Fermentabilitas Rumen, Kecernaan Dan Performa Domba Dara Dengan Sumber Energi Karbohidrat Dan Lemak

PENGGUNAAN TEPUNG JANGKRIK DAN TEPUNG PUPA
DALAM MILK REPLACER TERHADAP RESPON
FISIOLOGIS DAN HEMATOLOGI ANAK
DOMBA PRA SAPIH

OSSY RAMA ADITYA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Penggunaan
Tepung Jangkrik dan Tepung Pupa dalam Milk Replacer terhadap Respon
Fisiologis dan Hematologi Anak Domba Pra Sapih adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Ossy Rama Aditya
D24110077

ABSTRAK
OSSY RAMA ADITYA. Penggunaan Tepung Jangkrik dan Tepung Pupa dalam
Milk Replacer terhadap Respon Fisiologis dan Hematologi Anak Domba Pra
Sapih. Dibimbing oleh DEWI APRI ASTUTI dan LILIS KHOTIJAH.
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi pengaruh penggunaan tepung jangkrik
dan tepung pupa ulat sutera dalam milk replacer terhadap respon fisiologis dan
gambaran hematologi darah anak domba pra sapih. Rancangan yang digunakan
adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola tersarang untuk respon fisiologis dan
rancangan acak lengkap (RAL) untuk gambaran hematologi dengan 4 perlakuan
dan 3 ulangan. Anak domba dengan bobot badan berkisar 2.31 ±0.24 kg, dibagi

secara acak ke dalam kandang individu dan mendapat pelakuan P1: susu induknya
(anak bersama induknya); P2: susu sapi segar; P3: milk replacer mengandung
tepung jangkrik; P4: milk replacer mengandung tepung pupa. Peubah yang diukur
adalah denyut jantung, respirasi dan suhu rektal, dan hematologi darah meliputi
hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit dan deferensiasi leukosit. Hasil
penelitian menunjukan bahwa milk replacer mengandung susu sapi segar, tepung
jangkrik dan tepung pupa tidak berbeda terhadap respon fisiologis dan gambaran
hematologi anak domba pra sapih dibandingkan dengan kontrol. Kesimpulan
penelitian ini adalah tepung jangkrik dan tepung pupa dapat digunakan dalam milk
replacer sebagai sumber protein tanpa ada pengaruh negatif terhadap respon
fisiologis dan gambaran hematologinya.
Kata kunci: milk replacer, tepung jangkrik, tepung pupa, respon fisiologis,
hematologi darah

ABSTRACT
OSSY RAMA ADITYA. Utiliziation of Cricket Meal and Pupae Meal in Milk
Replacer to Evaluate Physiological Responses and Hematology of Preweaning
Lamb. Supervised by DEWI APRI ASTUTI and LILIS KHOTIJAH.
The research was aimed to evaluate the effect of cricket meal and pupae
meal utilization in milk replacer on physiological responses and blood

haematology of preweaning lambs. This study used a completely randomized
design (CRD) nested design for physiological responses and completely
randomized design for blood hematology with 4 treatments and 3 replicates. The
lamb with average 2.31 ±0.24 kg of body weight, which were randomly divided
into individual pen with P1: sheep’s milk, P2: fresh cow milk, P3: milk replacer
containing cricket meal, and P4: milk replacer containing pupae meal. The
parameters were heart beat, respiration rate and rectal temperature and bloods
hematology were hemoglobin, hematocrit (PCV), red blood cell numbers, white
blood cell numbers and differentiation of leukocytes. The result showed that the
milk replacer containing fresh cow milk, cricket meal and pupae meal were
similar on physiological responses and bloods hematology of preweaning lambs
compared to control. It was concluded that cricket meal and pupae meal can be

used in milk replacer without any negative effect to the physiological responses
and blood hematology.
Keywords: milk replacer, cricket meal, pupa meal,
bloods hematology

physiological responses,


PENGGUNAAN TEPUNG JANGKRIK DAN TEPUNG PUPA
DALAM MILK REPLACER TERHADAP RESPON
FISIOLOGIS DAN HEMATOLOGI
ANAK DOMBA PRA SAPIH

OSSY RAMA ADITYA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, seminar dan
skripsi. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW.
Skripsi yang berjudul “Penggunaan Tepung Jangkrik dan Tepung Pupa
dalam Milk Replacer terhadap Respon Fisiologis dan Hematologi Anak Domba
Pra Sapih” merupakan salah satu syarat penulis untuk memperoleh gelar Sarjana
Peternakan. Skripsi ini ditulis berdasarkan penelitian yang telah dilakukan selama
kurang lebih lima bulan dari bulan September 2014 hingga Februari 2015 di
Laboratorium Lapang B Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu
Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini memuat informasi tentang respon fisiologis dan hematologi
anak domba pra sapih dengan pemberian milk replacer mengandung tepung
jangkrik dan tepung pupa sebagai suplementasi sumber protein selama 2 bulan.
Penulis berharap semoga karya ini bermanfaat dalam bidang pendidikan
umumnya dan peternakan khususnya.

