Pengaruh Sungai Sebagai Pembentuk Permukiman Masyarakat di Pinggiran Sungai Siak (Studi Kasus : Permukiman di Kelurahan Kampung Dalam Kecamatan Siak Kabupaten Siak, Riau)

(1)

PENGARUH SUNGAI SEBAGAI PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT DI PINGGIRAN SUNGAI SIAK

(Studi Kasus : Permukiman di Kelurahan Kampung Dalam Kecamatan Siak, Kabupaten Siak, Riau)

SKRIPSI

OLEH

DINA PURNAMA 110406109

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH SUNGAI SEBAGAI PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT DI PINGGIRAN SUNGAI SIAK

(Studi Kasus : Permukiman di Kelurahan Kampung Dalam Kecamatan Siak, Kabupaten Siak, Riau)

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

DINA PURNAMA 110406109

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PERNYATAAN

PENGARUH SUNGAI SEBAGAI PEMBENTUK PERMUKIMAN MASYARAKAT DI PINGGIRAN SUNGAI SIAK

(Studi Kasus : Permukiman di Kelurahan Kampung Dalam Kecamatan Siak, Kabupaten Siak, Riau)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2015 Penulis,


(4)

Judul Skripsi : Pengaruh Sungai Sebagai Pembentuk Permukiman Masyarakat Di Pinggiran Sungai Siak

(Studi Kasus : Permukiman Di Kelurahan Kampung Dalam Kecamatan Siak Kabupaten Siak, Riau)

Nama Mahasiswa : Dina Purnama Nomor Pokok : 110406109 Departemen : Arsitektur

Menyetujui Dosen Pembimbing

(Dr. Wahyu Utami, ST, MT)

Koordinator Skripsi, Ketua Program Studi,


(5)

Tanggal Lulus : 04 Juli 2015

Telah diuji pada Tanggal : 04 Juli 2015

Panitia Penguji Skripsi

Ketua Komisi Penguji : Dr. Ir. Dwira N. Aulia, M.Sc

Anggota Komisi Penguji : 1. Dr. Wahyu Utami, ST, MT


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian skripsi ini dengan judul :

“Pengaruh Sungai Sebagai Pembentuk Permukiman Masyarakat Di Pinggira Sungai Siak (Studi Kasus : Permukiman Di Kelurahan Kampung Dalam

Kecamatan Siak Kabupaten Siak, Riau)”

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna sehingga penulis membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak. Selanjutnya dalam kesempatan ini penulis dengan tulus mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Drs. Subhilhar, M.A., Ph.D selaku Pejabat Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Ir. Bustami Syam, M.S.M.E. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. N. Vinky Rahman, MT selaku Ketua Program Studi Departemen Arsitektur dan Bapak Ir. Rudolf Sitorus, MLA selaku Sekretaris Program Studi Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 4. Ibu Dr. Wahyu Utami, ST, MT selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak

memberikan arahan, bimbingan, saran, dukungan serta memberikan waktu dan tenaga dalam proses penulisan skripsi ini.


(7)

5. Ibu Dr. Ir. Dwira N. Aulia, M.Sc dan Ibu Wahyuni Zahrah, ST, MS selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis terhadap skripsi ini.

6. Seluruh dosen yang telah menyumbangkan ilmunya yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu selama penulis mengikuti perkuliahan.

7. Kepada keluarga penulis, Ayahanda Pama Ranru, dan Ibunda Salmi yang telah memberikan dukungan, doa yang tak berkesudahan, cinta, dan kasih sayang yang tiada hentinya kepada penulis. Serta kakak dan adik Rini, Wahyudi, Maya dan Mutia yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

8. Teman-teman seperjuangan Nana, Faizah, Opi, Reny, Elfe dan teman-teman sesama stambuk 2011 Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang sama-sama berjuang menyelesaikan studi serta seluruh rekan penulis yang sudah ikut membantu.

9. Kepada Ekky Akbar yang senantiasa menyemangati, memberikan motivasi serta membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Seluruh pegawai Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Semoga karya tulis ini dapat memberi manfaat bagi penulis terutama dalam penyempurnaannya ke depan. Pada semua pihak yang telah banyak membantu untuk kesempurnaan skripsi ini, penulis ucapkan terima kasih.


(8)

Akhirnya, semoga Allah SWT selalu melimpahkan berkah dan hidayah-Nya, serta memberikan kemudahan bagi kita semua. Amin.

Medan, Juli 2015 Penulis

Dina Purnama 110406109


(9)

ABSTRAK

Permukiman di pinggiran sungai berbeda dengan permukiman lainnya. Budaya masyarakat di pinggiran sungai berperan dalam pembentukan pemukimannya, sedangkan permukiman informal maupun formal yang tidak di pinggiran sungai terbentuk karena beberapa fakor diantaranya lokasi, kondisi lingkungan, perilaku pemukim dan juga faktor kebudayaan. Demikian halnya dengan permukiman masyarakat di pinggiran Sungai Siak yaitu kota pelabuhan yang terbentuk dari proses aktivitas kehidupannya di pinggiran Sungai Siak. Permukiman masyarakat pinggiran sungai di Kelurahan Kampung dalam sudah terbentuk secara turun temurun dari proses aktifitas masyarakat di pinggiran sungai yang menjadikan sungai sebagai jalur transportasi. Pola permukiman dan hunian dipengaruhi oleh bentuk sungai dan aktifitas masyarakat yang memanfaatkan sungai sebagai sumber mata pencaharian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola permukiman di Kelurahan Kampung Dalam dan faktor yang mempengaruhi perubahan pola huniannya. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, yang menggambarkan kondisi pola permukiman Kelurahan Kampung yang terbentuk akibat pengaruh keberadaan Sungai Siak. Hasil penelitian menunjukan bahwa pola permukiman di Kelurahan Kampung Dalam berbentuk linier mengikuti bentukan sungai dan orientasi hunian dipengaruhi oleh fungsional dan aksesbilitas baik sungai maupun jalan karena sungai dan jalan mempunyai fungsi sama yaitu sebagai saran transportasi.


(10)

ABSTRACT

Settlements in riverside is different from other settlements. Cultural communities in is riverside important for settlement, while the informal and formal settlements not in riverside is formed of several factors such as location, environmental conditions, behavior of settlers and cultural factors. Similarly, human settlements in riverside of Siak River is a port city which formed by the activity of life in riverside of Siak River. Riverside settlements in the Village Kampung Dalam have been established for generations of process activities in riverside communities that make the river as a transportation. Settlement and residential are affected by the shape of the river and the activities of people who use the river as a source of livelihood. This study aims is determining the form of settlement patterns in Kampung Dalam and the factors affecting changes in occupancy patterns. The method used is qualitative, which describes the condition of village settlement patterns Kampung Dalam that based on the influence of the existence of Siak River. This Research shows that the pattern of settlement in the village Kampung Dalam is a linear shaped to follow the formation of the river and residential orientation is affected by functional and accessibility of both river and road because the river and the road has the same function that as a means of transportation.


(11)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Keaslian Penelitian ... 5

1.6 Kerangka Berfikir ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permukiman ... 9

2.1.1 Pengertian Permukiman ... 9

2.1.2 Elemen Pembentuk Permukiman... 10

2.1.3 Pola Permukiman ... 13

2.2 Budaya Bermukim ... 18

2.2.1 Manusia, Kebudayaan, Perilaku dan Lingkungan Binaan ... 21

2.2.2 Pengaruh Budaya Terhadap Bentuk Hunian ... 24

2.3 Permukiman Bantaran Sungai ... 25

2.3.1 Peraturan Tentang Bantaran Sungai ... 26

2.3.2 Karakteristik Permukiman Bantaran Sungai ... 27

2.3.3 Pola Permukiman Bantaran Sungai ... 28

2.4 Diagram Kepustakaan ... 32

2.5 Studi Kasus Sejenis ... 32

2.5.1 Permukiman Tepian Sungai Kahayan Kota Palangkaraya ( Noor Hamidah, R. Rijanta, Bakti Setiawan dan Muh. Aris Marfai, 2014) ... 32

2.5.2 Perubahan Pola Permukiman Suku Sentani di Pesisir Danau Sentani (Deasy Widyastomo, 2011) ... 34

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 36

3.2 Variabel Penelitian ... 36

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 37

3.4 Kawasan Penelitian ... 39


(12)

BAB IV SUNGAI SEBAGAI PEMBENTUK PERMUKIMAN DI KELURAHAN KAMPUNG DALAM

4.1 Gambaran Umum Kelurahan Kampung Dalam Sebagai Fokus

Penelitian ... 42

4.1.1 Deskripsi Wilayah Kecamatan Siak ... 42

4.1.2 Deskripsi Wilayah Kelurahan Kampung Dalam ... 43

4.2 Sejarah Kota Siak ... 47

4.2.1 Sejarah Sungai Siak ... 47

4.2.2 Arsitektur dan Kota ... 48

4.3 Kondisi Eksisting Lingkungan Permukiman di Kelurahan Kampung Dalam ... 54

4.3.1 Kondisi Lingkungan Permukiman ... 55

4.3.2 Kondisi Hunian Permukiman ... 61

4.3.3 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat ... 62

4.3.4 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat ... 64

4.4 Aktifitas Masyarakat Terkait Keberadaan Sungai Siak di Kelurahan Kampung Dalam ... 67

4.4.1 Akifitas Sehari-hari ... 67

4.4.2 Sarana Transportasi Sungai ... 70

4.5 Pengaruh Sungai Terhadap Pola Permukiman Dan Budaya Bermukim Masyarakat Pinggiran Sungai Siak Di Kelurahan Kampung Dalam ... 73

4.5.1 Pola Permukiman di Kelurahan Kampung Dalam ... 73

4.5.2 Orientasi Bangunan di Kelurahan Kampung Dalam ... 74

4.5.3 Fungsi Bangunan di Kelurahan Kampung Dalam ... 78

4.5.4 Tampilan Bangunan di Kelurahan Kampung Dalam ... 85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 91

5.2 Saran ... 93 DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR TABEL

Table 1.1. Tabel Keaslian Penelitian... 5 Table 4.1. Tabel Persentasi Orientasi Bangunan ... 75 Table 4.2. Tabel Persentasi Fungsi Bangunan ... 79


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Diagram Kerangka Berfikir ... 8

Gambar 2.1. Diagram proses pembentukan permukiman ... 13

Gambar 2.2. Pola Permukiman Sub Kelompok Komunitas ... 15

Gambar 2.3. Pola Permukiman Face to Face ... 15

Gambar 2.4. Pola Permukiman Linier... 16

Gambar 2.5. Pola Permukiman Mengelompok ... 17

Gambar 2.6. Pola Permukiman Menyebar ... 17

Gambar 2.7. Pola Permukiman Memanjang ... 18

Gambar 2.9. Diagram Kepustakaan (Literature Map) ... 32

Gambar 2.10. Struktur dan Pola Kota Tepian Sungai Kalimantan ... 34

Gambar 2.11. Ragam Pola Sirkulasi Pada Objek amatan ... 34

Gambar 3.1. Peta Lokasi Kecamatan Siak ... 40

Gambar 3.2. Peta Lokasi Kelurahan Kampung Dalam ... 40

Gambar 4.1. Peta Lokasi Kecamatan Siak ... 46

Gambar 4.2. Peta Lokasi Kelurahan Kampung Dalam ... 46

Gambar 4.3. Perahu penghubung antar desa yang dipisahkan Sungai Siak, sebuah pemandangan keseharian di atas Sungai Siak ... 48

