Dampak Kebijakan Ecolabel Uni Eropa terhadap Ekspor Furnitur Indonesia di Pasar Uni Eropa

DAMPAK KEBIJAKAN ECOLABEL UNI EROPA TERHADAP
EKSPOR FURNITUR INDONESIA DI PASAR UNI EROPA

DWIKI PENI ABIMANYU

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Kebijakan
Ecolabel Uni Eropa terhadap Ekspor Furnitur Indonesia di Pasar Uni Eropa adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014
Dwiki Peni Abimanyu
NIM H14100104

ABSTRAK
DWIKI PENI ABIMANYU. Dampak Kebijakan Ecolabel Uni Eropa terhadap
Ekspor Furnitur Indonesia di Pasar Uni Eropa. Dibimbing oleh RINA
OKTAVIANI
Produk furnitur merupakan salah satu komoditas ekspor non-migas utama
bersama dengan kelapa sawit, garmen, dan karet. Sebagai salah satu pangsa pasar
ekspor furnitur kayu Indonesia terbesar kedua setelah Amerika Serikat, Uni Eropa
dinilai turut mampu memengaruhi kondisi ekspor furnitur kayu Indonesia.
Penelitian ini bertujan untuk menganalisis dampak kebijakan Ecolabel Uni Eropa
terhadap ekspor furnitur Indonesia di pasar Uni Eropa. Metode yang digunakan
pada penelitian ini adalah Revealed Comparative Advantage, Export Products
Dynamics dan metode data panel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi
daya saing ekspor furnitur kayu Indonesia cenderung mengalami penurunan
dengan posisi daya saing lost opportunities. Secara signifikan, faktor-faktor yang
memengaruhi nilai ekspor furnitur kayu diantaranya adalah GDP riil negara tujuan,
nilai tukar Rupiah riil, Indeks Harga Konsumen Indonesia, dan dummy kebijakan

Ecolabel. Sedangkan jarak ekonomi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
ekspor furnitur. Kebijakan Ecolabel berpengaruh positif terhadap nilai ekspor
furnitur kayu Indonesia.
Kata kunci : data panel, Ecolabel, EPD, furnitur, RCA

ABSTRACT
DWIKI PENI ABIMANYU. The Impact of European Union’s Ecolabel Policy
Towards Indonesia’s Furniture Export in European Union Market. Supervised by
RINA OKTAVIANI
The furniture product is one of the main non-petroleum export commodities
along with palm oil, garments, and rubber. As one of the biggest market share of
Indonesian wood furniture exports after United States, European Union is
considered capable to affect Indonesia’s wooden furniture export. This research
aim is to analize the effect of European Union’s Ecolabel policy towards
Indonesia’s wooden furniture export in European Union market. This research use
Revealed Comparative Advantage, Export Products Dynamics and panel data
methods. Results of the research show that the condition of Indonesia’s wooden
furniture competitiveness tends to decrease in the competitive position called lost
opportunities. Significantly, those factors that affected the value of Indonesia’s
wooden furniture export are real GDP of destined country, the value of Rupiah’s

real exchange rate, Indonesia’s Consumer Price Index, and the Ecolabel dummy.
The economic distance doesn’t significantly affect the furniture export. With the
positive effects of Ecolabel policy towards Indonesia’s wooden furniture export
Keywords : Ecolabel, EPD, furniture, panel data, RCA

DAMPAK KEBIJAKAN ECOLABEL UNI EROPA TERHADAP
EKSPOR FURNITUR INDONESIA DI PASAR UNI EROPA

DWIKI PENI ABIMANYU

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Juni 2014 ini ialah
Dampak Kebijakan Ecolabel Uni Eropa terhadap Ekspor Furnitur Indonesia di
Pasar Uni Eropa.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dan mendukung penulis sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik, antara lain kepada:
1. Orang tua penulis (Agung Nugroho dan Endah Soelistyo) serta kakak
dan adik tersayang (Wisnu Herjuno dan Alita Dantrie) atas doa,
motivasi, dan dukungan moril maupun materiil kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
2. Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan arahan, masukan, dan motivasi selama proses penyelesaian
skripsi ini.
3. Dr Alla Asmara, S.Pt M.Si. selaku dosen penguji utama yang telah
memberi kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.

4. Ibu Widyastutik, S.E M.Si. Selaku dosen penguji dari komisi pendidikan
yang telah memberikan masukan dan saran terkait dengan tata bahasa
dan penulisan skripsi ini.
5. Para dosen, staff, dan seluruh civitas Departemen Ilmu Ekonomi FEM
IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis selama
menjalani studi.
6. Teman-Teman satu bimbingan Nicco Andrian, Ramdhani Budiman,
Azmal Gusni Berliansyah, dan Silvia Sari atas kerjasama, motivasi dan
doa selama proses penyelesaian skripsi.
7. Sahabat-sahabat penulis di Ilmu Ekonomi 47 (Dwi Laksono, Gialdy,
Fazri, Alfin, Erlangga, Putri, Cika, Uke, Tika, Heni, Arti, Dian, Fida,
dan Amel) atas kebersamaan, semangat, bantuan dan motivasi selama
menjalankan studi.
8. Wita Hafshanah yang selalu membantu, memberi motivasi dan doa
kepada penulis dimanapun berada.
9. Teman-teman Alumni SMA Negeri 1 angkatan 2010 khususnya kelas
IPA 8 atas kebersamaan dan dukungan kepada penulis.
10. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik langsung
maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam skripsi

ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik guna perbaikan di
masa yang akan datang. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014
Dwiki Peni Abimanyu

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

4

Tujuan Penelitian

6

Manfaat Penelitian

6

Ruang Lingkup Penelitian


6

Hipotesis Penelitian

6

TINJAUAN PUSTAKA

7

Landasan Teori

7

Penelitian Terdahulu

10

Kerangka Pemikiran


11

METODE PENELITIAN

14

Jenis dan Sumber Data

14

Metode Analisis dan Pengolahan Data

14

Metode Reavealed Comparative Advantage (RCA)

14

Metode Export Products Dynamics (EPD)


15

Metode Data Panel

17

HASIL DAN PEMBAHASAN

22

Kinerja Perdagangan Furnitur Kayu

22

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Furnitur Kayu

24

Dampak Kebijakan Ecolabel Uni Eropa


27

SIMPULAN DAN SARAN

28

Simpulan

28

Saran

29

DAFTAR PUSTAKA

29

LAMPIRAN

32

RIWAYAT HIDUP

36

DAFTAR TABEL
1 Pertumbuhan ekspor furnitur kayu Indonesia dan China di pasar Uni
Eropa (persen)
2 Sumber data yang digunakan
3 Matriks posisi daya saing dalam metode EPD
4 Kerangka identifikasi autokorelasi
5 Hasil estimasi EPD furnitur kayu Indonesia dan negara-negara pesaing
di pasar Uni Eropa periode tahun 2006-2012
6 Hasil estimasi gravity model nilai ekspor furnitur kayu Indonesia di
pasar Uni Eropa dengan metode fixed effect

