Pengaruh Ketinggian Tempat Dan Kemiringan Lereng Terhadap Produksi Karet (Hevea Brassiliensis Muell. Arg.) Di Kebun Hapesong PTPN III Tapanuli Selatan

PENGARUH KETINGGIAN TEMPAT DAN KEMIRINGAN LERENG TERHADAP PRODUKSI KARET (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) DI KEBUN HAPESONG PTPN III TAPANULI SELATAN SKRIPSI
OLEH: ANDRIAN 090301105/AGROEKOTEKNOLOGI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013
Universitas Sumatera Utara

PENGARUH KETINGGIAN TEMPAT DAN KEMIRINGAN LERENG TERHADAP PRODUKSI KARET (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) DI KEBUN HAPESONG PTPN III TAPANULI SELATAN
SKRIPSI
OLEH: ANDRIAN 090301105/AGROEKOTEKNOLOGI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013
Universitas Sumatera Utara

Judul
Nama NIM Program Studi

: Pengaruh Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng Terhadap
Produksi Karet (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) Di Kebun
Hapesong PTPN III Tapanuli Selatan
: Andrian : 090301105 : Agroekoteknologi


Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ir. Supriadi, MS. Ketua

Ir. Purba Marpaung, SU. Anggota
Mengetahui

Ir. T. Sabrina, M.Agr.Sc, Ph.D. Ketua Program Studi Agroekoteknologi

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
ANDRIAN: Pengaruh Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng Terhadap Produksi Karet (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) di Kebun Hapesong PTPN III Tapanuli Selatan. Dibimbing oleh Ir. Supriadi, MS dan Ir. Purba Marpaung, SU.
Penelitian ini dilakukan di Kebun Hapesong, Kecamatan Batang Toru pada bulan Juli – Agustus 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ketinggian tempat dan kemiringan lereng terhadap produksi karet di kebun Hapesong. Pengambilan contoh tanah menggunakan metode survei bebas. Parameter yang diamati adalah ketinggian tempat dan kemiringan lereng, dan diolah dengan menggunakan metode regresi dan bantuan Sistem Informasi Geografis (SIG).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketinggian tempat, kemiringan lereng berpengaruh nyata dapat menurunkan produksi karet, sedangkan interaksi antara ketinggian tempat dan kemiringan lereng tidak berpengaruh nyata. Sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang sifat kesuburan tanah lain dalam mempengaruhi produksi karet. Kata kunci: Ketinggian tempat, Kemiringan lereng, Karet.
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT ANDRIAN: The Effect of Elevation and Slope on Rubber (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) Production in PTPN III Hapesong Farm of South Tapanuli. Supervised by Ir. Supriadi, MS dan Ir. Purba Marpaung, SU.
This research was done in Hapesong Farm, Batang Toru sub-district in July – August 2013. The aim of this researce to know the effect of elevation and slope on rubber (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) production in Hapesong Farm. The sampling used free survey method. The variables are elevation and slope. And then analys by regretion method and Geographic Informatin Systems (GIS).
The result shows that elevation, slope are significantly to degrease of rubber production, while the interaction of elevation and slope are not. Finally, it is necessary to conduct more research about others properties of soil fertility on affecting rubber production. Keyword: Elevation, Slope, Rubber.

Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Perkebunan Hapesong Kec. Batang Toru Kab. Tapanuli Selatan pada tanggal 17 April 1991 dari ayah Kasino dan ibu Sukarsih. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Swasta Nurul ‘Ilmi Padangsidimpuan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui ujian tertulis Ujian Masuk Bersama. Penulis memilih Program Studi Agroekoteknologi minat Ilmu Tanah. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota BKM AlMukhlishin sebagai bidang diklat (2010-2011), Alumni Keluarga Besar Madrasah Nurul ‘Ilmi (ALKAMIL), Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (HIMAGROTEK), Ikatan Mahasiswa Ilmu Tanah (IMILTA). Penulis juga pernah menjadi asisten Laboratorium Botani (2013) dan pernah mendapatkan beasiswa PPA (2009-2012) serta pernah mengikuti Pekan Ilmiah Ilmu Tanah Nasional (PILMITANAS) 2013 di Palembang. Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di kebun Melati PTP Nusantara II dari tanggal 12 Juli sampai 8 Agustus 2012.
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng Terhadap Produksi Karet (Hevea Brassiliensis Muell. Arg.) di Kebun Hapesong PTPN III Tapanuli Selatan”. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara, mendidik dan selalu memberikan motivasi kepada penulis selama ini, kepada abang dan adik saya yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian serta kepada teman-teman dan abang kakak Ilmu Tanah. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada bapak Ir. Supriadi, MS. selaku ketua komisi pembimbing dan bapak Ir. Purba Marpaung, SU. selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis mulai dari menetapkan judul hingga penyelesaian skripsi ini. Secara khusus penulis ucapkan terima kasih kepada bapak Ir. Razali, MP. yang juga telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan semoga skripsi ini dapat digunakan oleh pihak kebun Hapesong dan pihak lain yang membutuhkannya.
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
Hal. ABSTRAK ..................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... viii
PENDAHULUAN Latar Belakang ....................................................................................... 1 Tujuan Penelitian ................................................................................... 2 Hipotesis Penelitian ............................................................................... 2 Kegunaan Penelitian .............................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Karet (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) di Indonesia ............... 3 Ketinggian Tempat ................................................................................. 5 Kemiringan Lereng................................................................................. 6
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 9 Bahan dan Alat Penelitian ..................................................................... 9 Metode Penelitian ................................................................................... 9 Peubah Amatan....................................................................................... 10 Produksi getah per pokok (kg) ......................................................... 10 Ketinggian tempat (m dpl) ............................................................... 10 Kemiringan lereng (%)..................................................................... 10 Pelaksanaan Penelitian ........................................................................... 11 Penentuan contoh tanaman karet...................................................... 11 Pengambilan data lapangan.............................................................. 11 Analisis data ..................................................................................... 11
HASIL DAN PEMBAHASAN

