Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa (Kasus: Dana Desa Di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Riau).

i

TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM
PEMBANGUNAN DESA
(Kasus: Dana Desa di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai
Apit, Kabupaten Siak, Riau)

YUDHIANSYAH EKA SAPUTRA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tingkat Partisipasi
Masyarakat dalam Pembangunan Desa (Kasus: Dana Desa di Kampung Sungai

Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Riau adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2016

Yudhiansyah Eka Saputra
NIM I34120165

ii

ABSTRAK
YUDHIANSYAH EKA SAPUTRA. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam
Pembangunan Desa (Kasus: Dana Desa di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan
Sungai Apit, Kabupaten Siak, Riau). Di bawah bimbingan MAHMUDI SIWI

Pembangunan yang sentralistik telah menyebabkan disparitas antara perkotaan
dengan pedesaan, yang kemudian membuat perbedaan yang signifikan antara
perkotaan dan pedesaan dari berbagai sudut pandang. Dana desa menjadi langkah
dari pemerintah untuk mengatasi permasalahan yang harus melibatkan partisipasi
seluruh anggota masyarakat dalam setiap tahap kegiatan yang dihasilkan dari
kebijakan ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktorfaktor yang berhubungan dengan partisipasi masyarakat dalam proses
pembangunan desa melalui dana desa. Metode penelitian yang digunakan untuk
menggali fakta, data, dan informasi dalam penelitian ini yaitu pendekatan
kuantitatif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat penggali informasi yang
didukung dengan data kualitatif, didapat melalui reduksi dan verifikasi dari
observasi lapang dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara faktor internal (umur,tingkat pendidikan, jenis
pekerjaan, tingkat pendidikan) dan eksternal (intensitas interaksi, tingkat
transparansi) dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan.
Kata Kunci: dana desa, partisipasi masyarakat, pembangunan.

ABSTRACT
YUDHIANSYAH EKA SAPUTRA. Level of Community Participation In Rural
Development (Case: Rural Fund in Sungai Rawa, Sungai Apit, Siak District,
Riau). Supervised by MAHMUDI SIWI

Centralized development has led to the disparity between urban and rural, and
makes a significant difference between urban and rural areas from various
perspective. Rural Fund to be a step from the government to solve the problems
that must involve the participation of all members of society in every phase of the
activities resulting from this policy. The purpose of this paper is to identify the
factors associated with participation in village development processes through the
rulal Fund. The method used to dig up the facts, data, and information in this
research is quantitative approach using a questionnaire as a digger information
that is supported by qualitative data, obtained through reduction and verification
of field observation and in-depth interviews. The results of this study is the
relationship between nternal factors (age, education level, occupation, education
level) and external factors (the intensity of the interaction, the level of
transparency) with the level of community participation in the development
process.
Keywords: rural fund, community participation, development.

iv

v


TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM
PEMBANGUNAN DESA
(Kasus: Dana Desa di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit,
Kabupaten Siak, Riau)

YUDHIANSYAH EKA SAPUTRA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

vi


viii

ix

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Desa (Kasus:
Dana Desa di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak,
Riau)” ini dengan baik dan lancar. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk
memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana komunikasi dan pengembangan
masyarakat, pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari skripsi ini dapat diselesaikan karena adanya bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih setulus-tulusnya kepada:
1. Bapak Mahmudi Siwi, SP, M.Si sebagai dosen pembimbing atas kesedian
waktu dan kesabarannya yang telah memberikan saran dan masukan serta
motivasi agar penulis lebih giat lagi selama proses penulisan hingga
penyelesaian skripsi ini.

2. Kedua orang tua saya, Bapak Khaidir J dan Ibu Masrani yang selalu memberi
dukungan dan motivasi dengan mendoakan dan senantiasa melimpahkan kasih
sayangnya kepada penulis. Saudara saya, Yenita Agustina S.Keb dan Oon
Fadillah, S.Km, M.Kes yang membantu dan menemani saya selama penelitian
di lapang. Juga Yuli Rosna Yani A.md dan Yanti Ratna Dewi A.md beserta
keluarga yang selalu memberi dukungan moril dan materil kepada penulis.
3. Masyarakat Kampung Sungai Rawa yang menerima dan memberikan
informasi bermanfaat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
4. Satya Kesuma Wardani dan teman sebimbingan Caca dan Wulan, alumni
beskem foundation Widya dan Yunita yang menemani penulis selama malammalam di Beskem.
5. Ganteng-ganteng KPM49, The Kons, Pakuan Squad, teman-teman dan
SKPM49 atas semangat dan kebersamaannya untuk hari-hari yang
melelahkan.
Penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak
dan memberikan sumbangsih dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Juli 2016

Yudhiansyah Eka Saputra
NIM I34120165


x

xi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah Penelitian
Tujuan Penulisan
Metode Penulisan
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Partisipasi Masyarakat
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi
Definisi Desa
Dana Desa
Pembangunan Desa

Kerangka Penelitian
Hipotesis Penelitian
PENDEKATAN LAPANG
Metode Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Teknik Penentuan Responden dan Informan
Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Definisi Operasional
Faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi
Partisipasi Masyarakat
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Kampung Sungai Rawa
Sejarah Kampung Sungai Rawa
Kondisi Demografi
Kondisi Sosial Budaya
Kependudukan
Pendidikan
Sarana dan Prasarana Kampung
Keadaan Ekonomi

Penggunaan Dana Desa
KARAKTERISTIK RESPONDEN
Umur
Jenis Kelamin
Jenis Pekerjaan
Tingkat Pendapatan
Tingkat Pendidikan
Jumlah Tanggungan
ANALISIS FAKTOR EKSTERNAL RESPONDEN
Tingkat Intensitas Interaksi
Tingkat Transparansi

xiii
xv
xv
1
1
3
4
4

7
7
7
11
12
14
16
17
18
19
19
19
20
20
21
21
21
25
29
29

29
30
31
31
32
34
35
36
37
37
38
39
40
41
43
45
45
46

xii

TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM
PEMBANGUNAN DESA
Tahap Pengambilan Keputusan dalam Perencanaan
Tahap Implementasi Pembangunan
Tahap Pemanfaatan Hasil Pembangunan
Tahap Evaluasi Hasil Pembangunan
ANALISIS FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN
PARTISIPASI MASYARAKAT
Hubungan antara Faktor Internal dengan Tingkat Partisipasi
Masyarakat
Hubungan antara Umur dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat
dalam Proses Pembangunan
Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat
Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pembangunan
Hubungan antara Jenis Pekerjaan dengan Tingkat Partisipasi
Masyarakat dalam Proses Pembangunan
Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat
Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pembangunan
Hubungan antara Faktor Eksternal dengan Tingkat Partisipasi
Masyarakat
Hubungan antara Tingkat Intensitas Interaksi dengan Tingkat
Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pembangunan
Hubungan antara Tingkat Transparansi dengan Tingkat
Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pembangunan
PENUTUP
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