5
14
15
21
24
25

DAFTAR GAMBAR
1 Nilai ekspor negara-negara eksportir utama komoditas furnitur kayu
tahun 2012
2 Nilai ekspor furnitur kayu Indonesia di pasar internasional periode
tahun 2001-2012
3 Nilai ekspor dan impor furnitur kayu Uni Eropa periode tahun 20012012
4 Kerangka pemikiran
5 Kekuatan bisnis dan daya tarik pasar dalam metode EPD
6 Nilai ekspor dan impor furnitur kayu Indonesia di pasar Uni Eropa
periode tahun 2006-2012
7 Nilai RCA furnitur kayu Indonesia dan negara-negara pesaing di pasar
Uni Eropa periode tahun 2006-2012

1
2
3
13
16
22
23

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Hasil pengujian dengan metode PLS (Pooled Least Square)
Hasil pengujian dengan metode FEM (Fixed Effect Model)
Hasil pengujian Chow Test
Hasil uji korelasi untuk pengujian asumsi klasik multikolinearitas
Hasil uji normalitas

32
33
34
35
35

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Ribu USD

Furnitur merupakan bagian dari komoditas kayu dan produk berbasis kayu,
yang diklasifikasikan sesusai dengan tingkat pemrosesan atau nilai tambah dalam
industri. Selama dua dekade terakhir, furnitur mengalami perkembangan yang
pesat dalam perdagangan internasional, berkurangnya hambatan perdagangan
serta berkembangnya inovasi dalam pengiriman barang menjadi salah satu faktor
pendukung hal ini. Selain itu keterbukaan perdagangan furnitur yang semakin
meningkat menyebabkan perdagangan furnitur berkembang lebih cepat
dibandingkan produksi furnitur dan perdagangan manufaktur di pasar
internasional (Han et al. 2009).
18,000,000
16,000,000
14,000,000
12,000,000
10,000,000
8,000,000
6,000,000
4,000,000
2,000,000
0

Negara

Sumber :

UN COMTRADE, diolah (2014)

Gambar 1 Nilai ekspor komoditas furnitur oleh negara eksportir utama tahun 2012
Dalam perdagangan internasional, negara pengekspor tertinggi adalah
negara China dengan pangsa pasar di dunia mencapai 30.65 persen pada tahun
2012. China memiliki produktivitas industri kayu yang tinggi jika dibandingkan
negara-negara eksportir furnitur kayu lainnya, ini membuat china menjadi negara
eksportir furnitur kayu terbesar di dunia. Selain China masih terdapat negaranegara eksportir utama furnitur kayu lainnya seperti Italia, Jerman, Vietnam,
Polandia, dan Amerika Serikat. Akan tetapi negara-negara eksportir furnitur di
Eropa berbeda dengan negara-negara eksportir lainnya, negara-negara di Eropa
tersebut merupakan eksportir furnitur kayu namun bukan penghasil ataupun
eksportir utama kayu mentah. Sehingga tingginya ekspor furnitur kayu di negaranegara Eropa disebabkan oleh teknologi serta nilai tambah yang tinggi (UN
COMTRADE 2014).
Beberapa negara di Asia Tenggara merupakan negara penghasil serta
negara eksportir utama kayu, sehingga memungkinkan untuk negara-negara
tersebut menjadi eksportir utama pada komoditas furnitur kayu. Vietnam,
Malaysia, dan Indonesia adalah negara-negara Asia Tenggara yang menjadi

2
eksportir utama komoditas furnitur kayu. Vietnam menjadi eksportir furnitur kayu
terbesar di Asia Tenggara dengan ekspor mencapai 3.4 Milyar Dollar AS pada
tahun 2012. Nilai pertumbuhannya pun selama lima tahun terakhir vietnam
mencapai rata-rata 18.3 persen tiap tahunnya. Berbeda dengan Indonesia, sejak
tahun 2009 hingga tahun 2011 ekspor furnitur kayu Indonesia terus mengalami
penurunan walaupun pada tahun 2012 ekspor furnitur kayu Indonesia telah
mengalami peningkatan. Sehingga diperlukan strategi serta kebijakan yang baik
agar ekspor furnitur kayu Indonesia terus mengalami peningkatan di masa yang
akan datang (UN COMTRADE 2014).
1,600,000
1,400,000

Ribu USD

1,200,000
1,000,000
800,000
600,000
400,000
200,000
0
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Tahun
Sumber :

UN COMTRADE, diolah (2014)

Gambar 2 Nilai ekspor komoditas furnitur kayu Indonesia di pasar internasional
periode tahun 2001-2012
Data UN COMTRADE (2014) menyebutkan, selama satu dekade terakhir
kondisi ekspor furnitur kayu Indonesia mengalami fluktuasi. Selama tahun 2003
hingga tahun 2008 ekspor furnitur kayu Indonesia terus mengalami pengingkatan
dengan puncaknya pada tahun 2008 Indonesia mengekspor furnitur kayu sebesar
1.3 Milyar Dollar AS. Penurunan terjadi pada tahun 2009 dan tahun 2011. Krisis
yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2007 dinilai memicu terjadinya
penurunan ekspor furnitur Indonesia, walaupun pada tahun 2008 meningkat
namun dampaknya baru dirasakan pada tahun 2009 dimana total ekspor furnitur
dunia pun mengalami penurunan. Lalu krisis hutang yang melanda Eropa pada
tahun 2011 lalu turut memengaruhi ekspor furnitur kayu Indonesia hingga turun
menjadi 1,1 Milyar Dollar AS.
Uni Eropa merupakan importir furnitur kayu yang relatif besar dan terus
tumbuh, khususnya untuk furnitur besar seperti furnitur untuk kantor, dapur dan
kamar tidur. Terlihat pada penetrasi furnitur kayu China di pasar Uni Eropa yang
tumbuh mencapai total 60 persen dari semua jenis furnitur. Untuk furnitur kayu,
Indonesia hanya memiliki 10 persen dari semua impor furnitur kayu Uni Eropa.
Meskipun demikian, jenis furnitur kayu yang dipasok Indonesia ke pasar Uni
Eropa lebih mengutamakan kepada figur-figur kecil serta potongan-potongan
kayu dibandingkan dengan jenis furnitur besar seperti untuk kantor dapur dan
kamar tidur, dimana Indonesia memiliki pangsa pasar yang hanya sebesar empat
persen. Penyebabnya adalah Indonesia kurang terorganisir dan eksportir hanya

3
berskala kecil. Indonesia merasa lebih mudah untuk mengirim menggunakan
kontainer-kontainer individu ke Uni Eropa daripada mengirim menggunakan
ukuran yang lebih besar yang memerlukan sertifikasi terakreditasi untuk sumber
dari bahan baku furnitur, penggunaan tenaga kerja, standar keamanan, kecelakaan
kerja, dan hukum pekerja anak (Lord et al. 2010).
35,000,000
30,000,000
Ribu USD

25,000,000
20,000,000
15,000,000

Nilai ekspor

10,000,000

Nilai impor

5,000,000
0
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Tahun
Sumber :

UN COMTRADE, diolah (2014)