Universitas Sumatera Utara

Hasil ....................................................................................................... 13 Kondisi umum kebun Hapesong ..................................................... 13 Produksi Sampel, Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng ..... 13 Ketinggian tempat ........................................................................... 14 Kemiringan lereng .......................................................................... 16 Pengaruh Ketinggian Tempat terhadap Produksi Karet ................. 18 Pengaruh Kemiringan Lereng terhadap Produksi Karet ................. 19 Pengaruh Interaksi antara Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng terhadap Produksi Karet ................................................................. 20
Pembahasan ........................................................................................... 21 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan…. ........................................................................................ 23 Saran………… ....................................................................................... 23 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL
No Hal. 1. Bentuk Wilayah dan Kelas Kemiringan Lereng .......................................... 7 2. Distribusi Kemiringan Lereng Kebun Hapesong ....................................... 14 3. Nilai Statistik Ketinggian Tempat Sampel .................................................14 4. Nilai Statistik Kemiringan Lereng Sampel .................................................16 5. Analisis Regresi Pengaruh Ketinggian Tempat terhadap Produksi ........... 18
Karet 6. Analisis Ragam Model Regresi .................................................................. 18 7. Analisis Ragam Regresi Koefisien Ketinggian Tempat terhadap .............. 18
Produksi Karet 8. Analisis Regresi Pengaruh Kemiringan Lereng terhadap Produksi .......... 19
Karet 9. Analisis Ragam Model Regresi .................................................................. 19 10. Analisis Ragam Regresi Koefisien Kemiringan Lereng terhadap.............. 19
Produksi Karet 11. Analisis Regresi Pengaruh Interaksi antara Ketinggian Tempat dan
Kemiringan Lereng terhadap Produksi Karet ............................................ 20 12. Analisis Ragam Model Regresi .................................................................. 20 13. Analisis Ragam Regresi Koefisien Interaksi antara Ketinggian
Tempat dan Kemiringan Lereng terhadap Produksi Karet......................... 20
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR No. Hal. 1. Peta Penyebaran sampel Kebun Hapesong Kec. Batang Toru
Kab. Tapanuli Selatan ............................................................................ 12 2. Peta Topografi Kebun hapesong Kec. Batang Toru kab. Tapanuli
Selatan .................................................................................................... 15 3. Peta Kemiringan Lereng Kebun Hapesong Kec. Batang Toru Kab.

Tapanuli Selatan ..................................................................................... 17
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN No Hal. 1. Data Hasil Lapangan ............................................................................................ 26 3. Data Interaksi Antara Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng terhadap
Produksi Karet ..................................................................................................... 28 4. Hasil Produksi Rata-rata Lateks berdasarkan Ketinggian Tempat ...................... 30
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
ANDRIAN: Pengaruh Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng Terhadap Produksi Karet (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) di Kebun Hapesong PTPN III Tapanuli Selatan. Dibimbing oleh Ir. Supriadi, MS dan Ir. Purba Marpaung, SU.
Penelitian ini dilakukan di Kebun Hapesong, Kecamatan Batang Toru pada bulan Juli – Agustus 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ketinggian tempat dan kemiringan lereng terhadap produksi karet di kebun Hapesong. Pengambilan contoh tanah menggunakan metode survei bebas. Parameter yang diamati adalah ketinggian tempat dan kemiringan lereng, dan diolah dengan menggunakan metode regresi dan bantuan Sistem Informasi Geografis (SIG).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketinggian tempat, kemiringan lereng berpengaruh nyata dapat menurunkan produksi karet, sedangkan interaksi antara ketinggian tempat dan kemiringan lereng tidak berpengaruh nyata. Sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang sifat kesuburan tanah lain dalam mempengaruhi produksi karet. Kata kunci: Ketinggian tempat, Kemiringan lereng, Karet.
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT ANDRIAN: The Effect of Elevation and Slope on Rubber (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) Production in PTPN III Hapesong Farm of South Tapanuli. Supervised by Ir. Supriadi, MS dan Ir. Purba Marpaung, SU.
This research was done in Hapesong Farm, Batang Toru sub-district in July – August 2013. The aim of this researce to know the effect of elevation and slope on rubber (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) production in Hapesong Farm. The sampling used free survey method. The variables are elevation and slope. And then analys by regretion method and Geographic Informatin Systems (GIS).
The result shows that elevation, slope are significantly to degrease of rubber production, while the interaction of elevation and slope are not. Finally, it is necessary to conduct more research about others properties of soil fertility on affecting rubber production. Keyword: Elevation, Slope, Rubber.
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN Latar Belakang
Karet adalah menempati areal perkebunan terluas ketiga setelah kelapa sawit dan kelapa. Indonesia merupakan negara kedua penghasil karet alami di dunia (sekitar 28 persen dari produksi karet dunia di tahun 2010), sedangkan Thailand sekitar 30 persen. Pengembangan karet Indonesia dalam kurun waktu 3 dekade adalah sangat pesat. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, peningkatan ekspor karet cukup signifikan, dari volume ekspor pada tahun 2002 sebesar 1.496 ribu ton (US$ 1.038 juta) meningkat menjadi 2.100 ribu ton (US$ 1.457 juta) pada tahun 2009 (Direktorat Jendral Perkebunan, 2012).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman baik faktor biotik maupun abiotik. Salah satu faktor pembatas utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman adalah ketinggian tempat dan kemiringan lereng.
Karet sangat optimal dikembangkan pada daerah dengan ketinggian 0-200 m di atas permukaan laut, namun sampai ketinggian 600 m masih dapat ditanami dengan memilih klon – klon yang sesuai. Elevasi mempengaruhi produktivitas melalui pengaruhnya terhadap peningkatan frekuensi hujan. Pada ketinggian 380-700 m dimana jumlah hari hujan > 175 hari, sudah memberikan pengaruh yang kurang baik terhadap produktivitas tanaman karet (Darmandono, 1996).
Kemiringan lereng datar sampai bergelombang (0 – 16%) sangat sesuai untuk karet. Daerah bergelombang sampai dengan sedikit berbukit (17 – 40%)
Universitas Sumatera Utara