47
49
51
54
57
59
59
59
60
62
64
66
68
69
71
71
72
73

xiii

DAFTAR TABEL
1
2

3
4

6

7
8
9
10
11
12

13

14
15

16

17
18

19
20

Tingkat Partisipasi Masyarakat Menurut Tangga Partisipasi Arnstein
Jumlah dan persentase penduduk Kampung Sungai Rawa, Kecamatan
Sungai Apit, Kabupaten Siak tahun 2016 menurut kelompok
masyarakat
Teknik Pengumpulan Data dan Jenis Data
Definisi operasional dari faktor yang berhubungan dengan partisipasi
5 Defenini Operasional Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Setiap
Tahapan
Jumlah dan persentase penduduk menurut dusun dan jenis kelamin di
Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak
tahun 2016
Jumlah dan Persentase Penduduk Kampung Sungai Rawa, Kecamatan
Sungai Apit, Kabupaten Siak menurut kelompok umur tahun 2016
Jumlah dan Persentase Penduduk Kampung Sungai Rawa, Kecamatan
Sungai Apit, Kabupaten Siak menurut Agama tahun 2016
Tingkat pendidikan penduduk Kampung Sungai Rawa, Kecamatan
Sungai Apit, Kabupaten Siak menurut jenis kelamin tahun 2016
Sarana dan prasarana yang terdapat di Kampung Sungai Rawa,
Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak tahun 2016
Jenis mata pencaharian masyarakat Kampung Sungai Rawa,
Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak tahun 2016
Jumlah dan persentase penduduk Kampung Sungai Rawa, Kecamatan
Sungai Apit, Kabupaten Siak tahun 2016 menurut kelompok
masyarakat
Jumlah dan persentase responden menurut umur dan kelompok
masyarakat, Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun
2016
Jumlah dan persentase responden, Kampung Sungai Rawa, Kecamatan
Sungai Apit menurut jenis kelamin tahun 2016
Jumlah dan persentase responden menurut jenis pekerjaan dan
kelompok masyarakat, Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai
Apit tahun 2016
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendapatan dan
kelompok masyarakat, Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai
Apit tahun 2016
Jumlah dan persentase responden, Kampung Sungai Rawa, Kecamatan
Sungai Apit menurut pendidikan tahun 2016
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan dan
kelompok masyarakat, Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai
Apit tahun 2016
Jumlah dan persentasi responden Kampung Sungai Rawa Kecamatan
Sungai Apit menurut jumlah tanggungan tahun 2016
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat intensitas interaksi
dan kelompok masyarakat, Kampung Sungai Rawa, Kecamatan
Sungai Apit tahun 2016

6

20
21
22
25

31
32
32
33
34
35

35

37
38

39

40
40

41
42

43

xiv

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

32

33

34

35

Jumlah dan persentase responden menurut tingkat transparansi dan
kelompok masyarakat, Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai
Apit tahun 2016
Jumlah dan persentase tingkat partisipasi responden menurut
kelompok masyarakat di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai
Apit tahun 2016
Jumlah dan persentase tingkat partisipasi responden pada tahap
pengambilan keputusan dalam perancanaan menurut kelompok
masyarakat di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun
2016
Jumlah dan persentase tingkat partisipasi responden pada tahap
implementasi menurut kelompok masyarakat di Kampung Sungai
Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016
Jumlah dan persentase tingkat partisipasi responden pada tahap
pemanfaatan hasil pembangunan menurut kelompok masyarakat di
Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016
Jumlah dan persentase tingkat partisipasi responden pada tahap
evaluasi hasil pembangunan menurut kelompok masyarakat di
Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016
Tingkat partisipasi menurut umur responden dari kelompok
masyarakat kurang mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan
Sungai Apit tahun 2016
Tingkat partisipasi menurut umur responden dari kelompok
masyarakat mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai
Apit tahun 2016
Tingkat partisipasi menurut tingkat pendidikan responden dari
kelompok masyarakat kurang mampu di Kampung Sungai Rawa,
Kecamatan Sungai Apit tahun 2016
Tingkat partisipasi menurut tingkat pendidikan responden dari
kelompok masyarakat mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan
Sungai Apit tahun 2016
Tingkat partisipasi menurut jenis pekerjaan responden dari kelompok
masyarakat kurang mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan
Sungai Apit tahun 2016
Tingkat partisipasi menurut jenis pekerjaan responden dari kelompok
masyarakat mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai
Apit tahun 2016
Tingkat partisipasi menurut tingkat pendapatan responden dari
kelompok masyarakat kurang mampu di Kampung Sungai Rawa,
Kecamatan Sungai Apit tahun 2016
Tingkat partisipasi menurut tingkat pendapatan responden dari
kelompok masyarakat mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan
Sungai Apit tahun 2016
Tingkat partisipasi menurut tingkat intensitas interaksi dari kelompok
masyarakat kurang mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan
Sungai Apit tahun 2016

44

48

50

52

54

56

60

60

62

62

64

64

65

66

67

xv

36

37

38

Tingkat partisipasi menurut tingkat intensitas interaksi dari masyarakat
mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun
2016
Tingkat partisipasi menurut tingkat transparansi dari kelompok
masyarakat kurang mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan
Sungai Apit tahun 2016
Tingkat partisipasi menurut tingkat transparansi dari kelompok
masyarakat mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai
Apit tahun 2016

68

69

70

DAFTAR GAMBAR
1
2

Delapan Tingkatan dalam Tangga Partisipasi Masyarakat
Kerangka analisis tingkat partisipasi dalam pembangunan desa melalui
dana desa

7
17

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Peta Lokasi penelitian
Jadwal penelitian
Dokumentasi Lapang
Catatan Tematik dari Informan
Tulisan Tematik