Gambar 3 Nilai ekspor dan impor furnitur kayu Uni Eropa periode tahun 20012012
Selain sebagai kawasan pengimpor furnitur kayu yang berskala relatif besar,
negara-negara di kawasan Uni Eropa pun memiliki peran sebagai eksportir.
Terlihat pada data, ekspor furnitur kayu di Uni Eropa selalu lebih besar
dibandingkan impornya yang artinya neraca perdagangan furnitur kayu Uni Eropa
selalu surplus selama satu dekade terakhir. Pada periode 2001 hingga 2012 baik
impor dan ekspor furnitur kayu di kawasan Uni Eropa mengalami fluktuasi, krisis
yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2007 dinilai memiliki peran terhadap
penurunan ekspor dan impor furnitur kayu Uni Eropa pada tahun 2009. Walaupun
kemudian di tahun 2010 dan 2011 terjadi peningkatan pada ekspor dan impornya,
di tahun 2012 ekspor dan impor furnitur kayu Uni Eropa kembali mengalami
penurunan. Melihat kondisi tersebut Indonesia sebaiknya mampu memanfaatkan
hal ini agar dapat meningkatkan ekspor furnitur kayu di kawasan Uni Eropa (UN
COMTRADE 2014).
Dalam perkembangannya, perdagangan internasional tidak luput dari
pengaruh berbagai faktor yang salah satunya adalah liberalisasi perdagangan.
Liberalisasi perdagangan membuat tarif yang dikenakan pada komoditaskomoditas tertentu menjadi sangat rendah, atau bahkan tidak ada sama sekali.
Pada hasil penelitian Ju et al. (2009), untuk kasus negara berkembang liberalisasi
dinilai mampu menstimulasi ekspor dan impor suatu negara. Sehingga baik negara
eksportir maupun importir, harus menyiasati liberalisasi perdagangan ini agar
perdagangan yang dilakukan tetap stabil.
Di kawasan Uni Eropa liberalisasi perdagangan diberlakukan kepada
negara-negara yang termasuk ke dalam sistem GSP (Generalized System
Preferences) Uni Eropa. Dimana pada sistem ini untuk negara-negara yang

4
terdaftar harus diberikan tarif dengan rata-rata maksimal sebesar dua persen.
Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk ke dalam sistem ini, maka
seharusnya hal ini dapat menjadi salah satu keuntungan bagi Indonesia sebagi
eksportir.
Penurunan atau penghilangan tarif yang terjadi akibat liberalisasi
perdagangan memunculkan kebijakan-kebijakan baru yang dinilai mampu
meningkatkan hambatan perdagangan, kebijakan-kebijakan ini kemudian disebut
juga dengan kebijakan hambatan non-tarif. Kawasan Uni Eropa mengadaptasi
kebijakan hambatan non-tarif tersebut ke dalam beberapa jenis kebijakan. Jenisjenis kebijakan itu antara lain adalah dengan menggunakan lisensi dan kuota,
prasyarat teknis, European Standards Organizations (ESO), akreditasi dan
konfirmasi negara anggota, restriksi bahan kimia di bawah REACH, Sanitary and
Phytosanitary (SPS) (Lord et al. 2010).
Untuk komoditas furnitur kayu kawasan Uni Eropa menerapkan beberapa
kebijakan perdagangan khususnya hambatan perdagangan. Untuk hambatan tarif
kawasan Uni Eropa menerapkan tarif furnitur kayu untuk negara-negara GSP
dengan rata-rata maksimal tarif sebesar 2.2 persen, dan untuk Indonesia tarif
furnitur kayu dikenakan dengan rata-rata sebesar 0.2 persen. Selain tarif, Uni
Eropa juga memberi kebijakan terkait dengan furnitur kayu, yaitu dengan
peraturan Ecolabel Uni Eropa untuk furnitur kayu. Kebijakan Ecolabel ini
diresmikan sejak November 2009. Dengan adanya kebijakan ini, produk furnitur
kayu dengan dampak lingkungan yang rendah akan diberikan tanda berupa “logo
bunga”, tujuannya adalah untuk mempromosikan produk-produk yang
memberikan kontribusi terhadap perbaikan lingkungan. Partisipasi dalam
kebijakan Ecolabel ini saat ini masih bersifat sukarela, artinya untuk produk yang
tidak memiliki logo bunga masih dapat memasuki pasar Uni Eropa. Walaupun
demikian, adanya kebijakan Ecolabel ini sangat memengaruhi permintaan furnitur
kayu di pasar Uni Eropa (EC 2010).
Di pasar Uni Eropa, Indonesia termasuk ke dalam salah satu negara GSP
yang mana akan lebih menguntungkan Indonesia karena tingkat tarif yang
diberikan sangat rendah. Namun kebijakan-kebijakan perdagangan baru
dikeluarkan oleh Uni Eropa untuk melindungi pasar, produsen, dan konsumen
mereka yang salah satunya adalah kebijakan Ecolabel. Adanya kebijakan
Ecolabel ini yang kemudian menjadi tantangan baru baik bagi produsen maupun
eksportir furnitur kayu dalam memasok produknya ke pasar Uni Eropa. Sehingga
dibutuhkan analisis terkait dengan dampak kebijakan Ecolabel Uni Eropa
terhadap ekspor furnitur kayu Indonesia di pasar Uni Eropa.
Perumusan Masalah
Produk furnitur merupakan salah satu komoditas ekspor non-migas utama
bersama dengan kelapa sawit, garmen, dan karet. Berdasarkan data UN
COMTRADE, pada tahun 2012 nilai ekspor furnitur telah mencapai 1.15 Milyar
Dollar AS, dengan sumbangan terhadap total ekspor sebesar 0.6 persen dan
terhadap GDP mencapai 0.13 persen. Sekitar 75 persen dari ekspor furnitur
Indonesia merupakan furnitur berbahan dasar kayu. Jenis furnitur ini merupakan
jenis yang paling banyak diproduksi dan yang paling banyak diimpor oleh negaranegara Uni Eropa serta Amerika Serikat. Penyerapan tenaga kerja yang besar,

5
teknologi yang relatif dikuasai, potensi nilai tambah yang tinggi, serta berbahan
baku dari sumber yang dapat diperbarui (hutan) membuat produk furnitur kayu
menjadi hal yang penting bagi Indonesia (Purnomo et al. 2011).
Ekspor Furnitur kayu Indonesia didominasi oleh tiga pasar utama yaitu
pasar Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang. Pada tahun 2012, ekspor furnitur
kayu Indonesia di pasar Uni Eropa mencapai 23.5 persen, ini merupakan negara
tujuan ekspor terbesar kedua setelah Amerika Serikat (35.5 persen) (UN
COMTRADE 2014). Walaupun pangsa pasar Uni Eropa tidak sebesar Amerika
Serikat, perubahan yang terjadi pada pasar Uni Eropa akan sangat memengaruhi
kondisi ekspor furnitur Indonesia. Jika pemerintah ingin tetap menstabilkan serta
meningkatkan ekspor furnitur di pasar Uni Eropa maka dibutuhkan kebijakan
yang tepat terkait pasar furnitur kayu di Uni Eropa ini.
Tabel 1 Pertumbuhan ekspor furnitur kayu Indonesia dan China di pasar Uni
Eropa (persen)
Tahun
Negara
Indonesia
China