masih dapat ditanami karet, dengan memperhatikan kesesuaian klon untuk daerah tersebut.
Kebun Hapesong merupakan perkebunan milik BUMN yang merupakan PTPN III yang menguasahi areal HGU seluas 4.005,01 ha. Kebun ini terdiri atas 5 Afdeling yang ditanami dengan komoditi Kelapa Sawit (460.15 ha) dan Karet (2.438,90 ha). Kebun Hapesong memiliki topografi 0-55% (datar sampai bergunung curam) dan ketinggian tempat di atas permukaan laut antara 30 meter sampai dengan 370 meter.
Dari uraian di atas peneliti ingin mengetahui pengaruh ketinggian tempat dan kemiringan lereng terhadap produksi karet (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) di kebun Hapesong PTPN III Tapanuli Selatan. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh ketinggian tempat dan kemiringan lereng terhadap produksi karet (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) di kebun Hapesong PTPN III Tapanuli Selatan. Hipotesis penelitian
Ketinggian tempat dan kemiringan lereng serta interaksi antara keduanya dapat mempengaruhi produksi karet (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) di kebun Hapesong PTPN III Tapanuli Selatan. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan diharapkan dapat pula berguna untuk kebun Hapesong serta pihak-pihak yang membutuhkannya.
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Karet (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) di Indonesia
Karet adalah tanaman perkebunan/industri tahunan berupa pohon batang lurus yang pertama kali ditemukan di Brasil dan mulai dibudidayakan pada tahun 1601. Di Indonesia tanaman karet dicoba dibudidayakan pada tahun 1876. Tanaman karet pertama di Indonesia di tanam di Kebun Raya Bogor. Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia, namun saat ini posisi Indonesia didesak oleh dua negara tetangga Malaysia dan Thailand (Fauzi, 2008).
Karet ini juga merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia sehari-hari, hal ini terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, conveyor belt, sabuk transmisi, dock fender, sepatu dan sandal karet. Kebutuhan karet alam maupun karet sintetik terus meningkat sejalan dengan meningkatnya standar hidup manusia. Kebutuhan karet sintetik relatif lebih mudah dipenuhi karena sumber bahan baku relatif tersedia walaupun harganya mahal, akan tetapi karet alam dikonsumsi sebagai bahan baku industri yang diproduksi sebagai komoditi perkebunan (Anwar, 2006).
Perkebunan karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu sektor usaha di bidang pertanian yang memiliki peranan penting dalam menghasilkan devisa negara karena karet telah menjadi komoditas ekspor utama Indonesia. Karet rakyat juga memiliki arti sosial yang sangat penting sebab mendukung lebih dari 10 juta jiwa dan menyerap sekitar 1,7 juta tenaga kerja serta memberikan kontribusi pada sekitar 6 triliun rupiah setiap tahun pada Produk Domestik Bruto (PDB). Walaupun demikian produktivitas karet rakyat saat ini masih tergolong
Universitas Sumatera Utara

rendah, yakni hanya berkisar 400-600 kg/ha/tahun, karet kering 100% dibandingkan dengan produktivitas karet perkebunan klonal yaitu berkisar antara 1000 – 1800 kg/ha/tahun, karet kering 100% (Joshi, dkk., 2001).

Dalam periode lima tahun ini industri produksi karet Indonesia mengalami perubahan yang lebih baik dilihat dari peningkatan total ekspor komoditi karet secara keseluruhan dari tahun ke tahun. Walau Negara‐negara lain tidak mempunyai lahan perkebunan karet yang luas seperti di Indonesia, tetapi total nilai ekspor karet Negara‐negara pesaing ini lebih bagus daripada di Indonesia dikarenakan negara‐negara pesaing lebih banyak melakukan ekspor karet sintetik dengan menghandalkan teknologi yang bagus dari industri mereka. Dengan melihat perkembangan industri karet yang ada di Indonesia saat ini memang kalah untuk menghasilkan karet sintetik seperti Negara‐negara pesaing tetapi Indonesia bisa meningkatkan hasil industri karet alamnya (Pusat Data dan Informasi, 2007).
Secara umum ada dua jenis karet, yaitu karet alam dan karet sintetis. Setiap jenis karet mempunyai/memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga keberadaannya saling melengkapi. Saat ini karet yang digunakan di Industri terdiri dari karet alam dan karet sintetis. Adapun kelebihan yang dimiliki karet alam adalah: (a) memiliki daya lenting dan daya elastisitas yang tinggi, (b) memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah, (c) mempunyai daya aus yang tinggi, (d) tidak mudah panas (low heat build up) dan memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groovecracking resistance) (Damanik, dkk., 2010).
Universitas Sumatera Utara

Ketinggian tempat Ketinggian tempat diukur di atas permukaan laut (dpl). Dalam kaitannya
dengan tanaman, secara umum sering dibedakan antara dataran rendah ( 700 m dpl.). Namun dalam kesesuaian tanaman terhadap ketinggian tempat berkaitan erat dengan suhu dan radiasi matahari. Semakin tinggi tempat di atas permukaan laut, maka suhu semakin menurun. Demikian pula dengan radiasi matahari cenderung menurun dengan semakin tinggi dari permukaan laut. Ketinggian tempat dapat dikelaskan sesuai kebutuhan tanaman. Misalnya tanaman teh dan kina lebih sesuai pada daerah dingin atau daerah dataran tinggi. Sedangkan tanaman karet, sawit, dan kelapa lebih sesuai di daerah dataran rendah (Sastrohartono, 2011).
Pada lapisan troposfer bumi, secara umum suhu semakin rendah dengan bertambahnya ketinggian tempat. Hal ini dikarenakan udara merupakan penyimpan panas terburuk, sehingga suhu udara sangat dipengaruhi oleh permukaan bumi tempat persentuhan antara udara dengan daratan dan lautan. Permukaan bumi tersebut merupakan pemasok panas, terasa untuk pemanasan udara. Akibatnya suhu akan turun menurut ketinggian baik di atas lautan maupun daratan. Rata-rata penurunan suhu udara di Indonesia sekitar 5-60C tiap kenaikan 1000 m (Handoko, 1995).
Di daerah tropis secara umum dicirikan oleh keadaan iklim yang hampir seragam. Namun dengan adanya perbedaan geografis seperti perbedaan ketinggian tempat di atas permukaan laut (dpl) akan menimbulkan perbedaan cuaca dan iklim secara keseluruhan pada tempat tersebut, terutama suhu, kelembaban dan curah hujan. Unsur-unsur cuaca dan iklim tersebut banyak dikendalikan oleh letak
Universitas Sumatera Utara

