Study of Genetic Variability Improvement of Rice Genotypes (Oryza sativa L) and the Effort to Get Glyphosate Herbicide Tolerant Plants by Chemical Mutation

STUDI PENINGKATAN KERAGAMAN GENETIK PADA PADI (Oryza
sativa L.) DAN UPAYA MENDAPATKAN TANAMAN TOLERAN
HERBISIDA GLIFOSAT DENGAN METODE MUTASI KIMIA

NANCY DWI NUGRAINI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Studi Peningkatan
Keragaman Genetik pada Padi (Oryza sativa L.) dan Upaya Mendapatkan
Tanaman Toleran Herbisida Glifosat dengan Metode Mutasi Kimia adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013
Nancy Dwi Nugraini
NIM A253100274

RINGKASAN
NANCY DWI NUGRAINI. Studi Keragaman Genetik pada Padi
(Oryza sativa L.) dan Upaya Mendapatkan Tanaman Toleran Herbisida Glifosat
dengan Metode Mutasi Kimia. Dibimbing oleh HAJRIAL ASWIDINNOOR,
YUDIWANTI WAHYU ENDRO KUSUMO dan SYARIFAH IIS AISYAH.
Penggunaan padi hibrida merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
produktivitas padi. Upaya memperoleh padi hibrida yang unggul dapat dilakukan
dengan beberapa metode pemuliaan dan salah satunya adalah pemuliaan mutasi.
Salah satu tahap dalam pemuliaan mutasi adalah induksi mutasi untuk membentuk
keragaman genetik. Induksi mutasi dapat menggunakan bahan kimia agen alkil
atau azide dengan kondisi tertentu. EMS (Ethyl Methane Sulphonate) dan Sodium
Azide (SA) adalah mutagen yang efektif dan efisien dalam memperoleh
keragaman tanaman padi. Melalui metode mutasi tersebut diharapkan dapat
diperoleh tanaman padi dengan karakter hasil yang tinggi, jumlah gabah isi per

malai yang tinggi, umur genjah dan toleran herbisida berbahan aktif glifosat.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 - Desember 2012.
Pelaksanaan mutasi dilakukan di laboratorium Fisiologi Tanaman Departemen
Bioteknologi PT. BISI International Tbk. Evaluasi generasi M1 dan M2 dilakukan
di lahan Farm Kambingan – Kediri milik PT. BISI International, Tbk. Penelitian
ini menggunakan 4 genotipe padi, yaitu satu galur pelestari (BI2B) dan tiga galur
pemulih kesuburan (PD10, PD3362 dan BR1001). Enam perlakuan mutagen yang
digunakan yaitu EMS pada konsentrasi 40, 60 dan 80 mM dan SA konsentrasi 0.5,
1, dan 5 mM. Perendaman benih dalam larutan mutagen dilakukan selama 6 jam
pada EMS dan 8 jam pada SA. Peubah pengamatan pada generasi M1 adalah
jumlah benih yang dapat tumbuh dan sterilitas gabah per rumpun. Pada generasi
M2 dilakukan pengamatan frekuensi mutasi klorofil, umur berbunga (berbunga
50%), jumlah anakan produktif, panjang malai, tinggi tanaman, jumlah gabah isi
per malai, persentase gabah hampa, bobot 1000 butir gabah dan bobot isi per
rumpun. Analisis yang dilakukan adalah menghitung efektivitas mutagen
berdasarkan frekuensi mutan terhadap dosis mutagen dan efisiensi mutagen
berdasarkan tingkat kematian benih M1 dan tingkat sterilitas gabah M1 pada
masing-masing genotipe. Analisis keragaman karakter kuantitatif dilakukan pada
generasi M2.
Tanaman padi pada generasi M2 menunjukkan keragaman pada beberapa

karakter kuantitatif. Keragaman karakter generasi M2 rata-rata lebih tinggi
dibandingkan kontrol (M0) pada karakter umur berbunga (berbunga 50%), jumlah
anakan produktif, panjang malai, tinggi tanaman, jumlah gabah isi per malai,
persentase gabah hampa, dan bobot isi per rumpun. Keragaman bobot 1000 butir
gabah pada perlakuan EMS 40 mM dan SA 0.5 mM menunjukkan keragaman
lebih rendah dari kontrol.
Mutagen yang efektif pada genotipe BI2B adalah SA konsentrasi 0.5 mM,
sedangkan yang efisien berdasarkan tingkat kematian benih adalah EMS
konsentrasi 80 mM dan berdasarkan sterilitas adalah EMS konsentrasi 60 mM.
Mutagen yang efektif pada genotipe BR1001 adalah SA konsentrasi 0.5 mM.
Berdasarkan tingkat kematian benih pada M1, mutagen yang efisien adalah SA
5 mM, sedangkan mutagen yang efisisen berdasarkan tingkat sterilitas gabah

adalah EMS konsentrasi 80 mM. Mutagen yang efektif dan efisien dalam
menghasilkan tanaman putatif mutan yang toleran herbisida berbahan aktif
glifosat adalah SA konsentrasi 0.5 mM dan EMS konsentrasi 80 mM. Tanaman
putatif mutan M2 yang toleran herbisida diperoleh dari genotipe BI2B dengan
perlakuan mutagen EMS konsentrasi 80 mM dan BR1001 dari mutagen SA
konsentrasi 0.5 mM. Frekuensi mutasi tanaman yang toleran herbisida glifosat
adalah 1.7x10-5.

Kata kunci: keragaman, EMS, SA, toleran, glifosat

SUMMARY
NANCY DWI NUGRAINI. Study of Genetic Variability Improvement of Rice
Genotypes (Oryza sativa L.) and the Effort to Get Glyphosate Herbicide Tolerant
Plants by Chemical Mutation. Supervised by HAJRIAL ASWIDINNOOR,
YUDIWANTI WAHYU ENDRO KUSUMO and SYARIFAH IIS AISYAH.
Using hybrid rice is one of methods to increase rice yield. The effort to get
superior hybrid rice could be created by some breeding methods and one of them
is mutation breeding. The first step in mutation breeding is mutation induction to
get genetic variability. Mutation induction could use chemical alkylating agents or
azide in term of condition. Ethyl Methane Sulphonate (EMS) and Sodium Azide
(SA) are mutagens that effective and efficient to improve rice plant variability.
The desirable character are high yield, high filled grain per panicle, early-ripening
and tolerance to herbicide with glyphosate as active ingredients.
This research was done on October 2011 – December 2012. Mutation
process was done in plant physiology laboratory of PT. BISI International, Tbk.
Evaluation of M1 and M2 generations were done at Kambingan Farm PT. BISI
International, Tbk. Kediri. This research used 4 rice genotypes consist of one
maintainer line (BI2B) and three restorer lines (PD10, PD3362, BR1001). The six

treatments that used in this research were EMS (40, 60 and 80 mM) and SA (0.5,
1, 5 mM). M1 seeds were soaked in EMS for 6 hours whereas 8 hours in SA. M1
generation was planted in green house and examined for number of germinated
seed and grain sterility per hill. M2 generation was planted at open field and
examined for chlorophyl mutation frequency, days of 50% flowering, number of
productive tillering, panicle length, plant height, number of filled grain per
panicle, grain sterility, 1000 grain weight and yield per hill. The mutagen
effectivity was analyzed based on mutant frequency to mutagen doses and the
mutagen efficiency was analyzed based on M1 seeds lethality and M1 sterility at
each genotype. The variability analysis of quantitative characters were done at M2
generation.
M2 generation showed higher variability than wild type for days of 50%
flowering, number of productive tillering, panicle length, plant height, number of
filled grain per panicle, grain sterility, and yield per hill. The character 1000 grain
weight showed lower variability than wild type at EMS 40 mM and SA 0.5 mM.
The effective mutagen for BI2B was SA 0.5 mM. The efficient mutagen
for BI2B based on M1 seeds lethality was EMS 80 mM and based on M1 sterility
was EMS 60 mM. The effective mutagen for BR1001 was SA 0.5 mM. Based on
M1 seed lethality, the efficient mutagen was SA 5 mM and based on M1 sterility
was EMS 80 mM. The effective and efficient mutagen to get putative mutant that

tolerance to glyphosate herbicide were SA 0.5 mM and EMS 80 mM. The
putative herbicide tolerant plants were BI2B from EMS 80 mM and BR1001
from SA 0.5 mM. The mutant frequency that tolerance to glyphosate herbicide
was 1.7x10-5.
Keywords: variability, EMS, SA, tolerance, glyphosate