82
83
84
87
93

xvi

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan yang sentralistik telah menyebabkan disparitas ekonomi
antara perkotaan dengan pedesaan, yang kemudian membuat perbedaan yang
signifikan antara perkotaan dan pedesaan dari berbagai sudut pandang. Dokumen
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025
memandang kondisi umum pedesaan memprihatinkan, baik dalam bidang sosial,
budaya dan kehidupan beragama antara wilayah pedesaan dan perkotaan. Langkah
yang tepat sangat diperlukan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan bagi daerah pedesaan, untuk mengurangi kesenjangan antar daerah
dan meningkatkan kualitas pelayanan publik agar lebih efisien dan responsif
terhadap kebutuhan potensi maupun karakteristik daerah masing-masing.
Desa yang merupakan tempat dimana sebagian besar masyarakat miskin
Indonesia berada yaitu menurut BPS (2012) sebanyak 18 485 200 jiwa atau
menyumbang setidaknya 63.5 persen dari jumlah penduduk miskin di Indonesia.
Pemahaman tentang pembangunan desa perlu mendapatkan perhatian yang lebih
dari setiap kalangan, mulai dari rakyat biasa hingga segenap aparat di semua lini
birokrasi, agar tercapai tujuan pembangunan desa yaitu untuk memajukan,
memandirikan dan mensejahterakan masyarakat desa. Hal ini tentu bukanlah
merupakan sesuatu yang mudah untuk dilalui tanpa proses yang sudah sangat
matang dan tertata rapi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa, pada Pasal 78 dijelaskan mengenai pembangunan desa yaitu
meliputi; (1) Pembangunan desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat desa dan kualitas manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui
pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa,
pengembangan potensi ekonomi lokal, serta Pemanfaatan hasil sumber daya alam
dan lingkungan secara berkelanjutan; (2) Pembangunan desa meliputi tahap
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan; (3) Pembangunan desa
mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna
mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial.
Desa mempunyai sumber pendapatan berdasarkan Undang-undang No 6
Tahun 2014, yaitu berupa pendapatan asli desa, bagi hasil pajak daerah dan
retribusi daerah kabupaten/kota, bagian dari dana perimbangan keuangan pusat
dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota, alokasi anggaran dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
kabupaten/kota, serta hibah dan sumbangan yang tidak mengikat pihak ketiga.
Sumber pendapatan desa tersebut secara keseluruhan digunakan untuk mendanai
penyelenggaraan kewenangan desa yang mencakup penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan.
Salah satu strategi pemerintah untuk membantu agar desa menjadi mandiri dan
otonom dengan memberikan dana desa. Permendes No 5 Tahun 2015 tentang
Prioritas Penggunaan Dana Desa, penggunaan dana desa yang bersumber dari
APBN untuk pemberdayaan masyarakat desa terutama untuk penanggulangan
kemiskinan dan peningkatan akses atas sumber daya ekonomi, sejalan dengan

2

pencapaian target RPJM Desa dan RKP Desa setiap tahunnya, yang di antaranya
dapat mencakup: a) peningkatan kualitas proses perencanaan desa; b) mendukung
kegiatan ekonomi baik yang dikembangkan oleh BUM Desa maupun oleh
kelompok usaha masyarakat desa lainnya; c) pembentukan dan peningkatan
kapasitas kader pemberdayaan masyarakat desa; d) pengorganisasian melalui
pembentukan dan fasilitasi paralegal untuk memberikan bantuan hukum kepada
masyarakat desa; e) penyelenggaraan promosi kesehatan dan gerakan hidup bersih
dan sehat; f) dukungan terhadap kegiatan desa dan masyarakat pengelolaan Hutan
Desa dan Hutan Kemasyarakatan; g) peningkatan kapasitas kelompok masyarakat.
Partisipasi dari setiap bagian desa diperlukan untuk mewujudkan
pembangunan desa yang sesuai dengan kebutuhan desa itu sendiri, yang paling
penting adalah partisipasi dari setiap masyarakat yang merupakan pemegang
kedaulatan dari negara ini. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Supriyadi
(2010) yang menyebutkan bahwa “Implementasi program dan pembangunan
desa/kelurahan berpengaruh kuat dan signifikan terhadap partisipasi masyarakat”.
Penjelasan tersebut diperkuat dengan hasil penelitian dari Florensi (2014) bahwa
tahapan kebijakan ADD akan mempengaruhi sampai mana tahap pemberdayaan
masyarakat itu berlangsung.
Kaemba (2003) menjelaskan bahwa kendala yang dialami dalam
pelaksanaan program ialah kurangnya masyarakat yang ikut serta dalam
pelaksanaan pekerjaan yang disebabkan oleh kurangnya keterampilan kerja yang
dimiliki serta tidak memiliki rasa percaya kepada pemerintah dalam mengelola
program. Ada tiga alasan utama pentingnya melibatkan partisipasi masyarakat
dalam perencanaan dan pengambilan keputusan pembangunan menurut Lugiarti
(2004), yaitu (1) sebagai langkah awal untuk mempersiapkan masyarakat untuk
berpartisipasi dan merupakan satu cara untuk menumbuhkan rasa memiliki dan
rasa tanggung jawab masyarakat setempat terhadap program pembangunan yang
dilaksanakan; (2) Sebagai alat untuk memperoleh informasi mengenai kebutuhan,
kondisi, dan sikap masyarakat setempat; dan (3) Masyarakat memperoleh hak
untuk ‘urun rembug’ dalam menentukan program-program pembangunan yang
dilaksanakan.
Perbandingan antara wilayah pedesaan dan wilayah perkotaannya di
Indonesia adalah memiliki luas dan jumlah penduduk yang lebih banyak, yaitu
sekitar 65 persen penduduk Indonesia bermukim di pedesaan (Adisasmita 2006).
Partisipasi masyarakat merupakan langkah penting dalam upaya untuk
mengetahui dan menganalisis kebutuhan serta masalah masalah yang dialami
masyarakat itu sendiri. Adisasmita (2006) mengatakan bahwa kegiatan partisipasi
masyarakat dalam pembangunan meliputi identifikasi potensi, permasalahan yang
dihadapi masyarakat, penyususnan program-program pembangunan yang benarbenar dibutuhkan oleh masyarakat lokal, implementasi program pembangunan
dan pengawasannya. Pada umumnya, tingkat partisipasi masyarakat pada tahap
perencanaan dan pengambilan keputusan program pembangunan akan
mempengaruhi tingkat keberhasilan program tersebut (Lugiarti 2004). Salah satu
faktor yang menentukan dalam terlaksananya suatu pembangunan adalah faktor
manusia. Partisipasi masyarakat sangat diharapkan dalam setiap tahapan
pembangunan dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap pemanfaatan hasil