Bogor, September 2015

Ossy Rama Aditya


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE
Materi
Lokasi dan Waktu Penelitian
Prosedur
Rancangan dan Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum
Respon Fisiologis Anak Domba Pra Sapih yang diberi Milk Replacer
Hematologi Anak Domba Pra Sapih yang diberi Milk Replacer
Pengaruh Milk Replacer terhadap Deferensiasi Leukosit Anak Domba
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP
UCAPAN TERIMA KASIH

xi
xi
1
3
3
4
4
7
8
8
9
11
13
15
15
15
15

18
20
20

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Komposisi milk replacer
Kandungan zat makanan milk replacer berdasarkan %BK
Rataan suhu dan kelembaban dalam kandang selama penelitian
Respon fisiologis anak domba pra sapih yang diberi milk replacer
Hematologi anak domba pra sapih yang diberi milk replacer
Deferensiasi leukosit anak domba pra sapih yang diberi milk replacer

3

4
8
9
11
13

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13


Hasil analisis ragam respon fisiologis (denyut jantung)
Hasil analisis ragam respon fisiologis (respirasi)
Hasil analisis ragam respon fisiologis (suhu rektal)
Hasil analisis ragam hematologi anak domba (hemoglobin)
Hasil analisis ragam hematologi anak domba (hematokrit)
Hasil analisis ragam hematologi anak domba (eritrosit)
Hasil analisis ragam hematologi anak domba (leukosit)
Hasil uji lanjut duncan leukosit anak domba
Hasil analisis ragam deferensiasi leukosit anak domba (limfosit)
Hasil analisis ragam deferensiasi leukosit anak domba (monosit)
Hasil analisis ragam deferensiasi leukosit anak domba (neutrofil)
Hasil analisis ragam deferensiasi leukosit anak domba (eosinofil)
Hasil analisis ragam deferensiasi leukosit anak domba (basofil)

18
18
18
18
18

18
19
19
19
19
19
19
19

1

PENDAHULUAN
Domba merupakan ternak yang biasa dibudidayakan untuk dimanfaatkan
daging dan bulunya. Domba juga sebagai ternak yang dapat beranak lebih dari
satu anak (prolifik) dengan lama kebuntingan 5 bulan. Kemampuan beradaptasi
domba pada daerah tropis menjadikan ternak sumber hewani ini dapat
dikembangkan dan mudah dipelihara. Selain itu, kemampuan hidup anak domba
merupakan salah satu parameter yang harus diperhatikan dalam perkembangan
produktivitas, namun pada kenyataannya tingginya tingkat mortalitas anak domba
prasapih.
Adiati dan Subandriyo (2007) menyatakan bahwa tingkat mortalitas pada
domba garut yang lahir lebih dari dua, masih lebih tinggi dibandingkan domba
yang lahir tunggal. Penyebab permasalahan tersebut adalah jumlah produksi susu
induk tidak selalu sejalan dengan banyaknya anak yang lahir, hal ini didukung
dengan pernyataan Tiesnamurti et al. (2002) menyatakan bahwa perbedaan
produksi susu antara induk dengan anak tunggal dan kembar dua hanya sekitar
10% dengan nilai masing-masing berturut-turut 35.6 dan 39.9 kg ekor-1 laktasi-1,
namun terjadi penurunan produksi susu pada induk domba dengan anak kembar
empat, yaitu 37.7 kg ekor-1 laktasi-1. Hal tersebut mengakibatkan induk dengan
anak kembar empat hanya mampu menyapih satu ekor anak, sehingga banyak
peternak yang beralih dengan susu pengganti. Milk replacer atau susu pengganti
diharapkan mampu menggantikan susu induk domba dalam memenuhi kebutuhan
nutrisi maupun kekebalan tubuh anak.
Pembuatan milk replacer yang berkualitas baik yaitu harus memiliki
komposisi yang hampir sama dengan susu induknya. Milk replacer untuk anak
domba harus mengandung 20% - 30% lemak, dan juga 20% - 24% protein (FAO
2011). Kuantitas yang diberikan dari setiap pemberian pakan adalah 3% - 5% dari
bobot badan hewan (0.15 – 0.20 L pemberian milk replacer-1 atau 0.5 – 0.6 L hari1
) (Brandono et al. 2004). Bahan pembuat milk replacer seperti susu skim dan
whey merupakan contoh bahan yang sering digunakan, namun bahan tersebut
termasuk sulit diperoleh di Indonesia dan memiliki harga yang cukup mahal.
Sebaiknya dalam pembuatan milk replacer menggunakan bahan yang mudah di
peroleh dan murah seperti susu sapi murni, kuning telur, atau minyak ikan. Perlu
dicarikan alternatif bahan yang berkualitas namun murah harganya. Pembuatan
susu pengganti harus dengan harga yang terjangkau oleh peternak. Bahan yang
berkualitas untuk milk replacer harus mengandung protein yang tinggi (sebagai
bahan kekebalan tubuh) dan lemak tinggi (sebagai sumber energi)
Salah satu alternatif bahan pakan protein hewani adalah tepung pupa dan
tepung jangkrik. Jangkrik merupakan serangga yang mempunyai daya reproduksi
yang tinggi, mudah dipelihara dan mengandung kadar protein yang tinggi
(Linsemaiser 1972). Hasil penelitian Novianti (2003) menunjukkan bahwa tepung
jangkrik kalung mengandung protein dan lemak yang cukup tinggi yaitu berkisar
56.02% - 74.5% dan 15.47 – 32.84% (Tomotake et al. 2010) dengan asam amino
yang cukup lengkap diantaranya asam amino aspartat 1.12%, asam glutamat
1.37%, serina 0.52%, histidina 0.51%, glisina 0.69%, treonina 0.50%, arginina
0.59%, alanina 0.60%, valina 0.63%, fenilananina 0.54%, isoleusina 0.47%,
leusina 0.75%, lisina 0.80%, metionina 0.42%, tirosina 0.71% (Yelmida et al.