Gambar 4.4. Keramaian di Jalan Pasar, pusat perdagangan Kota Siak yang merupakan jantung kehidupan masyarakat Siak Sri Indrapura ... 49

Gambar 4.5. Kehidupan masyarakat di Pelantar rumahnya di tepi Sungai Siak... 50

Gambar 4.6. Sehabis Sunatan di Kota Siak anak-anak dan orang tuanya berjalan pulang menuju Desa Mempura yang berada di seberang Sungai Siak menggunakan perahu penghubung ... 50

Gambar 4.7. Salah satu peninggalan sejarah perdagangan berupa daun pintu kayu dengan corak ukiran Cina di Toko Bintang Jaya, dengan tulisan berarti “Bunga Mekar Kekayaan Agung” dan “Bambu Menghaturkan Ucapan Selamat” pintu tersebut masih terpelihara dengan baik dan konon katanya bangunan berpintu Cina ini milik saudagar Cina ... 51

Gambar 4.8. Kawasan Pecinan di Jalan Pasar yang didirikan pada abad ke-20. Deretan bangunan terbuat dari kayu seluruhnya ini merupakan ciri arsitektur pusat perdagangan kota-kota kecil di sepanjang Sumatera. Pada arsitektur asli bangunan lama, bagian atas yang memiliki jendela-jendela besar yang disebut sebagai pintu bohong masih dipertahankan sebagai rumah tinggal sedangkan bagian bawah yang sudah bertembok tetap digunakan untuk berdagang. ... 52

Gambar 4.9. Kesibukan pagi hari di pasar bermuara di jalan raya, yaitu Jalan Pasar atau Jalan Sultan Ismail yang membujur searah Sungai Siak. Dulu, pasar ini merupakan jalur keluar masuk para pedagang, saudagar, atau pendatang dari luar Siak. ... 52


(15)

Gambar 4.10. Dibangun pada tahun 1898, Kelenteng merupakan salah satu bangunan tertua di Kota Siak. Kelenteng dengan warna-warna terang merupakan jeda yang sedap bagi deretan rumah toko yang berwarna redup disekelilingnya.

Seluruh atap dan tiangnyadicat merah dan ujung-ujung atapnya melengkung. .... 53

Gambar 4.11. Kondisi Jalan Sultan Ismail dengan lebar jalan 10 meter ... 55

Gambar 4.12. Kondisi Jalan Tenggiri dengan lebar jalan 5 meter ... 56

Gambar 4.13. Kondisi Jalan Sultan Syarif Kasim dengan lebar jalan 6 meter ... 56

Gambar 4.14. Kondisi Jalan Lingkungan dengan lebar jalan 4 meter ... 57

Gambar 4.15. Kondisi Jalan Lingkungan dengan lebar jalan 2 meter ... 57

Gambar 4.17. Kondisi Jalan Lingkungan bentuk kayu dengan lebar jalan 1 meter.. ... 58

Gambar 4.18. Fasilitas umum dan fasilitas sosial yang terdapat di Kelurahan Kampung Dalam ... 59

Gambar 4.19. Fasilitas umum dan fasilitas sosial yang terdapat di Kelurahan Kampung Dalam ... 60

Gambar 4.20. Kondisi hunian tanpa pagar yang menghadap ke jalan ... 61

Gambar 4.21. Kondisi hunian dengan pagar yang menghadap ke jalan ... 61

Gambar 4.22. Kondisi hunian dengan pagar dan tanpa pagar yang menghadap ke Sungai Siak ... 62

Gambar 4.23. Masjid di kawasan permukiman penduduk melayu beragama islam . ... 63

Gambar 4.24. Geraja pada arah utara ... 64

Gambar 4.25. Klenteng di kawasan perdagangan etnis Cina ... 64

Gambar 4.26. Dermaga yang dibuat masyarakat yang digunakan sebagai tempat tambatan perahu dan dibuat secara bersama-sama atau berkelompok ... 66

Gambar 4.27. Kegiatan mandi dan mencuci masyarakat setempat pada dermaga yang terhubung dengan hunian. ... 67

Gambar 4.28. Dermaga yang selain sebagai tempat mencuci dan mandi juga dimanfaatkan sebagai tempat tambatan perahu dan sampan ... 68

Gambar 4.29. Saat air sungai mulai menyusut terkadang dimanfaatkan oleh anak-anak untuk bermain di bibir sungai ... 68

Gambar 4.30. Aktifitas masyarakat pada sore hari hingga malam pada ruang terbuka di pinggiran Sungai Siak ... 69

Gambar 4.31. Aktifitas warga yang menggunakan dermaga pada ruang terbuka sebagai tempat duduk-duduk dan bersantai dan adapula yang menggunakannya sebagai tempat memnacing pada malam hari... 69

Gambar 4.32. Aktifitas seorang warga yang memanfaatkan sungai sebagai ssaranan angkutan barangnya. ... 70

Gambar 4.33. Dermaga yang digunakan sebagai tambatan perahu dengan gudang sebagai tempat penyimpanan dan bongkar muat barang... 71


(16)

Gambar 4.34. Pelabuhan sebagai tempat aktifitas jasa angkutan penumpang yang

menghubungkan masyarakat Siak dengan Kota Pekanbaru ... 71

Gambar 4.35. Kapal angkutan barang dengan kapasitas sedang yang sedang melewati Sungai Siak ... 72

Gambar 4.36. Kapal angkutan barang dengan muatan angkutan yang cukup besar melewati Sungai Siak. ... 72

Gambar 4.37. Pola Permukiman Di Kelurahan Kampung Dalam ... 73

Gambar 4.38. Pemetaan Arah Orientasi Hunian ... 75

Gambar 4.39. Orientasi hunian yang mengahadap Jalan Sultan Syarif Kasim ... 76

Gambar 4.40. Orientasi hunian yang mengahadap ke arah sungai ... 77

Gambar 4.41. Orientasi hunian tunggal yang mengahadap ke arah jalan ... 77

Gambar 4.42. Orientasi hunian kawasan pasar yang mengahadap ke arah jalan .. 77

Gambar 4.43. Pemetaan Fungsi Bangunan ... 78

Gambar 4.44. Rumah panggung yang berfungsi sebagai hunian ... 80

Gambar 4.45. Bentuk rumah toko yang memiliki fungsi ganda yaitu hunian dan toko ... 81

Gambar 4.46. Model hunian di pinggiran Sungai Siak dengan fungsi bangunan sebagai hunian ... 83

Gambar 4.47.Dermaga masyarakat cina yang menyatu dengan hunian ... 84

Gambar 4.48. Bentuk pemanfaatan dermaga bagi masyarakat Melayu yang tidak menyatu dengan huniannya, dermaga hanya dimanfaatkan sebagai tempat tambatan perahu dan gudang penyimpanan ... 85

Gambar 4.49. Bentuk bangunan tunggal di pinggiran Sungai Siak ... 87

Gambar 4.50. Bentuk bangunan tunggal deret di pinggiran Sungai Siak ... 88

Gambar 4.51. Bentuk rumah panggung di kawasan darat ... 88

Gambar 4.52. Bentuk bangunan deret dan grid di kawasan pasar ... 89

Gambar 4.53. Bentuk akulturasi budaya Melayu pada tampilan bangunan masyarakat Cina ... 90


(17)

ABSTRAK

Permukiman di pinggiran sungai berbeda dengan permukiman lainnya. Budaya masyarakat di pinggiran sungai berperan dalam pembentukan pemukimannya, sedangkan permukiman informal maupun formal yang tidak di pinggiran sungai terbentuk karena beberapa fakor diantaranya lokasi, kondisi lingkungan, perilaku pemukim dan juga faktor kebudayaan. Demikian halnya dengan permukiman masyarakat di pinggiran Sungai Siak yaitu kota pelabuhan yang terbentuk dari proses aktivitas kehidupannya di pinggiran Sungai Siak. Permukiman masyarakat pinggiran sungai di Kelurahan Kampung dalam sudah terbentuk secara turun temurun dari proses aktifitas masyarakat di pinggiran sungai yang menjadikan sungai sebagai jalur transportasi. Pola permukiman dan hunian dipengaruhi oleh bentuk sungai dan aktifitas masyarakat yang memanfaatkan sungai sebagai sumber mata pencaharian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola permukiman di Kelurahan Kampung Dalam dan faktor yang mempengaruhi perubahan pola huniannya. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, yang menggambarkan kondisi pola permukiman Kelurahan Kampung yang terbentuk akibat pengaruh keberadaan Sungai Siak. Hasil penelitian menunjukan bahwa pola permukiman di Kelurahan Kampung Dalam berbentuk linier mengikuti bentukan sungai dan orientasi hunian dipengaruhi oleh fungsional dan aksesbilitas baik sungai maupun jalan karena sungai dan jalan mempunyai fungsi sama yaitu sebagai saran transportasi.


(18)

ABSTRACT

Settlements in riverside is different from other settlements. Cultural communities in is riverside important for settlement, while the informal and formal settlements not in riverside is formed of several factors such as location, environmental conditions, behavior of settlers and cultural factors. Similarly, human settlements in riverside of Siak River is a port city which formed by the activity of life in riverside of Siak River. Riverside settlements in the Village Kampung Dalam have been established for generations of process activities in riverside communities that make the river as a transportation. Settlement and residential are affected by the shape of the river and the activities of people who use the river as a source of livelihood. This study aims is determining the form of settlement patterns in Kampung Dalam and the factors affecting changes in occupancy patterns. The method used is qualitative, which describes the condition of village settlement patterns Kampung Dalam that based on the influence of the existence of Siak River. This Research shows that the pattern of settlement in the village Kampung Dalam is a linear shaped to follow the formation of the river and residential orientation is affected by functional and accessibility of both river and road because the river and the road has the same function that as a means of transportation.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai ratusan bahkan ribuan sungai. Hampir bisa dikatakan bahwa di setiap kawasan bisa kita jumpai sungai, baik di perkotaan, di pedalaman serta di pedesaan. Sungai-sungai tersebut yang pada awalnya dimanfaatkan sebagai jalur transportasi, seiring dengan waktu beberapa diantaranya sudah berubah fungsi menjadi non transportasi.

Sungai sebagai sumber kehidupan, sangat penting fungsinya dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat, antara lain sebagai sarana penunjang utama dalam meningkatkan pembangunan nasional dan sebagai sarana transportasi yang relatif aman untuk menghubungkan wilayah satu dengan lainnya.

Sungai yang awalnya digunakan sebagai jalur transportasi telah memunculkan permukiman masyarakat. Di beberapa lokasi saat ini daerah aliran sungai merupakan daerah yang paling strategis dan paling diminati sebagai tempat bermukim. Hal ini disebabkan oleh fungsi sungai sebagai jalur transportasi merupakan akses yang paling mudah di capai, yang kemudian dijadikan tempat bermukim dan sumber mata pencaharian sementara ataupun menetap.