3

dan tahap evaluasi sehingga akan dapat dilaksanakan pembangunan daerah yang
benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Timbulnya partisipasi merupakan ekspresi perilaku manusia untuk
melakukan suatu tindakan, dimana perwujudan dari perilaku tersebut didorong
oleh adanya tiga faktor utama yang mendukung, yaitu kemauan, kemampuan,
kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Ariyani (2007), seseorang untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan ada tiga
prasyarat, yaitu adanya kesadaran pada diri yang bersangkutan tentang adanya
kesempatan, dan adanya kemauan (sikap positif terhadap sasaran partisipasi) serta
didukung oleh kemampuan (inisiatif untuk bertindak dengan komitmen).
Berdasarkan hasil penelitian yang bersangkutan dengan penggunaan dana
desa yaitu menurut Rosalinda (2014), faktor yang mendukung pelaksanaan
Alokasi Dana Desa di antaranya mencakup: a) potensi penerimaan desa; b)
adanya dukungan kebijakan pemerintah. Faktor penghambat: a) manajemen
organisasi pemerintah desa; b) sumber daya manusia; c) sarana prasarana; dan d)
kurangnya partispasi masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, partisipasi masyarakat
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari program
pembangunan maupun pengembangan masyarakat pedesaan. Diperlukan analisis
mengenai partisipasi masyarakat dalam program pemberdayaan serta kondisi
partisipasi masyarakat dan faktor yang mempengaruhinya agar program
pemberdayaan masyarakat dapat berkelanjutan. Berdasarkan kaitan pentingnya
partisipasi masyarakat dalam program pembangunan, terutama dalam program
pembangunan yang saat ini sedang berlangsung yaitu melalui dana desa maka hal
tersebut menjadi pertanyaan utama dalam penelitian yakni bagaimana tingkat
partisipasi masyarakat dalam pembangunan di desa?
Rumusan Masalah Penelitian
Partisipasi masyarakat penting dalam pembangunan, dimana partisipasi
masyarakat merupakan faktor utama dalam keberhasilan program. Menurut
Nasdian (2014), partisipasi mendukung masyarakat untuk mulai “sadar” akan
situasi dan masalah yang dihadapinya serta berupaya mencari jalan keluar yang
dapat dipakai untuk mengatasi masalah mereka (memiliki kesadaran kritis). Dana
Desa merupakan program dari pemerintah dalam upaya membantu agar
mengurangi disparitas dan menjadikan desa lebih mandiri dan otonom merupakan
program yang membutuhkan keterlibatan aktif dari setiap masyarakat dalam
setiap tahapan programnya demi mencapai tujuan program tersebut.
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan tidak hanya dipandang
sebagai bagian dari proses tetapi juga merupakan bagian tujuan, dimana
partisipasi merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi hasil
pembangunan desa. Partisipasi masyarakat yang dimaksud adalah dimana
partisipasi masyarakat bukan lagi merupakan kewajiban, melainkan sudah
merupakan hak bagi masyarakat untuk terjun langsung berpatisipasi/ikut serta
dalam setiap perencanaan atau kegiatan pembangunan, karena masyarakatlah
yang mengetahui kebutuhan dan masalah yang dihadapi, merekalah yang
memiliki kebebasan untuk memutuskan pelaksanaan suatu kegiatan

4

pembangunan, maka diperlukan penelitian mengenai bagaimana tingkat
partisipasi masyarakat dalam pembangunan Desa melalui penggunaan dana
desa?
Kaitan tingkat partisipasi Masyarakat dalam program pembangunan desa
tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor, selanjutnya faktor – faktor tersebut secara
tidak langsung juga dapat mempengaruhi keberhasilan penggunaan Dana Desa.
Ariyani (2007) menyatakan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan
akan menjadi tindakan yang nyata apabila tiga faktor utama yang mendukung ini
terpenuhi, yaitu adanya kesadaran pada diri yang bersangkutan tentang adanya
kesempatan, dan adanya kemauan (sikap positif terhadap sasaran partisipasi) serta
didukung oleh kemampuan (inisiatif untuk bertindak dengan komitmen).
Dibandingkan dengan penelitian Rahmawati dan Sumarti (2011), bahwa faktor
kesempatan memberikan dampak yang paling berpengaruh pada tingkat
partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program DPEM dan PPEM
dibandingkan faktor kemauan dan faktor kemampuan. Maka penting juga untuk
meneliti faktor – faktor apa sajakah yang berhubungan dengan tingkat
partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa melalui penggunaan Dana
Desa?
Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh
tingkat partisipasi petani terhadap tingkat keberhasilan penggunaan Dana Desa.
Tujuan utama ini akan dijawab melalui tujuan khusus yang telah dirumuskan
sebagai berikut:
1. Menganalisis tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa melalui
penggunaan dana desa.
2. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi masyarakat
dalam hasil pembangunan desa melalui penggunaan dana desa.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut:
1. Bagi akademisi, dapat digunakan sebagai data acuan pada penelitian sejenis
secara lebih mendalam.
2. Bagi pemerintah, dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menyusun
pembangunan dan pengembangan masyarakat.
3. Bagi swasta, dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam program
pengembangan masyarakat yang melibatkan partisipasi masyarakat.
4. Bagi masyarakat, dapat dijadikan pertimbangan dalam menyusun program
bersama pemerintah maupun swasta.

