Kualitas Daging Dan Performa Ayam Broiler Di Kandang Terbuka Pada Ketinggian Tempat Pemeliharaan Yang Berbeda Di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan

i

KUALITAS DAGING DAN PERFORMA AYAM BROILER DI KANDANG
TERBUKA PADA KETINGGIAN TEMPAT PEMELIHARAAN YANG
BERBEDA DI KABUPATEN TAKALAR SULAWESI SELATAN

ANAS QURNIAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kualitas Daging dan
Performa Ayam Broiler Di Kandang Terbuka Pada Ketinggian Tempat
Pemeliharaan Yang Berbeda Di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016
Anas Qurniawan
D151130071

iv

RINGKASAN
ANAS QURNIAWAN. Kualitas Daging dan Performa Ayam Broiler di Kandang
Terbuka pada Ketinggian Tempat Pemeliharaan yang Berbeda Di Kabupaten
Takalar Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh IRMA ISNAFIA ARIEF dan RUDI
AFNAN.
Populasi ayam broiler di Indonesia semakin meningkat seiring dengan
tingginya tingkat konsumsi daging unggas masyarakat Indonesia. Indonesia
merupakan negara kepulauan dengan lebih dari 17 ribu pulau. Tiap pulau

mempunyai karakteristik dataran tersendiri yang berbeda-beda yang terbagi
berdasarkan ketinggian tempat, yaitu dataran rendah, sedang, dan tinggi.
Perbedaan ketinggian tempat ini berpengaruh terhadap kondisi mikroklimatik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor lingkungan
berdasarkan ketinggian tempat pemeliharaan ayam broiler yang berbeda terhadap
mikroklimatik, performa produksi, dan kualitas daging ayam broiler di Kabupaten
Takalar Sulawesi Selatan. Ayam broiler tersebut dipelihara pada dataran rendah
(700 m dpl).
Parameter yang diamati berupa mikroklimatik, status fisiologis, performa
produksi, kualitas fisik daging, organoleptik, kualitas kimia daging, dan
mikrobiologi daging.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok
(RAK) dengan satu faktor dan dua faktor berdasarkan parameter penelitian,
pengujian organoleptik menggunakan analisis non parametrik Kruskall Wallis.
Penelitian ini terdiri 2 tahap yaitu, fase pemeliharaan dan pascapanen.
Hasil penelitian menunjukkan ketinggian tempat berpengaruh nyata
terhadap mikroklimatik, status fisiologis, performa produksi, kualitas fisik daging,
aroma pada pengujian organoleptik kecuali pada pengujian kimia daging, dan
mikrobiologi. Perbedaan jenis kelamin berpengaruh terhadap performa produksi,
namun pada status fisiologis, dan kualitas fisik daging tidak berpengaruh

signifikan. Interaksi nyata ditemukan antara ketinggian tempat dan jenis kelamin
terhadap pertambahan bobot badan dan daya putus daging mentah. Kualitas
daging yang baik dihasilkan pada pemeliharaan dataran sedang dan tinggi.
Kata Kunci : Ayam broiler, kualitas daging, mikroklimatik, performa produksi.

v

SUMMARY
ANAS QURNIAWAN. Meat Quality and Performance of Broiler Chicken
maintainance at The Different Altitude of Takalar South Sulawesi. Supervised by
IRMA ISNAFIA ARIEF and RUDI AFNAN.
Broiler chicken population in Indonesia is increasing along with the high
level of poultry meat consumption of Indonesian society. Indonesia is an
archipelago country with more than 17 thousand islands. Each island has own
different altitude, low land, medium land, and high land. These altitude
differences affect the climatic conditions.
This study aims to identify environmental factors which are based on
different altitude of broiler chicken maintenance to microclimatic, production
performance and meat quality of broiler chicken in Takalar South Sulawesi.
Broiler chickens were rared in the low land ( 700 high sea level). The parameters

were microclimatic, physiological status, production performance, organoleptic,
physical quality, chemical quality and microbiology of the meat.
The experimental design was a randomized complete block design (RCBD)
with one factor and two-factor which were based on the study parameters, while
the organoleptic by Kruskal Wallis was non-parametric analysis. This study was
consisted of two stages, maintenance and post-harvest phase.
The results showed that altitude has significant effect to microclimatic,
physiological status, production performance, physical quality of the meat, flavor
from the organoleptic. Chemical test of the meat and microbiology did not have a
significant effect. Sex differences were significant to production, but at not to
physiological status, and physical quality of the meat. There was a significant
interaction between altitude and sex on body weight gain and tenderness of raw
meat. Good quality of meats were resulted from in the medium and high land
maintainance.
Keywords: Broiler chicken, meat quality, microclimatic, production performance

vi

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

vii

KUALITAS DAGING DAN PERFORMA AYAM BROILER DI KANDANG
TERBUKA PADA KETINGGIAN TEMPAT PEMELIHARAAN YANG
BERBEDA DI KABUPATEN TAKALAR SULAWESI SELATAN

ANAS QURNIAWAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

viii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis

: Dr Ir Niken Ulupi MS

x

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya penulisan Tesis berjudul "Kualitas Daging dan Performa Ayam
Broiler di Kandang Terbuka pada Ketinggian Tempat Berbeda di Kabupaten
Takalar Sulawesi Selatan" ini dapat diselesaikan. Saya menyadari banyak pihak

yang membantu baik moril, materil, maupun doa dalam perjalanan Tesis ini. Oleh
karena itu saya ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Irma Isnafia
Arief S.Pt M.Si dan Dr. Ir. Rudi Afnan S.Pt M.ScAgr sebagai pembimbing yang
telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, pikiran serta atas semua bimbingan dan
nasehat, kritik, dan saran selama penelitian dan penyusunan Tesis ini.
Penghargaan penulis disampaikan pada DIKTI atas beasiswa BPPDN, yang telah
membantu dalam proses penelitian ini hingga selesai.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda Drs. Baharuddin
K dan Ibunda Dra. Sabria Samson, adik Muhammad Palalloi SE, Nur Faisa S.P,
Nur Aulia dan Raikhana Apriana S.S S.Pd. Tak lupa juga ucapan terima kasih
kepada Prof. Dr. Ir. Effendi Abustam MS, suadara Muh. Adriansyah S.Pt, Daeng
Ngempo, Daeng Budianto, Daeng Mukhsin dan seluruh staf laboratorium
Teknologi Hasil Ternak Universitas Hasanuddin yang telah membantu dan
memberikan fasilitas penelitian ini. Ucapan terima kasih yang sebesar besarnya
kepada Rumana Sulawesi Selatan, Forum Wacana IPB, Pasca ITP 2013, Staff
Administrasi ITP atas kerja sama selama penulis menyelesaikan studi.
Semoga Tesis ini bermanfaat dan memberikan informasi baru untuk
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dunia peternakan, dan bagi para
pembaca. Amin


Bogor, Februari 2016

Anas Qurniawan

xi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

XII

DAFTAR GAMBAR

XII

DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hipotesis
Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