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

STUDI PENINGKATAN KERAGAMAN GENETIK PADA PADI (Oryza
sativa L.) DAN UPAYA MENDAPATKAN TANAMAN TOLERAN
HERBISIDA GLIFOSAT DENGAN METODE MUTASI KIMIA


NANCY DWI NUGRAINI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi: Dr Dwi Guntoro, SP MSi

Judul Tesis : Studi Keragaman Genetik pada Padi (Oryza sativa L.) dan Upaya
Mendapatkan Tanaman Toleran Herbisida Glifosat dengan Metode
Mutasi Kimia
Nama
: Nancy Dwi Nugraini

NIM
: A253100274

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Hajrial Aswidinnoor, MSc
Ketua

Dr Ir Yudiwanti Wahyu E Kusumo, MS
Anggota

Dr Ir Syarifah Iis Aisyah, MScAgr
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pemuliaan dan Bioteknologi Pertanian


Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 23 Mei 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2011 hingga
Desember 2012 ini ialah mutasi pada tanaman padi, dengan judul Studi
Keragaman Genetik pada Padi (Oryza sativa L.) dan Upaya Mendapatkan
Tanaman Toleran Herbisida Glifosat dengan Metode Mutasi Kimia.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan
terima kasih kepada:
1. Dr Ir Hajrial Aswidinnoor, MSc, Dr Ir Yudiwanti Wahyu E. Kusumo, MS dan

Dr Ir Syarifah Iis Aisyah, MscAgr selaku komisi pembimbing atas segala
kesabarannya memberikan bimbingan, saran dan kritikan selama pelaksanaan
penelitian dan penulisan tesis.
2. Dr Dwi Guntoro SP, Msi selaku dosen penguji luar komisi yang telah
memberikan wawasan baru bagi kami.
3. PT. BISI International Tbk. yang telah memberikan beasiswa sepenuhnya
untuk menempuh pendidikan strata S2 di IPB.
4. Bapak, Ibu dosen pengajar IPB yang telah memberikan banyak ilmu selama
kegiatan perkuliahan program S2.
5. Tim padi Departemen FCRD PT. BISI International, Tbk. yang mendukung
dan membantu pelaksanaan penelitian di lahan farm Kambingan dan proses
pasca panen.
6. Staf Farm Kambingan PT. BISI International, Tbk. atas segala dukungan dan
bantuannya yang telah memberikan masukan selama proses penelitian.
7. Staf Lab. Fisiologi Tanaman dan Proteksi Tanaman Departemen Bioteknologi
PT. BISI International, Tbk. atas segala bantuan dan fasilitasnya selama proses
mutasi di laboratorium.
8. Rekan-rekan sesama penerima beasiswa dari PT. BISI International, Tbk.
yang telah membantu selama kegiatan perkuliahan hingga tersusunnya tesis.
9. Ayah, Ibu, kakak dan adik-adikku atas segala do’a, dukungan dan kasih

sayangnya yang tulus.
10. Sahabat-sahabatku yang selalu memberikan semangat dan do’a selama
perkuliahan hingga penelitian sehingga dapat terselesaikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2013
Nancy Dwi Nugraini

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xv

DAFTAR GAMBAR

xvi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
2
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi (Oryza sativa L.)
Mutasi
Toleransi terhadap Herbisida Glifosat

4
5
7

3 METODE
Waktu dan Tempat
Analisis Generasi M1
Analisis Generasi M2
Analisis Data

9
9
10
11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Daya Tumbuh Generasi M1
Sterilitas Gabah M1
Frekuensi Mutasi Klorofil M2
Efektivitas dan Efisiensi Mutagen
Keragaman Karakter Kuantitatif Generasi M2
Toleransi terhadap Herbisida Glifosat
Pembahasan

13
14
15
21
24
32
37

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

39
39

DAFTAR PUSTAKA

40

RIWAYAT HIDUP

45

DAFTAR TABEL
1 Jumlah dan persentase tanaman padi generasi M1 yang dapat hidup
pada beberapa konsentrasi mutagen EMS dan SA
2 Sterilitas gabah padi (%) generasi M1 pada beberapa perlakuan
konsentrasi mutagen
3 Frekuensi mutasi klorofil bibit M2 pada beberapa perlakuan mutagen
dan jumlah tanaman dewasa M2 varigata genotipe BI2B
4 Frekuensi mutasi klorofil bibit M2 pada beberapa perlakuan mutagen
dan jumlah tanaman dewasa M2 varigata genotipe PD10
5 Frekuensi mutasi klorofil bibit M2 pada beberapa perlakuan mutagen
dan jumlah tanaman dewasa M2 varigata genotipe PD3362
6 Frekuensi mutasi klorofil bibit M2 pada beberapa perlakuan mutagen
dan jumlah tanaman dewasa M2 varigata genotipe BR1001
7 Efektivitas dan efisiensi mutagen pada genotipe tanaman padi BI2B
berdasarkan frekuensi mutan terhadap dosis, tingkat kematian benih
dan sterilitas gabah
8 Efektivitas dan efisiensi mutagen pada genotipe tanaman padi PD10
berdasarkan frekuensi mutan terhadap dosis, tingkat kematian benih
dan sterilitas gabah
9 Efektivitas dan efisiensi mutagen pada genotipe tanaman padi PD3362
berdasarkan frekuensi mutan terhadap dosis, tingkat kematian benih
dan sterilitas gabah
10 Efektivitas dan efisiensi mutagen pada genotipe tanaman padi BR1001
berdasarkan frekuensi mutan terhadap dosis, tingkat kematian benih
dan sterilitas gabah
11 Nilai rata – rata dan ragam tinggi tanaman empat genotipe padi generasi
M2 pada beberapa perlakuan mutagen
12 Nilai rata – rata dan ragam umur berbunga 50% empat genotipe padi
generasi M2 pada beberapa perlakuan mutagen
13 Nilai rata – rata dan ragam jumlah anakan produktif empat genotipe
padi generasi M2 pada beberapa perlakuan mutagen
14 Nilai rata – rata dan ragam panjang malai empat genotipe padi generasi
M2 pada beberapa perlakuan mutagen
15 Nilai rata – rata dan ragam sterilitas gabah empat genotipe padi
generasi M2 pada beberapa perlakuan mutagen
16 Nilai rata – rata dan ragam jumlah gabah isi per malai empat genotipe
padi generasi M2 pada beberapa perlakuan mutagen
17 Nilai rata – rata dan ragam berat 1000 butir gabah empat genotipe padi
generasi M2 pada beberapa perlakuan mutagen
18 Nilai rata – rata dan ragam berat gabah isi per rumpun empat genotipe
padi generasi M2 pada beberapa perlakuan mutagen
19 Jumlah dan persentase tanaman padi generasi M2 yang bertahan hidup
setelah aplikasi herbisida hingga menghasilkan benih
20 Keragaan tiga tanaman padi M2 toleran herbisida sampai fase generatif
dibandingkan dengan tanaman kontrol