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

-5.17 11.24 -1.06
35.62 47.33 22.65

-12.11
3.77

21.08
27.40

-45.99
13.94

-4.87
18.00

Sumber : UN COMTRADE, diolah (2014)

Di kawasan Uni Eropa, China menjadi negara pengekspor furnitur kayu
terbesar, dimana pada tahun 2012 pangsa pasar China mencapai sekitar 15 persen.
Begitu pula pada kondisi ekspornya selama periode tahun 2006 sampai 2012
terakhir nilai ekspor furnitur kayu China selalu mengalami pertumbuhan. Berbeda
jika dibandingkan dengan ekspor furnitur kayu Indonesia yang mengalami
fluktuasi (UN COMTRADE 2014). Pertumbuhan pesat yang dilakukan oleh
China merupakan refleksi dari rendahnya upah buruh, akses bahan baku yang
mudah, serta nilai tukar yang relatif cukup baik (Lord et al. 2010). Hal ini terlihat
ketika terjadi krisis di Amerika Serikat periode 2007 hingga 2009, ketika itu
Indonesia mengalami penurunan ekspor furnitur kayu, namun ekspor China pada
saat itu sama sekali tidak menurun. Begitu pula ketika terjadi krisis hutang di
Eropa pada tahun 2011 dimana ekspor furnitur kayu Indonesia menurun akan
tetapi China tidak. Berdasarkan hal ini maka sebaiknya kebijakan pemerintah
Indonesia lebih mengacu kepada negara China agar ekspor furnitur kayu
Indonesia tetap bisa bersaing di pasar Uni Eropa.
Terlepas dari kondisi krisis, perdagangan antar negara tidak luput dari
pengaruh kebijakan perdagangan yang dilakukan oleh kedua negara terkait.
Kawasan Uni Eropa menerapkan berbagai kebijakan perdagangan yang salah
satunya merupakan kebijakan hambatan non-tarif. Untuk komoditas furnitur kayu
Uni Eropa menerapkan kebijakan Ecolabel, dimana bagi para eksportir furnitur
dianjurkan agar melakukan sertifikasi terkait produknya. Dengan tujuan
mempromosikan produk-produk yang mampu memberikan kontribusi positif
terhadap lingkungan. Tingginya tingkat kesadaran lingkungan yang dimiliki oleh
masyarakat Uni Eropa membuat kebijakan Ecolabel ini dinilai memengaruhi
kondisi permintaan serta perdagangan furnitur kayu. Oleh karena itu diperlukan
analisis terkait masalah ini.

6
Berdasarkan penjelasan yang telah disampaikan sebelumnya maka rumusan
masalah penelitian ini adalah :
1. Bagaimana kinerja perdagangan furnitur kayu Indonesia di Pasar Uni Eropa?
2. Apa faktor-faktor yang memengaruhi ekspor furnitur kayu Indonesia di Pasar
Uni Eropa?
3. Bagaimana dampak kebijakan Ecolabel Uni Eropa terhadap ekspor furnitur
kayu Indonesia?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah disampaikan, maka tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Mengetahui kinerja perdagangan furnitur kayu Indonesia di Pasar Uni Eropa.
2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor furnitur kayu Indonesia
di pasar Uni Eropa.
3. Menganalisis pengaruh kebijakan Ecolabel Uni Eropa terhadap Ekspor
furnitur kayu Indonesia.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat tidak hanya
bagi penulis tetapi juga bagi pemerintah Indonesia dan instansi yang terkait dalam
perdagangan. Manfaat yang diharapkan antara lain :
1. Sebagai tambahan informasi, masukan, dan bahan pertimbangan bagi
pemerintah dalam menyusun kebijakan terkait ekspor furnitur kayu Indonesia
di pasar Uni Eropa.
2. Bagi peneliti-peneliti lainnya dapat menjadi bahan rujukan dan pertimbangan
atau perbandingan dalam penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengkaji mengenai dampak kebijakan Ecolabel Uni Eropa
terhadap ekspor furnitur kayu Indonesia di pasar Uni Eropa. Negara Uni Eropa
yang diteliti merupakan 27 negara anggota Uni Eropa. Dengan komoditas furnitur
kayu yang merupakan gabungan dari komoditas HS 940330 (Office Furniture,
Wooden, nes), HS 940340 (Kitchen Furniture, Wooden, nes), HS 940350
(Bedroom Furniture, Wooden, nes), HS 940360 (Furniture, Wooden, nes), HS
940380 (Furniture of other materials,including Cane, Osier, Bamboo/similar
materials), HS 940390 (Furniture Parts nes), untuk periode diatas tahun 2007
ditambahkan HS 940381 (Furniture of Bamboo and Rattans), dan HS 940389
(Furniture of Cane, Osier, or similar materials). Periode penelitian dilakukan
antara tahun 2006 hingga tahun 2012.
Hipotesis Penelitian
Dalam penelitian ini, berdasarkan penelitian terdahulu serta didukung teoriteori yang ada dapat dilakukan hipotesis sementara terhadap faktor-faktor yang
memengaruhi ekspor furnitur kayu Indonesia yang diantaranya adalah:

7
1. GDP riil negara tujuan ekspor (importir) memiliki hubungan yang positif
terhadap nilai ekspor furnitur kayu Indonesia. GDP riil negara tujuan
menunjukkan tingkat daya beli masyarakat, sehingga ketika daya beli
masyarakat meningkat maka permintaan terhadap suatu produk pun ikut
meningkat.
2. Nilai tukar riil Rupiah terhadap mata uang negara tujuan memiliki hubungan
yang positif terhadap nilai ekspor furnitur kayu Indonesia. Peningkatan nilai
Rupiah terhadap mata uang negara tujuan (depresiasi) membuat harga produk
furnitur kayu Indonesia menjadi rendah, sehingga ketika nilai Rupiah
meningkat (depresiasi) maka akan meningkatkan nilai ekspor furnitur kayu
Indonesia.
3. Indeks Harga Konsumen Indonesia memiliki hubungan yang negatif terhadap
nilai ekspor furnitur kayu Indonesia. Indeks Harga Konsumen Indonesia
menunjukkan tingkat harga produk secara keseluruhan di Indonesia, sehingga
ketika Indeks Harga Konsumen meningkat maka akan menurunkan nilai
ekspor furnitur kayu Indonesia.
4. Jarak ekonomi memiliki hubungan yang negatif terhadap nilai ekspor furnitur
Indonesia. Semakin besar jarak ekonomi antar kedua negara maka biaya
transportasi yang dibutuhkan pun semakin besar.
5. Dummy pemberlakuan Ecolabel akan membuat nilai ekspor furnitur
Indonesia menjadi lebih rendah. Pemberlakuan kebijakan Ecolabel pada
produk furnitur kayu dinilai sebagai salah satu bentuk hambatan non-tarif
sehingga dapat menjadikan nilai ekspor furnitur kayu Indonesia rendah di
pasar Uni Eropa.