5

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Partisipasi Masyarakat
Pengertian partisipasi selalu dikaitkan atau bersinonim dengan peran serta,
maka dapat dikatakan kalau partisipasi itu tidak berdasarkan keterlibatan secara
fisik dalam pekerjaannya tetapi menyangkut keterlibatan diri seseorang sehingga
akan menimbulkan tanggung jawab dan sumbangan yang besar (Darmawi, 2014).
Partisipasi anggota masyarakat adalah keterlibatan anggota masyarakat dalam
pembangunan, meliputi kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan
(implementasi) program pembangunan yang dikerjakan oleh masyarakat sekitar
(Adisasmita 2006). Ndraha (1982) yang merujuk pada Cohen (1977) menyatakan
bahwa belum ada definisi yang memuaskan mengenai istilah partisipasi, oleh
karena itu mereka membatasinya pada development participation atau partisipasi
di bidang pembangunan, ini berarti partisipasi (aktif) masyarakat di bidang
pembangunan desa. Nasdian (2014) menjelaskan bahwa partisipasi mendukung
masyarakat untuk memulai sadar akan situasi dan masalah yang dihadapinya serta
berupaya mencari jalan keluar yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah
mereka (memiliki kesadaran kritis).
Partisipasi masyarakat yang tinggi akan berpengaruh terhadap suatu
program pembangunan. Hal ini dimungkinkan karena pembangunan bukan saja
ditentukan segalanya oleh penyelenggara pembangunan, tetapi partisipasi
masyarakat juga turut memberikan andil dalam tercapai atau tidaknya suatu
program pembangunan yang telah direncanakan sebelumnya. Melalui partisipasi
masyarakat, perencanaan pembangunan diupayakan menjadi lebih terarah, artinya
rencana atau program pembangunan yang disusun sesuai dengan yang dibutuhkan
oleh masyarakat, berarti dalam penyusunan rencana/program pembangunan
dilakukan penentuan prioritas (urutan berdasarkan besar kecilnya tingkat
kepentingannya), dengan demikian pelaksanaan (implementasi) program
pembangunan akan terlaksana pula secara terarah dan serasi terhadap kebutuhan
masyarakat dan pelaksanaan (implementasi) program pembangunan berjalan
secara efektif dan efisien (Ardilah et al. 2014).
Pelaksanaan pembangunan yang meliputi segala aspek kehidupan baru
akan berhasil apabila merupakan kegiatan yang melibatkan seluruh anggota
masyarakat. Hal ini secara tegas dikemukakan oleh Tjokroamidjodjo (1974)
dikutip Supriyadi (2010) disatu pihak partisipasi penting bagi pembangunan dan
bahkan menjadi salah satu tujuan pembangunan itu sendiri.
Cohen dan Uphoff (1977) dalam Girsang (2011) membagi partisipasi
kedalam beberapa tahapan, sebagai berikut:
(1) Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan melalui keikutsertaan
masyarakat dalam rapat-rapat. Tahap pengambilan keputusan yang dimaksud
adalah perencanaan kegiatan.
(2) Tahap pelaksanaan, yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan,
karena inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya. Wujud nyata dalam

6

partisipasi pada tahap ini digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam
bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk
tindakan sebagai anggota program.
(3) Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan
partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan program.
Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subyek pembangunan,
maka semakin besar manfaat program dirasakan, berarti program tersebut
berhasil mengenai sasaran.
(4) Tahap Evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini
merupakan umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan
pelaksanaan program selanjutnya.
Pengukuran partisipasi masyarakat dilihat dari derajat wewenangnya
dalam pengambilan keputusan dan digolongkan menjadi tingkatan non partisipasi,
tokenisme dan citizen power oleh Arnstein (1969). Berikut akan dipaparkan
penjelasan dari tangga partisipasi menurut Arnstein (1969).
Tabel 1 Tingkat Partisipasi Masyarakat Menurut Tangga Partisipasi Arnstein
Tingkatan
Tangga
Pembagian
Hakekat Kesertaan
Partisipasi
Kekuasaan
Manipulasi
(Manipulation)
Terapi (Theraphy)
Pemberitahuan
(Informing)
Konsultasi
(Consultation)
Penentraman
(Placation)
Kemitraan
(Partnership)
Pendelegasian
Kekuasaan
(Delegated Power)
Kontrol
Masyarakat
(Citizen Control)

Permainan Oleh Pemerintah
Sekedar agar masyarakat tidak
marah/mengobati
Sekedar pemberitahuan
searah/sosialisasi
Masyarakat didengar, tapi tidak
selalu dipakai sarannya
Saran masyarakat diterima tetapi
tidak selalu dilaksanakan

Tidak Ada Partisipasi

Tokenism/sekedar
justifikasi agar
mengiyakan

Timbal balik dinegosiasikan
Masyarakat diberi kekuasaan
(sebagian atau seluruh program)
Sepenuhnya dikuasai oleh
masyarakat

(Sumber : Wicaksono 2010)

Tingkat kekuasaan
ada di masyarakat

7

8

Kontrol Warga Negara

7

Delegasi Kewenangan

6

Kemitraan

5

Menenangkan

4

Konsultasi

3

Menginformasikan

2

Terapi

1

Manipulasi

Citizen power

Tokenisme

Non-Partisipasi

Gambar 1. Delapan Tingkatan dalam Tangga Partisipasi Masyarakat
Kedelapan tingkatan yang telah disebut di atas dijelaskan adalah sebagai
berikut:
1. Manipulation
Dengan mengatasnamakan partisipasi, partisipan program secara
formalitas termasuk dalam bagian partisipan program, tetapi tanpa adanya
pelibatan dalam pelaksanaan program. Tujuannya adalah untuk dipakai sebagai
formalitas semata dan untuk dimanfaatkan dukungannya. Tingkat ini bukanlah
tingkat partisipasi masyarakat yang murni, karena telah diselewengkan dan
dipakai sebagai alat publikasi oleh pihak penguasa.
2. Therapy
Pihak pembentuk program menganggap ketidakberdayaan sebagai
penyakit mental. Dengan berpura-pura mengikutsertakan masyarakat dalam
suatu perencanaan, mereka sebenarnya menganggap masyarakat sebagai
sekelompok orang yang memerlukan pengobatan. Meskipun masyarakat
dilibatkan dalam berbagai kegiatan namun pada dasarnya kegiatan tersebut
bertujuan untuk menghilangkan lukanya dan bukannya menemukan penyebab
lukanya.
3. Informing
Dengan memberi informasi kepada masyarakat akan hak, tanggung jawab,
dan pilihan mereka merupakan langkah awal yang sangat penting dalam
pelaksanaan partisipasi masyarakat. Namun seringkali pemberian informasi
dari penguasa kepada masyarakat tersebut bersifat satu arah, masyarakat tidak
memiliki kesempatan untuk memberikan umpan balik dan tidak memiliki
kekuatan untuk negosiasi. Apalagi ketika informasi disampaikan pada akhir
perencanaan, masyarakat hanya memiliki sedikit kesempatan untuk
mempengaruhi program. Komunikasi satu arah ini biasanya dengan
menggunakan media pemberitaan yakni brosur dan poster.
4. Consultation
Meminta pendapat masyarakat merupakan suatu langkah logis menuju
partisipasi penuh. Namun konsultasi ini masih merupakan partisipasi semu,
karena tidak ada jaminan bahwa pendapat mereka akan diperhatikan. Cara yang
sering digunakan dalam tingkat ini adalah jejak pendapat, pertemuan warga,
dan dengar pendapat. Jika pemegang kekuasaan membatasi usulan masyarakat,