Permukiman di daerah bantaran sungai berbeda dengan permukiman lainnya. Budaya masyarakat di pinggiran sungai berperan dalam pembentukan pemukimannya, sedangkan permukiman informal maupun formal yang tidak di


(20)

bantaran sungai terbentuk karena beberapa fakor diantaranya lokasi, kondisi lingkungan, perilaku pemukim dan juga faktor kebudayaan.

Permukiman bantaran sungai yang dihuni oleh masyarakat golongan bawah berbeda dengan permukiman bantaran sungai yang dihuni oleh masyarakat yang menghuni karena budaya. Permukiman yang di huni masyrakat golongan bawah biasanya terbentuk karena faktor sosial ekonomi yaitu tingkat penghasilan yang rendah selain itu keterbatasan lahan di perkotaan yang tersedia sementara jumlah penduduk semakin meningkat.

Hubungan manusia dengan lingkungan bertempat tinggal yang di bentuk karena faktor tersebut akan membentuk permukiman yang tidak terkendali dan menimbulkan ketidaknyaman kepada penghuninya karena unsur-unsur yang berpengaruh tidak diperhatikan. Berbeda dengan permukiman yang terbentuk karena unsur budaya, permukiman yang awalnya terbentuk karena masing-masing penghuninya saling bersepakat baik formal maupun informal membentuk komunitas yang dilandasi kedekatan sosial budaya. Hubungan sosial budaya dan kemampuan masing-masing individu untuk beradaptasi serta membangun relasi inilah yang sangat mempengaruhi perkembangan permukiman yaitu perkembangan permukiman yang terkendali dan memberikan kenyamanan dan kesejahteraan bagi masyarakat yang tinggal (Sanggalang dan Adji,2014).

Demikian juga halnya dengan pemukiman masyarakat di pinggiran Sungai Siak. Kota Siak Sri Indrapura sebagai Kota Istana terbentuk sejak hadirnya Kerjaan Siak (abad ke-18) di pinggiran Sungai Siak yang terletak di belahan Timur Pulau Sumatera yang juga merupakan kota pelabuhan yang terbentuk dari


(21)

proses aktivitas kehidupannya di pinggiran Sungai Siak. Wujud kota Siak Sri Indrapura telah di bentuk oleh kebudayaan material dan spiritual dari berbagai etnik, strata sosial, ekonomi dan sistem pemerintahan pada masa lalu, yang dapat di lihat dari bentuk-bentuk bangunan dengan suasana/setting/rona lingkungan pinggiran sungai yang merupakan mosaik-mosaik pembentukan Kota Siak Sri Indrapura (Rijal,2002). Secara umum keberadaan pemukiman di pinggiran Sungai Siak merupakan pemukiman yang tebentuk secara turun temurun dari generasi ke generasi yang sebagian besar mata pencaharian penduduk tergantung pada sungai. Potensi Sungai Siak sendiri adalah sebagai tempat untuk mencari ikan, sumber air bersih penduduk melalui PDAM Siak, wisata air dan mampu menunjang sistem transportasi air dengan intensitas tinggi baik untuk kapal barang ataupun kapal penumpang.

Objek penelitian yang diambil adalah kawasan pemukiman di pinggiran Sungai Siak di Kelurahan Kampung Dalam Kecamatan Siak Kabupaten Siak Provinsi Riau. Karakteristik dari permukiman ini adalah permukiman yang terbentuk secara turun temurun karena Sungai Siak dianggap sebagai jalur transportasi bagi masyarakat setempat dan sekaligus sebagai mata pencaharian. Budaya bemukim masyarakat di pemukiman ini banyak di pengaruhi oleh keberadaan Sungai Siak.

1.2 Perumusan Masalah

1) Bagaimana bentuk pola permukiman di bantaran Sungai Siak di Kelurahan Kampung Dalam Kecamatan Siak Kabupaten Siak Provinsi Riau?


(22)

2) Bagaimana pengaruh bentuk sungai terhadap pemukiman masyarakat di Kelurahan Kampung Dalam Kecamatan Siak Kabupaten Siak Provinsi Riau? 3) Faktor-faktor budaya seperti apakah yang berpengaruh pada perubahan

hunian masyarakat di kawasan Kelurahan Kampung Dalam Kecamatan Siak Kabupaten Siak Provinsi Riau?

1.3 Tujuan Penelitian

1) Mengetahui bentuk pola permukiman di bantaran Sungai Siak Kecamatan Siak Kabupaten Siak Provinsi Riau

2) Mengetahui pengaruh bentuk sungai terhadap pola hunian masyarakat di Kelurahan Kampung Dalam Kecamatan Siak Kabupaten Siak Provinsi Riau 3) Mengetahui faktor-faktor budaya seperti apakah yang berpengaruh pada

perubahan hunian masyarakat di kawasan Kelurahan Kampung Dalam Kecamatan Siak Kabupaten Siak Provinsi Riau

1.4 Manfaat Penelitian

1) Sebagai usaha pehaman latar belakang budaya bermukim masyarakat di pinggiran sungai di Indonesia umumya dan Kota Siak Sri Indrapura khusunya

2) Sebagai eksplorasi hasil penelitian lapangan dan studi literatur yang berguna bagi pengetahuan arsitektur dan menambah ilmu pengetahuan bagi pembaca


(23)

1.5 Keaslian Penelitian

Table 1.1

Tabel Keaslian Penelitian Judul, Tahun, Wilayah, Nama peneliti Tujuan Penelitian Metode Penelitian dan Pendekatan Teknik Analisis dan bahan Penelitian Hasil penelitian Kajian Karakteristik Pola Ruang Kota Pinggiran Sungai di Kota Siak Sri Indrapura-Riau, 2002, Siak Sri Indrapura- Riau, Muhammad Rijal.

mengkaji karakter pola

ruang kota

yang terbentuk

melalui ;

elemen fisik sebagai akumulasi dari elemen-elemen perancangan

kota dan

elemen non

fisik

berdasarkan kondisi sosial

budaya dan

sosial ekonomi masyarakat

menggunaka

n metode

rasionalistik dengan pendekatan kualitatif

Teknik analisa data kualitatif ( analisa data verbal ) dengan bahan

penelitian yaitu aspek fisik dan non fisik kota pinggiran

sungai yang

terbentuk di kota Siak Sri Indrapura

Karakter pola ruang kota yang terbentuk pada dasarnya

berbentuk linier karena pengaruh

unsure alami

yang dominan

berupa Sungai

Siak pada

kawasan pinggir sungai.


(24)

Model Permukiman “Kampung” Kawasan Tepian Sungai Studi Kasus: Permukiman Tepian Sungai Kahayan Kota Palangkaraya, 2014, Noor Hamidah, R. Rijanta, Bakti Setiawan & Muh. Aris Marfai

melihat model permukiman ”Kampung” tepian sungai mampu memberikan ruang hidup bagi

mayoritas masyarakat Indonesia di perkotaan, terutama masyarakat yang

bermukim di sepanjang tepian sungai Metode penelitian ialah kualitatif-ekploratif dengan pendekatan rasionalistik

Teknik analisa data kualitatif ( analisa data verbal ) dengan bahan

penelitian yaitu aspek fisik dan

non fisik

kawasan tepian sungai

Kahayan Kota Palangkaraya.

a) aspek fisik; dan b) aspek non fisik pendukung kawasan

permukiman. c) Faktor-faktor yang

mempengaruhi

non fisik

kawasan permukiman tepian sungai

antara lain:

Faktor ekonomi dan faktor sosial

dan faktor

budaya sungai (Hamidah, 2013).


(25)

Pengaruh Sungai Sebagai Pembentuk Permukiman Masyarakat Di Pinggiran Sungai Siak, Kelurahan Kampung Dalam, Kecamatan Siak, Riau, 2015, Dina Purnama

-Mengetahui bentuk pola permukiman di bantaran sungai siak -Mengetahui pengaruh bentuk sungai terhadap pola hunian

masyarakat di Kelurahan Kampung Dalam -Mengetahui faktor-faktor budaya seperti apakah yang berpengaruh pada

perubahan ruang hunian masyarakat di kawasan Kelurahan Kampung Dalam Metode penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan rasionalistik

Teknik analisa data kualitatif dengan bahan penelitian yaitu data fisik ; arah hadap

bangunan, kondisi rumah

dan fungsi

rumah, data

sosial ekonomi

dan sosial

budaya masyarakat.

Latar belakang pembentuk permukiman dan budaya

bermukim masyarakat yang

banyak di

pengaruhi oleh

Sungai Siak

sebagai Sumber Kehidupan Masyarakat di Pinggiran Sungai Siak


(26)

1.6 Kerangka Berfikir

Gambar 1.1

Diagram Kerangka Berfikir Sumber : Peneliti, 2015

Latar Belakang: Pola permukiman dan budaya bermukim yang dipengaruhi oleh keberadaan Sungai Siak

Rumusan Masalah

-Bagaimana pengaruh sungai terhadap bentuk pola permukiman masyarakat di Kelurahan Kampung Dalam? -Faktor budaya seperti apakah yang

berpengaruh pada ruang hunian

masyarakat di Kelurahan Kampung Dalam?

Tujuan Penelitian

-Mengetahui bagaimana pengaruh

sungai terhadap bentuk pola

permukiman masyarakat di

Kelurahan Kampung Dalam

-Menganalisis Faktor buadaya yang berpengaruh pada ruang hunian masyarakat di Kelurahan Kampung Dalam?

Teori dan Konsep: - Teori Permukiman - Pola permukiman

- Budaya bermukim

- Permukiman pinggir

sungai

Metode Penelitian

Data Skunder

Data berupa data

dokumentasi/arsip dan perkembangan Kota Siak

khususnya Kelurahan

Kampung Dalam sebagi objek kajian

Data Primer berupa data lapangan yang terdiri dari pola fisik ruang

permukiman ,kondisi sosial ekonomi dan sosial budaya Metode Survey :

Wawancara

 Pengamatan Lapangan

Pencarian Literatur : RDTR Kab.siak, BPS Kab.Siak dan BAPPEDA Kab.Siak

Analisis Data Deskriptif dan Pembahasan


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Permukiman

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman dikatakan bahwa yang dimaksud dengan rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Sedangkan permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.

2.1.1 Pengertian Permukiman

Kata permukiman merupakan sebuah istilah yang tidak hanya berasal dari satu kata saja. Apabila ditinjau dari strutur katanya, kata permukiman terdiri atas dua kata yang mempunyai arti yang berbeda, yaitu (Sastra dan Marlina,2006) : 1. Isi

Isi mempunyai implementasi yang menunjuk kepada manusia sebagai penghuni maupun masyarakat di lingkungan sekitarnya.


(28)

2. Wadah

Wadah menunjuk pada fisik hunian yang terdiri dari alam dan elemen-elemen buatan manusia.