lintang, ketinggian, jarak dari laut, topografi, jenis tanah dan vegetasi. Pada tempat yang rendah (dataran rendah) ditandai oleh suhu lingkungan, tekanan udara dan oksigen yang tinggi. Pada tempat yang tinggi (dataran tinggi) banyak mempengaruhi terhadap penurunan tekanan udara dan suhu udara serta peningkatan curah hujan. Laju penurunan suhu akibat ketinggian memiliki variasi yang berbeda-beda untuk setiap tempat (Sangadji, 2001).
Tanaman karet tumbuh dengan baik pada daerah tropis. Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 150 LS dan 150 LU. Bila ditanam di luar zone tersebut, pertumbuhannya agak lambat, sehingga memulai produksinya pun lebih lambat. Tanaman karet tumbuh optimal di dataran rendah, yakni pada ketinggian sampai 200 meter di atas permukaan laut. Makin tinggi letak tempat, pertumbuhannya makin lambat dan hasilnya lebih rendah. Ketinggian lebih dari 600 meter dari permukaan laut tidak cocok lagi untuk tanaman karet (Budiman, 2012).
Tanaman karet tumbuh baik di daratan yang mempunyai curah hujan 2000-4000 mm/tahun. Tanaman karet dapat tumbuh pada suhu rata-rata diantara 25-350C, suhu yang terbaik adalah rata-rata 280C (Sianturi, 1996). Kemiringan lereng
Secara umum bentuk permukaan bumi mempunyai perbedaan dari satu tempat ke tempat lainnya. Perbedaan tinggi rendahnya permukaan bumi yang diukur secara vertikal disebut topografi atau relief makro. Relief makro dapat dibedakan menjadi dataran rendah, pegunungan rendah, pegunungan menengah dan pegunungan tinggi. Keragaman relief makro secara berurutan dari pantai
Universitas Sumatera Utara

sampai ke puncak gunung disebut toposekuen atau katena lahan. Dalam satu toposekuen lahan terdapat beberapa zone agroekosistem (Amien, 1997).
Kemiringan lereng merupakan faktor yang sangat perlu untuk diperhatikan, sejak dari penyiapan lahan pertanian, usaha penanamannya, pengambilan produk-produk serta pengawetan lahan, karena lahan yang mempunyai kemiringan dapat lebih mudah terganggu atau rusak, lebih-lebih bila derajat kemiringannya besar. Tanah yang mempunyai kemiringan (>15%) akan selalu dipengaruhi curah hujan. Akibatnya terjadi gangguan kelongsoran tanah dan terhanyut lapisan-lapisan tanah yang subur (Kartasapoetra,1990).
Land slope atau kemiringan lahan merupakan faktor yang sangat perlu di perhatikan sejak dari penyiapan lahan pertanian, karena lahan yang mempunyai kemiringan curam dapat dikatakan lebih mudah terganggu atau rusak. Kemiringan lahan sangat mempengaruhi tingkat erosi, karena semakin tinggi kemiringan lereng maka tingkat erosi sangat besar yang menyebabkan banjir, salah satu upaya untuk mengurangi tingkat bahaya erosi pada kemiringan lahan dengan cara pembuatan teras (Kartasapoetra, dkk, 1987).
Topografi yang dipertimbangkan adalah bentuk relief atau lereng. Relief erat hubungannya dengan faktor pengelolaan lahan dan bahaya erosi. Tabel 1. Bentuk Wilayah dan Kelas Kemiringan Lereng.


No Relief 1. Datar 2. Berombak 3. Bergelombang 4. Berbukit 5. Bergunung 6. Bergunung curam 7. Bergunung sangat curam (Ritung, dkk., 2007).

Lereng (%) 60

Universitas Sumatera Utara

Lereng yang semakin curam dan semakin panjang akan meningkatkan besarnya erosi, jika lereng semakin curam maka kecepatan aliran permukaan meningkat sehingga daya angkutnya juga meningkat. Lereng yang semakin panjang berarti volume air yang mengalir semakin besar. Sehingga kecepatan aliran juga semakin besar dan benda yang bisa diangkut akan lebih banyak (Martono, 2004).
Kemantapan suatu lereng tergantung kepada gaya penggerek dan gaya penahan yang ada pada lereng tersebut. Gaya penggerak adalah gaya-gaya yang berusaha untuk membuat lereng longsor, sedangkan gaya penahan adalah gayagaya yang mempertahankan kemantapan lereng tersebut. Jika gaya penahan ini lebih besar dari gaya penggerak, maka lereng tersebut tidak akan mengalami gangguan atau berarti lereng tersebut mantap (Mustafril, 2003).
Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada areal tanaman menghasilkan kebun karet Hapesong PTPN III yang berlokasi di Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan dengan ketinggian tempat 30 - 370 meter di atas permukaan laut. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 22 Juli sampai 24 Agustus 2013. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah areal dan tanaman karet menghasilkan yang akan diukur produksinya serta cat yang digunakan untuk memberi tanda pada sampel tanaman.
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah GPS, klinometer, timbangan, pisau deres, mangkuk, meteran dan alat tulis. Metode penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey bebas. Sampel yang diambil sebanyak 50 tanaman yang ditentukan secara acak dengan mempertimbangkan distribusi menurut ketinggian tempat di atas permukaan laut dan kemiringan lereng. Untuk mengetahui hubungan antara ketinggian tempat dan kemiringan lereng terhadap produksi Karet dikaji dengan analisis regresi linier sederhana dalam bentuk persamaaan:
Y = a + bX Dimana : Y : variabel terikat (produksi getah/pokok karet) a : intersep dari garis pada sumbu Y b : koefisien regresi linier
Universitas Sumatera Utara

X : variabel bebas (ketinggian tempat atau kemiringan lereng) Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh interaksi ketinggian tempat dan

kemiringan lereng dilakukan analisis regresi linier berganda dalam bentuk persamaan matematis yaitu:
Y = a + b1X1 + b2X2 X1 : Ketinggian tempat X2 : Kemiringan lereng Kemudian dilanjutkan dengan model pemenuhan asumsi klasik: R2 : Koefisien determinasi Anova : untuk melihat kecocokan model Uji t : untuk melihat pengaruh variabel x terhadap y Peubah Amatan Peubah amatan adalah terdiri atas data primer yang berupa data-data dari kebun Hapesong PTPN III, serta data sekunder yang terdiri atas : Produksi getah per pokok (kg) Penimbangan bobot getah per tanaman dilakukan dengan menimbang mangkuknya terlebih dahulu sebelum dilakukan penderasan kemudian setelah dideres hasil getahnya ditimbang kembali bersama mangkuknya, kemudian hasil dari penimbangan akhir dikurangi dengan penimbangan awal untuk mengetahui bobot bersih getah yang dihasilkan per pokok karet. Ketinggian tempat (m dpl) Ketinggian tempat diukur dengan menggunakan alat GPS. Kemiringan lereng (%). Kemiringan lereng diukur dengan menggunakan klinometer.
Universitas Sumatera Utara

