalau mamalia lain menyapih bayinya jika sudah mencapai 40% ukuran dewasa, penyapihan pada Kalong terjadi ketika sudah hampir berukuran dewasa (Barclay dalam Nowak, 1995). Induk Kalong pada saat terbang rata-rata mampu membawa bayi dengan bobot antara 9,3-73,3% dari bobot tubuhnya (Davis and Cocrum, 1964)

2.4.4 Wilayah Jelajah

Daerah jelajah Kalong (Pteropus vampyrus) ketika mencari makan mencapai radius 60 Km (Suyanto, 2001). Wilayah jelajah Kalong bervariasi menurut ukuran tubuh. Pada ukuran tubuh yang sama maka tidak terdapat perbedaan wilayah jelajah antara jantan dan betina baik pada musim panas maupun musim hujan.

2.4.5 Adaptasi

Adaptasi mengacu kepada karakteristik dari makhluk hidup, termasuk warna, bentuk, fisiologi dan perilaku mereka yang memungkinkan mereka untuk bertahan hidup dan berkembang biak dengan baik di dalam lingkungan dimana mereka hidup (Dawkins, 1995).


(31)

2.5 Peran Kalong

Kelelawar pemakan buah dan nektar berperan penting dalam ekologi yaitu sebagai penyebar biji dan penyerbuk bunga. Jenis kelelawar yang memiliki peranan ini mayoritas adalah jenis dari famili Pteropodidae (Dumont, 2004). Kalong sebagai penyebar biji misalnya pada buah-buahan seperti sawo (Manilkara kauki), jambu air (Syzygium aquea), jambu biji (Psidium guajava), duwet (Syzygium cuminii) dan cendana (Santalum album). Kelelawar sebagai penyerbuk bunga misalnya pada tanaman bernilai ekonomis seperti durian (Durio zibenthinus), bakau (Rhizophora conjugate), kapuk (Ceiba pentandra) dan mangga (Mangifera indica). Kalong berperan sebagai penyerbuk bagi pohon-pohon di hutan, termasuk pohon-pohon-pohon-pohon dengan nilai komersial tinggi seperti petai, durian, bakau, kapuk randu, mangga dan jenis-jenis lainnnya di hutan mangrove. Keanekaragaman hayati meningkat dengan terbawanya serbuk sari dari pohon-pohon oleh Kalong yang terbang dalam jarak jauh. Selain manfaat tersebut, kehadiran satwa Kalong di lingkungan perkotaan juga menjanjikan atraksi wisata yang menarik bagi para wisatawan. Di Watansoppeng Sulawesi Selatan misalnya, Keberadaan Kalong di jantung kota Watansoppeng, semakin menambah pesona kota ini, oleh karena itu kota Watansoppeng dijuluki sebagai kota Kalong. Uniknya, Kalong ini hanya mau berdiam dan bergelantungan di pepohonan sepanjang kota Watansoppeng. Menjelang matahari tenggelam di ufuk barat, Kalong-kalong tersebut terbang meninggalkan pepohonan untuk mencari makanan. Saat Kalong-kalong yang jumlahnya ribuan tersebut terbang, langit seakan tertutup oleh bayangan hitam. Kawanan Kalong tersebut akan kembali ke pepohonan menjelang matahari terbit di ufuk timur seiring gema suara azan shubuh dengan suara khas yang berisik seakan membangunkan warga Kota Soppeng untuk segera melaksanakan shalat subuh dan melakukan aktivitas sehari-hari (Mursalim, 2009).

Koloni Kalong juga terdapat di Pulau Kalong Taman Nasional Komodo, Pemandangan sunset di pinggir Pulau Kalong ini cukup terasa mistikal. Warna menguning matahari di antara hijaunya daun-daun pohon bakau dengan latar belakang bukit savana dilengkapi dengan ratusan (atau ribuan) Kalong beterbangan mengitari di atasnya. Di pulau yang tidak seberapa luas dan


(32)

menyebarkan "aroma" mistik ini hidup ribuan koloni Kalong. Satwa mamalia bersayap ini hidup bergelantungan di pohon-pohon bakau yang hidup subur di pulau itu. Pemandangan yang sangat eksotis akan dijumpai wisatawan jika mengunjungi pulau ini menjelang matahari tenggelam (Sumatika, 2009).

2.6 Status Konservasi Kalong

Banyak jenis Kalong yang menghadapi kepunahan. Terutama di Pasifik, sejumlah spesies terancam punah karena perburuan yang berlebihan untuk konsumsi manusia. Di Ghana dan Kepulauan Mariana, daging Kalong merupakan makanan lezat, yang mendorong perdagangannya secara besar-besaran. Pada 1989, CITES memasukkan semua spesies Pteropus ke dalam Apendiks 2, yakni daftar jenis-jenis hewan dan tumbuhan yang perdagangannya perlu diawasi secara ketat agar tidak punah (Soehartono, 2003). Di samping itu, petani sering pula menganggapnya sebagai hama kebun yang perlu diberantas, sementara yang lain memanfaatkannya sebagai obat sakit asma. Predator Kalong di alam adalah burung-burung pemangsa, ular, dan mamalia karnivora.


(33)

III. KONDISI UMUM WILAYAH KOTA BOGOR

3.1 Letak Geografis dan Wilayah Administrasi

Kota Bogor dengan luas 11.850 ha, terletak pada 106º 48’ BT dan 6º 36’ LS, ± 56 Km Selatan dari Ibu Kota Jakarta (Gambar 2).

Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor Tahun 2010-2029


(34)

Wilayah Administrasi Kota Bogor dibagi menjadi 6 (enam) kecamatan dan 68 kelurahan, 750 RW dan 3.349 RT yang berbatasan dengan :

a. Sebelah Utara : Kecamatan Kemang, Bojong Gede, dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor.

b. Sebelah Timur : Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. c. Sebelah Barat : Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Ciomas Kabupaten

Bogor.

d. Sebelah Selatan : Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor.

3.2 Klimatologi

Kota Bogor disebut Kota Hujan karena memiliki curah hujan rata-rata yang tinggi. Curah Hujan rata-rata di wilayah Kota Bogor berkisar antara 3.000 sampai 4.000 mm/tahun. Curah hujan bulanan berkisar antara 250-335 mm dengan waktu curah hujan minimum terjadi pada bulan September sekitar 128 mm, sedangkan curah hujan maksimum terjadi di bulan Oktober sekitar 346 mm. Suhu rata-rata wilayah Kota Bogor berada pada 26 ºC, suhu tertinggi sekitar 34,4 ºC dengan kelembaban udara rata-rata lebih dari 70%.