2

2010). Siklus hidup jangkrik kalung berkisar antara 75-84 hari dengan lama masa
produksi 20-24 hari (Jamal 2000). Menurut Mansy (2002) telur menetas menjadi
nimfa (serangga muda) dalam 13-25 hari. Nimfa tumbuh menjadi clondo atau
jangkrik muda dalam 30-40 hari dan mencapai dewasa (tumbuh sayap) pada umur
± 50 hari. Induk jangkrik yang telah bertelur 4-5 kali sudah mulai turun kualitas
dan kuantitas telurnya, oleh karena itu jangkrik tersebut perlu regenerasi. Limbah
induk jangkrik inilah yang berpotensi untuk dapat digunakan sebagai bahan baku
sumber protein dengan nilai yang sangat murah. Pupa ulat sutera (Bombyx mori)
merupakan hasil samping (by-product) industri pemintalan benang sutera yang
mengandung protein tinggi (55.6%) dan lemak kasar (26.39%) dengan asam
amino yang seimbang diantaranya asam amino aspartat 5.49%, asam glutamat
7.52%, serina 2.79%, histidina 1.51%, glisina 4.07%, treonina 2.59%, arginina
3.62%, alanina 7.72%, valina 4.17%, fenilananina 2.19%, isoleusina 2.78%,
leusina 2.78%, lisina 3.75%, metionina 0.96%, tirosina 4.46%. Potensi
pemanfaatan jangkrik dan pupa sebagai sumber protein hewani belum banyak
diteliti untuk bahan penyusun milk replacer. Tepung jangkrik dan tepung pupa
diharapkan dapat dijadikan sumber protein penyusun milk replacer.
Gambaran hematologi darah normal merupakan salah satu kondisi yang
menunjukkan ternak dalam keadaan sehat. Astuti et al. (2008) melaporkan profil
darah dan nilai hematologi domba lokal yang dipelihara secara tradisi anak
dengan menyusu pada induknya di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi
bahwa jumlah eritrosit darah, hemoglobin dan hematokrit adalah 7.57 juta mm-3,
7.21 g dL-1, dan 28.10 %. Kondisi fisiologis domba dengan parameter denyut
jantung, respirasi dan suhu rektal adalah 75.50 kali menit-1, 29.75 kali menit-1,
38.85 oC. Pemberian pakan dengan sumber protein hewani berbeda dapat
mempengaruhi respon fisiologis ternak, sehingga anak domba dapat mengalami
perubahan fisiologis yang mempengaruhi perubahan nilai hematologi anak
domba. Kandungan protein pakan yang tinggi pada tepung jangkrik dan tepung
pupa dapat menyebabkan panas metabolime yang tinggi pada proses pencernaan
dalam tubuh ternak, sehingga menghasilkan panas tubuh yang tinggi untuk
meregulasi panas tubuh maka laju denyut jantung, respirasi dan suhu rektal
meningkat. Selain itu kandungan protein yang tinggi dapat memicu konsumsi air
minum, pembentukan hemoglobin dan eritrosit serta mempengaruhi pembentukan
antibodi didalam tubuh ternak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh penggunaan tepung
jangkrik dan tepung pupa ulat sutera dalam milk replacer terhadap respon
fisiologis dan nilai hematologi anak domba pra sapih.