Pelaksanaan Penelitian Penentuan contoh tanaman karet
Penentuan contoh tanaman karet dilakukan berdasarkan ketinggian tempat dan kemiringan lereng secara purpulsif random sampling. Peta penyebaran sampel dapat dilihat pada gambar 1. Pengambilan data lapangan
Pengambilan data lapangan meliputi data produksi getah per pokok tanaman karet (kg), ketinggian tempat (m dpl) dan kemiringan lereng (%). Analisis data
Data lapangan diolah dengan menggunakan regresi linier sederhana, anova dan uji t.
Universitas Sumatera Utara

Gbr. 1. Peta penyebaran sampel tanaman kebun Hapesong Kec. Batang Toru Kab. Tapanuli Selatan.
Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Kebun Hapesong
Luas lahan kebun karet Hapesong adalah 2.165,85 ha yang terdiri atas 5 Afdeling, yaitu : Afdeling I (312,6 ha), Afdeling II (355,85 ha), Afdeling III (448,2 ha), Afdeling IV (411,05 ha) dan Afdeling V (638,15 ha).
Dari data yang diperoleh dapat diketahui bahwa kebun Hapesong memiliki ketinggian tempat 30-370 meter di atas permukaan laut. Hal ini menunjukkan bahwa kebun Hapesong merupakan daerah dataran rendah. Kebun Hapesong juga memiliki kemiringan lereng 0-55% (datar sampai bergunung curam). Produksi Sampel, Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng
Total produksi lateks pada 50 pokok tanaman karet yang diambil adalah 9525 g. Produksi lateks tertinggi adalah 609 g (ketinggian tempat 61 m dpl dan kemiringan lereng 5,24%) dan yang terendah adalah 13 g (ketinggian tempat 53 m dpl dan kemiringan lereng 3,49%) dengan rata-rata produksi lateks dari 50 pokok tanaman karet yaitu sebesar 190,5 g (Lampiran 1).
Lokasi 50 pokok sampel tanaman karet berada pada ketinggian 33 m dpl sampai 340 m dpl dan kemiringan lereng 0%-53,17% (datar sampai dengan bergunung curam). Khusus pada areal dengan kemiringan lereng curam ada teras bangku dan tanaman penutup tanah.
Berdasarkan data kemiringan lereng yang diambil dari tiap-tiap sampel di lapangan dengan menggunakan klinometer, maka daerah penelitian terdiri dari 6 kelas kemiringan lereng datar, berombak, bergelombang, berbukit, bergunung dan bergunung curam. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara


Tabel 2. Distribusi Kemiringan Lereng Kebun Hapesong
Relief Datar Berombak Bergelombang Berbukit Bergunung Bergunung curam Total

Luas (ha) 328,54 294,72 564,04 814,76 45,00 9,00 2056,06

Dari tabel 2. di atas dapat diketahui bahwa kelas kemiringan lereng

berbukit memiliki luas yang lebih besar dan kelas kemiringan bergunung curam

memiliki luas yang lebih rendah. Kelas kemiringan lereng datar memiliki luas

328,54 ha, berombak 294,72 ha, bergelombang 564,04 ha, berbukit 814,76 ha.,

bergunung 45 ha dan bergunung curam 9 ha.

Ketinggian Tempat (m dpl)

Hasil data ketinggian tempat (m dpl) yang diambil langsung dari lapangan


dengan menggunakan GPS dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini.

Tabel 3. Nilai Statistik Ketinggian Tempat Sampel.

Ketinggian Tempat (m dpl)

Rata-rata

142,68

Standard Deviasi

78,08

Minimum

33,00

Maximum


340,00

Dari tabel 3. di atas dapat diketahui bahwa ketinggian tempat yang tertinggi adalah 340 m dpl dan yang terendah adalah 33 m dpl dengan rata-rata 142,68 m dpl. Peta topografi dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.

Universitas Sumatera Utara

Gbr. 2. Peta Topografi kebun Hapesong Kec. Batang Toru Kab. Tapanuli Selatan.

Universitas Sumatera Utara

Kemiringan Lereng (%)

Hasil data kemiringan lereng yang diukur dengan menggunakan

klinometer di lapangan dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Nilai Statistik Kemiringan Lereng Sampel

Kemiringan Lereng (%)

Rata-rata

19,12

Standard Deviasi

15,30

Minimum

0,00

Maximum

53,17

Dari tabel 4. di atas dapat diketahui bahwa kemiringan lereng yang tertinggi adalah 53,17% dan yang terendah adalah 0% dengan rata-rata 19,12%. Peta kemiringan lereng dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini.

Universitas Sumatera Utara

Gbr. 3. Peta kemiringan lereng kebun Hapesong Kec. Batang Toru Kab. Tapanuli Selatan.

Universitas Sumatera Utara

Pengaruh Ketinggian Tempat terhadap Produksi Karet

Hasil analisis regresi antara ketinggian tempat di atas permukaan laut

dengan produksi karet dapat dilihat pada Tabel 5, 6 dan 7.

Tabel 5. Analisis Regresi Pengaruh Ketinggian Tempat terhadap Produksi Karet

Model

Sum of Squares

df Mean Square F

Sig.

1 Regression 89350,995

1 89350,995 5,386 0,025a

Residual 796264,005

48 16588,833

Total

885615,000

49

Tabel 6. Analisis Ragam Model Regresi

R R Square Adjusted R Square

0,318a 0,101

0,082

Std. Error of Estimate 128,79765

Tabel 7. Analisis Ragam Regresi Koefisien Ketinggian Tempat terhadap Produksi Karet

Model

Unstandardized

Standardized

Coefficients

Coefficients

B Std. Error

Beta t Sig.