13
15
17
17
18
18

21

22

22

23
25
26
27
28
28
30
31
32
34
36

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Bagan alir penelitian
Skema pembentukan padi hibrida
Proses biosintesis asam amino pada lintasan shikimate
Seleksi mutasi klorofil pada stadia bibit generasi M2
Kondisi tanaman generasi M2 yang dipilah
Bibit generasi M2 yang normal dan mengalami mutasi klorofil
Mutasi klorofil pada tanaman padi dewasa generasi M2
Pengamatan karakter kuantitatif 1296 rumpun tanaman padi generasi
M2 di rumah kaca
9 Tujuh hari setelah aplikasi pertama herbisida glifosat pada tanaman
padi generasi M2 menunjukkan masih banyak jumlah tanaman yang
berdaun hijau dan bertahan hidup
10 Tujuh hari setelah aplikasi kedua herbisida glifosat pada tanaman padi
generasi M2 menunjukkan banyak tanaman yang telah mati namun
masih terdapat beberapa yang menunjukkan warna hijau pada daunnya
dan kemungkinan bertahan hidup
11 Tanaman generasi M2 yang bertahan hidup hingga fase generatif
setelah dua kali aplikasi herbisida glifosat hingga menghasilkan benih
M3

3
5
8
10
11
16
20
25

33

33

36

PENDAHULUAN
Padi merupakan tanaman pangan utama di Indonesia dan menjadi
kebutuhan pokok bagi sebagian besar penduduk di dunia. Jumlah penduduk
Indonesia yang terus meningkat hingga tahun 2010 sebanyak 237,641,326 orang,
menuntut peningkatan produksi padi yang semakin tinggi (BPS 2013).
Peningkatan hasil produksi padi dapat dilakukan secara ekstensifikasi maupun
intensifikasi pertanian. Area lahan pertanian yang menyempit seiring dengan
peningkatan jumlah penduduk, maka upaya optimal yang dapat dilakukan adalah
dengan intensifikasi pertanian melalui teknik budidaya maupun penggunaan
varietas unggul seperti varietas hibrida.
Virmani et al. (1997) menyatakan bahwa pembentukan varietas hibrida
dalam tanaman padi memerlukan CMS (Cytoplasmic Male Sterile) untuk
mempermudah produksi benih, sehingga diperlukan galur maintainer (selanjutnya
disebut galur pelestari) untuk memelihara CMS dan galur restorer (selanjutnya
disebut galur pemulih) untuk memulihkan kesuburan. Padi hibrida yang unggul
perlu memperhatikan genotipe dari galur pelestari dan pemulihnya, sehingga
program pemuliaan tanaman dilakukan untuk memperoleh galur pelestari dan
pemulih yang memiliki karakter yang diharapkan. Beberapa upaya pemuliaan
tanaman yang dilakukan untuk menghasilkan varietas unggul dengan karakter
tanaman yang diharapkan, yaitu melalui hibridisasi, mutasi, atau transgenik.
Metode mutasi dan transgenik tersebut perlu dilakukan ketika cara hibridisasi
secara konvensional tidak dapat dilakukan, sehingga ada upaya melakukan mutasi
agar mendapatkan tanaman dengan keragaman genetik yang mengandung sifat
yang diharapkan.
Mutasi dapat dilakukan dengan beberapa jenis mutagen. Mutagen fisik
dapat menggunakan sinar-x, sinar gamma, sinar alfa, sinar beta, dan radiasi
ionisasi dari partikel neutron (van Harten 1998). Mutasi berupa sinar gamma telah
banyak dilakukan pada tanaman padi (Ashraf et al. 2003; Cheema dan Atta 2003;
Wei et al. 2006; Domingo C et al. 2007; Sobrizal 2007; Babaei et al. 2010).
Mutasi kimia dilakukan dengan menggunakan beberapa jenis bahan kimia agen
alkil, yaitu ethylene oxide, ethylene imine, methylmethane sulphonate, triethylene
melamine, ethyl methane sulphonate, nitrosoethyl urea, nitrosomethyl urea, dan
sodium azide. Mutagen kimia yang banyak digunakan untuk memutasi padi
adalah EMS (Ethyl Methane Sulphonate) (Satoh dan Omura 1981; Fujimoto dan
Yamagata 1982; Bughio et al. 2007; Siddiqui dan Singh 2010; Vasline dan
Sabesan 2011) dan SA (Sodium Azide) pada kondisi tertentu (Ando dan
Montalvan 2001; Jeng et al. 2003; Jeng et al. 2009; Siddiqui dan Singh 2010).
Karakter pada tanaman padi, selain hasil dan penampilan kualitatif, maka
dapat dihasilkan tanaman padi yang tahan herbisida, dimana karakter tersebut
dapat membantu petani dalam pengendalian gulma yang menyerap banyak biaya
tenaga kerja, sehingga dapat diaplikasikan herbisida dengan biaya yang lebih
murah dibandingkan pencabutan gulma secara manual (Rodenburg 2009). Gulma
pada areal tanaman padi dapat mengganggu produktifitas dari tanaman padi. Hal
ini dikarenakan tanaman padi berkompetisi dengan gulma untuk mendapatkan