8

maka kegiatan tersebut hanyalah merupakan suatu partisipasi palsu.
Masyarakat pada dasarnya hanya dianggap sebagai abstraksi statistik, karena
partisipasi hanya diukur dari frekuensi kehadiran dalam pertemuan, seberapa
banyak brosur yang dibawa pulang dan juga dari seberapa banyak kuesioner
dijawab. Dengan demikian, pemegang kekuasaan telah merasa memiliki bukti
bahwa mereka telah mengikuti rangkaian pelibatan masyarakat.
5. Placation
Pada tingkat ini masyarakat sudah memiliki beberapa pengaruh meskipun
dalam beberapa hal pengaruh tersebut tidak memiliki jaminan akan
diperhatikan. Masyarakat memang diperbolehkan untuk memberikan masukan
atau mengusulkan rencana akan tetapi pemegang kekuasaanlah yang
berwenang untuk menentukan. Salah satu strateginya adalah dengan memilih
masyarakat miskin yang layak untuk dimasukkan ke dalam suatu lembaga. Jika
mereka tidak bertanggung jawab dan jika pemegang kekuasaan memiliki
mayoritas kursi, maka mereka akan dengan mudah dikalahkan dan diakali.
6. Partnership
Pada tingkat ini kekuasaan disalurkan melalui negosiasi antara pemegang
kekuasaan dan masyarakat. Mereka sepakat untuk sama-sama memikul
tanggung jawab dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Aturan
ditentukan dengan melalui mekanisme take and give, sehingga diharapkan
tidak mengalami perubahan secara sepihak. Partnership dapat berjalan efektif
bila dalam masyarakat ada kekuasaan yang terorganisir, pemimpinnya
bertanggung jawab, masyarakat mampu membayar honor yang cukup bagi
pemimpinnya serta adanya sumber dana untuk menyewa teknisi, pengacara dan
organisator masyarakat. Dengan demikian, masyarakat benar-benar memiliki
posisi tawar-menawar yang tinggi, sehingga akan mampu mempengaruhi suatu
perencanaan.
7. Delegated Power
Negosiasi antara masyarakat dengan pejabat pemerintah bisa
mengakibatkan terjadinya dominasi kewenangan pada masyarakat terhadap
rencana atau program tertentu. Pada tingkat ini masyarakat menduduki
mayoritas kursi, sehingga memiliki kekuasaan dalam menentukan suatu
keputusan. Selain itu, masyarakat juga memegang peranan penting dalam
menjamin akuntabilitas program tersebut. Untuk mengatasi perbedaan,
pemegang kekuasaan tidak perlu meresponnya akan tetapi dengan mengadakan
proses tawar-menawar.
8. Citizen Control
Pada tingkat ini, masyarakat menginginkan adanya jaminan bahwa
kewenangan untuk mengatur program atau kelembagaan diberikan kepada
mereka, bertanggung jawab penuh terhadap kebijakan dan aspek-aspek
manajerial dan bisa mengadakan negosiasi apabila ada pihak ketiga akan
mengadakan perubahan. Dengan demikian, masyarakat dapat berhubungan
langsung dengan sumber-sumber dana untuk memperoleh bantuan atau
pinjaman tanpa melewati pihak ketiga.

9

Manipulasi dan terapi termasuk kedalam level ‘non-participation’, inisiatif
pembangunan tidak bermaksud untuk memberdayakan partisipan program akan
tetapi membuat pemegang kekuasaan untuk “menyembuhkan” atau “mendidik”
komunitas. Informasi, konsultasi termasuk dalam level ‘tokenisme’, komunitas
bisa mendapatkan informasi dan menyuarakan pendapat akan tetapi tidak ada
jaminan kalau pendapat komunitas akan diakomodasi. Placation sebagai level
tertinggi dalam tokenisme, komunitas bisa memberikan saran kepada pemegang
kekuasaan, tetapi penentuan tetap berada pada pemegang kekuasaan. Partnership
termasuk kedalam level ‘citizen power’, karena membuat komunitas dapat
bernegosiasi dan terlibat dalam pengambilan keputusan. Pendelegasian
kewenangan dan kontrol juga termasuk ke dalam level citizen power, komunitas
memegang mayoritas pengambilan keputusan dan kekuatan pengelolaan.
Pelaksanaan suatu kegiatan pembangunan semestinya melewati tahapantahapan yang merujuk pada Cohen dan Uphoff (1977) yaitu diawali dengan tahap
perencanaan dan dilanjutkan dengan tahap pelaksanaan, kemudian akan
memasuki tahap memanfaatakan hasil dari pembangunan, dan yang terakhir akan
menimbulkan penilaian dari hasil pembangunan yang telah dilaksanakan atau
yang disebut dengan tahapan evaluasi pembangunan. Partisipasi masyarakat yang
dilibatkan ke dalam setiap tahapan tersebut akan memjadikan hasil pembangunan
lebih berkelanjutan karena disusun berdasarkan kebutuhan dasar yang
sesungguhnya dari masyarakat setempat (local community).
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Masyarakat
Alasan anggota masyarakat diajak untuk ikut berpartisipasi adalah karena
masyarakat dianggap lebih mengetahui tentang permasalahan dan kebutuhan
mereka sendiri. Penjelasannya adalah sebagai berikut: 1) Mereka memahami
sesungguhnya tentang keadaan lingkungan sosial dan ekonomi masyarakatnya; 2)
Mereka mampu menganalisis sebab dan akibat dari berbagai kejadian yang terjadi
dalam masyarakat; 3) Mereka mampu merumuskan solusi untuk mengatasi
permasalahan dan kendala yang dihadapi masyarakat; 4) Mereka mampu
memanfaatkan sumberdaya pembangunan (sumberdaya manusia, sumberdaya
alam, dana, dan teknologi) yang dimiliki untuk meningkatkan produksi dan
produktivitas dalam rangka mencapai sasaran pembangunan masyarakatnya; 5)
Anggota masyarakat dengan upaya meningkatkan kemauan dan kemampuan
sumberdaya manusianya sehingga dapat berlandaskan pada kepercayaan diri dan
keswadayaan yang kuat mampu menghilangkan sebagian besar ketergantungan
terhadap pihak luar (Adisasmita, 2006).
Ariyani (2007) menyatakan partisipasi masyarakat dalam proses
pembangunan akan menjadi tindakan yang nyata apabila tiga faktor utama yang
mendukung ini terpenuhi, yaitu adanya kesadaran pada diri yang bersangkutan
tentang adanya kesempatan, dan adanya kemauan (sikap positif terhadap sasaran
partisipasi) serta didukung oleh kemampuan (inisiatif untuk bertindak dengan
komitmen). faktor utama tersebut (1) kemauan; (2) kemampuan; dan (3)
kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi. Partisipasi dipengaruhi oleh
beberapa faktor, menurut Pangestu (1995) dikutip Swedianti (2011) terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat, yaitu:

10

1. Faktor internal, mencakup karakteristik individu yang dapat
mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu
kegiatan. Karakteristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan,
jumlah beban keluarga, jumlah pendapatan, pengalaman berkelompok.
2. Faktor eksternal, meliputi hubungan yang terjalin antara pihak pengelola
proyek dengan sasaran yang dapat mempengaruhi partisipasi karena
sasaran akan dengan sukarela terlibat dalam suatu proyek, jika sambutan
pihak pengelola positif dan menguntungkan mereka. Selain itu bila
didukung dengan pelayanan pengelola kegiatan yang positif dan tepat
dibutuhkan oleh sasaran, maka sasaran tersebut tidak akan ragu untuk
berpartisipasi dalam proyek.
Selain itu ada juga faktor yang menghambat partisipasi masyarakat
menurut Watson dalam Soetomo (2008) mengatakan bahwa ada beberapa kendala
(hambatan) yang dapat menghalangi terjadinya suatu perubahan antara lain
kendala yang berasal dari kepribadian individu salah satunya adalah
ketergantungan. Ketergantungan masyarakat terhadap pemerintah dalam
pelaksanaan kegiatan pembangunan merupakan hambatan dalam mewujudkan
partisipasi atau keterlibatan masyarakat secara aktif, karena rasa ketergantungan
ini masyarakat tidak memiliki inisiatif untuk melaksanakan pembangunan atau
prakarsa mereka sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi ataupun menghambat
partisipasi masyarakat tersebut dapat dibedakan dalam faktor internal dan faktor
eksternal, dijelaskan sebagai berikut :
1. Faktor internal, menurut Slamet (2003), untuk faktor-faktor internal adalah
berasal dari dalam kelompok masyarakat sendiri, yaitu individu-individu
dan kesatuan kelompok didalamnya. Tingkah laku individu berhubungan
erat atau ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis seperti umur, jenis kelamin,
pengetahuan, pekerjaan dan penghasilan. Secara teoritis, terdapat
hubungan antara ciri-ciri individu dengan tingkat partisipasi, seperti usia,
tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lamanya menjadi anggota masyarakat,
besarnya pendapatan, keterlibatan dalam kegiatan pembangunan akan
sangat berpengaruh pada partisipasi.
2. Faktor eksternal, menurut Sunarti (2003), faktor-faktor eksternal ini dapat
dikatakan petaruh (stakeholder), yaitu dalam hal ini stakeholder yang
mempunyai kepentingan dalam program ini adalah pemerintah daerah,
pengurus desa/kelurahan (RT/RW), tokoh masyarakat/adat dan
konsultan/fasilitator. Petaruh kunci adalah siapa yang mempunyai
pengaruh yang sangat signifikan, atau mempunyai posisi penting guna
kesuksesan program. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Oktavia dan Saharudin (2005) bahwa Peran stakeholder akan
mempengaruhi bagaimana partisipasi masyarakat berlangsung.
Hal yang dijelaskan di atas sesuai dengan hasil penelitian dari Suroso et al.
(2014) dalam jurnalnya yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan Di Desa Banjaran
Kecamatan Driyorejo Kabupaten Gresik”, yang menjelaskan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi keaktifan masyarakat berpartisipasi dalam perencanaan
pembangunan dibedakan menjadi dua, yaitu faktor internal (terdiri dari usia,

11

tingkat pendidikan, jenis pekerjaan) dan faktor eksternal (terdiri dari komunikasi
dan kepemimpinan). Diperkuat dengan hasil penelitian Syamsi (2014) bahwa
Hambatan dalam partisipasi masyarakat adalah keputusan yang tidak bijaksana,
komonikasi yang tidak intraktif, kurangnya kesadaran masyarakat, pendidikan
yang rendah tidak ada teransparansi dan akuntabel dalam pengelolaan anggaran
dana desa.
Definisi Desa
Desa merupakan satuan pemerintah terkecil dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang perlu dibina dan ditingkatkan pelayanan administrasi
pemerintahannya kearah yang lebih memadai kepada masyarakat desa. Desa
adalah sekumpulan manusia yang hidup bersama atau suatu wilayah, yang
memiliki suatu organisasi pemerintahan dengan serangkaian peraturan-peraturan
yang ditetapkan sendiri, serta berada di bawah pimpinan desa yang dipilih dan
ditetapkan sendiri.
Desa telah memiliki definisi sendiri menurut perkembangan peratutan
perundangan di Indonesia. Pada PP Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Desa, Desa
atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Desa menurut UU Nomor 6 Tahun 2014 ialah suatu
wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat,
termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi
pemerintahan terendah langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan
rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014, Desa adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui
dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten. Ini berarti
desa merupakan suatu pemerintahan yang mandiri yang berada di dalam sub
sistem Pemerintahan Nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Semenjak diberlakukannya otonomi daerah, penggunaan istilah desa dapat
menggunakan istilah lain sesuai dengan nama lain sesuai karakteristik adat istiadat
setempat, begitu juga dengan segala istilah dan institusi di desa tersebut. Hal ini
merupakan salah satu pengakuan dan penghormatan dari Pemerintah terhadap asal
usul dan adat istiadat setempat. Contohnya adalah istilah desa di Sumatera Barat
disebut dengan istilah nagari, di Aceh dengan istilah gampong, di Papua dan Kutai
Barat, Kalimantan Timur disebut dengan istilah kampung. Menurut data yang
dikutip dari BPS (2013), di Indonesia terdapat ribuan desa yang letaknya
menyebar di seluruh provinsi yang ada di Indonesia, lebih tepatnya 72.944 desa
yang berada menyebar di seluruh Indonesia.
Secara Umum, kondisi desa di Indonesia memiliki ciri-ciri yang relatif
sama, yaitu: desa dan masyarakat memiliki hubungan yang erat dengan
lingkungan alam; iklim dan cuaca mempunyai pengaruh besar terhadap petani