1 (Constant) 268,535 38,241

7,022 0,000

Ketinggian -0,547 Tempat

0,236

-0,318

-2,321 0,025

Dari analisis ragam, model analisis regresi yang terbentuk dapat diketahui bahwa nilai signifikan α ≤ 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa ketinggian tempat di atas permukaan laut berpengaruhn nyata terhadap produksi karet. Dari nilai R2 dapat diketahui bahwa peran ketinggian tempat di atas permukaan laut dalam menjelaskan produksi karet yaitu sebesar 10,1%. Dari analisis data statistik juga diperoleh persamaan regresi YProduksi = 268,535 – 0,547x.

Universitas Sumatera Utara

Pengaruh Kemiringan Lereng terhadap Produksi Karet

Hasil analisis regresi antara kemiringan lereng dengan produksi karet

dapat dilihat pada Tabel 8, 9 dan 10.

Tabel 8. Analisis Regresi Pengaruh Kemiringan Lereng terhadap Produksi Karet

Model

Sum of Squares df Mean Square F

Sig.

1 Regression 77531,016 1 77531,016

4,605 0,037a

Residual

808083,984 48 16835,083

Total

885615,000 49

Tabel 9. Analisis Ragam Model Regresi

R R Square Adjusted R Square

0,296a 0,088

0,069

Std. Error of Estimate 129,75008

Tabel 10. Analisis Ragam Regresi Koefisien Kemiringan Lereng terhadap

Produksi Karet

Model

Unstandardized

Standardized

Coefficients

Coefficients

B Std. Error

Beta t

Sig.

1 (Constant) 240,195 29,546

8,130 0,000

Kemiringan -2,600 1,212 Lereng

-0,296

-2,146 0,037

Dari analisis ragam, model analisis regresi yang terbentuk dapat diketahui bahwa nilai signifikan α≤ 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa kemiringan lereng berpengaruhn nyata terhadap produksi karet. Dari nilai R2 dapat diketahui bahwa peran kemiringan lereng dalam menjelaskan produksi karet yaitu sebesar 8,8%. Dari analisis data statistik juga diperoleh persamaan regresi YProduksi = 240,195 – 2,600x.

Universitas Sumatera Utara

Pengaruh Interaksi antara Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng terhadap Produksi Karet

Hasil analisis regresi interaksi antara ketinggian tempat dan kemiringan

lereng terhadap produksi tanaman karet dapat dilihat pada Tabel 11, 12dan 13 di

bawah ini.

Tabel 11. Analisis Regresi Pengaruh Interaksi antara Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng terhadap Produksi Karet

Model

Sum of Squares df Mean Square F

Sig.

Regression

10437,287 2 5218,644

3,141 0,052a

Residual

78055,833 47 16616,082

Total

885353,120 49

Tabel 12. Analisis Ragam Model Regresi

R R Square

Adjusted R Square

0,343a 0,118

0,080

Std. Error of Estimate 128,90338

Tabel 13. Analisis Ragam Regresi Koefisien Interaksi antara Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng terhadap Produksi Karet

Model

Unstandardized

Standardized

Coefficients

Coefficients

B Std. Error

Beta t Sig.

(Constant)

271,455 38,427

7,064 0,000

Ketinggian Tempat -0,381

0,292

-0,221 -1,308 0,197

Kemiringan Lereng -1,433 1,491

-0,163 -0,961 0,341

Dari analisis ragam, model analisis regresi yang terbentuk dapat diketahui bahwa nilai signifikan α≥ 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi antara ketinggian tempat dan kemiringan lereng tidak berpengaruh nyata terhadap produksi karet (Lampiran 2). Dari analisis data statistik juga diperoleh persamaan regresi YProduksi = 271,455 – 0,381X1 – 1,433X2.

Universitas Sumatera Utara

Pembahasan Dari analisa data regresi dapat diketahui bahwa ketinggian tempat
berpengaruh nyata terhadap produksi karet yaitu sebesar 10,1%. Dimana produksi karet rata-rata pada ketinggian tempat dibawah 200 m dpl memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang diatas 200 m dpl (Lampiran 3). Hal ini diakibatkan karena tanaman karet dapat tumbuh optimal pada ketinggian tempat 200 m dpl. Hal ini sesuai dengan pendapat Budiman (2012) yang menyatakan bahwa tanaman karet tumbuh optimal di dataran rendah, yakni pada ketinggian sampai 200 meter di atas permukaan laut. Makin tinggi letak tempat, pertumbuhannya makin lambat dan hasilnya lebih rendah. Ketinggian tempat lebih dari 600 meter di atas permukaan laut tidak cocok lagi untuk tanaman karet. Sangadji (2001) menyatakan bahwa ketinggian tempat berhubungan dengan suhu dan kelembaban, semakin tinggi suatu tempat maka suhu akan semakin rendah dan kelembaban semakin tinggi. Hal ini yang dapat menyebabkan lateks akan lebih cepat membeku sehingga hasil lateks yang dihasilkan akan lebih rendah. Handoko (1995) menambahkan rata-rata penurunan suhu udara di Indonesia sekitar 5-60C tiap kenaikan 1000 meter.
Berdasarkan hasil data regresi diperoleh bahwa kemiringan lereng berpengaruh nyata terhadap produksi karet yaitu sebesar 8,8%. Semakin curam suatu lereng maka akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman karet. Hal ini dikarenakan sebagian teras dan tanaman penutup tanah lahan karet menghasilkan kebun Hapesong telah mengalami kerusakan. Hal ini yang menyebabkan lahan yang mempunyai kemiringan dapat lebih mudah terganggu atau rusak karena dipengaruhi oleh curah hujan yang dapat menyebabkan
Universitas Sumatera Utara