3

METODE

Materi
Ternak
Penelitian ini menggunakan 12 ekor anak domba lokal (jantan dan betina)
yang diberi perlakuan dari umur 7 hari pasca lahir hingga umur 2 bulan (umur
sapih). Anak domba yang digunakan berasal dari induk yang melahirkan anak
kembar dua tanpa membedakan jenis kelaminnya dan mendapat kolostrum selama
3 hari bersama induknya. Pada umur 4 sampai 6 hari diberi milk replacer yang
telah dibuat untuk proses adaptasi.
Peralatan dan Bahan
Peralatan dan bahan yang digunakan penelitian ini berupa stestoskop,
termometer digital, termohigrometer untuk pengamatan respon fisiologis,
sedangkan cool boks, alkohol, tabung ETDA, syringe 5 ml, kapas, tisue,
haemocytometer, tabung sahli, sentrifuge, microcapillary hematocrit reader, pipet
eritrosit dan leukosit, object glass, cover glass, mikroskop, larutan turk, larutan
hayem, larutan gymsa, HCl 0.1N, dan aquadest untuk analisis hematologi darah.
Milk Replacer
Milk replacer yang diberikan berupa campuran makanan penggani
berbentuk cair. Perlakuan berupa anak domba yang diberi susu induk (P1), anak
domba yang diberi susu sapi (P2) dan susu buatan dengan bahan (tepung gandum,
tepung kuning telur, susu full cream, tepung skim, minyak ikan, premix, DCP dan
tepung jangkrik (P3) atau pupa (P4) sebagai bahan tambahan sumber protein.
Komposisi milk replacer yang diberikan untuk setiap perlakuan disajikan pada
Tabel 1, sedangkan komposisi zat makanan perlakuan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 1 Komposisi milk replacer
Bahan
Susu induk
Susu sapi
Tepung gandum
Tepung kuning telur
Tepung full cream
Tepung skim
Minyak ikan
Premix
DCP
Tepung jangkrik
Tepung pupa*

P1
100
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

P2
0
100
0
0
0
0
0
0
0
0
0

P3
0
0
10.5
21.5
21.5
16.5
5
13
2
10
0

P4
0
0
10
19.5
21
17
5
15
2.5
0
10

P1= susu induknya (anak bersama induknya); P2= susu sapi segar; P3= milk replacer mengandung
tepung jangkrik; P4= milk replacer mengandung tepung pupa; *menurut Rao (1994)

4

Tabel 2 Kandungan zat makanan milk replacer berdasarkan %BK
Perlakuan
Rekomendasi
Zat Makanan
FAO (2011)
P1*
P2*
P3**
P4**
Bahan Kering (%) 17.51
14.48
18.50
18.56
20-21
Lemak (%)
40.55
22.79
26.21
24.80
20-30
Protein (%)
24.50
25.83
20.41
20.47
20-24
Ca (%)
1.26
0.94
1.57
1.89
1.2
P (%)
0.85
0.78
0.87
0.92
0.9
GE (kal g-1)
6504
5736
5242
5278
P1= susu induknya (anak bersama induknya); P2= susu sapi segar; P3= milk replacer mengandung
tepung jangkrik; P4= milk replacer mengandung tepung pupa; *Hasil analisis Laboratorium
Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan IPB (2015); **Hasil analisis Laboratorium Pusat
Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, IPB (2015); BK untuk P3 dan P4 dikonversikan
dengan rasio padatan : cairan (20:80).

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor. Pemeliharaan dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Kandang
Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, sedangkan analisis sampel darah
dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ternak Daging dan Kerja. Penelitian
dilaksanakan dari bulan September 2014 hingga bulan Februari 2015.

Prosedur
Pembuatan Tepung Jangkrik dan Tepung Pupa
Limbah jangkrik didapatkan dari peternakan jangkrik yaitu indukan jangkrik
yang sudah afkir dari Bekasi. Jangkrik yang didapat selanjutnya dijemur selama
±3 hari sampai beratnya konstan, kemudian jangkrik yang sudah kering
dipisahkan antara kepala, kaki, sayap dan abdomennya, hal tersebut untuk
mengurangi khitin pada bagian kepala, sayap dan kaki. Jangkrik yang sudah
dipisahkan kemudian diblender hingga berbentuk tepung.
Limbah pupa didapatkan dari rumah sutera yaitu rumah produksi kain sutera
dari daerah Ciapus. Pupa yang didapat selanjutnya dipisahkan dari kokonnya dan
dijemur sinar matahari sampai beratnya konstan. Setelah kering pupa diblender
hingga berbentuk tepung.
Pembuatan Milk Replacer
Milk Replacer dibuat dari campuran beberapa bahan seperti tabel 1. Jumlah
milk replacer yang diberikan sesuai bobot pada tiap anak domba yaitu 3% dari
bobot badan (Brandano et al. 2004). Proses pencampuran bahan sumber mineral
(DCP, Premix) dengan sumber energi (tepung gandum) dihomogenkan, kemudian
ditambah sumber protein (tepung kuning telur, tepung jangkrik/tepung pupa,
tepung full cream, tepung susu skim) dihomogenkan kembali, selanjutnya
ditambahkan minyak ikan. Setelah itu ditambahkan air hangat (35-40oC) hingga
250-300ml.