3.3 Topografi

Kota Bogor mempunyai perbukitan yang bergelombang dengan perbedaan ketinggian yang cukup besar, bervariasi antara 190-350 m diatas permukaan laut, dengan kemiringan lereng berkisar 0 - 2% sampai dengan > 40%, dengan luas menurut kemiringan lereng yakni 0 - 2% (datar) seluas 1.763,94 Ha, 2 - 15% (landai) seluas 8.091,27 Ha, 15 - 25% (agak curam) seluas 1.109,89 Ha, 25 - 40% (curam) seluas 764,96 Ha, dan > 40% (sangat curam) seluas 119,94 Ha, dapat dilihat pada Tabel 1.


(35)

Tabel 1. Kemiringan lereng berdasarkan luas lahan Kota Bogor tahun 2004

No. Kecamatan

Kemiringan Lereng (ha)

Jumlah (ha) 0-2 % 2-15 % 15-25 % 25-40 % >40 %

Datar Landai Agak

Curam Curam

Sangat Curam

1. Bogor Utara 137,85 1.565,65 - 68,00 0,50 1.772

2. Bogor Timur 182,30 722,70 56,00 44,00 10,00 1.015

3. Bogor Selatan 169,10 1.418,40 1.053,89 350,37 89,24 3.081

4. Bogor Tengah 125,44 560,47 - 117,54 9,55 813

5. Bogor Barat 618,40 2.502,14 - 153,81 10,65 3.285

6. Tanah Sareal 530,85 1.321,91 - 31,24 - 1.884

Jumlah 1.763,94 8.091,27 1.109,89 764,96 119,94 11.850

Sumber: Data Pokok Pembangunan Kota Bogor 2004

3.4 Geologi

Secara umum Kota Bogor ditutupi oleh batuan vulkanik yang berasal dari endapan (batuan sedimen) dua gunung berapi, yaitu Gunung Pangrango (berupa batuan breksi tupaan/Kpal) dan Gunung Salak (berupa alluvium/kal dan kipas alluvium). Lapisan batuan ini berada agak dalam dari permukaan tanah dan jauh dari aliran sungai. Endapan permukaan umumnya berupa alluvial yang tersusun oleh tanah, pasir, dan kerikil hasil pelapukan endapan, yang tentunya baik untuk vegetasi. Dari struktur geologi tersebut, maka Kota Bogor memiliki jenis aliran Andesit seluas 2.719,61 Ha, Kipas Aluvial seluas 3.249,98 Ha, Endapan seluas 1.372,68 Ha, Tupaan seluas 3.395,17 Ha, dan Lanau Breksi Tupaan dan Capili seluas 1.112,56 Ha (Achsan, 2009).

Tanah yang ada di seluruh wilayah Kota Bogor umumnya memiliki sifat agak peka terhadap erosi, yang sebagian besar mengandung tanah liat (clay), dengan tekstur tanah yang umumnya halus hingga agak kasar, kecuali di Kecamatan Bogor Barat, Tanah Sareal dan Bogor Tengah yang terdapat tanah yang bertekstur kasar.


(36)

3.5 Hidrologi

Wilayah Kota Bogor dialiri oleh 2 sungai besar yaitu Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane dan anak-anak sungai. Secara keseluruhan anak-anak sungai (Sungai Cipakancilan, Sungai Cidepit, Sungai Ciparigi, dan Sungai Cibalok) itu membentuk pola aliran pararel - subpararel sehingga mempercepat waktu mencapai debit puncak (time to peak) pada 2 sungai besar tersebut. Sebagian masyarakat Kota Bogor memanfaatkan kedua sungai ini sebagai sarana Mandi Cuci Kakus (MCK) dan usaha perikanan keramba serta sumber air baku bagi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

Sumber air bagi Kota Bogor diperoleh dari sungai, air tanah, dan mata air. Kedalaman air tanah bervariasi sekitar 3-12 m, kedalaman muka air tanah dalam keadaan normal (musim hujan) berkisar 3-6 m, sedangkan pada musim kemarau kedalaman muka air tanah mencapai 10-12 m. Kualitas air tanah di Kota Bogor terbilang cukup baik. Namun demikian tingkat pelapukan batuan yang cukup tinggi selain tingginya laju perubahan penutupan lahan oleh bangunan akan menyebabkan kapasitas infiltrasi air hujan menjadi sangat rendah, sehingga akan mempertinggi run off, hal ini merupakan salah satu penyebab menurunnya muka air tanah di musim kemarau.

Selain beberapa aliran sungai yang mengalir di wilayah Kota Bogor, terdapat juga beberapa mata air yang umumnya dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kebutuhan air bersih sehari-hari. Kemunculan mata air tersebut umumnya terjadi karena pemotongan bentuk lahan atau topografi, sehingga secara otomatis aliran air tanah tersebut terpotong.

3.6 Flora dan Fauna

Sumberdaya alam lainnya berupa flora dan fauna juga ditemukan di Kota Bogor. Sejumlah tanaman tropis yang langka dapat ditemui di Kebun Raya Bogor yang dikenal memiliki koleksi tanaman tropis yang terlengkap di dunia. Selain itu, tanaman sayuran dan buah - buahan serta tanaman hias dan tanaman obat -obatan masih banyak diusahakan oleh masyarakat terutama di Kecamatan Bogor Selatan dan Bogor Barat.


(37)

3.7 Kependudukan Kota Bogor

Jumlah penduduk Kota Bogor terus mengalami pertumbuhan sehingga menimbulkan tingkat kepadatan yang makin tinggi pula. Pertumbuhan rata-rata selama kurun waktu 11 tahun terakhir adalah 2,83 %. Angka pertumbuhan penduduk ini, dipengaruhi oleh faktor alamiah (kelahiran dan kematian) dan faktor migrasi masuk dan keluar (Tabel 2). Pertumbuhan tinggi terjadi di daerah-daerah perkembangan baru seperti di Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Tanah Sareal, dan Kecamatan Bogor Selatan. Pertumbuhan penduduk di Kecamatan Bogor Timur cenderung menurun, sedangkan di Kecamatan Bogor Tengah sangat rendah dan Kecamatan Bogor Barat stabil.