XIII
1
1
2
2
2
2

2 METODE
Lokasi dan Waktu
Alat dan Bahan
Prosedur Penelitian
Peubah yang Diamati
Prosedur Pengambilan Data
Mikro Klimatik
Status Fisiologis
Performa Produksi

Pengujian Sifat Fisik Daging
Pengujian Kimia Daging
Pengujian Organoleptik
Pengujian Mikrobiologi
Rancangan Penelitian
Rancangan Percobaan

4
4
4
5
5
6
6
6
7
7
8
9
10

11
11

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Mikroklimatik
Status Fisiologis
Performa Produksi
Kualitas Fisik Daging
Organoleptik
Kualitas Kimia Daging
Mikrobiologi Daging
Diskusi Umum

12
12
12
16
17
23
26
28
30
31

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

32
32
32

DAFTAR PUSTAKA

33

LAMPIRAN

38

RIWAYAT HIDUP

50

xii

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Proksimat pakan
Mikroklimatik dalam kandang dengan ketinggian berbeda
Kecepatan angin (meter detik-1) dalam kandang ayam broiler (rata rata ±
SD)
Suhu rektal (°C) ayam broiler jantan dan betina berdasarkan ketinggian
tempat pemeliharaan (rata rata ± SD)
Konsumsi pakan (g ekor-1 minggu-1) ayam broiler jantan dan betina pada
pemeliharaan ketinggian tempat yang berbeda (rata rata ± SD)
Konsumsi air minum (ml ekor-1 minggu-1) ayam broiler jantan dan betina
pada pemeliharaan ketinggian tempat yang berbeda (rata rata ± SD)
Bobot badan akhir pemeliharaan (g ekor-1) ayam broiler jantan dan betina
pada ketinggian tempat yang berbeda (rata rata ± SD)
Pertambahan bobot badan (g ekor-1minggu-1) ayam broiler jantan dan
betina pada ketinggian tempat yang berbeda (rata rata ± SD)
FCR ayam broiler jantan dan betina pada ketinggian tempat yang berbeda
(rata rata ± SD)
Bobot karkas (g ekor-1) ayam broiler jantan dan betina pada ketinggian
tempat yang berbeda (rata rata ± SD)
Persentase karkas (%) ayam broiler jantan dan betina pada ketinggian
tempat yang berbeda (rata rata ± SD)
pH daging ayam broiler jantan dan betina pada ketinggian tempat yang
berbeda (rata rata ± SD)
Daya putus daging (DPD) mentah (kg cm-2) ayam broiler jantan dan
betina pada ketinggian tempat yang berbeda (rata rata ± SD)
Daya putus daging (DPD) masak ayam broiler kg cm-2 jantan dan betina
pada ketinggian tempat yang berbeda (rata rata ± SD)
Susut masak (%) ayam broiler jantan dan betina pada ketinggian tempat
yang berbeda (rata rata ± SD)
DIA (%) daging ayam broiler jantan dan betina pada ketinggian tempat
yang berbeda (rata rata ± SD)
Uji mutu hedonik daging pada bagian dada ayam broiler yang dipelihara
di ketinggian tempat berbeda (rata rata ± SD)
Uji hedonik daging ayam broiler yang dipelihara di ketinggian tempat
berbeda (rata rata ± SD)
Analisis kandungan kimia daging (bobot basah) ayam broiler yang
dipelihara di ketinggian tempat (rata rata ± SD)
Hasil uji mikrobiologi ayam broiler yang dipelihara di ketinggian tempat
(rata rata ± SD)
Mikroklimatik (THI) terhadap performa produksi ayam broiler (rata rata
± SD)

5
13
15
16
17
18
19
20
21
22
22
23
24
25
25
26
27
28
29
30
31

DAFTAR GAMBAR
1
2

Diagram alir penelitian
Lokasi penelitian

3
4

xiii

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

3

4

5
6
7
8

9
10
11

12

13
14
15
16
17
18
19
20

Hasil analisis ragam (ANOVA) dan Tukey antara ketinggian tempat
terhadap suhu rektal ayam broiler
Hasil analisis ragam (ANOVA) dan Tukey interaksi antara ketinggian
tempat dan jenis kelamin terhadap konsumsi pakan pemeliharaan ayam
broiler
Hasil analisis ragam (ANOVA) dan Tukey interaksi antara ketinggian
tempat dan jenis kelamin terhadap konsumsi air minum pemeliharaan
ayam broiler
Hasil analisis ragam (ANOVA) dan Tukey interaksi antara ketinggian
tempat dan jenis kelamin terhadap pertambahan bobot badan (PBB)
pemeliharaan ayam broiler
Hasil analisis ragam (ANOVA) dan Tukey interaksi antara ketinggian
tempat dan jenis kelamin terhadap berat awal pemeliharaan ayam broiler
Hasil analisis ragam (ANOVA) dan Tukey interaksi antara ketinggian
tempat dan jenis kelamin terhadap berat akhir pemeliharaan ayam broiler
Hasil analisis ragam (ANOVA) dan Tukey interaksi antara ketinggian
tempat dan jenis kelamin terhadap FCR pemeliharaan ayam broiler
Hasil analisis ragam (ANOVA) dan Tukey interaksi antara ketinggian
tempat dan jenis kelamin terhadap berat karkas pemeliharaan ayam
broiler
Hasil analisis ragam (ANOVA) interaksi antara ketinggian tempat dan
jenis kelamin terhadap persentase karkas ayam broiler
Hasil analisis ragam (ANOVA) dan Tukey interaksi antara ketinggian
tempat dan jenis kelamin terhadap pH daging ayam broiler
Hasil analisis ragam (ANOVA) dan Tukey interaksi antara ketinggian
tempat dan jenis kelamin terhadap daya putus daging (DPD) mentah
daging ayam broiler
Hasil analisis ragam (ANOVA) dan Tukey interaksi antara ketinggian
tempat dan jenis kelamin terhadap daya putus daging (DPD) masak
daging ayam broiler
Hasil analisis ragam (ANOVA) dan Tukey interaksi antara ketinggian
tempat dan jenis kelamin terhadap susut masak daging ayam broiler
Hasil analisis ragam (ANOVA) interaksi antara ketinggian tempat dan
jenis kelamin terhadap daya ikat air (DIA) daging ayam broiler
Hasil analisis Kruskall Wallis, ketinggian tempat terhadap uji hedonik
daging ayam broiler
Hasil analisis Kruskall Wallis, ketinggian tempat terhadap uji mutu
hedonik daging ayam broiler
Hasil analisis ragam (ANOVA) antara ketinggian tempat terhadap uji
kualitas kimia (air) daging ayam broiler
Hasil analisis ragam (ANOVA) antara ketinggian tempat terhadap uji
kualitas kimia (protein) daging ayam broiler
Hasil analisis ragam (ANOVA) antara ketinggian tempat terhadap uji
kualitas kimia (lemak) daging ayam broiler
Hasil analisis ragam (ANOVA) antara ketinggian tempat terhadap uji
kualitas kimia (karbohidrat) daging ayam broiler