5

Pemeliharaan
Pemeliharaan anak domba dilakukan selama 2 bulan dengan penimbangan
awal, akhir dan setiap satu minggu sekali untuk menentukan pemberian padatan
didalam milk replacer. Pemberian pakan (konsentrat induk, Lakto A) diberikan
pada pagi hari sejak anak umur 2 minggu. Jumlah konsumsi susu dan milk
replacer di hitung setiap hari selama pemeliharaan, sedangkan konsumsi pakan
tambahan di hitung berdasarkan selisih pemberian pakan dan sisa pakan yang
tersisa pada keesokan harinya. (khusus pada perlakuan P2, P3 dan P4)
Pengukuran Respirasi
Pengambilan data fisiologis berupa respirasi dilakukan dengan mengamati
kembang kempis pada daerah perut. Perlakuan tersebut dilakukan selama 15 detik
kemudian hasilnya dikalikan 4 dan diulangi sebanyak dua kali, kemudian data
yang diperoleh dirata-ratakan.
Pengukuran Denyut Jantung
Pengukuran denyut jantung pada domba dilakukan dengan meletakkan atau
menempelkan stetoskop pada bagian dada sehingga terdengar detak jantungnya.
Perlakuan tersebut dilakukan selama 15 detik kemudian hasilnya dikalikan 4 dan
diulangi sebanyak dua kali, hasil yang diperoleh kemudian dirata-ratakan.
Pengukuran Suhu Rektal
Pengukuran temperatur rektal pada domba dilakukan dengan cara
memasukan termometer digital kedalam rektal hingga sepertiga bagiannya. Layar
termometer menunjukan L oC (mengindikasikan termometer siap digunakan untuk
membaca suhu). L oC ini akan terhapus setelah suara dari sinyal alarm termometer
tersebut berbunyi dan catat suhu yang tampil pada layar.
Suhu dan Kelembaban
Pencatatan suhu dan kelembaban udara lingkungan dilakukan pada waktu
pagi hari pukul 07.30, siang hari pukul 12.00 dan sore hari pukul 16.30. Suhu dan
Kelembaban dapat dilihat dengan menggunakan termohigrometer (suhu dan
kelembaban).
Pengambilan Sampel
Sampel darah anak diambil pada akhir pengamatan (domba umur 2 bulan)
untuk dianalisa hematologi antara lain butir darah merah, butir darah putih,
hematokrit, hemoglobin, dan diferensiasi leukosit. Sampel darah diambil melalui
vena jugularis pada bagian leher dengan memasukkan jarum syringe 5 ml, lalu
menampung sampel darah dalam syringe kemudian dimasukkan ke dalam tabung
ETDA yang sebagai antikoagulan.
Hemoglobin (g dL-1)
Metode yang digunakan untuk mengukur kadar hemoglobin dalam
penelitian ini adalah metoda Sahli yang diuraikan Sastradipraja dan Hartini
(1989). Larutan HCl 0.1 N diteteskan sebanyak 0.1mL ke dalam tabung sahli,
kemudian dimasukkan darah sebanyak 0.02 mL ke dalam tabung menggunakan
pipet Hb. Larutan di dalam tabung diaduk hingga rata dan kemudian didiamkan

6

selama 3 menit hingga berubah menjadi warna cokelat kehitaman akibat reaksi
antara HCl dengan hemoglobin membentuk asam hematin. Aquadest ditambahkan
sedikit demi sedikit sambil diaduk. Ketika warna larutan sama dengan standar
warna pada hemoglobinometer, maka aquadest berhenti ditambahkan. Kadar
hemoglobin dilihat pada garis di tabung (pada kolom gram%) yang berarti
banyaknya hemoglobin dalam gram per 100mL darah.
Hematokrit (% Volume BDM)
Darah dimasukkan ke dalam tabung hematocrit, lalu dimasukkan ke dalam
sentrifuge hingga batas 4/5 bagian tabung. Ujung pipa kapiler yang bertanda
disumbat dengan crestaseal. Pipa-pipa kapiler diletakkan dalam sentrifuse dengan
bagian yang tersumbat diletakkan menjauhi pusat alat dan disentrifuse selama 5
menit dengan kecepatan 11500-15000 rpm. Nilai hematokrit ditentukan dengan
mengukur persentase volume sel darah merah menggunakan alat baca
microcapillary hematocrit reader.
Eritrosit (106 mm-3) dan Leukosit (103 mm-3)
Penghitungan jumlah eritrosit dan leukosit dengan menggunakan metode
menurut Sastradipraja dan Hartini (1989). Sampel darah dihisap dengan
menggunakan pipet eritrosit hingga tanda tera 0.5 dengan aspirator, lalu larutan
pengencer hayem dihisap hingga tanda 101 dan untuk menghisap butir darah putih
menggunakan pipet leukosit hingga tanda tera 0.5 dengan aspirator, lalu larutan
pengencer turk hingga tanda 11. Larutan dan darah dihomogenkan, setelah
homogen diteteskan ke dalam counting chamber yang sudah ditutup dengan cover
glass dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 45x10.
Eritrosit dihitung dalam counting chamber, digunakan kotak yang berjumlah
25 buah dengan mengambil satu kotak pojok kanan atas, pojok kiri atas, di tengah,
pojok kanan bawah, pojok kiri bawah. Jumlah eritrosit yang dihitung dibawah
mikroskop dikalikan 104. Leukosit dihitung dalam counting chamber yang
berjumlah 16 kotak kecil, digunakan 4 kotak pada pojok kanan atas, pojok kiri
atas, pojok kanan bawah dan pojok kiri bawah. Jumlah leukosit keseluruhan yang
dihitung dibawah mikroskop dikalikan 50.
Rumus: BDM = a x 104 , a: butir darah merah
BDP= b x 50 , b; butir darah putih
Deferensiasi Leukosit
Dua buah gelas objek disiapkan dalam keadaan bersih, setelah itu darah
ditempatkan ±2 cm dari ujung gelas objek (sebelah kanan), kemudian pegang
bagian ujung lain gelas objek pada kedua sudutmya (sebelah kiri) dengan ibu jari
dan telunjuk, kemudian pegang gelas objek lainnya dan letakkan bagian ujung
depan gelas objek yang tadi (pertama), sehingga membentuk sudut 30o didepan
setetes darah. Gerakkan gelas objek yang ditangan kanan kebelakang hingga
menyinggung tetesan darah,sehingga daerah menyebar sepanjang sudut antara
kedua gelas objek, kemudian didorong kedepan, maka terbentuk sedian apus
tipis.
Preparat ulas difiksasi dengan methanol 75% selama 5 menit kemudian
diangkat sampai kering udara. Ulasan darah direndam dengan larutan giemsa