Pendapat lain yang berbeda tentang pengertian permukiman adalah menurut Hadi (2001) dalam Usop (2003) permukiman adalah perumahan dengan segala isi dan kegiatan yang ada di dalamnya. Perumahan merupakan wadah fisik, sedangkan permukiman merupakan paduan antara wadah dengan isinya yakni manusia yang hidup bermasyarakat dengan unsur budaya dan lingkungannya. Permukiman berwawasan lingkungan merupakan permukiman yang mampu mengakomodasikan dan mendorong proses perkembangan kehidupan di dalamnya secara wajar dan seimbang dengan memadukan kepentingan ekonomi, ekologi dan sosial.

2.1.2 Elemen Pembentuk Permukiman

Sebuah rumah atau tempat tinggal merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi manusia. Maslow dalam Sastra dan Marlina (2006) menyebutkan bahwa sesudah manusia terpenuhi kebutuhan jasmaninya yaitu sandang, pangan dan kesehatan, kebutuhan akan rumah atau tempat tinggal merupakan salah satu motivasi untuk pengembangan kehidupan yang lebih tinggi. Tempat tinggal pada dasarnya merupakan wadah bagi manusia atau keluarga dalam melangsungkan kehidupannya.

Menurut Maslow dalam Sastra dan Marlina (2006) kebutuhan manusia menunjukan hierarki dari kebutuhan yang paling dasar /pokok hingga kebutuhan


(29)

tingkat lanjut. Tingkat kebutuhan manusia terhadap hunian dapat dikategorikan sebagai berikut :

1. Survival Needs→ hunian sebagai kebutuhan dasar manusia

2. Safety and Security Needs → hunian sebagai sarana perlindungan dan keselamatan

3. Affiliation Needs → hunian sebagai kebutuhan akan identitas pemiliknya dalam masyarakat

4. Esteem Needs → hunian berfungsi sebagai pengakuan atas jati diri dalam lingkungan masyarakat

5. Cognitive and Aesthetic Needs → hunian bukan sekedar berfungsi sebagai pengakuan atas jati diri pemiliknya tetapi juga sebagai sesuatu yang dapat dinikmati keindahannya bagi lingkungan sekitarnya.

Pendapat lain tentang kebutuhan rumah adalah menurut Chander (1979) dalam Komarudin (1997) terdapat lima komponen kebutuhan rumah, yaitu :

1. Jumlah unit yang dibutuhkan untuk menurunkan kepadatan (backlog) 2. Rumah yang harus segera diganti (immediate replacement)

3. Rumah yang harus segera diganti sesuai dengan perencanaan (normal replacement)

4. Rumah yang dibutuhkan karena pertambahan penduduk (new households) 5. Kebutuhan rumah untuk menutupi kekurangan rumah sejak tahun-tahun

sebelumnya (fulfillment of housing deficit).

Di dalam Sistem Permukiman, menurut Doxiadis (1968) dalam Goenmiandari, dkk (2010), permukiman adalah paduan antara unsur manusia dan


(30)

masyarakatnya, alam dan unsur buatan. Semua unsur pembentuk permukiman tersebut saling terkait dan saling mempengaruhi serta saling menentukan satu dengan lainnya.

Lingkungan permukiman merupakan sistem yang terdiri dari lima elemen, yaitu (Doxiadis,1968 dalam Goenmiandari,dkk, 2010):

a. Nature (unsur alam) , mencakup sumber-sumber daya alam seperti geologi, topografi, hidrologi, tanah, iklim, dan unsur hayati seperti vegetasi dan fauna.

b. Man (manusia), mencakup segala kebutuhan pribadinya, seperti kebutuhan biologis, emosional, nilai-nilai moral, perasaan dan persepsinya.

c. Society (masyarakat), manusia sebagai bagian dari masyarakatnya.

d. Shell (lindungan), tempat dimana manusia sebagai individu dan kelompok melakukan kegiatan dan kehidupannya.

e. Network (jejaring), merupakan sistem alami atau yang dibuat manusia untuk menunjang berfungsinya lingkungan permukimannya, seperti jalan, jaringan air bersih, listrik, telepon, sistem persampahan dan lain sebagainya.

Elemen permukiman meliputi manusia serta wadahnya (tempat) maka perlu memahami dengan baik hubungan antara elemen-elemen permukiman dengan manusia, yang saling mempengaruhi keberadaan satu dengan lainnya (Sastra dan Marlina,2006).

Menurt Sastra dan Marlina (2006) proses pembentukan suatu permukiman dapat dilihat dari pemahaman tentang adanya realitas hubungan antar


(31)

masing-masing tahapan dari proses pembentukan permukiman tersebut. Diagram proses terbentuknya permukiman sebagai berikut :

Alam sebagai wadah → ada manusia → membentuk kelompok sosial yang berfungsi sebagai masyarakat.

Kelompok sosial membutuhkan perlindungan → membuat bangunan →

menjadi lingkungan besar dan kompleks → terbentuk Networks → terbentuk permukiman (Human Settlements).

Gambar 2.1

Diagram proses pembentukan permukiman Sumber : Sastra dan Marlina, 2006

2.1.3 Pola Permukiman

Pola spasial permukiman menurut Wiriaatmadja (1981) dalam Citrayati, dkk, (2008) adalah:

a. Pola permukiman dengan cara tersebar berjauhan satu sama lain, terutama terjadi dalam daerah yang baru dibuka. Hal ini disebabkan karena belum


(32)

ada jalan besar, sedangkan orang-orangnya mempunyai sebidang tanah, yang selama suatu masa tertentu harus diusahakan secara terus menerus b. Pola permukiman dengan cara berkumpul dalam sebuah kampung/desa,

memanjang mengikuti jalan lalu lintas (jalan darat/sungai), sedangkan tanah garapan berada di belakangnya;

c. Pola permukiman dengan cara terkumpul dalam sebuah kampung/desa, sedangkan tanah garapan berada di luar kampung; dan

d. Berkumpul dan tersusun melingkar mengikuti jalan. Pola permukiman dengan cara berkumpul dalam sebuah kampung/desa, mengikuti jalan yang melingkar, sedangkan tanah garapan berada di belakangnya.

Sedangkan menurut Putra (2006) permukiman mempunyai berbagai pola yang umum terjadi akibat berbagai faktor yang mempengaruhi, antara lain:

1. Sub Kelompok Komunitas

Pola permukiman tipe ini berbentuk cluster, terdiri dari beberapa unit atau kelompok hunian. Memusat pada ruang-ruang penting, seperti penjemuran, ruang terbuka umum, masjid dan sebagainya. Selain itu, pada pola ini berkembang dengan adanya kebutuhan lahan dan penyebaran unit-unit permukiman telah mulai timbul. Kecenderungan pola ini mengarah pada pengelompokkan unit permukiman terhadap suatu yang dianggap memiliki nilai ”penting” atau pengikat kelompok seperti ruang terbuka komunal dalam melakukan aktivitas bersama.


(33)

Gambar. 2.2

Pola Permukiman Sub Kelompok Komunitas Sumber : Putra, 2006

2. Face to Face

Pola permukiman tipe ini berbentuk linier, antara unit-unit hunian sepanjang permukiman dan secara linier terdapat perletakan pusat aktivitas yaitu tambatan perahu atau dermaga, ruang penjemuran, pasar dan sebagainya.

Gambar. 2.3

Pola Permukiman Face to Face Sumber : Putra, 2006 3. Linier

Pola permukiman bentuk ini adalah suatu pola sederhana dengan peletakan unit-unit permukiman (rumah, fasum, fasos dan sebagainya) secara terus menerus


(34)

pada tepi sungai dan jalan. Pada pola ini kepadatan tinggi, dan kecenderungan ekspansi permukiman dan mixed use function penggunaan lahan beragam.

Gambar. 2.4 Pola Permukiman Linier

Sumber : Putra, 2006

Dibawah ini juga dapat dilihat pola dan tata letak pola permukiman dengan gambar-gambar sebagai berikut ( Putra, 2006) :

1. Pola Mengelompok

Contoh pola mengelompok ini adalah daerah di tepi pantai atau danau, jarak antara perumahan dan tepi pantai ditanami pohon agar kelestarian lingkungan terjaga. Pada daerah muara, perumahan mengelompok di muara sungai, sedangkan kegiatan MCK terjadi di sepanjang sungai. Adapun arah pengembangannya adalah untuk menghindari pengembangan perumahan ke arah pinggir sungai. Terdapat pohon pelindung untuk menjaga kelestarian sungai, MCK di tarik ke arah darat.


(35)

Gambar. 2.5

Pola Permukiman Mengelompok Sumber : Putra, 2006 2. Pola Menyebar

Pada pola ini perumahan menyebar jauh dari fasilitas, adapun arah pengembangannya adalah dikelompokkan agar jangkauan fasilitas terpenuhi. Sedangkan pengembangan perumahan cenderung diarahkan ke darat.

Gambar. 2.6

Pola Permukiman Menyebar Sumber : Putra, 2006


(36)

3. Pola Memanjang

Pola ini menimbulkan gangguan keseimbangan alam. Adapun arah pengembangannya dikelompokkan agar fasilitas umum murah dan terjangkau. Terdapat jarak antara perumahan dengan sungai.

Gambar. 2.7

Pola Permukiman Memanjang Sumber : Putra, 2006

2.2 Budaya Bermukim

Budaya menurut Rapoport (1969) didefinisikan sebagai cara hidup yang khas, serangkaian simbol dan kerangka pikir, dan cara beradaptasi dengan lingkungan alamnya. Budaya menurut para antropolog berarti kemanusiaan, selanjutnya menurut Rapoport perubahan permukiman dipengaruhi oleh kekuatan sosial budaya termasuk agama, pola hubungan kekeluargaan kelompok sosial, cara hidup dan beradaptasi dan hubungan antar individu.

Budaya bermukim dapat diartikan sebagai segala kelakukan manusia (pola-pola tingkah laku) yang meliputi daya (cipta, karsa dan rasa) dan aktivitas yang menghubungkan dirinya dengan lingkungan, untuk mengolah dan mengubah


(37)

alam dalam bermukim pada suatu lingkungan. Tingkah laku tersebut didasarkan pada pemahaman terhadap apa yang diketahui, dipikirkan, dan dipandang individu tentang dunia dan nilai-nilai yang terbentuk dan berkembang dalam komunitasnya (Sangalang, 2013) . Budaya bermukim adalah proses kehidupan dan artefak yang dihasilkan dalam mendiami suatu tempat dan merupakan ekspresi fisik dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan (Oliver,1987 dalam Sanggalang dan Adji,2014). Budaya bermukim berpengaruh pada cara pandang masyarakat. Rapoport (1969) mengatakan bahwa budaya akan selalu berubah sehingga makna bangunan maupun permukiman juga dapat berubah. Hanya saja perubahan tersebut tidaklah selalu terjadi secara serentak dan pada seluruh elemen ataupun tatanannya, akan tetapi (tetap akan) selalu dijumpai adanya unsur yang berubah dan yang tetap.

Berdasarkan pandangan Rapoport (1969) di atas terlihat bahwa seiring dengan berkembangnya zaman suatu budaya akan mengalami pergeseran, apabila budaya tersebut atau cara pandangan hidup telah berubah, maka berbagai bentuk aspek yang terkait di dalamnya menjadi berubah atau bahkan kehilangan fungsinya dan tidak berarti . Walaupun tidak terjadi perubahan secara keseluruhan dan tetap akan dijumpai berbagai elemen yang masih dipertahankan, hanya pada dasarnya kecenderungan sifat manusia untuk berubah lebih kuat dari pada mempertahankan apa yang ada. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa setiap ada perkembangan selalu diiringin dengan perubahan, namun tetap ada aspek yang bertahan.