TINJAUAN PUSTAKA
Landasan Teori
Teori Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh
penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan
bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu
dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau
pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Perdagangan
internasional yang tercermin dari kegiatan ekspor dan impor suatu negara menjadi
salah satu komponen dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto).
Peningkatan ekspor bersih suatu negara menjadi faktor utama untuk meningkatkan
PDB suatu negara (Oktaviani et al. 2009).
Pada dasarnya perdagangan internasional bisa terjadi akibat adanya
keterbatasan serta ketidakseimbangan distribusi sumberdaya yang membatasi
suatu negara untuk memproduksi berbagai macam produk yang masyarakat
inginkan. Setiap negara di dunia memiliki berbagai tipe dan jumlan lahan, tenaga
kerja, dan modal yang berbeda. Sebagian sumberdaya ini dapat ditentukan oleh
alam namun sebagian lagi tidak demikian, sejarah serta budaya suatu negara dapat
mempengaruhi kondisi sumberdaya-sumberdaya tersebut. Perbedaan sumberdaya
ini merefleksikan kepada perbedaan tingkat kapasitas produksi di setiap negara.

8
Maka untuk memenuhi permintaan masyarakat di suatu negara dibutuhkan
perdagangan antar negara (O’Sullivan dan Sheffrin 2007).
Adanya perdagangan internasional membuat produksi barang dan jasa di
dunia menjadi semakin efisien, sebab setiap negara melakukan spesialisasi dalam
produksi komoditas yang memiliki keunggulan komparatif di negara tersebut.
Lalu menukarkan sebagian outputnya dengan negara lain untuk memperoleh
komoditas yang memiliki kerugian komparatif. Dengan demikian, kedua negara
akan mengkonsumsi kedua komoditas tersebut dengan jumlah yang lebih banyak
dibandingkan ketika kedua negara tersebut belum melakukan perdagangan antar
negara (Salvatore 1996).
Teori Hambatan Perdagangan Non-Tarif
Kebijakan non-tarif sering dilakukan oleh berbagai negara, baik negara
maju maupun negara berkambang untuk menghambat masuknya barang impor
dengan berbagai alasan, baik ekonomi maupun non ekonomi (Oktaviani et al.
2009). Bentuk-bentuk hambatan ini dapat berupa kuota impor, pembatasan ekspor
secara “sukarela” dan tindakan-tindakan anti-dumping. Ketika tingkat tarif di
berbagai negara diturunkan secara berarti melalui serangkaian negosiasi
perdagangan multilateral, jumlah dan peranan berbagai bentuk hambatan
perdagangan non-tarif tersebut justru melonjak. Sesungguhnya, tarif itu adalah
bentuk atau jenis kebijakan perdagangan atau bentuk proteksi yang paling
sederhana. Namun dalam praktek perdagangan dunia di era modern ini,
kebanyakan pemerintah melakukan campur tangan dalam kegiatan perdagangan
internasional dengan menggunakan instrumen-instrumen kebijakan lainnya yang
lebih kompleks, baik itu untuk menyembunyikan motif proteksi atau hanya
sekedar mengecoh negara-negara lain (Salvatore 1996).
Kelancaran perdagangan antarnegara juga dapat dipersulit oleh berbagai
bentuk peraturan teknis, standar kesehatan yang kaku, prosedur administratif yang
terkadang mengada-ada, dan ketentuan lainnya. Salah satu bentuk peraturan
tersebut dapat berupa persyaratan labeling dimana mengharuskan produsen
menyebutkan asal dan kandungan dari produknya. Meskipun peraturan ini
memiliki tujuan yang jelas dan dapat diterima, kebanyakan dari peraturanperaturan ini hanya merupakan kedok untuk membatasi arus impor (Salvatore
1996).
Kebijakan Ecolabel awalnya muncul sebagai upaya untuk melindungi
lingkungan dan mempromosikan pembangunan yang berkelanjutan dengan
memanfaatkan kekuatan pasar. Namun dari perspektif perdagangan kebijakan
Ecolabel justru memunculkan masalah baru. Ecolabel dianggap memiliki potensi
untuk menciptakan hambatan perdagangan dan disalahgunakan oleh badan-badan
pemerintah untuk tujuan proteksionis. Masalah ini kemudian dibahas secara luas
oleh WTO Committee on Trade and Environment (CTE) dan Committe on
Technical Barriers to Trade (CTBT) (CIEL 2005).
Pengaruh kebijakan Ecolabel dalam perdagangan dapat ilustrasikan sebagai
bentuk diferensiasi produk. Berhasilnya kebijakan ini membuat produk berlabel
akan menjadi produk bernilai tinggi (premium) di pasar, hal ini yang kemudian
dapat menjadikan produsen sebagai insentif untuk beralih agar melakukan
produksinya secara ramah lingkungan. Indikator keberhasilan dari kebijakan ini

9
adalah label bersifat kredibel dan ada konsumen yang mau membayar premi pada
produk yang ramah lingkungan (Verbruggen et al. 1995).
Konsep Gravity Model
Sebagaimana sering dicatat, persamaan gravity yang digunakan untuk
menggambarkan arus perdagangan ini pertama kali muncul dalam literatur empiris
tanpa upaya yang serius dalam penilaiannya secara teoritis. Tinbergen (1962) dan
Poyhonen (1963) melakukan studi ekonometrik pertama terkait perdagangan arus
yang didasarkan pada persamaan gravity, di mana mereka hanya memberikan
penilaian secara intuitif. Keduanya mengembangkan persamaan pertama tentang
gravity model melalui spesifikasi terhadap total ekspor sebagai fungsi dari GDP
dan jarak diantara negara yang melakukan perdagangan (Deardorff 1998).
Berdasarkan konsep gravity model ini, nilai ekspor dari negara i ke negara j
diterangkan oleh ukuran ekonomi masing-masing negara (GDP), populasi masingmasing negara, dan jarak antar negara. Secara matematis model ini dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Xij = b +b Yj +b Popj +b Dij +eij

Dimana :
Xij

=

Yj
Popj
Dij

=
=
=

Ekspor komoditas yang diperdagangkan dari negara i ke
negara j (USD)
Gross Domestic Product (GDP) negara j (USD)
Populasi negara j (Jiwa)
Jarak dari negara i ke negara j (Km)

Dalam gravity model, jarak menjadi variabel yang utama. Jarak yang
digunakan dalam penelitian ini merupakan jarak ekonomi. Yang mana jarak
ekonomi ini merupakan jarak geografis antar ibukota Indonesia dengan ibukota
negara tujuan dikalikan dengan share GDP negara j terhadap total GDPnya.
Secara matematis dirumuskan sebagai berikut :
GDP Negara j
Jarak Ekonomi = Jarak Geografis X n
∑1 GDP Negara j

Penggunaan jarak ekonomi disebabkan oleh jarak geografis antar ibukota
negara yang tidak berubah (konstan). Sehingga jarak geografis tidak dapat
digunakan sebagai untuk melihat faktornya terhadap ekspor, akan tetapi dapat
dilihat melalui share GDP-nya yang menunjukkan pertumbuhan pertumbuhan
ekonomi disuatu negara (Li et al. 2011).