kelongsoran tanah dan tanah-tanah lapisan atas yang subur akan terhanyut. Hal ini sesuai dengan pendapat Kartasapoetra, dkk (1987) yang menyatakan bahwa lahan yang mempunyai kemiringan curam dapat dikatakan lebih mudah terganggu atau rusak.
Dari hasil data regresi dapat diketahui bahwa interaksi antara ketinggian tempat dan kemiringan lereng tidak berpengaruh nyata terhadap produksi karet. Hal ini terjadi karena ketinggian tempat tidak dapat diubah sedangkan kemiringan lereng dapat dilakukan suatu tindakan konservasi guna untuk dapat mengurangi dampak dari kemiringan lereng tersebut. Pada kebun Hapesong sejak dari penyiapan lahan tanaman karet pada lahan yang memiliki kemiringan lereng yang curam dilakukan suatu tindakan konservasi lahan secara mekanik yaitu dengan cara pembuatan teras dan secara vegetatif menanami tanaman penutup tanah yang berguna agar tidak terjadi proses pemindahan partikel tanah dari daerah yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah yang dapat menyebabkan proses pengendapan partikel tanah. Kartasapoetra (1990) menyatakan bahwa kemiringan lereng merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan mulai sejak dari penyiapan lahan pertanian. Martono (2004) menambahkan bahwa lereng yang semakin curam dan semakin panjang akan meningkatkan besarnya erosi, jika lereng semakin curam maka kecepatan aliran permukaan meningkat sehingga daya angkutnya juga meningkat. Kartasapoetra, dkk (1987) mengatakan bahwa salah satu upaya untuk mengurangi tingkat bahaya erosi pada kemiringan lahan adalah dengan cara pembuatan teras.
Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Bertambahnya ketinggian tempat nyata menurunkan produksi karet sebesar 10,1%.
2. Bertambahnya kemiringan lereng nyata menurunkan produksi karet sebesar 8,8%.
3. Interaksi pertambahan ketinggian tempat dan kemiringan lereng tidak nyata menurunkan produksi karet.
Saran Sebaiknya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh sifat
kesuburan tanah lain yang mempengaruhi produksi tanaman karet.
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA
Amien, I. 1997. Karakterisasi dan Analisis Zone Agroekologi. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Anwar, C. 2006. Perkembangan Pasar dan Prospek Agribisnis Karet di Indonesia. Pusat penelitian Karet Sungei Putih, Medan.
Budiman, H. 2012. Budidaya Karet Unggul. Pustaka Baru Press, Yogyakarta.
Damanik, S., M. Syakir., M. Tasma dan Siswanto. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Karet. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor.
Darmandono. 1996. Pengaruh Komponen Hujan Terhadap Produktivitas Karet. Jurnal Penelitian Karet. 13(3):223-238.
Direktorat Jendral Perkebunan. 2012. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Tahunan. Kementrian Pertanian. Jakarta.
Fauzi, A. 2008. Kesesuaian Lahan Tanaman Karet (Hevea brassiliensis) Berdasarkan Aspek Agroklimat di Sulawesi Tenggara. IPB, Bogor.
Handoko. 1995. Klimatologi Dasar, Landasan Pemahaman Fisika Atmosfer dan Unsur-Unsur Iklim. IPB, Bogor.
Joshi, L., W. Gede dan G. Vincent. 2001. Wanatani Kompleks Berbasis Karet. ICRAF, Bogor.
Kartasapoetra, A. G. 1990. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha Untuk Merehabilitasinya. Bina Aksara, Jakarta.
Kartasapoetra, G., A. G. Kartasapoetra dan M. M. Sutedjo. 1987. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Bina Aksara, Jakarta.
Martono. 2004. Pengaruh Intensitas Hujan dan Kemiringan Lereng Terhadap Laju Kehilangan Tanah Pada Tanah Regosol Kelabu. Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang.
Mustafril. 2003. Analisis Stabilitas Lereng Untuk Konservasi Tanah dan Air di Kecamatan Banjarwangi Kabupaten Garut. Tesis. IPB, Bogor.
Pusat Data dan Informasi. 2007. Gambaran Sekilas Industri Karet. Departemen Perindustrian, Jakarta.
Ritung, S., Wahyunto, F. Agus dan H. Hidayat. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan Dengan Contoh Peta Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh Barat. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre, Bogor.
Universitas Sumatera Utara

Sangadji, S. 2001. Pengaruh Iklim Tropis di Dua Ketinggian Tempat yang Berbeda Terhadap Potensi Hasil Tanaman Soba (Fagopyrum esculentum Moench.). Tesis. IPB, Bogor.
Sastrohartono, H. 2011. Evaluasi Lahan Untuk Perkebunan Dengan Aplikasi Extensi Artificil Neural Network (ANN.avx) dalam Arcview-GIS. Institut Pertanian Stiper, Yogyakarta.
Sianturi, H. S. D. 1996. Budidaya Tanaman Karet. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Hasil Lapangan

Sampel K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 K10 K11 K12 K13 K14 K15 K16 K17 K18 K19 K20 K21 K22 K23 K24 K25 K26 K27 K28 K29 K30

Ketinggian Tempat di atas permukaan laut (m)
128,00 139,00 134,00 66,00 47,00 33,00 55,00 72,00 65,00 82,00 77,00 93,00 96,00 125,00 62,00 79,00 80,00 102,00 111,00 136,00 116,00 151,00 199,00 181,00 140,00 158,00 233,00 191,00 180,00 53,00

Kemiringan Lereng (%) 7,00 21,25 7,00 17,63 19,43 34,43 0,00 1,74 1,74 7,00 5,24 7,00 3,49 17,63 24,93 10,51 15,83 7,00 23,08 3,49 15,83 42,44 14,05 21,25 28,67 40,40 7,00 53,17 5,24 3,49

Produksi (g) 136,00 277,50 165,50 99,50 392,50 84,00 353,50 248,50 268,50 84,50 73,50 168,00 254,50 173,50 24,00 311,50 380,00 169,50 416,50 256,00 152,50 171,50 116,00 436,00 130,00 355,50 265,00 100,00 197,50 13,00

Universitas Sumatera Utara

Sampel

Ketinggian Tempat di atas permukaan laut (m)

K31 80,00

K32 61,00

K33 49,00

K34 78,00

K35 129,00

K36 100,00

K37 148,00

K38 168,00

K39 161,00

K40 106,00

K41 209,00

K42 243,00

K43 266,00

K44 273,00

K45 287,00

K46 320,00

K47 340,00

K48 230,00

K49 253,00

K50 249,00

Total Produksi

Rata-rata Produksi

Kemiringan Lereng (%) 1,74 5,24 26,79 10,51 5,24 8,70 23,08 42,40 12,27 14,05 28,67 30,57 32,49 53,17 46,63 42,44 53,17 5,24 19,43 26,79

Produksi (g) 381,50 609,00 13,50 98,50 166,50 165,00 155,00 123,50 315,00 430,00 120,00 37,50 126,00 133,50 97,50 69,00 95,00 35,00 65,00 15,00 9525,00 190,50

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2. Data Interaksi Antara Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng Terhadap Produksi Karet.