Budaya berkaitan dengan ruang permukiman, Yi-Fu Tuan (1977) dalam Sasongko (2005) menyatakan untuk menjelaskan makna dari organisasi ruang


(38)

dalam konteks tempat (place) dan ruang (space) harus dikaitkan dengan budaya. Budaya sifatnya unik, antara satu tempat dengan tempat lain bisa sangat berbeda maknanya. Selanjutnya manusia akan mengekspresikan dirinya pada lingkungan dimana dia hidup, sehingga lingkungan tempat tinggalnya akan diwujudkan dalam berbagai simbolisme sesuai dengan budaya mereka. Bagaimana manusia memilih tempat tertentu dan menggunakan berbagai kelengkapan, ataupun berbagai cara untuk berkomunikasi pada dasarnya merupakan “bahasa” manusia. Pola ini tidaklah semata dilihat dalam kaitan dengan lingkungan semata, akan tetapi pada waktu yang bersamaan juga merupakan perwujudan budaya mereka (Locher, 1978 dalam Sasongko (2005).

Menurut Keesing (1992) dalam Rochgiyanti (2011), budaya sebagai sistem adaptif. Budaya adalah sistem (dari pola-pola tingkah laku yang diturunkan secara sosial) yang bekerja menghubungkan komunitas manusia dengan lingkungan ekologi mereka.

Kekerabatan juga dapat menjadi faktor penentu terhadap pembentukan permukiman atau rumah, karena sangat terkait dengan sebuah bentuk ikatan sosial, aturan-aturan yang bernuansa budaya dan religi, serta adanya kegiatan yang bersifat ekonomi (Lowi dalam Mulyati, 1995 dalam Citrayati,dkk, 2008).

Hubungan antara kekerabatan dalam aspek sosial-kultural dan permukiman sebagai perwujudan fisiknya, secara umum dapat digambarkan sebagai berikut (Citrayati,dkk, 2008):

 Kelompok kekerabatan mempengaruhi lokasi dan tata lahan/rumah sesuai dengan prinsip yang dianut


(39)

 Peran sosial antar kerabat mempengaruhi terbentuknya ruang-ruang yang mempengaruhi terbentuknya ruang-ruang yang menjadi sarana interaksi antar kerabat

2.2.1 Manusia, Kebudayaan, Perilaku dan Lingkungan Binaan

Hubungan manusia dengan kebudayaan dapat dilihat dari konsep awal tentang kebudayaan, yakni keseluruhan komplek yang meliputi pengetahuan, keyakinan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan serta kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai warga masyarakat. Oleh sebab itu manusia disebut sebagai makhluk budaya. Manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan fisik dan rohani. Aktifitas kebudayaan berfungsi untuk memenuhi komplek kebutuhan naluri manusia (Malinowski dalam Koentjaraningrat, 1974 dalam Putra, 2006).

Faktor dinamika rona lingkungan dipandang juga berpengaruh pada bentuk dan pola lingkungan binaan (Nurjannah,2008 dalam Andreas,dkk, 2014 ) . Hubungan dapat terjadi antara rona lingkungan dengan bentuk fisik lingkungan binaan, dimana rona lingkungan mempengaruhi bentuk fisik permukiman yang terbentuk oleh kondisi lingkungan serta kelompok masyarakat dengan budayanya (Rapoport,1969). Rapoport (1969) juga menganggap bentuk permukiman bukan merupakan hasil proses yang sederhana dari satu faktor penyebab saja, tetapi lebih merupakan konsekuensi menyeluruh dari faktor sosial budaya. Hubungan ini saling mempengaruhi dan dipengaruhi sehingga kegiatan manusia dan lingkungannya mempunyai pola-pola yang mengatur keseimbangan alam. Rapoport (1969) menyatakan bahwa lingkungan binaan diciptakan untuk mewadahi perilaku yang diinginkan. Interaksi antar keduanya melahirkan suatu


(40)

bentuk aktivitas, aktivitas yang terjadi tersebut dapat mengakibatkan perubahan diantaranya perubahan lingkungan dan perubahan perilaku.

Lingkungan permukiman terbentuk bukan hanya dari hasil kekuatan fisik tetapi juga terkait dengan faktor-faktor sosial budaya yang ada di dalamnya. Rapoport (1969) mengemukakan bahwa faktor utama dalam proses terjadinya bentuk adalah budaya sedangkan faktor lain seperti iklim, letak dan kondisi geografis, politik dan ekonomi merupakan faktor pengubah (modifiying factor).

Jadi dalam hal ini karakteristik lingkungan adalah salah satu faktor yang sangat mempengaruhi terbentuknya tata ruang suatu permukiman dan arsitektur permukiman, selain faktor perilaku manusianya. Kawasan permukiman juga akan memiliki keunikan tersendiri yang terbentuk karena adanya kekhasan budaya masyarakat, kondisi iklim yang berbeda, karakteristik tapak, pengaruh nilai-nilai spritualnya yang dianut, dan kondisi politik atau keamanan dari suatu daerah atau permukiman (Andreas, dkk, 2014).

Pada dasarnya, kerangka pendekatan studi perilaku menekankan bahwa latar belakang manusia seperti pandangan hidup, kepercayaan yang di anut, nilai-nilai dan norma-norma yang di pegang akan menentukan perilaku seseorang yang antara lain tercemin dalam cara hidup dan peran yang dipilihnya di masyarakat (Rapoport , 1997 dalam Haryadi dan Setiawan, 2010).


(41)

Gambar 2.8

Hubungan antara Budaya, Perilaku, Sistem Aktivitas dan Sistem Seting

Sumber : Rapoport, 1997 (diterjemahkan oleh Haryadi dan B.Setiawan)

Terlihat dari gambar tersebut bahwa kerangka pendekatan ruang dari aspek perilaku menekankan pada faktor human agency, yakni keputusan setiap individu manusia atau sekelompok manusia untuk merumuskan pandangan-pandangannya terhadap dunia, merumuskan nilai-nilai kehidupan yang diyakini bersama, menjabarkan dalam kebiasaan hidup sehari-hari yang tertuang dalam system kegiatan dan wadah ruangnya (sistem seting). Dengan kata lain, motif-motif aktivitas manusia tidak sekedar dapat dipahami secara mekanistis sebagai respons terhadap stimuli-stimuli ekonomis atau biologis saja, melainkan mengandung makna dan symbol yang telah disepakati antar kelompok-kelompok manusia tertentu. Pendekatan ini menegaskan bahwa aspek psikologi manusia dan kultur suatu masyarakat akan menentukan aktivitas dan wadahnya (Sastra dan Marlina,2006).


(42)

2.2.2 Pengaruh Budaya Terhadap Bentuk Hunian

Menurut Rapoport (1980) dalam Goenmiandari, dkk, (2010) para

antropolog setuju bahwa inti dari ‟budaya‟ adalah kemanusiaan. Sedangkan

budaya itu sendiri didefinisikannya menjadi 3 maksud :

a. Budaya sebagai cara hidup yang khas (a way of life) dari kelompok tertentu.

b. Budaya sebagai suatu sistem simbol-simbol, arti dan kerangka pikir yang dikirim melalui kode-kode simbolik.

c. Budaya sebagai satu set strategi-strategi beradaptasi untuk bertahan hidup dalam hubungannya dengan ekologi dan sumber daya.

Menurut Turner (1990) dalam Usop (2003), fungsi rumah dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :

1. Rumah sebagai sebuah benda (House as A Noun)

Rumah dilihat sebagai alat yang bisa diperjualbelikan, investasi dan sebagai barang komoditi.

2. Rumah sebagai suatu aktivitas (House as A Verb)

Rumah dipandang sebagai tempat berlangsungnya proses bermukim yang terjadi dalam rumah, misalnya ada ayah, ibu, anak, makan, mandi dan lain-lain.

Jadi rumah tidak hanya dilihat sebagai benda mati (komoditi), namun merupakan proses bermukim, keberadaan manusia dalam menciptakan ruang kehidupan dilingkungan masyarakat dan alam sekitarnya.


(43)

Menurut Rapoport (1969) dalam bukunya House Form and Culture mengatakan bahwa :

”The house, the village, and town express the fact societies share

certain generally accepted goals and life values. The environment sought reflects many socio-cultural forces, including religious beliefs, family and clan structure, social organization, way of

gaining livelihood, and social relation between individuals”

Jadi perubahan rumah dan permukiman dipengaruhi oleh kekuatan sosial budaya, termasuk agama, pola hubungan kekeluargaan, organisasi/ kelompok social, cara hidup dan beradaptasi sehari-hari dan hubungan sosial antar individu (Goenmiandar, dkk, 2010).

Turner (1972) dalam Sanggalang dan Adji (2014) menyatakan bahwa yang terpenting dari hunian bukan wujudnya, melainkan dampak terhadap kehidupan penghuninya. Hunian tidak dapat dilihat sebagai bentuk fisik bangunan menurut standar tertentu (dweling unit), tetapi merupakan proses interaksi hunian dengan penghuni dalam siklus waktu. Konsep interaksi antara hunian dan penghuninya adalah apa yang diberikan hunian kepada penghuni, serta dilakukan penghuni terhadap huniannya.

2.3 Permukiman Bantaran Sungai

Permukiman baik di dunia belahan barat maupun di timur kebanyakan bermula dari daerah sekitar air, entah itu sumber air, sungai, danau maupun laut (Mahatmanto, 2008 dalam Sanggalang dan Adji, 2014). Sungai merupakan awal terbentuknya permukiman kolektif dan akhirnya berkembang menjadi sebuah kota. Dalam studi standar spesifikasi teknis yang disusun Ditjen Cipta Karya Departemen PU (1998 : II-2) dalam Usop (2003) definisi permukiman di tepian


(44)

sungai, ditinjau dari karakteristik permukiman beserta aspek-aspek yang mempengaruhi dan membentuknya adalah bangunan terapung atau panggung yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga, yang berada di atas badan perairan berupa sungai, danau, rawa ataupun pantai/laut dengan sifat seluruhnya ataupun sebagian selalu atau sewaktu-waktu berada di atas air apabila terjadi luapan air baik dari sungai, danau, dsb.

2.3.1 Peraturan Tentang Bantaran Sungai

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai dikatakan bahwa sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan atu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Bantaran sungai adalah ruang antara tepi palung sungai dan kaki tanggu sebelah dalam yang terletak di kiri dan/atau kanan palung sungai. Sedangkan garis sempedan adalah garis maya di kiri dan kanan palung sungai yang di tetapkan sebagai batas pelindungan sungai.

Garis sempadan pada sungai bertanggul di kawasana perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai ditentukan paling sedikit berjatak 3 m (tiga meter)


(45)

dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai. Sedangkan sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan paling sedikit berjarak 30 m (tiga puluh meter) dari tepi kiri dan kanan palung sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 20 m (dua puluh meter).

Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai dalam Pasal 8 ayat (2) huruf d ditentukan paling sedikit berjarak 5 m (lima meter) daritepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai. Sedangkan garis sempadan sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan ditentukan paling sedikit berjarak 100 m (seratus meter) dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai dan garis sempadan sungai kecil tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud ditentukan paling sedikit 50 m (lima puluh meter) dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai.

2.3.2 Karakteristik Permukiman Bantaran Sungai

Rapoport (1969), dalam bukunya House Form and Culture, menjelaskan pengaruh dari topografi sebagai faktor yang menentukan pembangunan permukiman. Rapoport menyatakan bahwa ada dua pertimbangan bagi masyarakat untuk memilih tempat permukimannya, yaitu fisik lingkungan alam setempat dan pilihan sosial-budaya. Kebudayaan merupakan unsur non fisik yang mempengaruhi wajah suatu kota. Kebudayaan merupakan hasil pemahaman manusia terhadap dirinya dengan unsur-unsur lain di luar dirinya.

Rapoport (1969) kembali menegaskan bahwa, perubahan bentuk rumah bukan merupakan hasil kekuatan faktor fisik atau faktor tunggal lainnya, tetapi


(46)

merupakan konsekuensi dari cakupan faktor-faktor budaya yang terlihat dalam pengertian yang luas. Pembentukan lingkungan permukiman, Rapoport membaginya menjadi dua kelompok elemen dasar, yakni elemen fisik, seperti, kondisi iklim, metode konstruksi, material yang tersedia dan teknologi, dan elemen socio-cultural. Menurut Rapoport (1969) elemen socio-cultural merupakan elemen utama atau prima, sedangkan yang lain adalah elemen sekunder.

Menurut Silas (1985) dalam Widyastomo (2011) suatu permukiman hendaknya mengikuti kriteria bagi permukiman yang baik, dengan memenuhi aspek fisik dan aspek nonfisik. Proses bermukim menjadi faktor pengikat antara masa dulu, kini dan masa akan datang dengan tujuan peningkatan kualitas hidup. Aspek fisik dan nonfisik saling mempengaruhi satu dengan yang lain sebagai wujud dari aspek-aspek yang tidak saling terpisahkan antara satu dengan lainnya. Oleh karena itu, kriteria atau karakteristik permukiman yang ideal adalah adanya pemenuhan aspek fisik dan non fisik di dalamnya berupa aspek sosial, budaya, ekologis dan fungisonal yang saling mempengaruhi, dengan tujuan peningkatan kualitas hidup.

2.3.3 Pola Permukiman Bantaran Sungai

Pola permukiman bantaran sungai umumnya adalah pola linier, karena berderet-deret sepanjang pinggiran sungai mengikuti bentuk sungainya. Di kota Banjarmasin pola permukiman pinggir sungainya juga berbentuk linear. Rumah- rumah dibangun menghadap ke sungai dan pada tepian sungai terdapat dermaga yang dihubungkan dengan titian. Dermaga digunakan untuk menambatkan perahu


(47)

sebagai satu-satunya alat transportasi pada saat itu serta digunakan sebagai sarana dalam memanfaatkan air sungai sebagai sumber air minum dan sanitasi (Daud, 1997 dalam Goenmiandari,dkk,2010).

Menurut Iwan Suprijanto dalam Usop (2003) dalam makalah karakteristik spesifik, permasalahan dan potensi pengembangan kawasan permukiman perairan kota di Indonesia, proses pembentukan sebuah kawasan permukiman di awali dari :

a. Sejarah awal keberadaan lingkungan perumahan/permukiman dapat dibedakan atas 2 (dua) kronologis, yaitu :

 Perkembangan yang dimulai oleh kedatangan sekelompok etnis tertentu di suatu lokasi, yang kemudian menetap dan berkembang secara turun-temurun membentuk suatu klan/komunitas tertentu serta cenderung bersifat sangat homogen, tertutup dan mengembangkan tradisi dan nilai-nilai tertentu, yang pada akhirnya merupakan karakter dan ciri khas permukiman tersebut.

 Perkembangan sebagai daerah alternatif permukiman, karena peningkatan arus urbanisasi, yang berakibat menjadi kawasan liar dan kumuh perkotaan.

b. Tahapan perkembangan kawasan perumahan/permukiman di perairan adalah :  Tahap awal ditandai oleh dominasi pelayanan kawasan perairan sebagai sumber air untuk keperluan hidup masyarakat. Kota masih berupa suatu kelompok permukiman di atas air.


(48)

 Ketika kota membutuhkan komunikasi dengan lokasi lainnya (kepentingan per- dagangan) maka kawasan perairan merupakan prasarana transportasi, dan dapat diduga perkembangan fisik kota yang cenderung memanjang di pantai, di sungai, di danau (linier).

 Perkembangan selanjutnya ditandai dengan semakin kompleksnya kegiatan fungsional, sehingga intensitas kegiatan di sekitar perairan makin tinggi. Jaringan jalan raya menawarkan lebih banyak kesempatan mengembangkan kegiatan. Walaupun begitu, jenis fungsi perairan tidak berarti mengalami penurunan, bahkan mengalami peningkatan (makin beragam).

c. Kawasan permukiman di atas air cenderung rapat (kepadatan bangunan tinggi dan jarak antar bangunan rapat) dan kumuh (tidak teratur, kotor, dll). Dominasi kawasan perumahan/permukiman nelayan, yang umumnya kumuh dan belum tertata.

d. Pola perumahan dipengaruhi oleh keadaan topografi, dibedakan atas 3 (tiga), yaitu :

 Daerah perbukitan cenderung mengikuti kontur tanah;

 Daerah relatif datar cenderung memiliki pola relatif teratur, yaitu pola grid atau linear dengan tata letak bangunan berada di kiri-kanan jalan atau linear sejajar dengan (mengikuti) garis tepi pantai;

 Daerah atas air pada umumnya cenderung memiliki pola cluster, yang tidak teratur dan organik. Pada daerah-daerah yang telah ditata umumnya menggunakan pola grid atau linear sejajar garis badan perairan.


(49)

e. Orientasi bangunan semula umumnya menghadap perairan sesuai orientasi kegiatan berbasis perairan. Perkembangan selanjutnya orientasi kegiatan ke darat semakin meningkat (bahkan lebih dominan), maka orientasi bangunan cenderung menghadap ke arah darat dan lebih mempertimbangkan aspek fungsional dan aksesibilitas.

f. Secara arsitektural, bangunan pada permukiman di kota pantai dibedakan atas: - Bangunan di atas tanah;

- Bangunan panggung di darat; - Bangunan panggung di atas air;

- Bangunan rakit di atas air (pernah ada dan saat ini sudah jarang dijumpai); Arsitektural bangunan dibuat dengan kaidah tradisional maupun modern, sesuai dengan latar belakang budaya dan suku/etnis masing-masing.

g. Tipologi bangunan menggunakan struktur dan konstruksi sederhana, tradisional dan konvensional, yang kurang memperhitungkan pengaruh angin, tsunami, gempa, dll.


(50)

2.4 Diagram Kepustakaan

Gambar 2.9

Diagram Kepustakaan (Literature Map) Sumber : Peneliti, 2015

2.5 Studi Kasus Sejenis

2.5.1 Permukiman Tepian Sungai Kahayan Kota Palangkaraya ( Noor Hamidah, R. Rijanta, Bakti Setiawan dan Muh. Aris Marfai, 2014) Peranan sungai dalam kehidupan sehari-hari terus berkembang, pertumbuhan permukiman awal disebut ”kampung” berkembang membentuk kota terletak di sepanjang DAS. Keunikan ”Kampung” di sepanjang DAS merupakan

Pengaruh Sungai Terhadap Permukiman

Permukiman

Sastra & Marlina, 2006; Abraham Maslow;

Doxiadis, 1968; Rapoport, 1969; Habraken, 1978; Wiriaatmajda,

1981; Putra, 2006

Budaya Bermukim Rapoport, 1969; Papageorgeou,

1969

Yi-Fu Tuan, 1977; Lowi, 1995

Permukiman Bantaran Sungai Mahatmanto, 2008; Sanggalang &

Adji, 2014; usop,2003

Karakteristik & Pola Permukiman Bantaran Sungai

Rapoport, 1969; Silas, 1985; Rrapoport, 1982; Usop, 2003

Manusia, Kebudayaan, Perilaku & Lingkungan

Binaan

Koentjaraningrat, 1974; Rapoport, 1969; Haryadi &

Setiawan, 2010

Budaya dan Bentuk Hunian Rapoport, 1980; Rapoport, 1969; Turner, 1972; Turner

1990

Permukiman Masyarakat di Pinggiran Sungai


(51)

fokus penelitian, sedangkan Locus penelitian ialah permukiman tepian Sungai Kahayan Kota Palangkaraya. Tujuan penelitian ialah melihat model permukiman ”kampung” tepian sungai mampu memberikan ruang hidup bagi mayoritas masyarakat Indonesia di perkotaan, terutama masyarakat yang bermukim di sepanjang tepian sungai.

Pendekatan penelitian yaitu pendekatan pola spasial permukiman tepian Sungai Kahayan memiliki keunikan fisik yaitu rumah lanting (Raft House) dan rumah Panggung (Pillar House) berada diatas air, secara umum berbeda dengan topografi rumah yang dibangun diatas tanah, pola sirkulasi (titian kayu), dan dermaga sebagai ruang publik warga. Penghuni permukiman Rumah lanting (Rafting Houses) dan penghuni Rumah Panggung (Pillar houses) merupakan penduduk asli Suku Dayak dan Suku Banjar.

Permukiman ini memiliki peranan dalam perkembangan kota, bila dilihat dari pertumbuhan kawasan permukiman di Indonesia kebanyakan kota-kota berlokasi di kawasan tepian sungai. Seiring perkembangan saat ini kota-kota tepian sungai ini cenderung hanya di lihat sebagai kota tua yang tidak tertata dengan baik dalam pembangunan kota. Berdasarkan hasil pengamatan penelitian terdapat dua aspek penting dalam pengembangan bentuk hunian tepian sungai, yaitu: a) aspek fisik; dan b) aspek non fisik pendukung kawasan permukiman. Aspek fisik meliputi:

1. daerah aliran sungai

2. model permukiman kawasan tepian sungai 3. pola sirkulasi Lokal


(52)

4. sarana dan prasarana kawasan permukiman tepian sungai

Faktor-faktor yang mempengaruhi non fisik kawasan permukiman tepian sungai antara lain: (1) faktor ekonomi; dan (2) faktor sosial; dan (3) faktor budaya sungai.