Gross Domestic Product (GDP)
Gross Domestic Product (GDP) merupakan indikator ekonomi yang
digunakan untuk mengukur total nilai barang dan jasa akhir dalam suatu
perekonomian di suata negara. Ada dua pendekatan yang digunakan untuk melihat
GDP yaitu, dengan melihat GDP sebagai pendapatan total dari setiap orang di
dalam perekonomian. Dengan cara lainya yaitu dengan melihat GDP sebagai
pengeluaran total atas output barang dan jasa perekonomian (Mankiw 2007).
Berikut ini persamaan matematis pembentuk GDP

10
GDP = C + I + G +NX
Dimana :
GDP
C
I
G
NX

=
=
=
=
=

Jumlah pendapatan nasional
Konsumsi rumah tangga
Investasi
Pembelian pemerintah
Ekspor netto

Menurut Kalbassi (2001) dalam Yuniarti (2007), GDP dari negara eksportir
digunakan untuk mengukur kapasitas produksi di negara tersebut, sementara GDP
negara tujuan ekspor digunakan untuk mengukur kapasitas absorbsi. Maka,
variabel GDP riil negara tujuan diperkirakan memiliki hubungan yang positif
terhadap ekspor furnitur kayu Indonesia.

Nilai Tukar
Nilai tukar atau kurs antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati
penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Para pakar
ekonomi membedakan nilai tukar menjadi dua, nilai tukar nominal dan nilai tukar
riil. Pada pemodelan gravity model penelitian ini, nilai tukar yang digunakan
adalah nilai tukar riil yang merupakan hasil koreksi nilai tukar nominal
menggunakan harga relatif (Mankiw 2007). Secara matematis perhitungan nilai
tukar riil ini dituliskan sebagai berikut :
IHK Domestik
Nilai Tukar Riil=Nilai Tukar Nominal ×
IHK Negara Tujuan
Kondisi nilai tukar seperti terapresiasinya mata uang negara tujuan terhadap
Rupiah, atau terdepresiasinya Rupiah terhadap mata uang negara tujuan membuat
harga suatu produk dalam negeri menjadi relatif lebih murah. Hal ini yang
kemudian mendorong terjadinya peningkatan ekspor ke negara tujuan ekspor,
karena negara tujuan hanya membutuhkan sedikit uang untuk membeli barang
impor.
Indeks Harga Konsumen (IHK)
Indeks harga konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI) merupakan
ukuran mengenai tingkat harga dari sekelompok barang dan jasa tertentu yang
dibeli oleh konsumen. Indeks Harga Konsumen mengubah harga berbagai barang
dan jasa yang dibeli konsumen mejadi sebuah indeks tunggal yang mengukur
seluruh tingkat harga (Mankiw 2007). Indeks ini mampu mencerminkan kondisi
daya beli masyarakat. Meningkatnya IHK menunjukkan bahwa tingkat daya beli
masyarakat pun mengalami peningkatan dan begitu pula sebaliknya.
Penelitian Terdahulu
Erika (2008) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang
memengaruhi ekspor meubel kayu Indonesia ke Amerika Serikat. Penelitian ini
dilakukan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dengan
menggunakan data tahunan dari tahun 1993 hingga tahun 2007. Dari hasil olahan

11
data OLS faktor yang berpengaruh nyata adalah harga ekspor meubel kayu, harga
meubel kayu di Amerika Serikat, jumlah penduduk Amerika Serikat, pendapatan
per kapita Amerika Serikat, dan variabel dummy yang menjelaskan kondisi
sebelum dan setelah krisis. Rendahnya daya saing meubel kayu Indonesia
dibandingkan China membuat variabel harga meubel kayu di Amerika Serikat
tidak sesuai dengan hipotesis pada penelitian ini.
Virnaristanti (2008) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang
memengaruhi ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang. Penelitian
ini dilakukan menggunakan metode analisis regresi linear berganda dengan data
deret waktu tahunan mulai dari tahun 1986 sampai tahun 2006. Hasil analisis
regresi linear berganda menunjukkan faktor-faktor yang berpengaruh nyata
terhadap ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang adalah produksi
domestik mebel dan kerajinan rotan, harga ekspor mebel dan kerajinan rotan di
pasar internasional, pendapatan per kapita Indonesia, pendapatan per kapita
Jepang, jumlah penduduk Indonesia, jumlah penduduk Jepang, dan dummy
(kebijakan melarang dan membuka ekspor rotan mentah). Menggunakan alat
analisis yang sama didapatkan faktor yang paling besar berpengaruh terhadap
ekspor mebel dan kerajinan rotan Indonesia ke Jepang diantaranya adalah
pendapatan per kapita jepang sebesar 10.73 persen, harga sebesar 2.47 persen,
produksi sebesar 0.76 persen, serta dummy kebijakan melarang ekspor rotan
mentah dan setengah jadi sebesar 0.49 persen.
Karina (2009) melakukan penelitian mengenai Daya Saing Produk
Indonesia yang Sensitif terhadap Lingkungan dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya. Penelitian ini menggunakan data sekunder time series sejak
tahun 2000-2006. Metode analisis yang digunakan adalah Revealed Comparative
Advantage (RCA) dan Export Products Dynamic (EPD) untuk menganalisis
keunggulan komparatif dan kompetitif, dan pendekatan Constant Market Share
(CMS) yang digunakan untuk menganalisis faktor yang paling memengaruhi laju
pertumbuhan ekspor produk Indonesia yang sensitif terhadap lingkungan di pasar
dunia. Hasil penelitian menunjukkan hanya satu produk yang memiliki
keunggulan komparatif dan kompetitif yang tinggi yaitu Minyak Sawit. Untuk
produk yang hanya memiliki keunggulan komparatif adalah Kayu Lapis dan
Bubur Kertas. Sedangkan produk Serabut Kayu tidak memiliki keunggulan
komparatif. Hasil analisis CMS menunjukkan bahwa daya saing keempat produk
yang dianalisis dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan impor dan faktor komposisis
komoditi selama periode 2000-2006, kecuali untuk produk Minyak Sawit hanya
dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan impor saja.
Kerangka Pemikiran
Produk furnitur merupakan salah satu komoditas ekspor non-migas utama
bersama dengan kelapa sawit, garmen, dan karet. Pada tahun 2012 nilai ekspornya
mencapai 1.15 milyar Dollar AS. Negara-negara di kawasan Uni Eropa menjadi
negara tujuan ekspor terbesar di dunia. Indonesia sendiri mengekspor sekitar 23.5
persen furnitur kayunya ke kawasan ini.
Keterbukaan perdagangan yang terjadi antara Uni Eropa dengan Indonesia
membuat hambatan tarif perdagangan semakin berkurang atau bahkan tidak ada
sama sekali. Hal ini yang kemudian menjadi salah satu faktor munculnya berbagai