Correlations

Pearson Correlation

Produksi Ketinggian Tempat Kemiringan Lereng Produksi Ketinggian Tempat Kemiringan Lereng Produksi Ketinggian Tempat Kemiringan Lereng

Produksi 1.000 -.317 -.293 . .012 .019 50 50 50

Ketinggian Tempat -.317 1.000 .588 .012 . .000 50 50 50

Kemiringan Lereng -.293 .588 1.000 .019 .000 . 50 50 50

Model 1

Variables Entered/Removedb

Variables Entered

Variables Removed

Kemiringan Lereng, Ketinggian Tempata

.

2. a. All requested variables entered b. Dependent Variable: Produksi

Kemiringan Lereng

Method
Enter Backward (criterion: Probability of F-toremove>=,100).

Model Summary

Std. Error

Change Statistics

R Adjusted of the R Square

Sig.

Model R Square R Square Estimate Change F Change df1 df2 F Change

Descriptive Statistics

Mean

Std. Deviation

Produksi

1.9024E2

134.41886

Ketinggian Tempat

1.4268E2

78.07726

Kemiringan Lereng

18.7200

15.27174

1

.343a .118

.080 128.0338 .118

3.141

2

.317b .101

.082 128.80067 -.017

.924

a. Predictors: (Constant), Kemiringan Lereng, Ketinggian Tempat

b. Predictors: (Constant), Ketinggian Tempat

2 1

N 50 50 50
47 .052 47 .341

Universitas Sumatera Utara

ANOVAc

Model

Sum of Squares df Mean Square

1 Regression

104397.287 2 52198.644

Residual

780955.833 47 16616.082

Total

885353.120

49

2 Regression

89051.706

1 89051.706

Residual

796301.414 48 16589.613

Total

885353.120

49

a. Predictors: (Constant), Kemiringan Lereng, ketinggian Tempat b. Predictors: (Constant), Ketinggian Tempat c. Dependent Variable: Produksi

F 3.141
5.368

Sig. .052a
.025b

Model
1 (Constant) Ketinggian Tempat Kemiringan Lereng
2 (Constant) Ketinggian Tempat

Unstandardized Coefficients Std. B Error
271.455 38.427

Standardized Coefficients
Beta

T 7.064

Coefficientsa

95% Confidence

Interval for B

Lower

Upper

Sig. Bound Bound

.000 194.151 348.760

-.381

.292

-.221

-1.308 .197 -.968

.205

-1.433 268.144

1.491 38.242

-.163

-.961 .341 -4.431

1.566

7.012 .000 191.255 345.034

-.546

.236

-.317

-2.317 .025 -1.020

a. Dependent Variable: Produksi

-.072

Correlations Zero Order Partial Part

Collinearity Statistics
Tolerance VIF

-.317 -.187 -.179 .654 1.528 -.293 -.139 -.132 .654 1.528

-.317 -.317 -.317

1.000

1.000

Coefficient Correlationsa

Kemiringan

Model

Lereng

Kemiringan 1 Correlations Lereng

1.000

Ketinggian Tempat

-.588

Kemiringan Covariances Lereng

2.222

Ketinggian Tempat

-.256

Ketinggian

2 Correlations Tempat

Ketinggian

Covariances Tempat

a. Dependent Variable: Produksi

Ketinggian Tempat -.588 1.000
-.256 .085
1.000
.056

Universitas Sumatera Utara

Collinearity Diagnosticsa

Model

Dimention Eigenvalue

Variance Proportions

Condition

Ketinggian Kemiringan

index (Constant) Tempat

Lereng

1

1

2.679

1.000

.03

.02

.03

2 .223 3.466 .45 .00

.64

3 .098 5.226 .53 .98

.33

1 1 1.879 2 .121
a. Dependent Variable: Produksi

1.000 3.945

.06 .94

Excluded Variablesb

.06 .94

Partial Collinearity Statistics

Beta Correl

Minimum

Model

In T

Sig. ation Tolerance VIF Tolerance

2

Kemiringan Lereng

-.163a

-.961

.341 -.139

.654

1.52 8

.654

a. Predictors in the Model: (Constant), Ketinggian Tempat

b. Dependent Variable: Produksi

Lampiran 3. Hasil Produksi Rata-rata Lateks berdasarkan Ketinggian Tempat

Ketinggian Tempat di atas permukaan laut (m) < 200 > 200

Produksi (g) 217,09 96,23

Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN FOTO Gbr. 1. Areal kebun karet tanaman menghasilkan
Gbr. 2. Pegawai kebun sedang menderes tanaman contoh
Universitas Sumatera Utara

Gbr. 3. Peneliti sedang menentukan titik lokasi contoh tanaman berdasarkan ketinggian tempat dan kemiringan lereng.
Gbr. 4. Melakukan proses penimbangan produksi lateks pada salah satu contoh.
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Respon Pertumbuhan Stump Karet (Hevea Brassiliensis Muell Arg.) Terhadap Pemberian Growtone Pada Berbagai Komposisi Media Tanam

7 52 92

Eksplorasi dan Karakterisasi Mikroorganisme dari Biji Karet dan Manfaatnya Terhadap Pertumbuhan Tanaman Karet (Hevea brassiliensis Muell Arg.)

1 53 61

Peningkatan Mutu Kayu Karet (Hevea braziliensis MUELL Arg) dengan Bahan Pengawet Alami dari Beberapa Jenis Kulit Kayu

2 55 78

Respons Morfologi Benih Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Tanpa Cangkang terhadap Pemberian PEG 6000 dalam Penyimpanan pada Dua Masa Pengeringan

2 90 58

Uji Ketahanan Beberapa Genotipe Tanaman Karet Terhadap Penyakit Corynespora cassiicola dan Colletotrichum gloeosporioides di Kebun Entres Sei Putih

1 85 68

Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Areal Tanaman Karet (Studi Kasus Di PTPN III Kebun Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan)

1 30 54

Respons Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Dengan Pemberian Air Kelapa Dan Pupuk Organik Cair.

15 91 108

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Terhadap Penyakit Gugur Daun ( Corynespora Cassiicola (Berk. &amp; Curt.) Wei.) Di Kebun Entres

0 57 66

Uji Resistensi Beberapa Klon Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Dari Kebun Konservasi Terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

0 35 61

Pengelolaan Pembibitan Karet (Hevea brassiliensis Muell Arg.) di Kebun Riset Balai Penelitian Sembawa, Sumatera Selatan

0 2 27