7

selama 30 menit, diangkat dan dicuci dengan menggunakan air kran yang
mengalir untuk menghilangkan zat warna yang berlebihan, kemudian dikeringkan
dengan kertas isap. Preparat ulas diletakkan dibawah mikroskop pembesaran 100
kali dan ditambahkan minyak imersi untuk dilihat jenis-jenis leukosit dan
kemudian dihitung limfosit, heterofil, monosit, basofil, dan eosinofil secara zigzag
sampai jumlah total 100 butir leukosit (Sastradirapradja dan Hartini 1989).

Rancangan dan Analisis Data
Perlakuan
Penelitian ini menggunakan 4 perlakuan dan 3 ulangan, berupa:
P1= Susu induknya (anak bersama induknya)
P2= Susu sapi segar
P3= Milk replacer mengandung tepung jangkrik
P4= Milk replacer mengandung tepung pupa
Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) pola tersarang (nested design), waktu (pagi,siang,sore) tersarang pada
perlakuan (P1, P2, P3 dan P4) untuk mengukur respon fisiologis dan Rancangan
Acak Lengkap untuk mengukur hematologi anak domba (eritrosit, hemoglobin,
leukosit, deferensiasi leukosit) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan.
Model matematika yang digunakan berdasarkan Montgomery (2001):
Yijk = μ + Ai + Bj(i) + єijk
Keterangan:
Yijk : Pengamatan Faktor A taraf ke-i . Faktor B taraf ke-j dan ulangan ke-k
μ
: Rataan umum
Ai
: Pengaruh perlakuan pakan (P1, P2, P3 dan P4) pada taraf ke-i
Bj(i) : Pengaruh waktu pengamatan (pagi, siang dan sore) pada taraf ke- j
pada Ai
єijk
: Pengaruh galat dari pengaruh status faal ke-j tersarang pada perlakuan
pakan ke-i ulangan ke-k
Model matematika dari rancangan percobaan Rancangan Acak Lengkap
mengikuti model matematika Steel dan Torrie (1993) sebagai berikut :
Yij = µ + τi + εij
Keterangan :
Yij
: Respon percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ
: Rataan umum
τi
: Efek perlakuan ke-i
εij
: Error perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

8

Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analysis of variance
(ANOVA) dan untuk melihat perbedaan diantara perlakuan dilakukan uji Duncan
Steel dan Torrie (1993). Program yang digunakan adalah Ms.Excel 2013 dan
SPSS 16.0.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah respon fisiologis yang
meliputi denyut jantung (kali menit-1), respirasi (kali menit-1), dan suhu rektal
(oC). Selain itu hematologi anak domba yang meliputi eritrosit (106 mm-3),
hematokrit (PCV/ Packed Cell volume) (%), hemoglobin(% dL-1), leukosit (103
mm-3), dan diferensiasi leukosit (%).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum

Rataan suhu dalam dan kelembaban selama penelitian adalah 26.1±2.00oC
dan 86.9±9.35%. Data suhu dan kelembaban lingkungan penelitian pada pagi,
siang dan sore hari selama penelitian disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Rataan suhu dan kelembaban dalam kandang selama penelitian
Pagi
Siang
Sore
Pengamatan
Minggu ke- Suhu (°C)
Rh (%)
Suhu (°C)
Rh (%)
Suhu (°C)
Rh (%)
1
24.09
95.29
27.69
76.00
26.76
86.14
2
23.86
99.00
27.80
76.14
26.54
74.14
3
23.86
97.43
28.16
74.43
27.79
77.00
4
23.53
98.57
26.13
89.57
25.57
92.57
5
24.27
99.00
28.47
77.14
26.73
94.00
6
23.80
99.00
26.76
86.57
26.57
87.00
7
23.23
99.00
25.64
88.57
26.03
92.29
8
23.60
97.71
27.57
83.00
26.77
89.29
9
24.26
90.00
30.37
59.14
28.70
69.14
Rataan
23.83±0.34 97.22±2.97 27.62±1.39 78.95±9.44 26.83±0.92 84.62±8.99