Gambar 2.10

Struktur dan Pola Kota Tepian Sungai Kalimantan Sumber: Prayitno, 2005

Pola menyebar Pola Linier Pola Linier Konfigurasi Gambar 2.11

Ragam Pola Sirkulasi Pada Objek amatan Sumber : Hamidah, 2013

2.5.2 Perubahan Pola Permukiman Suku Sentani di Pesisir Danau Sentani (Deasy Widyastomo, 2011)

Permukiman tradisional suku Sentani terbentuk oleh budaya dan karakteristisk suku Sentani yang unik. Permukiman Kampung Ifale suku Sentani berada di pesisir Danau Sentani dan berorientasi terhadap danau sebagai eksistensi


(53)

kehidupan. Keberadaan masyarakat suku Sentani di Danau Sentani telah melangsungkan kehidupan sejak terjadinya perang suku zaman nenek moyang dan sampai saat ini masih tetap berkehidupan di pesisir Danau Sentani dalam usaha mempertahankan kehidupan yang berkelanjutan. Permukiman dan perumahan suku Ifale Sentani berada di Kampung Hobong yang terbentuk dari kesatuan tiga kelompok kekerabatan yang berbeda yaitu Asei, Ifale dan Ifar Besar. Dalam kehidupan bersama tetap menjaga tradisi yang dilakukan secara turun temurun dengan menyesuaikan kondisi yang baik dirumah maupun di lingkungannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari perubahan pola permukiman tradisional suku Sentani di Danau Sentani, dan pengaruhnya terhadap pola hidup masyarakat tradisional.

Hasil penelitian menunjukkan analisa kualitas permukiman dan lingkungan, analisa kekhasan fisik permukiman dan analisa perubahan permukiman tradisional mempengaruhi perubahan pola hidup masyarakat ditunjukkan adanya perubahan pola permukiman yang dipengaruhi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat yang merubah pola hidup masyarakat dari cara hidup komunal menjadi individual dan adanya perubahan permukiman tradisional suku Sentani dari berbentuk linier manjadi menyebar. Perubahan pola hidup dilakukan untuk meningkatkan eksistensi hidup masyarakat suku agar dapat bersaing dalam kehidupan bermasyarakat dan membawa masyarakat menuju kehidupan masyarakat yang berkelanjutan.


(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan di ambil pada penelitian ini adalah kualitatif, karena akan menggambarkan kondisi permukiman yang terbentuk akibat pengaruh keberadaan Sungai Siak dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata. Hal ini sesuai dengan definisi penelitian kualitatif yang dijelaskan oleh Moleong (2014) bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena secara holistik dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Deskripsi yang akan diberikan di dalam penelitian antara lain adalah terbentuknya suatu permukima yang disebabkan oleh pengaruh sungai dan budaya setempat, perubahan orientasi hunian yang dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi dan kondisi ruang hunian masyarakat setempat.

3.2 Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan segala sesuatu yang ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti sehingga diperoleh informasi ataupun kesimpulan. Variabel penelitian dalam penelitian ini adalah :

 orientasi rumah  fungsi rumah  mata pencaharian


(55)

 lama bermukim

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data, guna penyusunan laporan penelitian ini adalah :

1. Observasi

Observasi ini dilakukan dengan mengamati secara langsung permukiman tepian Sungai Siak di Kelurahan Kampung Dalam yang didukung dengan melihat budaya dan aktivitas. Tujuan dari observasi lapangan ini adalah untuk mendapatkan gambaran fisik dan fenomena permukiman di pinggiran Sungai Siak di Kelurahan Kampung Dalam.

2. Wawancara

Proses wawancara ini dilakukan dengan melakukan tanya jawab dan bertatap muka langsung dengan penduduk permukiman tepian Sungai Siak, Kampung Dalam dan tokoh masyarakat Siak . wawancara ini bertujuan untuk memahami dan mengetahui seluk beluk kondisi masyarakat, lingkungannya dan pola aktivitas penghuni sebagai objek penelitian serta kondisi permukiman dari waktu ke waktu.

3. Dokumentasi/arsip

Merupakan suatu proses pengkajian literatur, yaitu buku, hasil penelitian sebelumnya, jurnal, peta, laporan pemerintahan dan bentuk lain yang terkait dan yang sudah ada serta sah secara ilmiah sebagai acuan dan dasar pemikiran dalam proses penelitian.


(56)

Data-data yang digunakan berupa :

1. Data Primer berupa data lapangan, yang merupakan hasil observasi dan wawancara untuk mendapatkan masukan yang akan mendukung hasil penelitian. Data tersebut berupa:

- Data yang berkaitan dengan pola fisik ruang permukiman pinggiran Sungai Siak yang terbentuk karena pengaruh sungai dan budaya yang terdapat di lokasi penelitian

- Data yang berkaitan dengan kondisi sosial budaya dan sosial ekonomi serta pola ruang hunian yang terbentuk dari kondisi sosial masyarakat Siak yang mempengaruhinya.

2. Data sekunder berupa data dokumentasi/arsip, yang merupakan hasil penelitian kepustakaan untuk mendapatkan landasan teori yang relevan dengan kenyataan di lapangan dan topik penelitian mengenai karakteristik pola permukiman masyarakat di pinggiran Sungai Siak. Data tersebut terdiri dari :

- data berupa dokumentasi/arsip dan perkembangan kota Siak Sri Indrapura khususnya Kelurahan Kampung Dalam dengan mengujungi beberapa kepustakaan berupa buku : RDTR Kabupaten Siak, selintas sejarah Kerajaan Siak, Kabupaten Siak Dalam Angka dan Kecamatan Siak Dalam Angka yang di peroleh melalui BPS Kabupaten Siak serta peta wilayah Kabupaten dan Kecamatan Siak yang diperoleh melalui BAPPEDA Kabupaten Siak.


(57)

- data literatur berupa teori-teori yang telah dikonstruksian menjadi grands concepts (yang dapat dilihat di BAB II).

- data berupa foto dan gambar mengenai Kelurahan Kampung Dalam.

3.4 Kawasan Penelitian

Penelitian dilaksanakan di pemukiman masyarakat tepian Sungai Siak di Kelurahan Kampung Dalam Kecamatan Siak, Riau. Kampung Dalam merupakan salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Siak. Kampung Dalam memiliki luas wilayah 2,7 Km2, dengan jumlah penduduk yaitu 8.251 jiwa. Jumlah penduduk di Kelurahan kampung Dalam adalah 36,31% dari total jumlah penduduk di Kecamatan Siak. Jadi, sebagaian besar penduduk di Kecamatan Siak berdomisili di Kelurahan Kampung Dalam.

Kelurahan Kampung Dalam terbagi menjadi beberapa Lingkungan yaitu 6 RW dan 22 RT . Kelurahan Kampung Dalam berbatasan dengan :

1. Utara : Desa/Kelurahan Langkai 2. Selatan : Sungai Siak

3. Barat : Desa/Kelurahan Kampung Rempak 4. Timur : Desa/Kelurahan Suak Lanjut


(58)

Gambar 3.1

Peta Lokasi Kecamatan Siak Sumber : BAPPEDA Kab.Siak, 2015

Gambar 3.2

Peta Lokasi Kelurahan Kampung Dalam Sumber : Apple Map, 2015


(59)

3.5 Tahapan Analisa Data

Analisa data dilakukan degan metode analisa deskriptif dengan mengkaji aspek fisik dan non fisik untuk mendapatkan gambaran umum pola permukiman masyarakat di pinggiran Sungai Siak.

Analisa akan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1. Setelah data-data dikumpulkan kemudian dilakukan kompilasi data. Temuan yang diperoleh dari observasi lapangan yang di dukung oleh hasil wawancra dengan responden serta penelusuran literature kemudian dikelompokan kedalam tem-tema tertentu yang mengilustrasikan feomena yang ada.

2. Tahapan selanjutnya adalah penyajian data yang sudah dkategorikan untuk mempermudah dalam pemahaman data yang diperoleh utnuk dilanjutkan ketahap analisa. Penyajian data dalam bentuk gambar disusun dengan mudah dan dapat memuat banyak informasi yang siap untuk dianalisis.

3. Analisa diawali dengan penelitian awal yang terdiri dari penggalian data,analisa kesimpulan sementara yang menghasilkan temuan-temuan sementara. Temuan kemudian dianalisa dan dikaji lebih lanjut kemudian mendapatkan temuan akhir.

4. Temuan-temuan selanjutnya dikaji yakni penjelasan temuan dan menghubungkannya dengan teori-teori terkait serta membandingkan dengan penelitian sejenis.


(60)

BAB IV

SUNGAI SEBAGAI PEMBENTUK PERMUKIMAN DI KELURAHAN KAMPUNG DALAM

4.1 Gambaran Umum Kelurahan Kampung Dalam Sebagai Fokus Penelitian

4.1.1 Deskripsi Wilayah Kecamatan Siak

Kecamatan Siak merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Siak Provinsi Riau terletak antara 0042‟-0057‟ Lintang Utara 101043‟-102014‟ Bujur Timur. Kecamatan Siak berbatasan dengan :

1. Utara : Kecamatan Sungai Mandau, Kecamatan Bunga Raya 2. Selatan : Kecamatan Mempura

3. Barat : Kecamatan Koto Gasib, Kecamatan Mempura 4. Timur : Kecamatan Sungai Apit

Wilayah Kecamatan Siak terdiri dari dataran rendah dan berbukit-bukit dengan struktur tanah pada umumnya terdiri dari tanah podsolik merah kuning dari batuan dan aluvial serta tanah organosol dan gley humus dalam bentuk rawa-rawa atau tanah basah (Badan Pusat Statistik Kabupaten Siak, 2014).

Hampir seluruh desa di Kecamatan Siak berada di daerah aliran sungai yaitu Sungai Siak. Demikian pula dengan keseharian penduduk wilayah ini, banyak pula yang menggantungkan kehidupan mereka dengan memanfaatkan keberadaan Sungai Siak. Kecamatan siak terdiri dari 8 Desa/Kelurahan, diantaranya (Badan Pusat Statistik Kabupaten Siak, 2014) :


(61)

1. Desa/Kelurahan Kampung Dalam 2. Desa/Kelurahan Kampung Rempak 3. Desa/Kelurahan Langkai

4. Desa/Kelurahan Merempan Hulu 5. Desa/Kelurahan Rawang Air Putih 6. Desa/Kelurahan Suak Lanjut 7. Desa/Kelurahan Buantan Besar 8. Desa/Kelurahan Tumang

4.1.2 Deskripsi Wilayah Kelurahan Kampung Dalam

Kampung Dalam merupakan salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Siak. Kampung Dalam memiliki luas wilayah 2,7 Km2, dengan jumlah penduduk yaitu 8.251 jiwa. Jumlah penduduk di Kelurahan Kampung Dalam adalah 36,31% dari total jumlah penduduk di Kecamatan Siak. Jadi, sebagaian besar penduduk di Kecamatan Siak berdomisili di Kelurahan Kampung Dalam (Badan Pusat Statistik Kabupaten Siak, 2014).

Kelurahan Kampung Dalam terbagi menjadi beberapa Lingkungan yaitu 6 RW dan 22 RT. Kelurahan Kampung Dalam berbatasan dengan :

Utara : Desa/Kelurahan Langkai Selatan : Sungai Siak

Barat : Desa/Kelurahan Kampung Rempak Timur : Desa/Kelurahan Suak Lanjut


(62)

Dari 22 lingkungan yang akan dijadikan fokus penelitian diambil sebanyak delapan lingkungan karena berada di sepanjang Sungai Siak, kawasan tersebut yaitu (Data RT per Lingkungan, 2015) :

1. Lingkungan 1/ RT.01 : terdiri dari 140 rumah dan 150 KK dengan sertifikat rumah dan tanah adalah hak milik. Masyaakat yang ada merupakan penduduk asli (dominan) dan pendatang.