2
cahaya, hara, air dan ruang tumbuh, sehingga berpengaruh terhadap tinggi
tanaman padi dan hasil gabah padi (Guntoro 2012).
Glifosat adalah bahan aktif berspektrum luas yang terdapat pada herbisida
sehingga sangat efektif untuk membasmi gulma. Kelemahan bahan aktif tersebut
juga dapat membunuh tanaman padi sebagai tanaman utama budidaya, sehingga
perlu adanya tanaman padi yang tahan herbisida berbahan aktif glifosat. Glifosat
diaplikasikan pada daun kemudian diserap oleh daun dan beredar di dalam
tanaman. Glifosat mencegah tanaman menghasilkan asam amino yang membentuk
protein tanaman, sehingga tanaman tidak dapat membentuk protein, berhenti
tumbuh, dan akhirnya mati (USDA 1997). Enzim 5-enolpyruvyl shikimate-3
phosphate synthase (EPSPS) sangat penting dalam biosintesis asam amino
aromatik fenilalanin, tirosin dan triptofan. Glifosat memicu kerusakan pada
tanaman dengan menghambat proses biosintesis asam amino aromatik produk lain
dari lintas shikimate. Shikimate adalah salah satu pembentuk senyawa antara yang
penting dalam lintas asam shikimic. Ketika shikimate terbentuk, kemudian
berfosforilasi membentuk shikimate-3-phosphate. Proses tersebut menghasilkan
EPSPS. EPSPS mengikat enol pyruvil berdampingan dengan shikimate-3phosphate untuk membentuk EPSP. Kemudian, chorismate dibentuk dengan
mengeliminasi phosphat dari EPSP. Chorismate bertindak sebagai prekursor
fenolik dan cincin indole dari asam amino aromatik (Mahesh 2009).
Usaha mendapatkan tanaman dengan ketahanan herbisida telah dilakukan
dengan beberapa metode. Metode genetic engineering untuk ketahanan herbisida
dapat dilakukan dengan memasukkan gen cp4 EPSPS ke dalam tanaman rentan,
sehingga diperoleh tanaman yang tahan herbisida glifosat. Mutasi menggunakan
EMS pada padi telah dilakukan oleh perusahaan Clearfield (USA) dan diperoleh
varietas yang tahan herbisida imazethapyr. Konzak dan Rice (2007) telah
memutasi tanaman gandum dan diperoleh galur mutan yang tahan herbisida
berbahan aktif glifosat.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi
mutagen kimia untuk mendapatkan keragaman tanaman padi. Melalui mutasi
kimia tersebut diharapkan dapat diperoleh tanaman putatif mutan toleran herbisida
berbahan aktif glifosat.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai bahan dan
konsentrasi mutagen kimia yang efektif dan efisien menimbulkan keragaman pada
tanaman padi. Genotipe yang dimutasi dalam penelitian ini adalah galur
maintainer dan restorer, sehingga diharapkan dapat digunakan sebagai tetua untuk
perakitan padi hibrida. Karakter yang diharapkan dapat muncul dari keragaman
yang disebabkan oleh mutasi kimia adalah toleran terhadap herbisida glifosat.
Ruang Lingkup Penelitian
Mutasi kimia pada tanaman padi dilakukan dengan bahan mutagen EMS
dan SA pada beberapa tingkat konsentrasi. Daya tumbuh tanaman padi generasi
M1 yang berbeda menujukkan respon genotipe terhadap bahan dan konsentrasi

3
mutagen berbeda – beda. Tingginya sterilitas gabah pada generasi M2
menunjukkan efisiensi mutagen, sedangkan frekuensi mutasi berupa mutasi
klorofil pada generasi M2 menentukan efektifitas dari mutagen dan dosis yang
digunakan.
Upaya untuk mendapatkan tanaman padi yang toleran herbisida glifosat
dapat diperoleh dengan mutasi kimia, dan melakukan pengujian ketahanan pada
generasi M2. Metode pengujian yang digunakan yaitu memberikan aplikasi
herbisida sebanyak dua kali dengan konsentrasi yang berbeda. Rangkaian
penelitian dilakukan dengan tahapan seperti yang tertera pada gambar 1.

Gambar 1. Bagan alir penelitian

4

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi (Oryza sativa L.)
Tanaman padi termasuk dalam famili Poaceae (Gramineae) dan genus
Oryza. Oryzae terdiri atas sekitar 20 spesies yang berbeda, dan hanya dua spesies
yang dibudidayakan, yaitu Oryza sativa L. dan Oryza glaberrima Steud. Spesies
Oryza sativa atau biasa dikenal sebagai padi Asia memiliki dua tipe, yaitu indica
dan japonica. Padi tipe indica memiliki karakter daun yang panjang, lebar sampai
sempit, dan berwarna hijau cerah, dapat menghasilkan banyak anakan, bijinya
panjang dan tipis. Padi tipe japonica berasal dari kawasan Asia subtropis dan
memiliki karakter daun tipis dan hijau cerah, anakan sedang, biji agak pendek dan
bulat (Wopereis et al. 2009).
Padi hibrida adalah tanaman padi yang tumbuh dari benih F1 hasil
persilangan antara dua tetua yang berbeda. Padi hibrida yang baik memiliki
potensi hasil 15-20% lebih tinggi dibandingkan varietas inbred terbaik yang
tumbuh pada kondisi yang sama. Padi merupakan tanaman menyerbuk sendiri,
sehingga untuk mengembangkan padi hibrida komersial, memerlukan sistem
mandul jantan. Mandul jantan karena genetik atau non-genetik berarti membuat
polen menjadi tidak aktif (steril) dan spikelet padi menjadi hampa, atau tidak
dapat membentuk biji melalui penyerbukan sendiri, sehingga galur mandul jantan
dapat digunakan sebagai tetua betina dari hibrida (Virmani et al. 1997).
Sistem mandul jantan yang dapat digunakan dalam pengembangan padi
hibrida adalah : mandul jantan sitoplasmik (Cytoplasmic-genetic male sterility),
mandul jantan sensitif lingkungan (Environtment-sensitive genetic male sterility),
mandul jantan induksi kimiawi (Chemically-induced male sterility).
Pengembangan padi hibrida di Indonesia banyak menggunakan galur mandul
jantan sitoplasmik (GMJS). Hal ini dikarenakan GMJS lebih mudah diperbanyak
dan lebih terjaga kestabilannya. GMJS terjadi karena adanya interaksi antara
faktor genetik yang terdapat dalam sitoplasma dan nukleus. Tidak adanya faktor
penginduksi sterilitas dalam sitoplasma atau nukleus akan menyebabkan galur
menjadi fertil. Keberadaan gen restorer dominan pada nukleus menyebabkan galur
dapat memulihkan kesuburannya (Virmani et al. 1997).
Sistem GMJS untuk produksi padi hibrida melibatkan tiga komponen, yaitu
galur GMJS, galur pelestari dan galur pemulih kesuburan. GMJS diperbanyak
dengan cara menyilangkannya dengan galur pelestari, baik dengan hand-crossing
(untuk meghasilkan benih dengan jumlah sedikit) atau dengan menyerbuk silang
pada area yang terisolasi (untuk menghasilkan benih dalam jumlah besar)
(Virmani et al. 1997).
GMJS perlu dijaga kemurniannya dengan memanfaatkan galur pelestari.
Galur pelestari dan GMJS memiliki karakter morfologi yang mirip, kecuali pada
sterilitas serbuk sarinya. Adakalanya, kedua galur tersebut menunjukkan
perbedaan pada karakter morfologi dan agronomi yang dipengaruhi oleh faktor
sitoplasmik yang menginduksi mandul jantan. Galur pemulih kesuburan memiliki
gen pemulih kesuburan yang dominan. Ketika disilangkan dengan GMJS, akan
memulihkan kesuburan pada tanaman F1 hibrida. Sistem persilangan yang

5
menggunakan tiga galur untuk menghasilkan hibrida disebut dengan hibrida tiga
galur (Virmani et al. 1997).