Tabel 2. Laju pertumbuhan penduduk Kota Bogor 1995-2007

No Kecamatan Pertumbuhan Penduduk (%)

1995-2000 2000-2006 1995-2007

1. Bogor Utara 2,34 5,93 4,30

2. Bogor Barat 2,74 2,98 2,88

3. Bogor Timur 3,11 2,45 2,75

4. Bogor Selatan 2,14 3,90 3,10

5. Bogor Tengah 0,18 0,56 0,39

6. Tanah Sareal 1,59 4,88 3,38

Kota Bogor 1,99 3,52 2,83

Sumber : Hasil Analisis RTRW Tahun 2010-2029

Jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2008 adalah 942,204 jiwa, dengan luas wilayah 118,50 km2 kepadatan penduduk Kota Bogor Tahun 2008 adalah 7.951 jiwa/km2, dengan kategori kepadatan rendah. Kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi, yaitu 13.770 jiwa/km2. Sedangkan, kepadatan penduduk Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Selatan, dan Kecamatan Tanah Sareal memiliki kategori kepadatan rendah sampai sedang (Tabel 3).


(38)

Tabel 3. Sebaran dan kepadatan penduduk Kota Bogor 2008

No Kecamatan

Jumlah Penduduk (Jiwa) Sebaran (%) Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2) Kategori Kepadatan

1. Bogor Utara 166.245 17.64 9.382 sedang

2. Bogor Barat 205.123 21.77 6.244 rendah

3. Bogor Timur 94.329 10.01 9.293 sedang

4. Bogor Selatan 179.494 19.05 5.826 sedang

5. Bogor Tengah 111.952 11.88 13.770 tinggi

6. Tanah Sareal 185.061 19.64 9.823 sedang

Kota Bogor 942.204 100.00 54.338

Sumber : Bogor Dalam Angka 2007 dan Hasil Analisis 2008

Keterangan : Tinggi : > 12.000 jiwa/km2 Sedang : 8.000 ─ 12.000 jiwa/km2 Rendah : < 8.000 jiwa/km2

3.8 Penggunaan Lahan

Kota Bogor mempunyai Kawasan Terbangun pada tahun 2005 dengan luas total 4.411,86 Ha atau sekitar 37,23% dari luas total Kota Bogor, yang berupa lahan perdagangan, permukiman, perumahan, komplek militer, istana, industri, terminal, dan gardu. Kawasan terbangun tersebut didominasi oleh kawasan permukiman seluas 3.558,87 ha, yang didalamnya terdapat fasilitas kesehatan, pendidikan, peribadatan, serta perkantoran. Sedangkan kawasan belum terbangun dengan luas total sebesar 7.438,14 Ha atau sekitar 62,77% dari luas total Kota Bogor, berupa situ, sungai, kolam, ruang terbuka hijau (RTH), tanah kosong Non RTH, dan lain-lain yang tidak teridentifikasi. Kawasan belum terbangun ini didominasi oleh RTH seluas 1.763,91 ha atau sekitar 14,89%, yang didalamnya terdapat hutan kota, jalur hijau jalan, jalur hijau SUTET, kawasan hijau, kebun raya, lahan pertanian kota, lapangan olah raga, sempadan sungai, TPU, taman kota, taman lingkungan, taman perkotaan, dan taman rekreasi.

Berdasarkan hasil identifikasi penggunaan lahan di Kota Bogor untuk penggunaan lahan tahun 2000 dan 2005, diperoleh data luas penggunaan lahan untuk Permukiman tahun 2000 adalah 3.508,87 ha, tahun 2005 adalah 3.558,87


(39)

ha, Perumahan tahun 2000 adalah 877,58 ha, tahun 2005 adalah 1.020,08 ha, Sawah tahun 2000 adalah 2.205,82 ha, tahun 2005 adalah 2.112.72 ha, dan ruang terbuka hijau tahun 2000 adalah 1.770,21 ha (14,94%), tahun 2005 adalah 1.763,91 ha atau sekitar 14,89% (Tabel 4).

Tabel 4. Penggunaan lahan Kota Bogor tahun 2000, 2005

No. Penggunaan Lahan Tahun 2005 Tahun 2000 Perubahan

Luas (ha) (%) Luas (ha) (%)

1. Gardu Listrik 1,84 0,02 1,84 0,02 0,00

2. Hutan Kota 129,74 1,09 129,74 1,09 0,00

3. Industri 92,59 0,78 92,04 0,78 0,55

4. Istana Negara 1,17 0,01 1,17 0,01 0,00

5. Kebun 564,95 4,77 570,30 4,81 -5,35

6. Kolam 81,84 0,69 94,59 0,80 -12,75

7. Komplek Militer 73,96 0,62 73,96 0,62 0,00

8. Ladang 421,11 3,55 435,25 3,67 -14,14

9. Lapangan Olahraga 151,71 1,28 154,31 1,30 -2,61

10. Perdagangan dan Jasa 81,02 0,68 75,39 0,64 5,63

11. Permukiman 3.135,79 26,46 3.134,21 26,4 1,58

12. Perumahan 1.020,08 8,61 877,48 7,40 142,60

13. Ruang Terbuka Hijau 1.763,91 14,89 1.770,21 14,94 -6,30

14. Sawah 2.112,72 17,83 2.205,82 18,61 -93,11

15. Semak 400,72 3,38 406,84 3,43 -6,12

16. Situ 14,40 0,12 13,78 0,12 0,63

17. Sungai 124,59 1,05 124,59 1,05 0,00

18. TPU 134,64 1,14 134,64 1,14 0,00

19. Taman 112,14 0,95 110,87 0,94 1,27

20. Tanah Kosong 1.281,33 10,81 1.293,61 10,92 -12,28

21. Terminal 5,41 0,05 4,99 0,04 0,41

22. Lain-lain 144,36 1,22 144,36 1,22 0,00

Jumlah 11.850,00 100,00 11.850,00 100,00


(40)

Sumber: Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Bogor 2010-2029


(41)

Sumber: Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Bogor 2010-2029


(42)

3.9 Ruang Terbuka Hijau (RTH) Bogor 3.9.1 Jenis Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor

Ruang Terbuka Hijau di Kota Bogor terdiri dari beberapa jenis pengelompokkan yang berbeda-beda. Jenis ruang terbuka hijau yang ada mempunyai manfaat atau fungsi yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil kajian dan pendataan, jenis ruang terbuka hijau yang terdapat di Kota Bogor dengan mengacu pada Permendagri No. 1 Tahun 2007, Pasal 6, tentang klasifikasi dan jenis ruang terbuka hijau mencakup 23 jenis, maka ruang terbuka hijau untuk wilayah Kota Bogor hanya masuk pada 12 jenis, diantaranya:

1. Taman Kota

RTH perkotaan khususnya taman kota (garden city) merupakan motto yang tertanam dalam benak masyarakat Kota Bogor dari generasi ke generasi dalam rangka menciptakan Kota Bogor yang aman, nyaman dan bersih. Dalam hal ini taman merupakan fasilitas kota yang dibuat sebagai sarana rekreasi, berolahraga, bersosialisasi dan penambahan keindahan visual kota (elemen estetik kota).