38

38

39

39
40
41
41

42
42
42

43

43
44
44
44
45
46
46
47
47

xiv

21 Hasil analisis ragam (ANOVA) antara ketinggian tempat terhadap uji
kualitas kimia (kadar abu) daging ayam broiler
47
22 Hasil analisis ragam (ANOVA) antara ketinggian tempat terhadap uji
mikrobiologi (ALT) daging ayam broiler
47
23 Dokumentasi penelitian
48

1

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Populasi ayam broiler di Indonesia semakin meningkat seiring dengan
tingginya tingkat konsumsi daging unggas masyarakat Indonesia. Ayam broiler
memberikan sumbangan besar terhadap pemenuhan kebutuhan protein hewani
masyarakat Indonesia, karena proses produksi ayam broiler yang relatif cepat,
mudah diperoleh di pasar dan harganya relatif murah dibanding sumber protein
hewani lainnya. Populasi ayam broiler di Indonesia pada tahun 2013 menurut
Ditjenak (2013) sebanyak 1.3 miliar ekor merupakan populasi paling tinggi
diantara ternak unggas lainnya yaitu, itik 5.2 juta ekor, ayam petelur 154 juta ekor
serta ayam buras 286 juta ekor. Populasi ayam broiler yang dipelihara menurut
usaha rumah tangga di Sulawesi Selatan menurut sensus pertanian Badan Pusat
Statistik tahun 2013 Kabupaten Takalar sekitar tiga juta ekor (0.73 %), sedangkan
total keseluruhan populasi ayam broiler di Sulawesi Selatan adalah 50 juta ekor.
Takalar merupakan daerah yang memiliki populasi ternak broiler yang terbanyak
ke-3 di Sulawesi Selatan (BPS 2013).
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan lebih dari 17 ribu pulau.
Tiap pulau mempunyai karakteristik dataran tersendiri yang berbeda-beda yang
terbagi berdasarkan ketinggian tempat, yaitu daerah rendah, sedang, dan tinggi
yang berhubungan dengan kondisi cuaca. Iklim di Sulawesi Selatan termasuk
tropika basah dengan suhu udara rata-rata 26.8 °C dan kelembaban udara 81.9%.
Kondisi topografi wilayah Kabupaten Takalar berada pada ketinggian 0 sampai
1300 meter di atas permukaan laut (m dpl) dengan bentuk permukaan lahan relatif
datar, bergelombang hingga perbukitan. Wilayah pesisir dengan ketinggian 0
sampai 100 m dpl seluas 48.778 km2 (86.10% wilayah). Kondisi topografi tersebut
menyebabkan daerah Sulawesi Selatan, khususnya Kabupaten Takalar, memiliki
potensi untuk pengembangan dan pemeliharaan ayam broiler
Stres akibat panas pada daerah panas, musim panas dan perubahan iklim
menjadi faktor utama yang membatasi efesiensi produksi ayam broiler (Lin et al.
2006). Ayam broiler yang diseleksi untuk pertumbuhan yang tinggi berhubungan
dengan produksi metabolisme panas yang tinggi (Gous 2010). Ozkan et al. (2010)
meneliti perbedaan jenis kelamin pada ayam broiler terhadap dalam konsumsi
pakan, berat badan dan FCR pada ketinggian tempat (altitude) yang berbeda.
Daerah tinggi, konsumsi pakan, bobot badan dan FCR yang lebih baik dibanding
daerah rendah. Suhu lingkungan yang melebihi tingkat kenyamanan ayam broiler
berdampak pada penurunan konsumsi pakan dan proses metabolisme (Swennen et
al. 2007) sehingga mengakibatkan performa yang kurang baik dan tidak
menguntungkan (Quinteiro-Filho et al. 2010).
Perubahan iklim dapat mempengaruhi kualitas daging melalui dua cara.
Pertama, pengaruh langsung pada organ dan metabolisme otot selama paparan
cekaman panas yang terjadi setelah pemotongan. Cekaman panas meningkatkan
resiko susut masak daging ayam broiler. Kedua, pengaruh tidak langsung respon
ayam broiler terhadap perubahan iklim dan manajemen terhadap kualitas daging
(Gregory 2010). Piestun et al. (2011) melaporkan penurunan bobot badan 2006 g
ekor-1 menjadi 1842 g ekor-1, konsumsi pakan 2005 g ekor-1 menjadi 1902 g ekor-

2

1

, dan feed conversion ratio 1.62 menjadi 1.83 melalui memanipulasi panas
sebesar 35 °C selama 12 jam pada pemeliharaan ayam broiler umur 35 hari.
Durek et al. (2014) melaporkan pH pada daging broiler 5.84-5.95.
Komposisi kimia daging ayam broiler seperti kadar air 73.1%, protein 24.7 %,
lemak 1 % dan kadar abu 1.1% (Dotas et al. 2014). Uji mikrobiologi Escherichia
coli pada proses pemotongan ayam broiler di Swiss menunjukkan hasil 3.3 - 5.5
log CFU g-1 (Zweifel et al. 2014), level kontaminasi Campylobacter pada karkas
broiler untuk mengevaluasi status higenitas daging broiler di Belgia menunjukkan
hasil positif terhadap Campylobacter (Habib et al. 2012), Salmonella spp tidak
berkorelasi nyata yang ditemukan pada karkas ayam broiler (Hue et al. 2011) dan
di Brazil Staphylococcus aureus pada daging ayam menunjukkan hasil positif
(Moreira et al. 2008).
Pengkajian dan penelitian mengenai kualitas daging dan performa ayam
broiler pada pemeliharaan ketinggian yang berbeda akibat perbedaan
mikroklimatik yang menyebabkan cekaman panas sangat diperlukan untuk
antisipasi dan mitigasi perubahan iklim yang tidak menentu selama pemeliharaan
ayam broiler.

Hipotesis
Menimbulkan perbedaan mikroklimatik, performa produksi dan kualitas
daging ayam broiler pada ketinggian tempat pemeliharaan yang berbeda di daerah
Sulawesi Selatan.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor lingkungan
berdasarkan ketinggian tempat pemeliharaan yang berbeda terhadap
mikroklimatik, performa produksi, dan kualitas daging ayam broiler di Kabupaten
Takalar Sulawesi Selatan.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai kualitas daging dan performa produksi ayam broiler yang dipelihara
pada ketinggian tempat berbeda sebagai acuan untuk upaya antisipasi dan
mitigasi.

Ruang Lingkup Penelitian
Pemeliharaan ayam broiler dilakukan pada 3 ketinggian tempat berbeda
yaitu, dataran rendah (pesisir) (700 m dpl). Penelitian Tahap 1 melakukan analisis a)

3

mikroklimatik meliputi suhu, kelembaban, THI (temperatur humidity index), dan
kecepatan angin terhadap suhu rektal ayam broiler dan performa produksi ayam
broiler, dan b) performa produksi ayam broiler meliputi konsumsi pakan,
konsumsi air minum, pertambahan bobot badan, FCR (feed conversion ratio),
bobot badan, bobot karkas, persentase berat karkas.
Penelitian Tahap 2 melakukan analisis kualitas daging meliputi a) uji fisik
berupa derajat keasaman (pH), DPD/daya putus daging mentah dan masak, susut
masak, DIA/daya ikat air (water holding capacity), b) uji organoleptik daging
berupa hedonik dan mutu hedonik diuji oleh 30 panelis tidak terlatih, c) uji
kualitas kimia meliputi kadar air, protein, lemak, karbohidrat, dan kadar abu, d)
uji mikrobiologi daging meliputi TPC (Total Plate Count), E. coli,
Staphylococcus aureus, dan Salmonella sp. Gambaran umum penelitian disajikan
pada Gambar 1.
Rendah (700 m dpl)

Kandang Pemeliharaan
10
ekor
Jantan

Tahap 1

1.
2.
3.
4.
5.