Gambar 2. Skema pembentukan padi hibrida (Virmani et al. 1997)
Mutasi
Perubahan materi genetik secara alami dan tiba-tiba yang jarang terjadi dan
menghasilkan perubahan ekspresi gen secara permanen, secara spontan yang
kemungkinan dilatarbelakangi oleh akibat kombinasi radioaktif, perubahan suhu
ekstrim tinggi maupun rendah, keberadaan bahan kimia dan umur benih, dan
nutrisi tanaman. Perubahan tiba-tiba yang terwariskan pada tanaman atau binatang
tersebut disebut mutasi dan dapat dikelompokkan sebagai mutasi spontan atau
induksi mutasi, mutasi somatik atau mutasi genetik, dan mutasi kromosom atau
mutasi ekstra-kromosom. Meskipun mutasi muncul secara spontan dengan
frekuensi yang pasti, namun bukan berarti frekuensi dari masing-masing
kemunculannya tidak berubah (Medina et al. 2005).
Mutasi adalah perubahan materi genetik yang dapat diwariskan dan bukan
disebabkan oleh rekombinasi atau segregasi, dalam genetik molekuler, mutasi
diartikan sebagai segala perubahan dalam sekuens nukleotida dari suatu genom
yang dapat diwariskan. Mutasi dapat terjadi secara alami maupun buatan. Secara
alami, kejadian mutasi sangat kecil, yaitu 1x10-5 – 1x10-8 (van Harten 1998).
Mutasi secara buatan dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu
dengan menginduksi mutagen fisika atau kimia pada bahan tanaman. Mutagen
fisik dibedakan menjadi empat. Teknik yang pertama adalah teknik acute
irradiation atau radiasi tunggal, yaitu perlakuan mutasi dalam beberapa menit atau
beberapa jam dengan dosis yang optimal. Pelaksanaan mutasi dilakukan satu kali.
Teknik kedua adalah chronic irradiation yaitu radiasi yang dilakukan dalam
kurun waktu yang lama. Dosis yang digunakan kecil, sedikit dan diaplikasikan

6
selama beberapa menit atau beberapa jam. Teknik radiasi yang ketiga adalah
recurrent irradiation atau radiasi berulang. Radiasi tersebut dilakukan pada
generasi selanjutnya dari tanaman hasil radiasi. Mutagen fisika terdiri dari
berbagai macam, yaitu sinar gamma, sinar ultraviolet, partikel beta, netron, dan
sorotan ion (Medina et al. 2005). Mutagen fisika yang banyak digunakan adalah
sinar gamma (Soeranto et al. 2001, Aisyah et al 2009, Wani 2009, Bhosle dan
Kothekar 2010, Soeranto dan Sihono 2010).
Mutagen kimia yang paling efektif digunakan adalah agen alkilasi. Agen
alkilasi memiliki satu atau lebih kelompok alkil yang reaktif yang dapat ditransfer
ke molekul lain. Mereka bereaksi dengan DNA dengan cara mengalkilasi
kelompok fosfat begitu juga basa purin dan pirimidin. Penggunaan mutagen kimia
harus ekstra hati-hati karena berpotensi karsinogen, seperti ethyleimine (EI), ethyl
metane sulphonate (EMS), dan methyl nitroso urea (MNH) (Divanli-Turkan et al.
2006, Watanabe et al. 2007, Dhanavel et al. 2008, Dube et al. 2011). Selain agen
alkilasi, mutasi kimia juga dapat menggunakan Azide dengan kondisi perlakuan
tertentu. Frekuensi mutasi yang tinggi dapat diperoleh dengan Azide (Olsen et al.
1993, Al-Qurainy dan Khan 2009, Prabha et al. 2010) . Kebanyakan mutasi yang
dihasilkan adalah mutasi gen dengan beberapa frekuensi minor aberasi kromosom
(Medina et al 2005).
EMS adalah mutagen kimia yang sangat sukses dan mungkin paling
banyak digunakan. EMS dapat menghasilkan tingkat mutasi yang lebih tinggi dan
lebih efisien dalam menghasilkan mutan berdasarkan sterilitas dibandingkan
mutasi iradiasi. Perlakuan menggunakan EMS dapat menyebabkan mutasi klorofil
yang lebih banyak dan spektrum yang lebih luas dibandingkan mutasi iradiasi.
EMS menginduksi aberasi kromosom, dimana secara eksklusif menyebabkan
transisi G-C dan sedikit menyebabkan letalitas, EMS juga merupakan mutagen
yang sangat tepat untuk menginduksi mutasi ekstranuklear. Rantai kimia dari
EMS adalah CH3SO2OC2H5 atau C3H8O3S. Sifat dari EMS adalah tidak berwarna,
berupa cairan dengan berat molekul 124 dan 8% dapat larut dalam air. Half-life
dalam air pada pH 7 dan suhu 20 oC adalah 93 jam, sedangkan pada suhu 30 oC
adalah 26 jam (van Harten 1998).
Sodium Azide (SA) adalah mutagen kimia yang juga banyak digunakan
dan juga disebut sebagai mutagen super karena rasio mutasi yang dihasilkan
berupa perubahan kromosom atau delesi yang luas pada kromosom sangat tinggi,
sedangkan sifat beracunnya sangat rendah sehingga efektifitas mutagennya
mendekati 100%. Mutasi induksi defisiensi klorofil membuktikan bahwa azide
pada kondisi yang tepat (pH rendah, pra-perendaman, suhu kamar, dan pemberian
gelembung oksigen pada larutan) dapat menghasilkan frekuensi mutasi yang
sangat tinggi. Rantai kimia SA adalah NaN3, dan SA akan bereaksi aktif pada
kondisi masam (pH 3). SA merupakan mutagen yang lebih efektif dibandingkan
EMS, sedangkan EMS lebih efisien dibandingkan SA (van Harten 1998).
Keuntungan dari mutasi kimia adalah mayoritas memunculkan mutasi titik,
kerusakan kromosom lebih sedikit dibanding mutasi fisik, spektrum mutasi
kemungkinan berbeda dari mutasi fisik, dan dapat menyebabkan frekuensi mutasi
yang tinggi. Kerugian dari mutasi kimia adalah penetrasi dari jaringan tanaman
multiseluler seringkali sulit, reproduksibilitas hasil rendah, dimungkinkan karena
kurangnya standarisasi dari metode perlakuan, dan perlakuan mutasi yang
berbahaya karena sifat bahan mutagen yang karsinogen (van Harten 1998).

7
Induksi mutasi yang dilakukan dalam pemuliaan diharapkan dapat
menghasilkan keragaman genetik tanaman yang tinggi sehingga diperoleh
genotipe-genotipe baru yang memiliki karakter spesifik yang diharapkan. Mutasi
fisik menggunakan radiasi sinar gamma pada tanaman mawar mini menghasilkan
genotipe dengan warna, bentuk, diameter, jumlah kelopak dan lama kesegaran
yang berbeda dari induknya. Tanaman mawar yang tahan embun tepung dan
tungau juga telah dihasilkan dari mutasi tersebut (Handayati 2006). Keragaman
yang lain juga diperoleh dari radiasi tanaman anthurium wave of love yang
menghasilkan beragam bentuk daun (Pulungan dan Wiendi 2010). Radiasi pada
tanaman manggis telah menghasilkan keragaman morfologi berdasarkan analisis
RAPD (Qosim 2006). Radiasi sinar gama pada tanaman pangan seperti kedelai
dapat menghasilkan keragaman bentuk daun dan ukuran biji (Hartini 2008).
Mutasi kimia yang dilakukan pada beberapa tanaman telah menghasilkan
karakter-karakter baru yang diharapkan. Mutasi menggunakan mutagen EMS pada
tanaman padi oleh Wu et al. (2005) menghasilkan keragaman yang tinggi.
Beberapa diantaranya diperoleh tanaman padi yang tahan terhadap penyakit
seperti blas, hawar daun, tungro dan tahan terhadap serangan wereng coklat. Jeng
et al. (2003) yang telah memutasi padi menggunakan SA telah menghasilkan padi
dengan kualitas gabah yang lebih baik. Mutasi kimia menggunakan EMS pada
tanaman padi telah dilakukan untuk menghasilkan tanaman padi tahan herbisida.
Pengujian pada 52 juta benih padi generasi M2 telah menghasilkan 15 tanaman
yang tahan herbisida imidazolinone (Croughan 2001).
Toleransi terhadap Herbisida Glifosat
Gulma banyak ditemui pada areal pertanaman padi. Pada lahan padi gogo,
gulma menjadi kendala utama dalam proses budidaya. Saat ini, di lahan padi
sawah juga banyak ditemui gulma, sehingga untuk menjaga agar tidak terjadi
kompetisi antara gulma dan tanaman padi, petani harus melakukan penyiangan
gulma secara intensif. Pemberian herbisida pra tumbuh pada areal padi tidak
menunjukkan hasil yang signifikan, sehingga petani harus melakukan penyiangan
secara manual yang berakibat pada pengeluaran biaya perawatan yang lebih besar.
Pengendalian gulma secara praktis dan murah dapat dilakukan dengan aplikasi
herbisida dengan bahan aktif yang berspektrum luas (Rodenberg dan Demont
2009).
Herbisida berbahan aktif glifosat dapat digunakan untuk membasmi
gulma. Glifosat diaplikasikan pada daun, lalu oleh daun akan diserap dan secara
cepat akan menyebar ke seluruh tanaman hingga perakaran karena sifatnya yang
sistemik. Glifosat mencegah tanaman menghasilkan asam amino yang membentuk
protein tanaman. Tanaman yang tidak dapat membentuk protein akan berhenti
tumbuh dan akhirnya mati (USDA 1997).
Mahesh (2009) mengemukakan bahwa enzim 5-enolpyruvyl shikimate-3
phosphate synthase (EPSPS) adalah kunci dari alur biosintesis asam amino
aromatik fenilalanin, tirosin, dan triptofan. Glifosat menyebabkan kerusakan pada
tanaman dengan menghambat proses biosintesis asam amino aromatik dan produk
lain dari lintasan shikimate. Shikimate adalah salah satu dari senyawa penting
yang dibentuk dari alur shikimic acid. Ketika shikimate terbentuk kemudian akan
berfosforilasi menghasilkan shikimate-3-phosphate. Proses tersebut sebagai