Taman kota adalah ruang didalam kota yang strukturnya bersifat alami dengan sedikit bagian yang terbangun dan pada dasarnya terdiri dari elemen-elemen pohon rindang, semak atau perdu dan tanaman hias yang ditata rapi, bangku taman, jalan setapak, kolam, air mancur, serta tempat bermain anak.


(43)

Kota Bogor merupakan kota yang memiliki banyak taman yang tersebar di beberapa kecamatan dengan fungsi ekologis, rekreatif, estetis, olahraga terbatas, serta mempunyai tujuan sebagai keindahan, mengurangi pencemaran, meredam kebisingan, memperbaiki iklim mikro, sebagai daerah resapan, penyangga sistem kehidupan dan kenyamanan. Taman kota mutlak dibutuhkan bagi kota untuk keserasian, rekreasi aktif dan pasif, nuansa rekreatif, terjadinya keseimbangan mental (psikologis) dan fisik manusia, habitat, keseimbangan ekosistem.

Taman kota umumnya dikelola oleh Pemerintah Kota Bogor melalui Dinas Tata Kota dan Pertamanan, luasnya pada tahun 2005 adalah sebesar 1.032 Ha. Mencakup Taman Malabar di Kelurahan Tegalega Kecamatan Bogor Tengah dengan luas 5.517,850 m2 dan Taman Kencana di Kelurahan Babakan Kecamatan Bogor Tengah dengan luas 4.795,560 m2, serta menjadi identitas Kota Bogor.

2. Taman Lingkungan Perumahan dan Permukiman

Taman lingkungan perumahan dan permukiman merupakan taman dengan klasifikasi yang lebih kecil dan diperuntukkan untuk kebutuhan rekreasi terbatas yang meliputi populasi terbatas pula. Berbeda dengan taman kota yang peruntukannya untuk kebutuhan interaksi kota, taman lingkungan diperuntukkan untuk interaksi masyarakat setempat.

Taman lingkungan biasanya terletak disekitar daerah permukiman ataupun perumahan yang bersifat akumulatif untuk menampung kegiatan rekreasi bagi warga kota dalam bentuk suatu “community” dengan luas minimal ± 2 Ha. Vegetasi yang ada pada taman lingkungan biasanya memiliki karakteristik tanaman: tidak beracun, tidak bergetah, dahan yang tidak mudah patah, perakaran yang tidak menggangu pondasi, struktur daun setengah rapat sampai rapat, berfungsi sebagai penyerap air (Achsan, 2009).

Taman lingkungan dapat meningkatkan kesejukan dan kenyamanan lingkungan, meningkatkan kesehatan individu di sekitarnya. Luas taman lingkungan perumahan dan permukiman di Kota Bogor adalah 86,02 Ha yang menjadi prasyarat fasilitas sosial dan fasilitas umum dalam membangun suatu


(44)

kawasan perumahan. Tetapi ada pula, taman-taman yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat pada lingkungan permukiman sebagai taman privat.

Gambar 6. Taman Lingkungan di Pintu Gerbang Perumahan Villa Bogor Indah

3. Taman Lingkungan Perkantoran dan Gedung Komersial

Taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial merupakan taman dengan klasifikasi yang lebih kecil dan diperuntukkan untuk kebutuhan privat, yang meliputi populasi terbatas pula. Berbeda dengan taman kota yang peruntukkannya untuk kebutuhan interaksi kota, taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial diperuntukkan untuk interaksi pengunjung setempat.

Luas taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial di wilayah Kota Bogor adalah 124,77 Ha yang tersebar disemua wilayah Kota Bogor, diantaranya kantor-kantor dan gedung yang memiliki taman cukup luas adalah: Kantor/Institut Pertanian Bogor di Jl. Padjajaran, Kantor Balai Penelitian Ternak Hewan di Jl. Padjajaran, Rumah Sakit PMI di Jl. Padjajaran dan Kantor Biotrop di Jl. Raya Tajur.


(45)

Gambar 7. Ruang terbuka hijau kawasan perkantoran (IPB)

4. Kebun Raya Bogor

Kebun Raya Bogor termasuk dalam wilayah administrasi Kota Bogor, berada di Kecamatan Bogor Tengah dengan luas areal sekitar 71,12 Ha. Kebun Raya Bogor memiliki fungsi secara ekologis yaitu sebagai suatu sistem penyangga kehidupan, secara ekonomis sebagai sumber yang menghasilkan barang dan jasa, dan secara sosial sebagai sumber penghidupan dan lapangan kerja terutama bagi masyarakat sekitar Kebun Raya Bogor untuk kegiatan pariwisata.

Gambar 8. Kebun Raya Bogor

5. Ruang Terbuka Hijau Sempadan Sungai, Kawasan Waduk, Situ, Danau dan Mata Air

Ruang terbuka hijau sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri dan kanan sungai termasuk sungai buatan atau saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai


(46)

dan mengamankan aliran sungai, dan dapat dikembangkan sebagai area penghijauan.