Rataan suhu lingkungan pada pagi dan sore hari dapat dilihat lebih rendah
dibandingkan dengan suhu lingkungan pada siang hari, sedangkan kelembaban
lingkungan pada pagi dan sore hari lebih tinggi dibandingkan dengan kelembaban
siang hari. Kelembaban udara yang tinggi dapat mempersulit ternak dalam
melakukan evaporasi. Keadaan lingkungan yang kurang nyaman akibat suhu dan
kelembaban tinggi juga menyebabkan domba mengurangi konsumsi makan dan
meningkatkan konsumsi air minum, sehingga akan berdampak pada respon
fisiologis ternak dan tingkah laku ternak. Kartasudjana (2001) menyatakan suhu
dan kelembaban optimal domba di daerah tropis adalah 24-26oC dan kelembaban
dibawah 75% (Yousef 1985).

9

Respon fisiologis adalah pengaruh lingkungan terhadap kondisi fisiolgis
hewan. Rangkaian proses fisiologis akan mempengaruhi kondisi dalam tubuh
ternak yang berkaitan dengan faktor cuaca, nutrisi dan manajemen (Awabien
2007). Status fisiologis yang diamati pada penelitian ini adalah denyut jantung,
respirasi dan suhu rektal anak domba.

Respon Fisiologis Anak Domba Pra Sapih yang diberi Milk Replacer
Data respon fisiologis anak domba disajikan pada Tabel 4. Hasil analisis
ragam menunjukkan bahwa anak yang menyusu pada induk, yang diberi susu sapi
dan milk replacer yang mengandung tepung jangkrik dan tepung pupa tidak
berbeda nyata nilai denyut jantung, respirasi dan suhu rektal.
Tabel 4 Respon fisiologis anak domba pra sapih yang diberi milk replacer
Parameter

Denyut Jantung
(kali menit-1)

Respirasi (kali
menit-1)

Suhu Rektal (°C)

Perlakuan
P1
P2
P3
P4
Rataan
P1
P2
P3
P4
Rataan
P1
P2
P3
P4
Rataan

Pagi
115.89±6.45
123.33±3.06
120.78±1.39
116.56±1.95
119.14±3.54
30.44±1.54
31.11±0.84
30.22±0.38
29.67±0.88
30.36±0.60
39.01±0.03
39.03±0.20
38.90±0.09
38.78±0.04
38.93±0.11

Waktu
Siang
125.67±1.86
125.22±3.40
127.22±3.66
126.67±5.94
126.19±0.91
30.78±0.69
31.50±2.59
32.78±0.84
31.11±2.01
31.54±0.88
39.06±0.18
39.04±0.15
39.02±0.10
38.91±0.15
39.01±0.06

Sore
120.67±2.67
125.67±5.78
122.44±6.81
118.67±7.86
121.86±2.97
31.22±2.27
32.56±1.35
31.22±0.69
30.11±0.84
31.28±1.00
39.09±0.08
39.27±0.10
39.14±0.14
38.87±0.31
39.09±0.17

Normal

60120*

15-40*

38-39*

P1= susu induknya (anak bersama induknya); P2= susu sapi segar; P3= milk replacer mengandung
tepung jangkrik; P4= milk replacer mengandung tepung pupa *Nilai normal berdasarkan
Frandson (1992)

Hasil denyut jantung terjadi peningkatan pada siang hari dibandingkan pagi
hari dan sore hari yang disebabkan suhu lingkungan yang tinggi (27.61°C)
sedangkan panas metabolisme yang tinggi disebabkan oleh kegiatan proses
pencernaan dan metabolisme pakan yang mengandung protein dan lemak tinggi,
sehingga anak domba mempertahankan homeostasis dengan mempercepat laju
respirasi dan denyut jantung.
Denyut Jantung Anak Domba
Hasil rataan denyut jantung anak domba selama penelitian cukup tinggi
yaitu berkisar 115.89 sampai 127.22 kali menit-1 seperti yang tercantum pada
Tabel 4. Data ini tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan oleh Smith dan
Mangkoewidjojo (1988) berkisar 115 kali menit-1 sedangkan menurut Frandson