12
kebijakan hambatan non-tarif perdagangan. Untuk komoditas furnitur kayu, Uni
Eropa menerapkan kebijakan Ecolabel yang dinilai dapat menjadi salah satu
bentuk hambatan non-tarif perdagangan. Meskipun kebijakan ini masih bersifat
sukarela, keberadaannya dalam perdagangan dapat memengaruhi kondisi ekspor
furnitur kayu Indonesia.
Selain kebijakan Ecolabel yang dilakukan oleh Uni Eropa, ekspor furnitur
kayu tentunya dipengaruhi pula oleh faktor-faktor lainnya. Maka dari itu perlu
diketahui faktor-faktor yang memengaruhi ekspor furnitur kayu Indonesia dan
juga kinerja perdagangannya di pasar Uni Eropa sebagai gambaran kondisi
ekspornya. Dengan demikian pihak-pihak atau pemerintah terkait mampu
menerapkan strategi yang tepat dalam meningkatkan ekspor furnitur kayu
Indonesia di pasar Uni Eropa.
Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui kinerja perdagangan furnitur kayu Indonesia di pasar Uni Eropa
dengan melihat arus perdagangan, nilai RCA, dan EPD. Selanjutnya untuk
menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor furnitur kayu Indonesia dan
melihat dampak kebijakan Ecolabel Uni Eropa terhadap ekspor furnitur kayu
Indonesia di pasar Uni Eropa digunakan metode gravity model. Faktor-faktor yang
akan diteliti antara lain adalah GDP riil negara tujuan, nilai tukar Rupiah riil,
Indeks Harga Konsumen Indonesia, jarak ekonomi, dan dummy kebijakan
Ecolabel. Gambar lengkap mengenai kerangka pemikiran penelitian ini terlihat
pada Gambar 4.

13
Komoditas furnitur
merupakan salah satu
komoditas non-migas
utama Indonesia

Uni Eropa
merupakan salah
satu tujuan ekspor
furnitur kayu
terbesar Indonesia

Keterbukaan perdagangan
memunculkan kebijakan
Ecolabel

Kinerja
perdagangan
furnitur kayu
Indonesia

Arus perdagangan
furnitur kayu
Indonesia, dan daya
saingnya (RCA dan
EPD)

Faktor-faktor yang
memengaruhi
ekspor furnitur kayu
Indonesia

Variabel-variabel
1. GDP riil negara tujuan
2. Nilai tukar Rupiah riil
3. IHK indonesia
4. Jarak Ekonomi
5. Dummy kebijakan
Ecolabel

Gravity Model

Implikasi
kebijakan

Gambar 4 Kerangka pemikiran

Dampak kebijakan
Ecolabel terhadap
ekspor furnitur
kayu Indonesia

14

METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan
menggunakan data panel, yaitu gabungan data deret waktu (time series) dan data
deret lintang (cross section). Data deret waktu (time series) yang digunakan
adalah data tahunan dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2012. Dengan data
penampang (cross section) 27 negara Uni Eropa.
Data yang digunakan adalah data yang digunakan untuk mendukung
variabel dalam model dan studi pustaka yang diperoleh dari kumpulan jurnal,
skripsi, thesis, artikel, dan buku-buku yang relevan sebagai sumber literatur
penelitian. Tabel 2 menunjukkan sumber data yang digunakan
Tabel 2 Sumber data yang digunakan
Data
Nilai Ekspor Furnitur (USD)
Indeks Harga Konsumen (2005=100)
GDP Riil (USD)
Jarak Geografis (Km)
Nilai Tukar Nominal (Rp/LCU)

Sumber
UN COMTRADE
World Bank
World Bank
GeoBytes
OANDA

Metode Analisis dan Pengolahan Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menjelaskan
informasi-informasi yang terkandung dalam data hasil penelitian. Sedangkan
metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis kinerja perdagangan furnitur
kayu Indonesia dan dampak kebijakan Ecolabel terhadap ekspor furnitur
Indonesia di pasar Uni Eropa dengan menggunakan analisis regresi data panel
yang diolah menggunakan program Eviews.
Metode Revealed Comparative Advantage (RCA)
Revealed Comparative Advantage (RCA) merupakan suatu metode analisis
yang dapat menunjukkan indikator perubahan keunggulan komparatif. RCA pun
menjadi sebuah nilai yang digunakan untuk mengukur keuntungan maupun
kerugian relatif komoditas tertentu pada suatu negara yang tercermin pada pola
perdagangannya. nilai ini menunjukkan perbandingan antara pangsa ekspor
komoditas atau sekelompok komoditas suatu negara terhadap pangsa ekspor
komoditas tersebut dari seluruh dunia atau dengan kata lain nilai RCA
menunjukkan keunggulan komparatif atau daya saing ekspor dari suatu negara
dalam suatu komoditas terhadap dunia. Konsep ini pertama kali diperkenalkan
oleh Ballasa pada tahun 1965, yang menganggap bahwa keunggulan komparatif
suatu negara dapat dilihat pada ekspornya. Secara matematis nilai RCA dapat
dilihat pada halaman 14.

15
RCA =
Dimana :
Xij
=
Xt
=
Wij
=
Wt
=

( Xij ⁄Xt )
( Wij ⁄Wt )

Nilai ekspor komoditas furnitur kayu dari Indonesia ke Uni Eropa
Nilai ekspor total negara Indonesia ke Uni Eropa
Nilai ekspor komoditas furnitur kayu dunia keUni Eropa
Nilai ekspor total dunia ke Uni Eropa

Jika nilai RCA dari suatu negara untuk komoditas tertentu lebih besar dari
satu (RCA > 1) berarti negara bersangkutan mempunyai keunggulan komparatif
diatas rata-rata dunia pada komoditas tersebut. Sebaliknya bila nilai RCA suatu
negara untuk komoditas tertentu lebih kecil dari satu (RCA < 1) berarti
keunggulan komparatifnya untuk komoditas tersebut rendah atau di bawah ratarata dunia.
Metode Export Products Dynamics (EPD)
Export Products Dynamics (EPD) merupakan salah satu indikator yang
dapat memberikan gambaran yang baik terkait posisi daya saing suatu komoditas
tertentu untuk tujuan pasar tertentu. Pendekatan EPD pun dapat digunakan untuk
mengidentifikasi daya saing suatu produk dan juga untuk mengetahui apakah
suatu produk tersebut merupakan produk dengan performa yang memiliki
pertumbuhan yang cepat atau tidak. Karena walaupun bukan sebagai komoditas
ekspor utama suatu negara, jika pertumbuhan produk dan performanya diatas ratarata secara terus menerus maka bisa jadi komoditas ini diperhitungkan untuk
menjadi sumber pendapatan yang penting bagi negara tersebut.
Mengacu kepada siregar (2010), metode EPD terdiri dari matriks yang
didalamnya mencerminkan daya tarik pasar dan informasi kekuatan bisnis. Daya
tarik pasar dihitung berdasarkan pertumbuhan dari permintaan sebuah produk
untuk tujuan pasar tertentu, dimana informasi kekuatan bisnis diukur berdasarkan
pertumbuhan dari perolehan pasar (market share) sebuah negara pada tujuan pasar
tertentu. Kombinasi dari daya tarik pasar dan kekuatan bisnis ini menghasilkan
karakter posisi dari produk yang ingin dianalisis ke dalam empat kategori.
Keempat kategori itu adalah “Rising Star”, “Falling Star”, “Lost Opportunity”,
dan “Retreat”.
Tabel 3 Matriks posisi daya saing dalam metode EPD
Share of Country’s Export
Share of Product in World Trade
in World Trade
Rising (Dynamic)
Falling (Stagnant)
Rising (Competitive)
Rising Star
Falling Star
Falling (Non-Competitive)
Lost Opportunity
Retreat
Sumber : Esterhuizen (2006)

Untuk lebih mudah melihat posisi komoditas tersebut, Tabel 3 akan diubah
ke dalam Gambar 5 yang berbentuk kuadran dengan sumbu x menggambarkan
peningkatan pangsa pasar ekspor negara tersebut di perdagangan dunia atau daya
tarik pasar. Sedangkan sumbu y menggambarkan peningkatan pangsa pasar
produk tersebut di perdagangan dunia atau informasi kekuatan bisnis.