Lanskap sempadan sungai merupakan kawasan perbatasan yang tidak saja penting secara ekologi karena kekayaan jenisnya atau fungsinya sebagai koridor alami tetapi juga potensial dikembangkan sebagai kawasan rekreasi karena memberikan kenyamanan. Ruang terbuka hijau kawasan sempadan sungai juga mempunyai fungsi sebagai kawasan lindung. Ruang terbuka hijau sempadan sungai diantaranya dapat ditemui didaerah aliran Sungai Ciliwung dan Cisadane yang merupakan aliran sungai besar yang melewati Kota Bogor. Jenis-jenis tanaman pada kawasan sempadan sungai adalah untuk jenis kayu-kayuan seperti Mahoni (Swietenia macrophylla), Matoa (Pometia pinnata), Angsana (Pterocarpus indicus), dan untuk jenis multi purpose tree species yaitu Kemiri (Aleurites moluccana), Bambu (Bambusa bamboos), Sukun (Artocarpus elasticus), dan Durian (Durio zibethinus).

Gambar 9. Sempadan Sungai Ciliwung (dari Jl. Sudirman)

Ruang terbuka hijau kawasan waduk, situ, danau dan mata air adalah kawasan hijau dan penghijauan yang berada pada area sempadan yang mengelilingi wadah air tersebut.

Situ sebagai salah satu jenis lahan basah (umumnya berair tawar) dengan sistem perairannya yang tergenang. Situ dapat terbentuk secara alami karena kondisi topografi yang memungkinkan terperangkapnya sejumlah air yang berasal dari dibendungnya cekungan (basin). Menurut Inmendagri No. 14


(47)

tahun 1998, situ merupakan siklus hidrologi yang potensial dan salah satu bentuk kawasan lindung.

Waduk adalah wadah air buatan, yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan dan berbentuk pelebaran alur sungai atau daratan yang diperdalam sedangkan. Sedangkan daerah disekitar mata air adalah daerah sempadan kawasan tertentu di sekeliling disepanjang kiri dan kanan, diatas dan dibawah sumber mata air yang berfungsi melindungi mata air dari kegiatan budidaya yang dapat mengganggu kelestarian fungsi mata air tersebut.

Ruang terbuka hijau ini di Kota Bogor terdapat dibeberapa tempat diantaranya Situ Gede, Danau Bogor Raya dan Situ di dalam Perumahan Rancamaya. Secara keseluruhan luas Ruang Terbuka Hijau Sempada Sungai, Kawasan Waduk, Situ, Danau dan Mata Air adalah 181,79 Ha.

Tabel 5. Situ/Danau yang ada di Kota Bogor

No Nama Status Kondisi Dps Luas (Ha) Desa Kecamatan

1. Bogor Raya Existing Berair Wbc 1.04 Sukaraja Sukaraja 2. Curug 2 Existing Kering Cengkareng 1.45 Kayumanis Tanah Sereal 3. Situ Gede Existing Kering Cisadane 5.15 Situgede Bogor Barat 4. Harjasari Potential Kering Cisadane 2.81 Harjasari Kota Bogor Selatan 5. Rancamaya Golf 1 Existing Dangkal Cisadane 2.55 Bojongkerta Kota Bogor Selatan 6. Rancamaya Golf 2 Existing Dangkal Cisadane 0.25 Rancamaya Kota Bogor Selatan 7.. Rancamaya Golf 3 Existing Dangkal Cisadane 0.31 Kertamaya Kota Bogor Selatan 8. Rancamaya Golf 4 Existing Dangkal Cisadane 0.37 Rancamaya Kota Bogor Selatan 9. Rancamaya Golf 5 Existing Dangkal Cisadane 0.54 Rancamaya Kota Bogor Selatan 10. Rancamaya Golf 6 Existing Dangkal Cisadane 0.94 Bojongkerta Kota Bogor Selatan

Jumlah 16.38

Sumber : Dinas Binamarga Kota Bogor


(48)

6. Kawasan Hijau dan Bentang Alam

Ruang terbuka hijau kawasan hijau dan bentang alam adalah ruang/alam terbuka (outdoor recreation) tanpa dibatasi oleh suatu bangunan yang berhubungan dengan lingkungan dan berorientasi pada fungsi; pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan; pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara; tempat perlindungan plasma nutfah dan keanekaragaman hayati; pengendali tata air; dan sarana estetika kota.

Di Kota Bogor ruang terbuka hijau bentang alam terdiri dari bentang alam lereng dan lembah yang tersebar diseluruh wilayah Kota Bogor terutama untuk wilayah Kecamatan Bogor Selatan. Luas ruang terbuka hijau bentang alam di Kota Bogor adalah seluas 1.974,79 Ha (Achsan, 2009).

Tingkat sebaran kawasan hijau di Kota Bogor terdapat di wilayah Kecamatan Bogor Selatan dengan jenis kawasan hijau yang teridentifikasi di Kota Bogor, diantaranya adalah: tegalan dilembah Sungai Cisadane, tegalan dibukit-bukit yang berkontur diatas 30% serta kebun-kebun campuran masyarakat.

7. Jalur Hijau (Jalur Pengaman Jalan, Median Jalan, Rel KA dan Pedestrian) Jalur hijau pengaman jalan adalah bagian dari jalan yang disediakan untuk penanaman pohon dan tanaman lainnya yang ditempatkan terus menerus di sepanjang trotoar jalan sepeda atau bahu jalan dan median jalan. Jalur pengaman jalan ini merupakan jalur penempatan tanaman beserta lanskap lainnya yang terletak di daerah milik jalan (damija) maupun di daerah pengawasan jalan (dawasja). Ruang terbuka hijau jalur jalan mempunyai beberapa fungsi yaitu sebagai pengendali polusi udara seperti untuk peredam debu, CO2, SO2, Pb dan partikel padat. Fungsi lainnya adalah untuk peneduh

bagi pejalan kaki, pengendali visual dan estetika. Ruang terbuka hijau jalur jalan di Kota Bogor berada pada jalan utama di Pusat Kota seperti Jalan Padjajaran, Jalan R-1 dan Jalan Pakuan, sebagian sudah tertata sesuai dengan fungsinya. Tanaman pada jalur jalan di Kota Bogor adalah jenis kayu, perdu, semak dan ground cover.


(49)

a. Ruang terbuka hijau jalur pejalan kaki, jalur ini merupakan jalur yang digunakan oleh pejalan kaki mulai dari titik awal perjalanan hingga titik tujuan perjalanan yang cukup untuk diakomodasikan bagi beban lalu lintas pejalan kaki terutaman pada periode puncak penggunaan.

b. Taman pulau jalan (traffic island), taman dalam kota yang terdapat ditengah persimpangan jalan.

c. Taman sudut jalan (pocket park), taman kantong yang terdapat disisi persimpangan jalan.