8
substrat dalam pembentukan EPSPS. EPSPS mengikat rantai samping enol
pyruvyl ke shikimate-3-phosphate untuk membentuk EPSP. Langkah berikutnya,
chorismate dibentuk dengan mengeliminasi fosfat dari EPSP. Chorismate
berfungsi sebagai prekursor dari fenolik dan cincin indole dari asam amino
aromatik. Sehingga penghambatan dari enzim tersebut akan menyebabkan
kematian pada gulma akibat defisiensi asam amino aromatik pada tanaman.
Glifosat dapat bermetabolisasi atau terpecah pada beberapa jenis tanaman. Hasil
utama dari metabolisasi glifosat di tanaman yang toleran glifosat adalah
aminomethylphosphonic acid (AMPA) (USDA 1997).
Sifat bahan aktif glifosat yang berspektrum luas dapat merugikan karena
selain membasmi gulma, juga dapat membunuh tanaman padi yang
dibudidayakan. Sehingga padi hibrida dengan karakter toleran herbisida berbahan
aktif glifosat perlu dihasilkan. Upaya yang dilakukan untuk menghasilkan
tanaman padi yang toleran herbisida dapat dilakukan dengan transgenik, yaitu
menyisipkan gen mutan EPSPS ke dalam tanaman (Mahesh 2009). Selain
transgenik, mutasi kimia juga dapat dilakukan untuk menghasilkan tanaman yang
toleran herbisida glifosat. Mutasi gandum menggunakan kombinasi mutagen EMS
dan SA telah dilakukan. Mutasi tersebut menghasilkan tanaman gandum yang
tahan herbisida glifosat setelah dilakukan skrining pada generasi M2 (Konzak dan
Rice 2007).

Gambar 3. Proses biosintesis asam amino pada lintasan shikimate
(Mahesh 2009)

9
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 – Desember 2012.
Pelaksanaan mutasi benih dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 di laboratorium
fisiologi tanaman Departemen Bioteknologi PT. BISI International, Tbk. Evaluasi
tanaman generasi M1 dan M2 dilaksanakan di lahan Farm Kambingan – Kediri,
PT. BISI International, Tbk.
Analisis Generasi M1
Penelitian dilakukan dengan menggunakan empat genotipe yang berasal
dari koleksi PT.BISI International, Tbk., yaitu galur pelestari BI2B, galur pemulih
PD10, PD3362, dan BR1001 yang kemudian diuji daya berkecambahnya sehingga
diperoleh daya berkecambah benih lebih dari 96%. Kemudian benih dari lot yang
sama disiapkan sebanyak 80 gram benih yang telah dikupas kulitnya untuk
masing-masing perlakuan, sehingga diperlukan 560 gram per genotipe untuk
semua perlakuan jenis dan dosis mutagen.
Mutasi dilakukan dengan perendaman benih pada larutan Ethyl Methane
Sulphonate (EMS) dan Sodium Azide (SA). Pada perendaman larutan EMS
menggunakan konsentrasi 40 mM , 60 mM , dan 80 mM (Vasline dan Sabesan
2011; Fujimoto dan Yamagata 1982), sedangkan perendaman pada larutan SA
menggunakan konsentrasi 0.5 mM, 1 mM , dan 5 mM (Ando dan Montalvan
2001). Perlakuan tersebut dibandingkan dengan kontrol (tanpa perlakuan mutasi)
sehingga diperoleh 28 unit percobaan. Proses mutasi dilakukan di dalam ruang
asam.
Benih-benih yang akan dimutasi menggunakan EMS direndam terlebih
dahulu dalam aquades selama 4 jam, kemudian ditiriskan. Lalu benih direndam ke
dalam masing-masing perlakuan konsentrasi EMS selama 7 jam pada kondisi
terkontrol. Setelah itu benih dibilas dengan aquades beberapa kali untuk
membersihkan sisa-sisa residu mutagen pada benih, ditiriskan, lalu disemai.
Mutasi menggunakan mutagen SA dilakukan dengan cara merendam benih
dalam aquades selama 6 jam, kemudian ditiriskan. Lalu benih tersebut direndam
dalam masing-masing perlakuan larutan SA dengan pH 3. Larutan SA dengan
pH 3 (asam) diperoleh dengan menambahkan HCl 0.2 M ke dalam larutan.
Perendaman ke dalam larutan SA dilakukan selama 8 jam sambil dikocok
menggunakan shaker pada suhu ruang (25±2 oC). Setelah perlakuan perendaman,
benih tersebut segera dibilas menggunakan aquades untuk membersihkan sisa-sisa
residu mutagen, lalu ditiriskan dan kemudian disemai.
Benih M1 genotipe BI2B sebanyak 4548 biji, PD10 sebanyak 4292 biji,
PD3362 sebanyak 3656 biji, dan BR1001 sebanyak 3578 biji yang merupakan
hasil rendaman mutagen masing-masing perlakuan disemai pada media pasir yang
telah disterilkan. Benih tersebut diamati jumlah bibit tanaman yang dapat tumbuh.
Bibit tersebut kemudian dipindahkan ke ember yang berisi media tanah di dalam
green house, masing-masing 2 bibit per ember pada umur 24 hari setelah semai
(HSS). Karakter tanaman yang diamati pada fase vegetatif adalah perubahan
warna pada daun (mutasi klorofil). Pada fase generatif dilakukan pengamatan

10
sterilitas gabah per rumpun. Gabah dibiarkan hingga masak kemudian dipanen,
sehingga diperoleh benih M2.
Analisis Generasi M2
Benih M2 yang diperoleh disemai sebanyak 264301 biji dengan bagian
136620 biji untuk benih genotipe BI2B, genotipe PD10 sebanyak 35642 biji,
genotipe PD3362 sebanyak 30741 biji, dan BR1001 dengan 61298 biji.
Persemaian dilakukan pada media pasir selama ± 21 hari. Sebelum dilakukan
pindah tanam ke sawah, terlebih dahulu dilakukan pengamatan jumlah bibit yang
mengalami mutasi klorofil pada bibit generasi M2 tersebut. Mutasi klorofil dapat
diketahui dengan mengamati terjadinya perubahan warna pada bibit daun seperti
albino (putih), kuning, stripe (ada garis atau spot putih) dan hijau pucat atau hijau
muda kekuningan.