12

sehingga warga desa banyak bergantung pada peruhahan musim; keluarga desa
merupakan unit sosial dan unit kerja; Jumlah penduduk dan luas wilayah desa
tidak begitu besar; kegiatan ekonomi mayoritas agraris; masyarakat desa
merupakan suatu paguyuban; proses sosial di desa umumnya berjalan lambat;
warga desa pada umumnva berpendidikan rendah. Desa mempunyal tiga unsur
penting, yaltu: daerah. meliputi lokasi, luas, dan batas wilayah serta
penggunaannya penduduk. berkaitan erat dengan kualitas dan kuantitas penduduk,
meliputi jumlah, pertumbuhan, kepadatan, persebaran, dan mata pencaharian; tata
kehidupan. dalam hal ini pola tata pergaulan dan ikatan pergaulan sesama warga
desa, biasanya hubungan antaranggota masyarakat masih sangat erat.
Desa diklasifikasikan menjadi empat jenis menurut Permendagri Nomor
12 Tahun 2007, kelempat jenis desa tersebut yaitu:
1. Desa swadaya adalah desa di mana sebagian besar masyarakat memenuhi
keburuhan sendiri. Desa ini umumnya terpencil dan masyarakatnya jarang
berhubungan dengan masyarakat luar sehingga proses kemajuannya sangat
lamban karena kurang berinteraksi dengan wilayah lain atau bahkan tidak
sama sekali.
2. Desa Swakarya adalah keadaannya sudah lebih maju dibandingkan dengan
desa swadaya. Masyarakatnya sudah mampu menjual kelebihan hail
produksi ke daerah lain, selain untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
Interaksi dengan masyarakat luar sudah mulai tampak, walaupun
intensitasnya belum terlalu sering.
3. Desa swasembada adalah desa yang sudah mampu mengembangkan semua
potensi yang dimiliki secara optimal. Hal ini ditandai oleh kemampuan
masyarakatnya untuk melakukan tukar-menukar barang dengan wilayah
lain (fungsi perdagangan), din kemampuan untuk saling memengaruhi
dengan penduduk di wilayah lain. Dan hasil interaksi tersebut, masyarakat
dapat menyerap teknologi baru untuk memanfaatkan sumber dayanya
sehingga proses pembangunan berjalan dengan baik.
Dana Desa
Desa memiliki kewenangan untuk menjalankan sendiri kegiatan
pemerintahannya yang tujuannya untuk mempercepat pertumbuhan dan
pembangunan. Untuk melaksanakan kewenangan tersebut, pemerintah desa
memiliki sumber-sumber penerimaan yang digunakan untuk membiayai kegiatankegiatan yang dilakukannya. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun
2015 dijelaskan bahwa pendapatan sumber keuangan desa terdiri atas: Pendapatan
Asli Desa (Hasil Kekayaan Desa, Hasil Swadaya Masyarakat, Pungutan, Gotong
Royong); Pembagian Pajak dan Retribusi Kabupaten; Dana Perimbangan Pusat
dan Daerah Kabupaten atau Alokasi Dana Desa; Hibah keuangan dari pemerintah
provinsi dan kabupaten; Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang mengikat.
Beberapa hal yang menyebabkan desa membutuhkan sumber pendapatan
yaitu: 1) Desa memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) yang
kecil dan sumber pendapatannya sangat bergantung pada bantuan yang sangat
kecil pula; 2) Kesenjahteraan masyarakat desa yang rendah sehingga sulit bagi
desa mempunyai Pendapatan Asli Desa (PADes) yang tinggi; 3) Masalah itu

13

diikuti dengan rendahnya dana operasional desa untuk menjalankan pelayanan
publik; 4) Banyak program pembangunan masuk ke desa akan tetapi hanya
dikelola oleh Dinas. Program semacam itu mendulang kritikan karena program
tersebut tidak memberikan akses pembelajaran bagi Desa, dan program itu
bersifat top down sehingga tidak sejalan dengan kebutuhan Desa dan
masyarakatnya (Putra et al. 2013). Menanggapi permasalahan tersebut,
pemerintah memberi dukungan keuangan kepada desa salah satunya adalah
berasal dari dana Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah minimal 10 persen diperuntukkan bagi desa yang disebut Dana Desa.
Maksud pemberian Dana Desa sebenarnya adalah sebagai bantuan stimulan atau
dana perangsang untuk mendorong dalam membiayai program pemerintah desa
yang ditunjang dengan partisipasi swadaya gotong royong masyarakat dalam
melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 2015 menyebutkan bahwa dana
desa merupakan dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
negara yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan
kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa, yang selanjutnya disingkat APB Desa, adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan Desa.
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2015 tentang Penetapan
Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2016 menyebutkan bahwa prioritas
penggunaan Dana Desa untuk program dan kegiatan bidang Pemberdayaan
Masyarakat Desa, dialokasikan untuk mendanai kegiatan yang bertujuan
meningkatkan kapasitas warga atau masyarakat desa dalam pengembangan
wirausaha, peningkatan pendapatan, serta perluasan skala ekonomi individu warga
atau kelompok masyarakat dan desa, antara lain: a) peningkatan investasi
ekonomi desa melalui pengadaan, pengembangan atau bantuan alat-alat produk

Dokumen yang terkait

Tradisi Masyarakat Desa Janji Mauli Kecamatan Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan (1900-1980)

3 83 104

Partisipasi Masyarakat Dalam Menjaga Pelestarian Daerah Aliran Sungai Bahorok (Studi Pada Mayarakat Sekitar Sungai Bahorok di Desa Perkebunan Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat)

21 157 59

Pengaruh Sungai Sebagai Pembentuk Permukiman Masyarakat di Pinggiran Sungai Siak (Studi Kasus : Permukiman di Kelurahan Kampung Dalam Kecamatan Siak Kabupaten Siak, Riau)

8 113 117

Orientasi Domisili Masyarakat Di Desa Terpencil(Studi Deskriptif di Desa Negeri Gugung Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli serdang)

9 97 88

Gambaran Sosioekonomi dan Sosiopsikologi Ibu yang Persalinan Terakhirnya Ditolong oleh Dukun Bayi di Desa Bandar Sungai Kecamatan Sungai Apit Kabupaten Siak Tahun 2004

0 28 105

Keanekaragaman Makrozoobenthos Di Hilir Sungai Padang Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara

1 37 61

Studi Keanekaragaman Makrozoobenthos Di Aliran Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu Dan Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang

0 58 80

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permukiman - Pengaruh Sungai Sebagai Pembentuk Permukiman Masyarakat di Pinggiran Sungai Siak (Studi Kasus : Permukiman di Kelurahan Kampung Dalam Kecamatan Siak Kabupaten Siak, Riau)

5 30 27

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Sungai Sebagai Pembentuk Permukiman Masyarakat di Pinggiran Sungai Siak (Studi Kasus : Permukiman di Kelurahan Kampung Dalam Kecamatan Siak Kabupaten Siak, Riau)

0 0 8

PENGARUH SUNGAI SEBAGAI PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT DI PINGGIRAN SUNGAI SIAK (Studi Kasus : Permukiman di Kelurahan Kampung Dalam Kecamatan Siak, Kabupaten Siak, Riau) SKRIPSI

0 0 16