Gambar 11. Ruang terbuka hijau jalur jalan


(50)

Luas ruang terbuka hijau jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api dan pedestrian di wilayah Kota Bogor adalah 138,29 Ha yang tersebar sesuai dengan pola jaringan jalan yang terdapat di Kota Bogor.

8. Hutan Kota

Hutan kota adalah suatu lahan yang bertumbuhan pohon-pohon didalam wilayah perkotaan yang merupakan tanah negara ataupun tanah milik yang berfungsi sebagai penyangga lingkungan dalam hal pengaturan tata air, udara, habitat flora dan fauna yang memiliki nilai estetika dan dengan luasan yang solid yang merupakan ruang terbuka hijau, serta areal tersebut ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sebagai hutan kota (Dahlan, 1991). Hutan kota di Kotamadya Bogor berada di Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat dengan luas 1,25 ha dengan nama Hutan Kota CIFOR. Pengelolaannya dilakukan oleh Departemen Kehutanan yang mempunyai wewenang untuk pengelolaan dan pemeliharaan. Hutan kota yang ada mempunyai fungsi sebagai konservasi, sarana penelitian dan pendidikan. Fungsi lainnya adalah memberikan manfaat untuk menghasilkan iklim mikro. Hutan kota ini juga dimanfaatkan sebagai tempat rekreasi.

Gambar 13. Ruang terbuka hijau Hutan Kota CIFOR

Plasma nutfah merupakan bahan baku yang penting untuk pembangunan di masa depan, terutama di bidang pangan, sandang, papan, obat-obatan dan industri. Penguasaannya merupakan keuntungan komparatif yang besar bagi Indonesia di masa depan. Oleh karena itu, plasma nutfah perlu terus dilestarikan dan dikembangkan bersama untuk mempertahankan


(51)

keanekaragaman hayati. Hutan kota dapat dijadikan sebagai tempat koleksi keanekaragaman hayati yang tersebar di seluruh wilayah tanah air kita. Kawasan hutan kota dapat dipandang sebagai areal pelestarian di luar kawasan konservasi, karena pada areal ini dapat dilestarikan flora dan fauna secara exsitu.

Luas RTH Hutan Kota di Kota Bogor adalah sebesar 57,62 Ha yang diantara adalah Hutan Kota CIFOR seluas 1,25 Ha

9. Ruang Terbuka Hijau Pemakaman

Tempat pemakaman umum adalah ruang terbuka yang ditujukan untuk penyediaan lahan bagi pekuburan masyarakat. Sebagai lahan pekuburan, biasanya memiliki ruang terbangun yang tidak terlalu luas dan lahan sisanya ditanami berbagai jenis tanaman atau pepohonan baik untuk alasan sejarah, pendidikan maupun keindahan, yang berfungsi sebagai fasilitas umum untuk tempat pemakaman warga. Terdapat tiga jenis pemakaman, yaitu

a. Taman Pemakaman Umum (TPU).

b. Taman pemakaman bukan umum (Taman makam pahlawan)

c. Taman Pemakaman khusus (Taman makam keluarga/tokoh tertentu)

Lokasi pemakaman di wilayah Kota Bogor tersebar dibeberapa kecamatan dengan jenis tanaman yang beragam. Fungsi lainnya adalah sebagai peneduh dan mempunyai fungsi sebagai ruang terbuka hijau secara umum. Jumlah luasan pemakaman umum secara keseluruhan di Kota Bogor adalah 126,71 ha, baik yang dikelola pemerintah maupun makam-makam keluarga atau bagian dari hibah masyarakat.

Tabel 6. Lokasi TPU yang dilekola oleh Dinas Pemakaman Kota Bogor

Kecamatan Kelurahan Luas (m2) Peruntukan

Kec. Tanah Sareal Kel. Kebon Pedes 66,715 TPU Muslim

Kel. Kayumanis 28,000

Kec. Bogor Selatan Kel. Empang 64,815 TPU Muslim

Kel. Cipaku 21,800 TPU Kristen/Katholik

Kel. Cipaku 220,000 TPU Hindu/Budha

Kel. Genteng 140,000 TPU Hindu/Budha

Kel. Mulyaharja 25,500

Kec. Bogor Barat Kel. Situgede 16,500


(52)

10.Kawasan Lahan Pertanian Perkotaan

Kawasan pertanian perkotaan termasuk didalamnya kawasan sawah, kebun, semak belukar dan tegalan merupakan kawasan yang dikelola sebagian besar oleh penduduk dan sebagian lagi masih belum di kelola. Bentuk ruang terbuka hijau ini menyebar hampir di semua Kecamatan di Kota Bogor, selain kecamatan yang berada di pusat kota. Luas keseluruhan lahan pertanian perkotaan di Kota Bogor adalah 3.134,23 Ha dengan luasan terbesar berada di Kecamatan Bogor Selatan seluas 1.053,83 Ha, dan Kecamatan Tanah Sareal seluas 623,65 Ha. Kawasan lahan pertanian perkotaan tersebut meliputi:

a. Kebun sebesar 564,47 Ha b. Ladang sebesar 421,10 Ha

c. Ruang Terbuka Hijau (Kebun Percobaan Ciomas) sebesar 18,97 Ha d. Sawah sebesar 2.112,71 Ha.

11.Kawasan Lapangan Olahraga

Ruang terbuka olahraga merupakan ruang terbuka yang dimanfaatkan untuk melaksanakan aktifitas olahraga. Dalam hal ini termasuk didalamnya lapangan olahraga kota yang bersifat terbuka (tanpa tutupan bangunan atau perkerasan), seperti:

a. Lapangan sepakbola b. Lapangan softball/baseball c. Lapangan atletik

d. Pacuan kuda

Kawasan lapangan olahraga mempunyai fungsi umumnya sebagai fasilitas umum bagi aktifitas warga kota khususnya dalam kegiatan fisik bidang olahraga untuk kesehatan dan memberikan nilai rekreatif. Selain itu kawasan ini dapat digunakan sebagai sarana untuk berinteraksi dan sosialisasi untuk menjaga kesimbangan mental dan fisik.

Kawasan lapangan olahraga yang ada di Kota Bogor diantaranya komplek lapangan olahraga GOR Padjajaran, lapangan olahraga Sempur, lapangan olahraga Indraprhasta, Empang, Pulo, lapangan bola Heulang,


(53)

lapangan golf Bogor. Jumlah luasan kawasan olahraga di Kota Bogor adalah seluas 151,79 Ha.