Mikroklimatik
Suhu
Kelembaban
THI
Kecepatan Angin
Suhu Rektal

10
ekor
Betina

10
ekor
Jantan

10
ekor
Betina

10
ekor
Jantan

Tahap 2

Tahap 1
Performa Produksi
1. Konsumsi Pakan
2. Konsumsi Air
Minum
3. PBB
4. Bobot Badan
5. FCR
6. Karkas

Gambar 1 Diagram alir penelitian

10
ekor
Betina

1.
2.
3.
4.

Kualitas Daging
Fisik Daging
Organoleptik
Kimia Daging
Mikrobiologi

4

2

METODE

Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 sampai Juni 2015
melalui pengamatan di lapangan dan uji di laboratorium. Lokasi penelitian adalah
perkandangan rakyat ayam broiler di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan. Uji
kualitas fisik daging dan organoleptik dilaksanakan di laboratorium Teknologi
Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Uji kualitas kimia
daging dilakukan di laboratorium Nutrisi Ternak Dasar Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin. Uji mikrobiologi daging dilakukan di Balai
Laboratorium Kesehatan Makassar Sulawesi Selatan. Peta lokasi penelitian di
Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan diperlihatkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Lokasi penelitian

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: termo-higrometer digital,
termometer dry dan wet, anemometer, termometer rektal, timbangan digital,
tempat pakan, tempat air minum, termometer bimetal, pH meter daging, cool box,
CD shear force, pisau, freezer, plastik, kaos tangan, kamera smartphone dan alat
tulis.

5

Kandang yang digunakan adalah tipe panggung terbuat dari kayu untuk
tempat pemeliharan ayam broiler strain Lohmann 202. Pakan yang diberikan
diproduksi oleh PT. Japfa Comfeed Tbk, yaitu tipe MS-42 (umur 15 - 21 hari),
dan tipe MS-44 (umur 22 hari sampai panen). Analisis proksimat pakan
ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Proksimat pakan
Proksimat
Air (%)
Protein Kasar (%)
Lemak Kasar (%)
Serat Kasar (%)
Abu (%)
Kalsium (%)
Fosfor (%)

MS-42

MS-44

12
21
7
5
7
1.1
0.9

12
19
8
5
7
1.1
0.9

Prosedur Penelitian
Lokasi pemeliharaan (lokasi perkandangan) ditentukan berdasarkan
ketinggian tempat, yaitu dataran rendah / daerah pesisir (700 m dpl). Penelitian tahap 1
melaksanakan pemeliharaan. Sebanyak 6 petak masing-masing berukuran 1 m x
1m terletak di depan, tengah dan belakang kandang. Tiga petak berisi masingmasing 10 ekor ayam broiler jantan dan 3 petak lain masing-masing berisi 10 ekor
ayam broiler betina. Pengambilan data dilakukan pada umur ayam broiler 15 hari
sampai 42 hari.
Penelitian tahap 2 melakukan pemanenan (pemotongan ayam) di rumah
potong ayam (RPA) tradisional. Sampel daging bagian dada diambil sebanyak 3
ekor dari masing masing petak untuk uji kualitas daging (uji fisik, uji proksimat
dan uji mikrobiologi). Sampel dimasukkan ke dalam coolbox berisi es kristal
untuk menjaga suhu sampel daging. Sampel diangkut selama 1 jam menggunakan
mobil minibus ke laboratorium. Uji kualitas daging dilakukan di Laboratorium
Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, uji
proksimat di laboratorium Nutrisi Ternak Dasar Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin dan uji mikrobiologi di aboratorium Balai Besar Kesehatan Makassar
Sulawesi Selatan.

Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati dalam penelitian tahap 1 adalah:
1. Mikroklimatik saat penelitian meliputi suhu, kelembaban, kecepatan
angin, THI (Temperature-Humidity Index), dan suhu rektal ayam broiler.

6

2. Performa produksi ayam broiler meliputi konsumsi pakan, konsumsi air
minum, pertambahan bobot badan, dan FCR (Feed Conversion Ratio),
bobot badan, dan karkas.
Peubah yang diamati dalam penelitian tahap 2 adalah:
1. Kualitas daging broiler meliputi uji sifat fisik, uji kimia daging, uji
mikrobiologi dan uji organoleptik.

Prosedur Pengambilan Data
Mikro Klimatik
Suhu dan Kelembaban
Suhu basah dan kering serta kelembaban diukur menggunakan termometer
digital dan termometer basah kering yang dipasang pada masing-masing petak
(depan, tengah, belakang) di dalam kandang pada ketinggian 50 cm di atas lantai
kandang. Data diambil 3 kali sehari yaitu, pukul 07.00 WITA, 12.00 WITA, dan
17.00 WITA.
Kecepatan Angin
Kecepatan angin diukur menggunakan anemometer pada masing masing
lokasi petak kandang (depan, tengah, belakang). Pengukuran dilakukan pada
ketinggian 50 cm di atas lantai kandang. Data diambil 3 kali sehari yaitu pukul
07.00 WITA, 12.00 WITA dan 17.00 WITA.
THI (temperature-humidity index)
Temperature-humidity index dihitung berdasarkan rumus Tao dan Xin
(2003) sebagai berikut :
THI broiler = 0.85 �!" + 0.15 T!"
Keterangan :
THI = Temperatur humidity index, °C
�!" = Dry-bulb temperatur, °C
T!" = Wet-bulb temperatur, °C
Status Fisiologis
Suhu Rektal
Termometer rektal digital digunakan untuk mengukur suhu rektal ayam
broiler dengan termometer rektal dimasukkan ke dalam rektum ayam broiler
sedalam 2 cm selama 1 menit. Pengurkuran dilakukan sebanyak 3 kali untuk
kemudian dirata-ratakan.