16
Empat kuadran yang ada, salah satu kuadran akan ditempati sebuah
komoditas yang akan diestimasi tingkat daya saingnya sesuai dengan daya tarik
pasar dan informasi kekuatan bisnisnya. Posisi pasar yang ideal adalah yang
memiliki posisi pangsa pasar tertinggi pada ekspornya sebagai Rising Star atau
bintang terang, yang menunjukkan bahwa negara tersebut memperoleh tambahan
pangsa pasar pada produk mereka yang bertumbuh dengan cepat (fast-growing
products). Lost Opportunity atau kesempatan yang hilang, terkait dengan
penurunan pasar pada produk-produk yang kompetitif, posisi ini merupakan posisi
yang paling tidak diinginkan. Falling Star atau bintang jatuh juga tidak disukai,
meskipun lebih baik jika dibandingkan dengan Lost Opportunity, karena pangsa
pasarnya tetap meningkat. Sementara itu, Retreat atau kemunduran biasanya yang
paling tidak diinginkan, tetapi pada kasus tertentu ‘Mungkin’ diinginkan jika
pergerakannnya menjauhi produk-produk yang stagnan dan menuju produkproduk yang dinamik (BAPPENAS 2009).

Lost Opportunity

Rising Star

Sumbu x

Falling Star

Retreat

Sumbu y
Sumber : Esterhuizen (2006)

Gambar 5 Kekuatan bisnis dan daya tarik pasar dalam metode EPD
Secara matematis, untuk melihat daya tarik pasar dan kekuatan bisnis dari
suatu komoditas serta untuk menentukan posisi daya saingnya maka dirumuskan
metode EPD sebagai berikut :
Sumbu x
Pertumbuhan kekuatan bisnis atau disebut pangsa pasar ekspor i :
∑tt=1 (

Xij
Wij

X

) X 100% - ∑tt=1 (Wij ) X 100%
ij

T

t-1

Sumbu y
Pertumbuhan daya tarik pasar atau disebut pangsa pasar produk :
X
X
∑tt=1 t X 100% - ∑tt=1 t
X 100%
W
Wt

t

T

t-1

17
Dimana :
Xij
=
Xt
=
Wij
=
Wt
=

Nilai ekspor komoditas furnitur kayu Indonesia ke Uni Eropa
Nilai total ekspor Indonesia ke Uni Eropa
Nilai ekspor komoditas furnitur kayu dunia ke Uni Eropa
Nilai total ekspor dunia ke Uni Eropa
Metode Data Panel

Data panel merupakan data yang diperoleh dari data cross section yang
diobservasi berulang kali pada unit individu yang sama pada waktu yang berbeda.
Dengan demikian, akan diperoleh gambaran tentang perilaku beberapa objek
selama kurun waktu tertentu (Juanda dan Junaidi 2012). Menurut Hsiao (2003)
dalam Zahro (2013) analisis regresi menggunakan data panel memiliki beberapa
keuntungan, diantaranya adalah :
1.
Dapat mengendalikan heterogenitas individu atau unit cross section.
2.
Dapat memberikan informasi yang lebih luas, mengurangi kolinearitas di
antara variabel, memperbesar derajat bebas dan lebih efisien.
3.
Dapat diandalkan untuk mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak
dapat dideteksi dalam model data cross section maupun time series.
4.
Lebih sesuai untuk mempelajari dan menguji model perilaku (behavioural
models) yang kompleks.
5.
Dapat diandalkan untuk studi dynamic of adjustment.
Model regresi yang digunakan dalam analisis data panel umumnya
menggunakan tiga macam model yang terdiri dari Pooled Least Square, Fixed
Effect Model, dan Random Effect Model. Metode analisis panel data terdiri dari
perumusan model, pemilihan metode estimasi, uji kriteria, dan analisis hasil
estimasi. Dalam melakukan pengolahan data panel terdapat juga kriteria
pembobotan yang berbeda-beda yaitu no weighting (semua observasi diberi bobot
yang sama), Cross Section Weight, dan Seemingly Uncorrelated Regression
(SUR). Metode ini mengoreksi baik heteroskedastisitas maupun autokorelasi antar
unit cross section.
Model Penelitian
Untuk menganalisis dampak kebijakan Ecolabel Uni Eropa terhadap ekspor
furnitur Indonesia di pasar Uni Eropa digunakan variabel-variabel yang antara
lain : GDP riil negara tujuan, nilai tukar Rupiah riil, Indeks Harga Konsumen
Indonesia, dan jarak ekonomi. Untuk kebijakan Ecolabel Uni Eropa sendiri
dijadikan sebagai dummy dalam model. Sehingga model awal untuk penelitian ini
dapat dituliskan sebagai berikut
EKSPORit = β0 +β1 GDPRit +β3 RERit +β4 CPIit +β5 DISTit +β6 ECOLt +εit
Dimana :
EKSPORit =
GDPRit

=

Nilai ekspor riil furnitur Indonesia terhadap negara-negara Uni
Eropa (USD)
GDP riil negara tujuan ekspor (negara-negara Uni Eropa) (USD)

18
RERit

=

CPIit
DISTit

=
=

ECOLt

=

i
t

=
=

Nilai tukar riil Indonesia terhadap mata uang negara tujuan ekspor
(Rp per LCU)
Indeks harga konsumen Indonesia (2005=100)
Jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor
(Km)
Variabel dummy kebijakan Ecolabel Uni Eropa yang diberlakukan
mulai tahun 2010. Nilai 1 diberikan setelah kebijakan
diberlakukan dan nilai 0 diberikan sebelum kebijakan
diberlakukan.
Data cross section 27 negara Uni Eropa
Data time series tahun 2006-2012

Model akan diestimasi dalam bentuk logaritma linear. Maka, persamaan
yang diestimasi adalah sebagai berikut :
LNEKSPOR = β0 +β1 LNGDPRit +β3 LNRERit +β4 LNCPIit +β5 LNDISTit +
β6 ECOLt +εit
Dimana :
LNEKSPOR =
LNGDPR
LNRER

=
=

LNDIST
ECOL

=
=

Nilai ekspor riil furnitur Indonesia terhadap negara-negara Uni
Eropa(%)
GDP riil negara tujuan ekspor (negara-negara Uni Eropa)(%)
Nilai tukar riil Indonesia terhadap mata uang negara tujuan
ekspor(%)
Jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor(%)
Variabel dummy kebijakan Ecolabel Uni Eropa

Model Estimasi

Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square)
PLS merupakan p