12.Jalur Hijau SUTET

Ruang terbuka hijau jalur hijau SUTET adalah ruang terbuka yang dimanfaatkan untuk melakukan pengamanan dan pengendalian jaringan listrik tegangan tinggi. Luas ruang terbuka hijau jalur hijau SUTET di Kota Bogor adalah 14,36 Ha yang melintas di beberapa wilayah kecamatan yaitu kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Utara dan Kecamatan Bogor Selatan.

3.9.2 Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Fungsinya

Fungsi penting ruang terbuka hijau ini sangat lebar spektrumnya, yaitu dari aspek fungsi ekologis, sosial budaya, estetika/arsitektural dan ekonomi. Secara ekologis ruang terbuka hijau dapat meningkatkan kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara dan menurunkan suhu kota yang panas. Bentuk-bentuk ruang terbuka hijau perkotaan yang berfungsi ekologis antara lain seperti sabuk hijau kota, taman hutan kota, taman botani, jalur sempadan sungai dan lain-lain. Secara sosial budaya keberadaan ruang terbuka hijau dapat memberikan fungsi sebagai ruang interaksi sosial, sarana rekreasi dan sebagai landmark kota yang berbudaya. Bentuk ruang terbuka hijau yang berfungsi sosial budaya antara lain taman-taman kota, lapangan olahraga, kebun raya, taman pemakaman umum, dan sebagainya.

Secara estetika/arsitektural ruang terbuka hijau dapat meningkatkan nilai keindahan dan kenyamanan kota melalui keberadaan taman-taman kota, kebun-kebun bunga dan jalur-jalur hijau di jalan-jalan kota. Sementara itu ruang terbuka hijau juga dapat memiliki fungsi ekonomi, baik secara langsung seperti pengusahaan lahan-lahan kosong menjadi lahan pertanian (urban agriculture) dan pengembangan sarana wisata hijau perkotaan yang dapat mendatangkan wisatawan.

Identifikasi tahun 2007 menunjukkan bahwa di Kota Bogor sebagian ruang terbuka hijau mempunyai fungsi ekonomi, yaitu sebesar 3.059,76 Ha atau


(54)

25,82% yang umumnya adalah lahan pertanian perkotaan dan fungsi ekologi sebesar 2.655,48 Ha atau 22,39%, selebihnya adalah fungsi sosial sebesar 0,33 Ha atau 2,08% dan fungsi estetika sebesar 0,06 Ha atau 0,52%. Untuk lebih jelasnya lihat Tabel 7.

Tabel 7. Ruang terbuka hijau Kota Bogor berdasarkan fungsinya

No Fungsi RTH Luas (Ha) (%)

1. Ekologi 2,649.89 22.36

2. Ekonomi 3,113.25 26.27

3. Estetika 55.77 0.47

4. Sosial 269.66 2.28

Jumlah 6,088.58 51.38

Sumber : Hasil Identifikasi Tahun 2007; Citra Ikonos Tahun 2005; Permendagri No.1 Tahun 2007

2,649.89 3,113.25

55.77 269.66

Ekologi Ekonom i Estetika Sosial

Gambar 14. Grafik ruang terbuka hijau Kota Bogor berdasarkan fungsinya

1. Fungsi ekologi, merupakan ruang terbuka hijau untuk memelihara fungsi lingkungan, yang terdiri dari:

a. Fungsi orologis, memberikan manfaat orologis yang penting untuk mengurangi tingkat kerusakan tanah, terutama longsor dan menjaga kestabilan tanah.

b. Fungsi klimatologis, menekankan bahwa fungsi ruang terbuka hijau dapat mempengaruhi faktor-faktor iklim.


(1)

Kriteria taman hutan raya adalah:

1. Merupakan kawasan berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki tumbuhan dan satwa dengan ciri khas baik asli maupun bukan asli;

2. Memiliki keindahan alam dan atau gejala alam;

3. Mempunyai luas wilayah yang memungkinkan untuk pembangunan koleksi tumbuhan dan atau satwa baik jenis asli atau bukan asli.

Wilayah hutan kota yang dapat dijadikan potensi RTH Kota Bogor kedepan adalah hutan-hutan penelitian yang notabene adalah milik departemen/kantor pusat yang sewaktu-waktu bisa dialihkan fungsinya menjadi fungsi komersial diantaranya: Hutan Penelitian Biotrop dan Kebun Penelitian IPB. Oleh karena itu perlu suatu peraturan daerah khusus dalam rangka penetapan lokasi, kawasan dan luasan tentang RTH Kota Bogor.


(2)

VII. SIMPULAN

7.1 Simpulan

Standar perhitungan menurut Permendagri No. 1 tahun 2007 dengan menetapkan luas RTH berkisar 20% dari total wilayah harus dihijaukan dan pencapaian RTH minimal 30% oleh RTRW Kota Bogor secara kuatitatif terpenuhi. Pada tahun 2005 luas RTH di kota Bogor adalah 6.088,51 Ha atau 51,38 % dari luas wilayah.

Populasi kalong di Kota Bogor yang akan dipertahankan adalah 400-500 ekor. Hal ini dilakukan untuk menjaga keseimbangan sistem ekologis kota. Berdasarkan preferensi masyarakat, sebanyak 83,33% responden menginginkan habitat kalong jauh dari pemukiman dan sisanya 16,67 berpendapat tidak masalah adanya kehadiran satwa kalong dilingkungan mereka selama itu tidak mengganggu, sehingga luas sempadan Kota Bogor yang berpotensi menjadi habitat kalong hanya 1.858,08 Ha.

RTH Kota Bogor perlu adanya pengkayaan jenis tanaman yang disukai kalong (dengan karakteristik arsitektural: ketinggian rata-rata 45-65 m, diameter batang rata-rata 50-95 cm, lebar tajuk mencapai 5-25 m dan kerapatan daun mencapai 10-75%) sebagai tempat tinggal yang dapat memudahkan untuk hinggap dan terbang. Selain itu tanaman yang menjadi sumber pakan merupakan tanaman yang menghasilkan madu/nektar, sejumlah kecil tepung sari (polen) dan bunga dalam jumlah banyak.