7

Performa Produksi
Konsumsi Pakan
Konsumsi pakan (g ekor-1minggu-1) diukur dari jumlah pakan yang
diberikan dikurangi sisa pakan. Konsumsi pakan dihitung setiap minggu
kemudian dirata-ratakan. Pemberian pakan dilakukan secara ad libitum.
Konsumsi Air Minum
Konsumsi air minum (ml ekor-1minggu-1) diukur dari jumlah air minum
yang diberikan dikurangi sisa air minum. Konsumsi air minum diukur setiap hari
kemudia dirata-ratakan. Pemberian air minum dilakukan secara ad libitum.
PBB (Pertambahan Bobot Badan)
Pertambahan bobot badan (g ekor-1 minggu-1) diukur setiap minggu
menggunakan rumus:
��������ℎ�� ����� ����� = ����� ����� ��ℎ�� – ����� ����� ����
FCR (Feed Conversion Ratio)
Feed Conversion Ratio dihitung dengan rumus:
Feed Conversion Ratio =

jumlah pakan yang dikonsumsi (g)
bobot badan yang dihasilkan (g)

Karkas
Persentase karkas dihitung menggunakan rumus:
berat karkas g
×100%
Persentase karkas % =
berat hidup g

Pengujian Sifat Fisik Daging
pH daging
Sampel daging diukur menggunakan pH meter digital Lutron tipe PH-201.
Setiap sampel diukur sebanyak 3 kali ulangan di titik yang berbeda. pH meter
dikalibarisasi setiap akan digunakan dengan larutan buffer pH 7, lalu pada cairan
buffer pH 4.
Daya Ikat Air (DIA)
Daya ikat air atau Water Holding Capacity (WHC) diukur menggunakan
metode Hamm (1972). Sampel daging seberat 0.3 g diletakkan di atas kertas
saring di antara dua plat baja tahan karat. Sampel diberi beban seberat 35 kg
selama 5 menit. Kertas saring akan menunjukkan area yang tertutup oleh sampel
daging yang telah menjadi pipih dan luas area basah di sekelilingnya. Kedua area
tersebut ditandai dan digambar pada kertas grafik atau kertas kalkir untuk
menghitung luas kedua area tersebut. Setelah digambar kemudian discan,
kemudian dihitung melalui software Corel Draw X4. Area basah diperoleh dengan

8

dengan mengurangkan area yang tertutup daging dari area total yang meliputi pula
area basah pada kertas saring. Kandungan air dihitung menggunakan rumus:
area basah cm2 = luas area basah - luas area daging
area basa (cm2 )-8.0
mgH2 O =
0.0948
DIA = % kadar air

mgH2 O
× 100%
300

Susut Masak
Sampel ditimbang sebagai berat awal sebelum direbus. Sampel dimasukkan
ke dalam kantong plastik kemudian diikat agar tidak dimasuki air ketika direbus.
Sampel daging direbus dalam penangas air (waterbath) selama 30 menit dan
diangkat serta dikeluarkan dari kantong plastik dan dipisahkan dari bagian
kaldunya. Sampel kemudian diseka dengan kertas tissu tanpa ditekan dan
ditimbang. Susut masak dihitung berdasarakan:
berat sebelum dimasak (g) - berat setelah dimasak (g)
× 100%
Susut Masak (%) =
berat sebelum dimasak (g)
Daya Putus Daging (DPD)
Daya putus daging DPD diukur menggunakan CD (Creuzot Dumont) Shear
Force untuk menentukan tingkat keempukan daging. Sampel daging dalam bentuk
silender berukuran panjang 1 cm dan berdiameter 0.5 inci diletakkan dalam
lubang CD shear force berpisau dengan setebal 1 mm untuk memotong sampel.
Semakin besar beban untuk memutus sampel daging maka semakin alot daging
tersebut. Nilai daya putus daging dinyatakan dalam kg cm-2 (Abustam 1993).

Pengujian Kimia Daging
Analisis Kadar Air (AOAC 2005)
Analisis kadar air dilakukan untuk mengetahui kandungan atau jumlah air
yang terdapat pada suatu bahan. Tahap pertama dilakukan pada analisis kadar air
adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 °C selama 1 jam.
Cawan tersebut disimpan ke dalam desikator selama 15 menit dan dibiarkan
sampai dingin kemudian ditimbang. Sampel 1 gram ditimbang setelah terlebih
dahulu digerus. Selanjutnya cawan yang diisi sampel tersebut dimasukkan ke
dalam oven dengan suhu 102-105 °C selama 5-6 jam. Cawan tersebut dimasukkan
ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin selama 30 menit, kemudian
ditimbang.
Analisis Kadar Protein (Kjeldahl) (AOAC 2005)
Sampel daging yang telah dihaluskan sebanyak 0.5 g dimasukkan ke dalam
labu Kjeldhal, kemudian ditambahkan 7.5 g kalium sulfat dan 0.35 g raksa oksida
dan 15 ml asam sulfat pekat. Labu Kjedhal dipanaskan dalam lemari asam sampai
berhenti berasap dan pemanasan diteruskan hingga mendidih dan cairan menjadi
jernih, kemudian didinginkan. Sebanyak 100 ml aquades ditambahkan ke dalam

9

labu Kjeldahl yang didinginkan, ditambahkan 15 ml larutan kalium sulfat 4%
kemudian ditambahkan perlahan larutan natrium hidroksida 50% sebanyak 50 ml.
Labu kemudian dipanaskan sampai kedua cairan tercampur. Destilisasi ditampung
dalam Erlemeyer yang diisi dengan larutan baku asam klorida 0.1 N sebanyak 50
ml dan indikator metal merah 0.1% b/v sebanyak 5 tetes. Titik akhir titrasi terjadi
terjadi perubahan warna larutan dari merah menjadi kuning, kemudian dilakukan
titrasi blanko.
Analisis Kadar Lemak (AOAC 2005)
Sampel yang digunakan (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan
dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu
lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan
tabung Soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang
pada alat destolasi Soxhlet lalu dipanaskan pada suhu 40 °C dengan menggunakan
pemanas listrik selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak di
destilasi hingga semua pelarut menguap. Pada saat destilasi pelarut akan
tertampung di ruang ekstraktor. Pelarut dikeluarkan hingga tidak kembali ke
dalam labu lemak. Selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105
°C, setelah itu labu didinginkan dalam deksikator sampai beratnya konstan (W3).
Analisis Kadar Abu (AOAC 2005)
Analisis kadar abu dilakukan untuk mengetahui jumlah abu yang terdapat
pada suatu bahan terkait dengan mineral dari bahan yang dianalisis. Cawan abu
porselen dibersihkan dan dikeringkan dalam oven yang suhunya sekitar 105 °C
selama 30 menit. Cawan abu porselen tersebut dimasukkan ke dalam desikator
selama 30 menit lalu ditimbang. Sampel sebanyak 5 gram ditimbang kemudian
dimasukkan ke dalam cawan abu porselen, selanjutnya dibakar di atas kompor
listrik sampai tidak berasap dan dimasukkan ke dalam tamur pengabuan dengan
suhu 600 °C selama 6 jam. Cawan dimasukkan ke dalam desikator dibiarkan
sampai dingin dan kemudian ditimbang.

Pengujian Organoleptik
Sampel daging ayam direbus sampai suhu 80 oC. Pengukuran menggunakan
termometer bimetal. Setelah itu disajikan dan diuji sebanyak 30 orang panelis. Uji
organoleptik meliputi hedonik dan mutu hedonik. Uji mutu hedonik terkait
dengan warna, aroma, tekstur dan penampilan secara umum. Uji hedonik terkait
tingkat kesukaan panelis (Arief et al. 2014). Setelah dikumpulkan data kemudian
di uji menggunakan analisis Kruskal Wallis dengan uji lanjut menggunakan uji
banding rataan ranking atau Multiple Comparison of Means Ranks (Gibbon
1975).