Gambar 4. Seleksi mutasi klorofil pada stadia bibit generasi M2
Bibit yang telah siap kemudian ditanam di tanah sawah dengan jarak
tanam 15 x 15 cm. Bibit tersebut dibiarkan tumbuh normal hingga berusia 30 HST
(hari setelah tanam). Pada usia tersebut, dilakukan pemisahan anakan menjadi dua
bagian pada 48 sampel acak dari tiap-tiap perlakuan. Bagian yang pertama tetap
ditanam seperti semula dan sebagian yang lain ditanam di media tanah dalam
ember.

11

a

b

Gambar 5. Kondisi tanaman generasi M2 yang dipilah a) bagian pertama yang
tetap ditanam di lahan; b) bagian kedua yang ditanam di ember.
Bagian yang pertama, kemudian diberi aplikasi herbisida berbahan aktif
setara glifosat 356000 ppm dengan konsentrasi 3200 ppm, sedangkan bagian
tanaman kedua dibiarkan tumbuh normal dan diamati pada beberapa karakter
kualitatif dan kuantitatifnya berdasarkan SES (Standard Evaluation System for
Rice) (IRRI 2002). Karakter kualitatif dan kuantitatif yang diamati yaitu :
frekuensi mutasi klorofil, umur berbunga (berbunga 50%), jumlah anakan
produktif, panjang malai, tinggi tanaman, jumlah gabah isi per malai, persentase
gabah hampa, berat 1000 butir gabah dan berat isi per rumpun. Dua belas hari
setelah aplikasi herbisida yang pertama, dilakukan aplikasi herbisida kedua
dengan konsentrasi lebih tinggi, yaitu 4500 ppm. Kemudian diamati jika terdapat
tanaman yang tahan terhadap perlakuan herbisida untuk diamati beberapa karakter
kuantitatifnya seperti pada 48 tanaman contoh dan dibiarkan hingga menghasilkan
benih M3.
Analisis Data
Efektivitas mutagen dihitung berdasarkan frekuensi mutan terhadap jenis
dan dosis mutagen pada generasi M2, sedangkan efisiensi mutasi dihitung dengan
dua metode, yaitu berdasarkan frekuensi kematian benih/lethality M1 dan
sterilitas M1. Frekuensi mutan diperoleh dengan menghitung persentase bibit
yang termutasi klorofil terhadap jumlah total bibit yang tumbuh. Rumus
efektivitas dan efisiensi sebagai berikut :
Efektivitas mutagen =
Efisiensi mutasi berdasarkan frekuensi benih mati M1 =
Efisiensi mutasi berdasarkan sterilitas M1 =
Dimana,
Msd = frekuensi mutan (mutasi klorofil) pada generasi M2
C = jenis dan dosis mutagen (konsentrasi x waktu)
L = frekuensi benih yang mati pada generasi M1
S = sterilitas (% reduksi fertilitas gabah yang dihasilkan tanaman M1)
(Umar et al. 1985).
Data karakter kuantitatif (tinggi tanaman, umur berbunga (berbunga 50%),
jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah isi per malai, persentase

12
gabah hampa, berat 1000 butir gabah dan berat gabah isi per rumpun) dianalisis
menggunakan analisis ragam (Mattjik dan Sumertajaya 2006) dan kemudian
dibandingkan dengan tanaman kontrol.
S2 =

(xi-x)2

Dimana,
S2
n
xi

= ragam
= jumlah tanaman yang diamati
= nilai karakter tanaman ke-i
= nilai tengah karakter

13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Daya Tumbuh Generasi M1
Berdasarkan hasil generasi M1 tanaman padi yang telah ditanam, dapat
diketahui persentase tertinggi tanaman yang dapat tumbuh adalah pada genotipe
BI2B dengan perlakuan mutagen SA pada konsentrasi 0.5 mM yaitu sebanyak
725 benih atau 15.94% dari 4548 benih yang disemai dan BI2B pada perlakuan
EMS dengan konsentrasi 60 mM sebanyak 701 benih. Benih dengan daya tumbuh
terendah terdapat pada genotipe BI2B dengan perlakuan mutagen SA pada
konsentrasi 1 mM yaitu 0% atau tidak terdapat benih padi yang tumbuh dan BI2B
pada perlakuan mutagen EMS 40 mM yaitu hanya satu benih yang tumbuh
(Tabel 1). Daya tumbuh benih sebagai salah satu parameter pengamatan berfungsi
untuk mengetahui efek mutagen terhadap genotipe yang dimutasi sehingga dapat
dilakukan analisis kerusakan fisik dan aberasi kromosom. Kerusakan fisik dapat
diamati dengan analisis sitologi dan menghitung kerusakan tanaman pada generasi
M1 (Medina et al. 2005).
Tabel 1. Jumlah dan persentase tanaman padi generasi M1 yang dapat hidup pada
beberapa konsentrasi mutagen EMS dan SA

Mutagen

EMS

40 mM
60 mM
80 mM
rata - rata
SA
0.5 mM
1.0 mM
5.0 mM
rata - rata
Rata - rata

Jumlah dan persentase tanaman M1 yang hidup
masing - masing genotipe
BI2Ba)

%
1
0.02
701 15.41
9
0.20
237
5.21
725 15.94
0
0.00
48
1.06
258
5.67
247
5.44

PD10b)
PD3362c) BR1001d)

%

%

%
50 1.16 167 4.57 101 2.82
94 2.19 45 1.23 59 1.65
8 0.19 45 1.23 191 5.34
51 1.18 86 2.34 117 3.27
3 0.07 59 1.61 236 6.60
8 0.19
5 0.14 79 2.21
2 0.05
2 0.05 16 0.45
4 0.10 22 0.60 110 3.09
28 0.64 54 1.47 114 3.18

rata - rata

80
225
63
123
256
23
17
99
111

%
2.14
5.12
1.74
3.00
6.06
0.64
0.40
2.36
2.68

Keterangan: Jumlah estimasi benih 80 gram yang disemai per perlakuan berdasarkan bobot 1000 butir
gabah kupasan masing – masing genotipe. a)= 4548, b)= 4292, c)= 3656, dan d)= 3578.