2. Lingkungan 2/ RT.02 : terdiri dari 33 rumah dan 28 KK dengan sertifikat rumah dan tanah adalah hak milik dan hak guna bangunan. Masyarakat yang ada merupakan penududuk asli (dominan) dan pendatang.

3. Lingkungan 3/ RT.03 : terdiri dari 48 rumah dan 43 KK dengan sertifikat rumah dan tanah adalah hak milik dan hak guna bangunan. Masyarakat yang ada merupakan penududuk asli dan pendatang.

4. Lingkungan 9/ RT.09 : terdiri dari 20 rumah dan 22 KK dengan sertifikat rumah dan tanah adalah hak milik. Masyarakat yang ada merupakan penududuk asli.

5. Lingkungan 10/ RT.010 : terdiri dari 40 rumah dan 30 KK dengan sertifikat rumah dan tanah adalah hak milik dan hak guna bangunan. Masyarakat yang ada merupakan penduduk asli dan pendatang.

6. Lingkungan 11/ RT.011 : terdiri dari 120 rumah dan 78 KK dengan sertifikat rumah dan tanah adalah hak milik dan sertifikat ganti rugi. Masyarakat yang ada merupakan penududuk asli (dominan) dan pendatang.


(63)

7. Lingkungan 20/ RT.20 : terdiri dari 50 rumah dan 41 KK dengan sertifikat rumah dan tanah adalah hak milik. Masyarakat yang ada merupakan penududuk asli.

8. Lingkungan 21/ RT.21 : terdiri dari 43 rumah dan 43 KK dengan sertifikat rumah dan tanah adalah hak milik. Masyarakat yang ada merupakan penududuk asli.


(64)

Gambar 4.1

Peta Lokasi Kecamatan Siak Sumber : BAPPEDA Kab.Siak, 2015

Gambar 4.2

Peta Lokasi Kelurahan Kampung Dalam Sumber : Apple Map, 2015


(65)

4.2 Sejarah Kota Siak 4.2.1 Sejarah Sungai Siak

Sungai Siak adalah sungai terdalam di Indonesia, yaitu rata-rata 29 meter, di beberapa tempat bahkan mencapai 35 meter. Sumber lain menyatakan dalamnya rata-rata 30 meter dengan kisaran antara 16 hingga-60 meter. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa sungai ini termasuk sungai yang paling banyak dilayari hingga mencapai jauh ke hulu. Sebagai suatu habitat, sungai ini memberikan hidup kepada berbagai jenis ikan, lebih banyak daripada sungai-sungai lainnya. Ini membuatnya menjadi sumber kehidupan bagi pertumbuhan masyarakat di sepanjangnya (Kusumawijaya dkk, 2004).

Lebih dari 1,5 juta manusia bergantung bergantung pada Sungai Siak untuk kegiatan sehari-harinya seperti mandi dan cuci dan terutama untuk transportasinya. Sungai Siak mengalami degradasi dalam semua aspek mulai dari hulu hingga hilir. Sebelum tahun 1980-an air Sungai Siak masih berwarna kehijauan namun sekarang sudah menjadi coklat kehitam-hitaman. Keadaan ini mengakibatkan menyusutnya jumlah jenis ikan dan vegetasi (Kusumawijaya dkk, 2004).


(66)

Gambar 4.3

Perahu penghubung antar desa yang dipisahkan Sungai Siak, sebuah pemandangan keseharian di atas Sungai Siak

Sumber : Kusumawijaya dkk, 2004 4.2.2 Arsitektur dan Kota

Alam memang menentukan semua aspek kehidupan suatu masyarakat. Sungai Siak sangat besar pengaruhnya terhadap arsitektur daerah ini. Hal ini dikarenakan sejak dahulu sungai menjadi urat nadi ekonomi dan budaya, sungai berpengaruh terhadap penataan lingkungan pada kawasan ini dimana tiap rumah yang ada di pinggiran Sungai Siak berpelantar menjulur ke atas sungai. Sesuai dengan keperluannya ada beberapa jenis pelantar yakni pelentar kecil selebar sekitar 30 cm atau selebar papan, disusun memanjang. Pelantar yang besar lebarnya sekitar dua meter disusun melintang. Hutan Siak menyediakan berbagai jenis kayu seperti meranti dan kempas, dari kedua jenis kayu itulah pelantar itu umunya dibuat. Kayu-kayu itu berasal dari hutan-hutan di dataran rendah yang merupakan hutan khas Riau (Kusumawijaya dkk, 2004).


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Andreas, Asri. Nurjannah,Irma. Saleh, Arief. Karakteristik Lingkungan Dan Perilaku Masyarakat Kawasan Permukiman Nelayan Di Sekitar Teluk Kendari ( Studi Kasus: Kelurahan Puunggaloba Dan Kelurahan Benu-Benua). Jurnal Arsitektur Nalars, Volume 13 : 89-98, No 2 Juli, 2014. Badan Pusat Statistik Kabupaten Siak. Kecamatan Siak Dalam Angka, 2014. Badan Pusat Statistik Kabupaten Siak. Siak Dalam Angka, 2014.

Citrayati, Noviana. Antariksa. Titisari, Ema Yunita. Permukiman Masyarakat Petani Garam di Desa Pinggir Papas, Kabupaten Sumenep.Arsitektur e-Journal, Volume1 Nomor 1, Maret 2008.

Goenmiandari, Betty. Silas, Johan. Supriharjo, Rimadewi. Konsep Penataan Permukiman Bantaran Sungai di Kota Banjarmasin berdasarkan Budaya Setempat.Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota, 2010.

Hamidah, Noor. Rijanta, R. Setiawan, Bakti. Marfai, Muh. Aris. Kajian Transportasi Sungai UntukMenghidupkan Kawasan Tepian SungaiKahayan Kota Palangkaraya. 2013.

Haryadi dan Setiawan, B (2010). Arsitektur Lingkungan dan Perilaku.

Yongyakarta: Penerbit Gajah Mada University Press.

Komarudin (1997) Menelusuri Pembangunan Perumahan Dan Permukiman, Jakarta : Yayasan REI – PT. Rakasindo.

Kusumawijaya, Marco. Damono, Sapardi Djoko, Harahap, Desiree ( 2004). Siak Sri Indarpura. Siak : Yayasan Lontar

Moleong, Lexy J (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif(Edisi Revisi), Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.


(2)

Nuryanto. Machpudin, Isep. 2007. Kajian Pola Kampung Dan Rumah Tinggal.

Universitas Pendidikan Indonesia

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 38 Tahun 2011 Tentag Sungai.

2011. Jakarta : Presiden Republik Indonesia.

Putra, Budi Arlius (2006). Pola Permukiman Melayu Jambi (Studi Kasus Kawasan Tanjung Pasir Sekoja). Magister Teknik ArsitekturUniversitas Diponegoro, Semarang.

Rapoport, Amos (1969). House Form and Culture. Englewood Cliffs, New York: Prentice Hall Inc.

Rapoport, Amos (1982). The Meaning off the Built Environment. Beverly Hills, California: Sage Publications.

Rijal, Muhammad (2002). Kajian Karakteristik Pola Ruang Kota Pinggiran Sungai Di Kota Siak Sri Indrapura Riau. Magister Teknik Arsitektur Universitas Diponegoro, Semarang.

Rochgiyanti (2011). Fungsi Sungai Bagi Masyarakat Di Tepian Sungai Kuin Kota Banjarmasin. Jurnal Komunitas, Vol. 5 No. 2, September 2011. Sangalang, Indrabakti dan F. Adji, Fredyantoni (2014) . Pengaruh Kondisi Hunian

Dan Lingkungan Terhadap Keberlanjutan Permukiman Tepi Sungai Studi Kasus: Kampung Pahandut Dan Desa Danau Tundai Di Kota Palangka Raya. Jurnal Perspektif Arsitektur, Volume 9, No.2, Desember 2014.


(3)

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. 2011. Jakarta : Sekretariat Negara.

Peraturan Pemerintah Republic Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai. 2011. Jakarta : Sekretariat Negara.

Usop, Tari Budayanti (2003). Evaluasi Rencana Teknik Ruang Kawasan KhususPermukiman Flamboyan BawahDanau Seha Kota Palangka Raya.

Program Pasca Sarjana Magister Teknik Pembangunan KotaUniversitas Diponegoro,Semarang.

Wasilah. Prijotomo, Josef. Rachmawti, Murni (2011). Pelestarian Pola Pemukiman TradisionalEtnis Mamasa.

Widyastomo, Deasy (2011). Perubahan Pola Permukiman Tradisional Suku Sentani Di Pesisi Danau Sentani. Jurnal Permukiman, Vol. 6, No. 2 Agustus 2011 : 84-92.

Wiraprama, Alreiga Referendiza. Zakaria. Purwantiasning, Ari Widyati. Evaluasi Rencana Teknik Ruang Kawasan KhususPermukiman Flamboyan BawahDanau Seha Kota Palangka RayaKajian Pola Permukiman Dusun Ngibikan Yogyakarta Dikaitkan Dengan Perilaku Masyarakatnya1.Jurnal Arsitektur NALARs Volume 13 No 1 Januari 2014: 31-36.


(4)

LAMPIRAN

Lampiran I

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA UNTUK TOKOH

MASYARAKAT & MASYARAKAT BIASA

Nama :

Umur :

Waktu Wawancara :

1. Pertanyaan : apa mata pencaharian anda ? Jawaban :

2. Pertanyaan : apakah rumah anda diperoleh secara turun temurun, milik keluarga/orangtua sebelumnya atau dengan membel ?

Jawaban :

3. Pertanyaan : sudah berapa lamakah anda bermukim di kawasan ini ? Jawaban :

4. Pertanyaan : bagaimanakah status kepemilikan rumah anda ? Jawaban :

5. Pertanyaan : bagaimanakah status kepemilikan tanah anda ? Jawaban :


(5)

Jawaban :

8. Pertanyaan : apakah faktor yang menyebabkan hunian anda berorientasi membelakangi/menghadap sungai ?

Jawaban :

9. Pertanyaan : menurut anda, bagaimanakah fungsi sungai dari dulu hingga sekarang ?

Jawaban :

10.Pertanyaan : apakah sungai menjadi salah satu alas an anda bermukim di kawasan ini ?


(6)

Lampiran II

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA UNTUK PEMERINTAH

Nama :

Umur :

Pekerjaan :

Waktu Wawancara :

1. Pertanyaan : sudah berapa lamakah anda bermukim di Kota Siak Sri Indrapura ?

Jawaban :

2. Pertanyaan : menurut anda, bagaimanakah kondisi permukiman masyarakat di pinggiran Sungai Siak saat ini ?

Jawaban :

3. Pertanyaan : menurut anda, bagaimanakah perkembangan permukiman masyarakat di pinggiran Sungai Siak saat ini ? apakah berkembang ke arah ke kumuhan ?

Jawaban :

4. Pertanyaan : apakah ada rencana pemerintah untuk perbaikan pada permukiman ini ?