10

Pengujian Mikrobiologi
Angka Lempeng Total (ALT) (SNI 2008)
Daging sebanyak 25 gram dari masing masing sampel dihancurkan dan
dimasukkan ke dalam 225 ml Bupper Pepton Water sehingga didapatkan
pengenceran 101. Sampel yang telah diencerkan dipipet sebanyak 1 ml dan secara
aseptik dimasukkan ke dalam 9 ml Bupper Pepton Water untuk diencerkan
kembali mencapai pengenceran 106 . Setelah itu, sampel dipupuk ke dalam media
Plate Count Agar.
Escherichia coli (E .coli)
Sebanyak 25 g sampel daging diencerkan dengan larutan 225 ml BPW lalu
dihomogenkan menggunakan waring blender. Sampel selanjutnya diencerkan
berseri dengan perbandingan 1:9. Sebanyak 0.1 ml pengenceran yang diinginkan
(102 dan 103) ditanam ke dalam 15 ml media Eosin Methylene Blue Agar (EMBA)
dengan metode sebar. Sampel selanjutnya diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24
jam. Koloni yang tumbuh berwarna hijau metalik dengan titik hitam pada bagian
tengahnya dihitung dan diidentifikasi sebagai E. Coli. Media EMBA yang diduga
E. Coli diuji biokimia meliputi pewarnaan Gram, katalase, produksi CO2, dan uji
IMViC (Indole, Methyle red, Voges-Proskauer, Citrate) untuk memastikan
pendugaan positif E. Coli (Suardana et al. 2007).
Staphylococcus aureus (S.aureus)
Sampel daging sebanyak 25 g diencerkan dengan larutan 225 ml BPW lalu
dihomogenkan menggunakan waring blender. Sampel selanjutnya diencerkan
berseri dengan perbandingan 1:9. Sebanyak 1 ml pengenceran yang diinginkan
(10-2 dan 10-3) ditanam ke dalam 15 ml media Baird Parker agar dengan metode
sebar. Sampel selanjutnya diinkubasi pada suhu 35 °C selama 45 sampai 48 jam.
Koloni yang tumbuh berbentuk bulat, lembut, cembung berukuran 2-3 mm dengan
warna abu abu-jet black, terkadang juga dengan tepi berwana cerah (off white),
dikelililingi zona transparan, dan diidentifikasi sebagai S. aureus. Beberapa koloni
diambil dari setiap cawan petri yang menunjukkan pertumbuhan bakteri yang
diduga S. aureus untuk uji katalase, koagulase, clumping factor dan identifikasi
Barrow dan Feltham (2003).
Salmonella
Sebanyak 25 g sampel daging diencerkan dengan larutan 225 ml BPW lalu
dihomogenkan menggunakan waring blender. Sampel selanjutntnya diencerkan
berseri dengan perbandingan 1:9. Sampel pengenceran 10-3, 10-5, 10-7 diambil dan
dipindahkan ke dalam medium enrichment Selenite Cystine broth (SC) lalu
diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam. Hasil enrichment ditanam berdasarkan
metode sebar pada media selektif XLDA (Xylose Lysine Desoxycholate Agar) lalu
diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam. Pengamatan, perhitungan dan
morfologi koloni dilakukan pada koloni yang tumbuh. Pemurnian dilakukan
dengan teknik penggoresan pada media XLDA. Koloni yang dipilih adalah koloni
yang mempunyai morfologi dengan warna hitam mengkilat. Hasil pemurnian
isolasi yang diduga salmonella kemudian diuji biokimia meliputi pewarnaan
gram, uji TSIA, urease, methyl red, citrae, uji fermentasi gula (phenol red lactose

11

broth, phenol red sucrose broth, phenol red maltose broth, phenol red manitol
broth), katalase dan oksidase Barrow dan Feltham (2003).

Rancangan Penelitian
Pemilihan wilayah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja)
berdasarkan ketinggian tempat. Data dianalisis ragam dan deskriptif.

Rancangan Percobaan
Mikroklimatik
Analisis data dalam mikroklimatik menggunakan analisis deskriptif
(Lambey et al. 2013). Analisis deskriptif bertujuan untuk menentukan perbedaan
mikroklimatik setiap ketinggian tempat lokasi pemeliharaan ayam broiler di
Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan.
Performa Produksi dan Kualitas Fisik Daging
Rancangan yang digunakan dalam performa produksi adalah Rancangan
Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktor. Faktor 1 adalah ketinggian tempat dan
faktor 2 adalah jenis kelamin. Perbedaan antar pelakuan diuji Tukey. Model
matematika yang digunakan (Mattjik dan Sumertajaya 2013) :
Yijk = µ + Li + Sj + (LS)ij + Σijk :
Yijk

:

µ
Li

:
:

Sj
(LS)ij
Σijk

:
:
:

Performa poduksi akibat pengaruh ketinggian tempat ke-i dan
jenis kelamin ke-j serta interaksi antara keduanya.
Nilai tengah umum
Pengaruh kelompok ketinggian tempat ke-i (i= rendah, sedang,
tinggi)
Pengaruh kelompok jenis kelamin ke-j (j= jantan, betina)
Interaksi antara ketinggian ke-i dan jenis kelamin ke-j
Pengaruh galat

Organoleptik
Pengujian organoleptik terdiri dari uji hedonik dan mutu hedonik dengan
menggunkan analisis non parametrik Kruskal Wallis (Gasperz 1989), dengan
rumus matematika :
1 Σ �� !
�(� + 1)!
� = !

� � �!
4
Keterangan :
�! = banyaknya ulangan pada perlakuan ke-i
� = banyaknya pengamatan N=rt
�� ! = jumlah ranking dari perlakuan ke-i
Nilai S2 diperoleh dari

12

�! =

Σ
1
�(� + 1)!
�!" ! −
� − 1 �, �
4

Dimana �!" ! adalah pangkat (rank) dari pengamatan pada satuan percobaan
(ulangan) ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i.
Kualitas Kimia Daging dan Mikrobiologi
Rancangan yang digunakan dalam kualitas kimia daging adalah Rancangan
Acak Kelompok (RAK). Perbedaan antar pelakuan diuji Tukey. Model
matematika yang digunakan (Mattjik dan Sumertajaya 2013) adalah:
Yijk
µ
Li

:
:
:

Sj
Σijk

:
:

Yijk = µ + Li + Sj + Σijk
Kualitas kimia daging akibat pengaruh ketinggian tempat
Nilai tengah umum
Pengaruh kelompok ketinggian tempat ke-i (i= rendah, sedang,
tinggi)
Pengaruh kelompok kandungan kimia kelompok ke-j
Pengaruh galat

3

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Keadaan geografi wilayah Kabupaten Takalar terdiri dari dataran rendah
(pesisir), daratan sedang, dan tinggi (pegunungan). Bagian barat wilayah Takalar
merupakan daerah pesisir pantai (dataran rendah), dataran sedang, dan perbukitan
(dataran tinggi) meliputi Kecamatan Mangarabombang, Kecamatan
Mappakasunggu, Kecamatan Sandro Bone, Kecamatan Galesong Selatan,
Kecamatan Galesong Kota, dan Kecamatan Galesong Utara.
Kabupaten Takalar beriklim tropis dengan dua musim, yaitu musim
penghujan dan musim kemarau. Musim penghujan biasa terjadi antara bulan
Oktober sampai bulan Maret. Musim kemarau antara Oktober sampai Maret.
Rata-rata curah hujan bulanan pada musim hujan berkisar antara 122.7 mm hingga
653.6 mm. Suhu rata-rata harian adalah 27.9 °C (Oktober) dan terendah 26.5 °C
(Januari sampai Februari). Suhu udara terendah berkisar antara 20.4 °C hingga
22.2 °C pada bulan Februari sampai Agustus dan tertinggi 30.5°C hingga 33.9 °C
pada bulan September sampai Januari (Pemkab 2015). Suhu lingkungan Indonesia
di dataran rendah pada musim kemarau dapat mencapai 33 °C sampai 34 °C.