Perlakuan EMS pada keempat genotipe menunjukkan rata-rata persentase
daya tumbuh tertinggi pada konsentrasi 60 mM, sedangkan pada perlakuan SA,
persentase daya tumbuh tertinggi terdapat pada konsentrasi 0.5 mM. Respon daya
tumbuh tiap genotipe terhadap jenis dan konsentrasi mutagen berbeda-beda.
Genotipe BI2B pada perlakuan mutagen EMS menunjukkan persentase daya
tumbuh yang tinggi pada konsentrasi 60 mM, dan persentase yang rendah pada
konsentrasi 40 dan 80 mM. Pada mutagen SA menunjukkan persentase yang
rendah pada konsentrasi 1 mM dan persentase tertinggi pada konsentrasi 0.5 mM
diikuti konsentrasi 5 mM. Genotipe PD10 menunjukkan kesamaan pola daya

14
tumbuh pada perlakuan mutagen EMS maupun SA, yaitu persentase tertinggi
terdapat pada konsentrasi tengah , diikuti konsentrasi terendah lalu tertinggi. Daya
tumbuh tertinggi genotipe PD3362 terdapat pada konsentrasi terendah dari
mutagen EMS maupun SA. Persentase daya tumbuh BR1001 menunjukkan pola
yang berbeda pada mutagen EMS dan SA. Pada mutagen EMS persentase
tertinggi pada konsentrasi 80 mM diikuti konsentrasi 40 mM dan 60 mM,
sedangkan mutagen SA menunjukkan daya tumbuh tertinggi pada konsentrasi
0.5 mM dan menurun pada konsentrasi 1 mM dan 5 mM.
Perbedaan respon genotipe berdasarkan pengamatan daya tumbuh
menunjukkan bahwa tiap genotipe memiliki sensitivitas yang berbeda-beda
terhadap jenis dan konsentrasi mutagen. Hasil yang sama diperoleh Emrani et al.
(2011) yang menguji beberapa jenis dan konsentrasi mutagen kimia pada benih
canola. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa persentase daya berkecambah
yang dihasilkan berbeda-beda dan bersifat acak. Pada benih stevia yang dimutasi
menggunakan sodium azide dan kolkisin menunjukkan reaksi yang juga acak
terhadap daya berkecambahnya (Pande dan Khetmalas 2012). Respon daya
tumbuh lebih disebabkan oleh kesesuaian genetik dari tiap-tiap genotipe yang
berbeda terhadap bahan dan konsentrasi mutagen tertentu. Respon yang berbeda
tersebut disebabkan terjadinya mutasi titik pada kromosom secara acak akibat
penggunaan bahan kimia, berbeda dengan mutasi fisik yang menyebabkan aberasi
tingkat sel (van Harteen 1998).
Sterilitas Gabah M1
Pengamatan karakter sterilitas gabah pada generasi M1 dimaksudkan
untuk mengetahui efisiensi dari mutagen yang digunakan (Umar 1985). Hal ini
disebabkan oleh karakter sterilitas gabah yang merupakan salah satu bentuk
kerusakan fisik. Kerusakan fisik pada M1 tersebut merupakan respon genotipe
terhadap mutagen yang diserap oleh benih. Efisiensi mutagen dapat diketahui
dengan menghitung perbandingan frekuensi mutan klorofil pada bibit M2
terhadap tingkat sterilitas gabah generasi M1. Perlakuan SA konsentrasi 1 mM
dan 5 mM menunjukkan rata-rata sterilitas yang tinggi (Tabel 2). Hasil tersebut
sesuai dengan Ando dan Montalvan (2001) yang menyatakan bahwa perlakuan
mutasi menggunakan SA menunjukkan efisiensi pada konsentrasi kisaran
1-5 mM. Sedangkan pada mutagen EMS, sterilitas tertinggi terdapat pada
konsentrasi tertinggi yaitu 80 mM.
Sterilitas gabah genotipe BI2B pada perlakuan EMS menunjukkan nilai
persentase tertinggi pada konsentrasi 80 mM yaitu 41.99%. Respon genotipe
BI2B dan BR1001 menunjukkan kesamaan pola pada mutasi menggunakan EMS,
yaitu mengalami penurunan tingkat sterilitas pada konsentrasi 60 mM kemudian
meningkat kembali pada konsentrasi 80 mM. PD10 menghasilkan sterilitas gabah
yang tinggi pada konsentrasi 40 mM dan semakin rendah pada penambahan
konsentrasi EMS. Pada genotipe PD3362, semakin tinggi konsentrasi, maka
semakin tinggi tingkat sterilitas gabah yang mengindikasikan bahwa semakin
tingginya tingkat kerusakan gabah. Pengujian mutagen sinar gamma dan SA pada
tanaman kacang Faba juga menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi
mutagen maka semakin tinggi pula tingkat sterilitasnya (Makeen dan Babu 2010).
Rata-rata tingkat sterilitas genotipe BI2B tertinggi, yaitu 38.01% dibandingkan

15
genotipe yang lain, sedangkan sterilitas terendah terdapat pada genotipe BR1001
yaitu 21.42%.
Tabel 2. Sterilitas gabah padi (%) generasi M1 pada beberapa perlakuan konsentrasi
mutagen
Genotipe
Konsentrasi
Mutagen
rata - rata
(mM)
BI2B
PD10
PD3362 BR1001
40 mM
38.83a)
35.41
27.73
18.01
30.00
60 mM

33.21

31.03

29.47

17.47

27.80

80 mM

41.99

25.36

31.85

28.78

32.00

rata - rata

38.01

30.60

29.68

21.42

29.93

0.5 mM
1 mM
5 mM
rata - rata

Rata - rata

38.76
65.20
51.98
45.00

30.64
38.77
47.61
39.01
34.80

22.07
33.63
46.20
33.97
31.83

17.94
30.22
78.26
42.14
31.78

27.35
34.21
59.32
41.77
35.11

Kontrol

30.72

32.04

25.66

14.62

25.76

EMS

SA

Keterangan: a) Jumlah tanaman satu rumpun.

Perlakuan mutagen SA pada keempat genotipe padi menunjukkan bahwa
terdapat respon yang sama pada ketiga konsentrasi, yaitu semakin tinggi
konsentrasi maka semakin tinggi tingkat seterilitas gabahnya. Hasil yang sama
juga diperoleh pada mutasi yang dilakukan pada tanaman bunga matahari oleh
Kumar dan Ratnam (2010). Penelitian tersebut memberikan hasil bahwa semakin
tinggi konsentrasi SA yang diberikan pada tanaman akan meningkatkan sterilitas
polen yang berpengaruh terhadap seed setting biji. Rata-rata respon genotipe
menunjukkan kesamaan pada perlakuan EMS maupun SA, yaitu persentase
sterilitas yang berurutan dari nilai tertinggi ke rendah pada genotipe BI2B, PD10,
PD3362 dan BR1001.
Frekuensi Mutasi Klorofil M2
Mutasi klorofil pada tanaman dapat kita temukan pada tanaman hasil
mutasi, baik itu pada generasi M1 maupun M2. Untuk mengetahui frekuensi
mutasi klorofil pada perlakuan mutasi, maka yang perlu kita amati adalah pada
generasi M2. Hal ini dikarenakan pada generasi M1, terjadinya perubahan pada
warna daun, dapat disebabkan adanya kerusakan morfologis akibat dari bahan
kimia yang digunakan saat melakukan mutasi, sehingga merusak jaringan sel yang
yang mempengaruhi pembentukan zat warna daun. Mutasi klorofil diamati dengan
terdapatnya perubahan warna pada daun, dimana daun yang seharusnya berwarna
hijau, menjadi putih (albino), atau terdapat garis yang membujur dengan warna
hijau muda, kuning, atau garis-garis tipis berwarna putih (stripe) (Gambar 5).
Penggolongan mutasi klorofil berdasarkan Lal et al. (2009) terdiri dari
beberapa kelas, yaitu albino, xantha, viridis, dan striata. Albino berupa warna
putih pada daun, yaitu tida