7.2 Saran

Walaupun RTH Kota Bogor potensial untuk dikembangkan sebagai sumber pakan dan tempat tinggal satwa kalong namun perlu diperhatikan bahwa sumber pakan satwa tersebut menyebar sehingga perlu diperhatikan distribusi RTH yang ada, penambahan tanaman (pengkayaan jenis) yang lebih banyak berupa tegakan pohon pada RTH untuk sumber pakan yang dapat berupa hutan kota, taman umum, jalur hijau, kebun dan pekarangan, dengan jenis pohon seperti: kenari, sempur, menteng, kemang, bisbul, sawo durian, sawo kecik, buni, matoa dan durian.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Achsan, A.C. 2009. Perencanaan RTH Kota Bogor Dengan Menggunakan Sistem Dinamik [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Alikodra, H.S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar Jilid 1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Hayat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Biro Pusat Statistik Kota Bogor. 2007. Kota Bogor Dalam Angka. Biro Pusat Statistik Kota Bogor.

Caughley, G. 1978. Analysis of Vertebrata Populations. New York: Wiley.

Davis, GB. and Cockrum, EL. 1964. Experimentally Determined Weight-Lifting Capacity of Five Species of Westerns Bats. Journal of Mammalogy No. 45 Page 643-644.

Departemen Pekerjaan Umum. 2006. Makalah Lokakarya Pengembangan Sistem RTH di Perkotaan: Ruang Terbuka Hijau (RTH) Wilayah Perkotaan. Direktorat Jenderal Penataan Ruang.

Dumont, ER. et al. 2004. Food Hardness and Feeding Behavior in Old World Fruit Bats (Pteropodidae). Journal of Mammalogy No. 85 Page 8-14. Eksiklopedi Indonesia. 2003. Eksiklopedi Indonesia Seri Fauna Mamalia 1.

Jakarta: PT Ikrar Mandiri Abadi.

Fandeli, C. 2004. Perhutanan Kota. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Jogjakarta.

Hakim, R. dan Utomo, H. 2002. Komponen Perancangan Dalam Arsitektur Laskap. Jakarta: Bumi Aksara.

Kementerian Dalam Negeri. 2007. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan. Departemen Dalam Negeri. Jakarta.

Kunz, TH and Jones DP. 2000. Mammalian Species Pteropus vampyrus. The American Society of Mammalogists. No. 642, pp. 1-6, 3 figs.

Mursalim, H. 2009. Watan Soppeng (Kalong City). (terhubung berkala). http://endraithuujelek.wordpress.com. [diakses 1 Februari 2011].

Nowak, R.M. and Walker, E.P. 1994. Walker's bats of the world. Baltimore: Johns Hopkins University Press.


(4)

Nurisjah, S. 2007. Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pada Kota-Kota Yang Rentan Bahaya Lingkungan, Makalah Seminar Penggalangan dan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kota. Dinas Pertamanan DKI.

Nurisjah, S. 1996. Strategi Untuk Meningkatkan dan Melestarikan Keanekaragaman Flora dan Fauna di Kawasan Perkotaan. Sekolah Pasca Sarjana. Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Payne, J. et al. 2000. Panduan Lapangan Mamalia di Kalimantan, Sabah, Serawak, dan Brunei Darussalam. Sabah Society, WCS, dan WWF Malaysia. Hal. 179-180.

Rukmana, W.I. 2003. Studi Populasi Kalong Kapauk (Pteropus vampyrus Linnaeus, 1758) di Kebun Raya Bogor [Skripsi]. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Nusa Bangsa.

Simonds, J.O. 2006. Landscape Architecture. New York: McGraw-Hill Book Company, Inc.

Soegiharto, S. 2009. Identifikasi Jenis Tumbuhan Pakan Dalam Upaya Konservasi Kelelawar Pemakan Buah dan Nektar di Daerah Perkotaan: Studi Kasus Kelelawar di Kebun Raya Bogor [Tesis]. Mayor Konservasi Biodiversitas Tropika Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Soerhartono, T. and Mardiastuti, A. 2003. Convention of International Trade in

Endangered Species of Wild Fauna and Flora Implementation in Indonesia. Jakarta: Japan International Cooperation Agency.

Sumatika, 2009. “Kerajaan” Kalong Memyebarkan Aroma Mistik. (terhubung berkala). http://spiritentete.blogspot.com. [diakses 1 Februari 2011]. Suyanto, A. 2001. Kelelawar di Indonesia. Puslitbang Biologi – Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. 2007.

Yaacob, O, and S. Subhadrabandhu. 1995. The Production of Economic Fruits in South-East Asia. Oxford University Press. New York. P. 90–97.


(5)

LAMPIRAN

KUESIONER

Kuesioner kesediaan masyarakat pemilik lahan yang akan digunakan sebagai habitat baru satwa Kalong di Kota Bogor.

Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor 2011

Judul Penelitian : Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Pendukung Pelestarian Satwa Kalong (Pteropus vampyrus) di Kota Bogor

Oleh : Agus Suyitno/A44070011 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA.

Responden Yth. Terima kasih atas waktu yang telah Anda sediakan untuk mengisi kuisioner ini. Data yang ada di dalam kuisioner ini akan digunakan dalam kegiatan penelitian skripsi dan tidak akan dipublikasikan.

Jenis Kelamin :  Laki laki  Perempuan

Umur :  <14 Tahun  25-55 Tahun  15-24 Tahun  >55 Tahun3

Pendidikan :  Lulus SD  Lulus D1  Lulus S1  Lulus SMP  Lulus D2  Lulus S2  Lulus SMA  Lulus D3  Lulus S3

Pekerjaan :  Siswa  Mahasiswa  PNS  Ibu Rumah Tangga  Wirausaha  Lainnya,  Pegawasi Swasta  TNI


(6)

1. Apakah anda mengetahui peranan satwa kalong di Lingkungan Perkotaan?

 Ya  Tidak

2. Jika ya, peranan apa yang anda ketahui?

……… ………

3. Menurut Anda, Lingkungan seperti apa yang cocok untuk habitat satwa kalong?

……… ………

4. Seandainya lahan anda cocok untuk dikembangkan sebagai habitat baru satwa Kalong, bagaimana kesediaan anda?

 Ya  Tidak

5. Jika setuju, apa saran anda untuk pengembangan habitat satwa ini?

……… ………

6. Jika tidak setuju, apa alasan anda?

……… ………

7. Saran/harapan/masukan terhadap pengembangan habitat satwa kalong? ……… ………