Mikroklimatik
Mikroklimatik merupakan kondisi iklim mikro yang terjadi di dalam
kandang di setiap ketinggian berbeda. Kondisi iklim mikro yang dimaksud adalah
suhu, kelembaban, THI, dan kecepatan angin.

13

Tabel 2 Mikroklimatik dalam kandang dengan ketinggian berbeda
Ketinggian
Tempat
Rendah

Sedang

Tinggi

Umur
(Minggu)
III
IV
V
VI
Rata-rata
III
IV
V
VI
Rata-rata
III
IV
V
VI
Rata-rata

Pagi
28
27
27
27
27
25
24
25
25
25
24
26
26
26
25

Suhu (°C)
Siang
32
33
32
31
32
30
29
30
32
31
28
29
32
32
30

Sore
30
30
30
29
30
29
28
27
27
28
28
27
28
27
28

Kelembaban (%)
Pagi Siang Sore
78
64
74
75
63
66
84
63
74
86
69
77
81
65
73
92
81
84
93
84
85
95
78
93
96
73
92
94
79
88
88
70
73
87
77
87
83
65
81
89
75
89
87
72
83

Pagi
27.79
27.68
26.47
26.53
27.12
25.30
24.73
25.23
25.57
25.21
24.70
25.93
25.94
26.08
25.66

THI (°C)
Siang
31.25
32.66
32.26
31.34
31.88
30.67
29.37
30.50
31.53
30.52
30.40
28.37
31.68
30.39
30.21

Sore
29.92
29.37
29.71
29.46
29.62
29.50
28.53
27.10
28.07
28.30
29.93
26.88
28.60
26.50
27.98

Suhu
Massa udara terpengaruh oleh gravitasi bumi, semakin dekat dengan
permukaan laut, udara akan semakin rapat. Semakin jauh dari permukaan laut,
kerapatan udara semakin renggang. Udara yang massanya rapat akan menyerap
panas matahari lebih banyak dari pada udara yang massanya sedikit. Daerah yang
menyerap panas matahari lebih banyak suhunya tinggi, sedangkan daerah yang
menyerap panas sedikit suhunya rendah. Perubahan suhu sesuai dengan
perubahan ketinggian pada waktu dan tempat tertentu disebut Lapse Rate.
Perhitungan besaran Lapse Rate yakni pertambahan kenaikan sebesar 1000 feet
altitude suhu akan turun sebesar 2 °C. Selain itu peningkatan suhu terkait dengan
karakteristik atmosfer, terutama pada lapisan troposfer, yaitu setiap kenaikan 100
meter suhu udara turun 0.5 °C.
Fluktuasi suhu udara berkaitan dengan proses pertukaran energi yang
berlangsung di atmosfer. Kondisi siang hari sebagian besar radiasi matahari akan
diserap oleh gas-gas atmosfer dan partikel padat yang melayang di atmosfer.
Serapan energi radiasi ini mengakibatkan suhu udara meningkat. Suhu udara
harian maksimum dicapai saat intensitas radiasi matahari maksimum. Intensitas
radiasi matahari maksimum tercapai pada saat berkas cahaya jatuh tegak lurus,
yakni pada waktu tengah hari (Lakitan 1994). Suhu udara maksimum terjadi
sesudah siang hari antara pukul 12.00 sampai 15.00. Suhu minimum terjadi pada
pukul 06.00 atau matahari terbit.
Suhu berpengaruh langsung terhadap kenyamanan, proses fisiologis dan
produktivitas ternak. Suhu rata-rata di lokasi pemeliharaan dataran rendah lebih
tinggi dibandingkan lokasi pemeliharaan dataran sedang dan tinggi. Suhu rata-rata
pada dataran rendah, sedang dan tinggi berturut-turut 27 °C, 25 °C, 25 °C (pagi
hari), 32 °C, 31 °C, 30 °C (siang hari) dan 30 °C, 28 °C, 28 °C (sore hari) (Tabel
2). Suhu terendah tercatat di dataran rendah pada pagi hari. Suhu tetinggi tercatat
di dataran terendah pada siang hari.

14

Suhu dalam kandang merupakan gabungan panas lingkungan berasal dari
radiasi matahari dan panas metabolisme dalam tubuh ayam yang dilepaskan ke
lingkungan. Pemeliharaan ayam broiler pada periode starter memerlukan suhu
tinggi sekitar 35 °C dan diturunkan secara bertahap hingga masa akhir brooder
(14 hari). Suhu kandang selanjutnya mengikuti suhu lingkungan. Pemeliharaan
periode starter memerlukan suhu lingkungan tinggi karena ayam broiler baru
menetas dan belum mempunyai bulu. Suhu brooder dikurangi dengan
meningkatnya umur.
Ayam broiler berproduksi secara optimal pada suhu 18 °C sampai 21 °C.
Kenaikan suhu lingkungan sangat mempengaruhi performa produksi ayam broiler.
Sulistyoningsih (2004) menyatakan kenaikan suhu dalam kandang dari 21.1 °C
menjadi 32.2 °C mengakibatkan konsumsi pakan berkurang hingga 20.2 %.
Kelembaban
Kelembaban udara adalah jumlah kadar uap air yang ada di udara hasil
evaporasi permukaan tanah dan air. Kelembaban relatif merupakan perbandingan
antara tekanan uap air aktual (yang terukur) dengan tekanan uap air pada kondisi
jenuh (Lakitan 1994). Nilai kelembaban relatif berkisar dari 0 sampai 100%. Nilai
0% menunjukkan udara kering, sedangkan 100% menandakan udara jenuh dengan
uap air.
Kelembaban relatif lebih tinggi pada pagi hari di dataran sedang. Rata-rata
kelembaban relatif dataran rendah, sedang, dan tinggi berturut-turut 81%, 94%,
87% (pagi hari), 65%, 79%, 72% (siang hari), dan 73%, 88%, 83% (sore hari)
(Tabel 2).
Kelembaban berkaitan dengan suhu udara. Semakin tinggi suhu udara maka
kelembaban rendah. Sebaliknya semakin rendah suhu udara maka kelembaban
tinggi. Umar (2012) menyatakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kelembaban udara disuatu tempat adalah suhu. Daerah yang memiliki suhu udara
yang tinggi memiliki kelembaban rendah karena suhu udara yang tinggi dapat
mempercepat penguapan air sehingga uap air yang terkandung di tempat tersebut
sangat sedikit.
Suhu dan kelembaban yang tinggi dapat menjadi penyebab utama stres pada
ternak. Kenaikan suhu dan kelembaban kandang disebabkan oleh lingkungan,
letak kandang atau posisi kandang. Kelembaban relatif kandang 35% sampai 75
% tidak berbeda nyata dalam pertumbuhan ayam broiler (Austic dan Nesheim
1990).
THI
Indeks termal lingkungan seperti indeks suhu kelembaban (THI) telah
dikembangkan untuk menilai dampak lingkungan termal status termoregulasi
ternak (Purswell et al. 2012). Index suhu kelembaban atau THI (temperature
humidity index) adalah ukuran gabungan dari suhu lingkungan dan kelembaban
relatif yang merupakan cara yang berguna dan mudah untuk menilai risiko stres
panas. Persamaan THI menggambarkan keadaan relatif dari suhu basah dan suhu
kering untuk spesies berdasarkan parameter fisiologis (suhu tubuh, laju respirasi,
denyut nadi), produksi panas, dan performa produksi (susu, telur, dan berat
badan). Gates et al. (1995) menggunakan THI dari ayam petelur untuk menilai
produksi broiler terhadap panas stres karena kurangnya informasi tentang THI