10

(1992) berkisar antara 60-120 kali menit-1. Yani dan Purwanto (2006) menyatakan
bahwa peningkatan denyut jantung merupakan respon dari tubuh ternak untuk
menyebarkan panas yang diterima ke dalam organ-organ yang lebih dingin. Pada
peneliian ini denyut jantung cenderung pada nilai ambang yang tinggi. Hal ini
disebabkan oleh kelembaban lingkungan yang tinggi sehingga mengakibatkan
desipasi panas tubuh yang kurang lancar maka denyut jantung berusaha
memompa darah untuk meratakan panas tubuh. Menurut Adisuwirdjo (2001),
faktor-faktor yang mempengaruhi denyut jantung yaitu: (1) suhu tubuh, semakin
tinggi suhu maka frekuensi jantung juga semakin besar; (2) berat badan, semakin
berat tinggi maka frekuensi jantung juga semakin besar dan (3) umur muda
memiliki frekuensi jantung yang lebih cepat.
Respirasi Anak Domba
Laju respirasi merupakan rangkaian proses pertukaran O2 dan CO2 dalam
tubuh (Subronto 1985). Rataan respirasi anak domba pada penelitian ini masih
dalam kisaran normal yaitu 30.44 sampai 31.72 kali menit-1 seperti yang
tercantum pada Tabel 4. Astuti et al. (2008) menyatakan bahwa respirasi anak
domba yang dipelihara di Hutan Tropis Gunung Walat berkisar 29.75 kali menit-1.
Rata-rata respirasi domba normal menurut Frandson (1992) yaitu berkisar antara
15-40 hembusan menit-1. Awabien (2007) melaporkan serangkaian proses
fisiologis akan mempengaruhi kondisi dalam tubuh ternak yang berkaitan dengan
faktor cuaca, nutrisi dan manajemen. Laju respirasi yang tinggi merupakan salah
satu mekanisme pelepasan beban panas yang diproduksi tubuh dengan proses
evaporasi (Yousef 1985). Panas tubuh dapat berasal dari panas metabolisme dan
lingkungan. Pada kondisi kelembaban lingkungan yang tinggi (86.90%rel) maka
frekuensi respirasi akan cenderung meningkat, dalam upaya untuk mengeluarkan
panas tubuh.
Suhu Rektal Anak Domba
Rataan suhu rektal anak domba masih dalam kisaran normal yaitu 39.01 oC
sampai 39.27 oC seperti yang tercantum pada Tabel 4. Astuti et al. (2008)
menyatakan bahwa suhu rektal anak domba yang dipelihara di Hutan Tropis
Gunung Walat berkisar 38.85 oC, sedangkan Frandson (1992) menyatakan suhu
rektal normal domba yaitu 38-39 °C. McDowell dan Ward (1972) menyatakan
bahwa keadaan lingkungan yang kurang nyaman akibat suhu dan kelembaban
tinggi juga menyebabkan domba mengurangi konsumsi makan dan meningkatkan
konsumsi air minum. Pelepasan panas tubuh dipengaruhi oleh suhu dan
kelembaban udara. Panas tubuh ini dilepaskan secara konveksi, radiasi, konduksi
dan evaporasi. Suhu tubuh tergantung pada neraca keseimbangan antara panas
yang diproduksi dengan panas yang hilang. Tingkat cekaman yang terjadi
dipengaruhi oleh insulasi bulu, kecepatan angin, kelembaban udara, umur ternak
dan makanan. Suhu dan kelembaban yang tinggi menyebabkan evaporasi lambat
sehingga pelepasan panas tubuh terhambat. Suhu rektal rataan pada kondisi
ambang batas atas, hal ini sejalan dengan frekuensi respirasi dan data denyut
jantung yang tinggi dalam upaya pengeluaran panas tubuh.
Dari pengamatan parameter respon fisiologis pemberian milk replacer
dengan sumber protein yang berbeda menghasilkan respon yang sama dengan
pemberian susu induk. Hal ini berarti bahwa pemberian tepung jangkrik dan

11

tepung pupa dalam milk replacer tidak berpengaruh negatif terhadap respon
fisiologis anak domba.

Hematologi Anak Domba Pra Sapih yang diberi Milk Replacer
Berdasarkan hasil uji statistik semua parameter hematologi menunjukkan
tidak ada pengaruh nyata dari efek perbedaaan perlakuan kecuali leukosit. Data
hematologi anak domba disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Hematologi anak domba prasapih yang diberi milk replacer
Perlakuan
P1
P2
P3
P4
Normal*/**

Hemoglobin
Darah (g dL-1)
11.63±0.90
10.27±0.70
9.87±0.31
9.93±1.33
9-15*

Hematokrit
Darah (%)
28.67±2.08
28.67±2.52
27.83±2.57
27.25±4.6
27-45*

Eritrosit Darah
(106mm-3)
7.54±1.48
7.55±1.19
7.37±1.33
7.23±2.76
9−14*

Leukosit Darah
(103 mm-3)
12.73±1.95ab
12.92±1.83ab
15.27±1.00a
9.85±0.21b
4-12**

P1= Susu induknya (anak bersama induknya); P2= Susu sapi segar; P3= Milk Replacer
mengandung tepung jangkrik; P4= Milk Replacer mengandung tepung pupa; *Nilai normal
berdasarkan Weiss dan Wardrop (2010) dan **(Smith dan Mangkoewidjojo (1988); Angka pada
kolom yang sama dan diikuti huruf berbeda (a, b, c) menunjukan berbeda nyata (P