15

untuk ayam broiler. Purswell et al. (2012) melaporkan lingkungan termal dari
perkandangan broiler dengan berat lebih besar dari 3.2 kg, yaitu suhu kering pada
kisaran 15 °C, 21 °C, dan 27 °C dengan kelembaban 50%, 65%, dan 80%
mengahsilkan THI sebesar 14.8 °C sampai 26.9 °C.
THI terbagi menjadi tiga kategori, yaitu THI tinggi pada 29.65 °C - 29.90
°C berada pemeliharaan minggu II-III dataran rendah. THI kategori moderat pada
28.34 °C - 29.11 °C di dataran sedang dan sebagian dataran tinggi serta THI
rendah pada 27.06 °C ke bawah di dataran tinggi (Tabel 2). Jika membandingkan
hasil performa produksi ayam broiler tiga lokasi berbeda, lokasi pemeliharaan
dataran tinggi lebih baik dibandingkan dua lokasi lainnya. Lokasi dataran tinggi
memiliki kondisi suhu dan kelembaban yang lebih baik sehingga ayam broiler
berada pada zona nyaman untuk mengkonsumsi pakan sehingga berdampak pada
pertambahan bobot badan mingguan dan bobot akhir pemeliharaan.
Pemerintah Uni Eropa melaporkan tentang dampak gelombang panas di
Eropa dan kerugian di bidang usaha unggas sebesar 15% sampai 30% akibat
gelombang panas yang melanda negara Eropa pada tahun 2003 (Vale et al. 2008).
(St-Pierre et al. 2003) memperkirakan berdasarkan indeks suhu dan kelembaban
(THI) dari stasiun meteorology di Amerika Serikat, kerugian produksi bisa
mencapai 128 juta dolar ketika kondisi lingkungan menjauhi zona termonetral.
Kecepatan Angin
Kecepatan angin diukur untuk mengetahui seberapa besar sirkulasi udara
dalam kandang. Kecepatan angin dapat berubah-ubah setiap saat yang salah satu
faktornya disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan udara pada suatu wilayah.
Kecepatan angin pada dataran rendah sangat tinggi karena dekat dengan laut dan
hembusan angin tinggi sering berulang.
Tabel 3 Kecepatan angin (meter detik-1) dalam kandang ayam broiler (rata rata ±
SD)
Ketinggian
tempat
Rendah
Sedang
Tinggi
Rata rata

Pagi
26.46 ± 2.47
1.16 ± 0.25
1.51 ± 0.58
9.71 ± 14.51

Waktu
Siang
29.15 ± 6.87
2.92 ± 0.25
1.41 ± 0.18
11.16 ± 15.60

Sore
26.57 ± 4.10
1.91 ± 0.69
2.94 ± 1.41
10.47 ± 13.95

Rata rata
harian
27.39 ± 1.52
1.91 ± 0.88
1.95 ± 0.85

Rata rata kecepatan angin harian yang paling tinggi pada dataran rendah
yaitu 27.39 meter detik-1, sedangkan rata rata kecepatan angin pada dataran
sedang 1.91 meter detik-1 dan dataran tinggi 1.95 meter detik-1. Kecepatan angin
untuk semua lokasi kandang berdasarkan waktu (pagi, siang, dan sore) tidak
berbeda.
Yahav et al. (2001) melaporkan terdapat pengaruh kecepatan angin (0.5 m s1
, 1.0 m s-1, 1.5 m s-1, 2.0 m s-1, 2.5 m s-1, 3 m s-1) dan kelembaban kandang 60%
terhadap performa produksi ayam broiler pada bobot badan, pemberian pakan, dan
efisiensi pakan. Peningkatan kecepatan angin pada perkandangan ayam akan

16

menurunkan suhu pada kulit ayam (Malheiros 2000). Penelitian Simmons et al.
(2003) menempatkan ayam broiler di dekat ventilasi udara yang bertujuan untuk
mengevaluasi efek dari kecepatan angin dengan suhu dari 25 °C sampai 30 °C
pada usia 21 sampai 49 hari dengan meningkatkan kecepatan angin 120 sampai
180 m min-1 menghasilkan peningkatan pertumbuhan dan konversi pakan pada
usia 42 sampai 49 hari. Selanjutnya, Dozier et al. (2005) menyatakan
meningkatnya kecepatan angin 120 - 180 m min-1 di bawah suhu tinggi dapat
menghasilkan keuntungan pada bobot badan ayam broiler.

Status Fisiologis
Status fisiologis merupakan parameter yang bertujuan untuk mengetahui
tingkat cekaman ayam broiler pada saat pemelihraan. Status fisiologis
berhubungan dengan kondisi mikroklimatik dalam kandang. Status fisiologi
dilakukan dengan mengukur suhu rektal ayam broiler.

Suhu Rektal
Pengukuran suhu rektal merupakan salah satu indikator terjadinya cekaman
atau ketidaknyamanan pada ayam broiler, semakin tercekam ayam artinya
semakin tinggi suhu rektalnya. Suhu udara yang tinggi dapat meningkatkan suhu
rektal (Acikgöz et al. 2003). Tabel 4 menyajikan suhu rektal ayam broiler jantan
dan betina yang dipelihara berdasarkan ketinggian tempat.

Tabel 4 Suhu rektal (°C) ayam broiler jantan dan betina berdasarkan ketinggian
tempat pemeliharaan (rata rata ± SD)
Ketinggian
Tempat
Rendah
Sedang
Tinggi
Rata rata

Jenis Kelamin
Jantan
40.41 ± 0.22
41.51 ± 0.20
41.38 ± 0.43
41.10 ± 0.60

Betina
40.51 ± 0.25
41.47 ± 0.18
41.38 ± 0.43
41.45 ± 0.06

Rata rata
40.96 ± 0.77b
41.49 ± 0.03a
41.38 ± 0.00a

Angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda
nyata (P