Analysis of Melengestrol Acetate Hormone Residue in Imported Meat from Australia and New Zealand through Tanjung Priok Port

ANALISIS RESIDU HORMON MELENGESTROL ASETAT
DALAM DAGING SAPI YANG DIIMPOR DARI
AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU MELALUI
PELABUHAN LAUT TANJUNG PRIOK

PLATIKA WIDIYANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Analisis Residu Melengestrol
Asetat dalam Daging Sapi yang Diimpor dari Australia dan Selandia Baru melalui
Pelabuhan Laut Tanjung Priok adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor, Juni 2012
Platika Widiyani
NIM B251100164

ABSTRACT
PLATIKA WIDIYANI. Analysis of Melengestrol Acetate Hormone Residue in
Imported Meat from Australia and New Zealand through Tanjung Priok Port.
Under direction of HADRI LATIF and AGATHA WINNY SANJAYA
Melengestrol acetate (MGA) is an orally active progestational steroid used
to improve weight gain, feed conversion efficiency, promote growth, and suppress
oestrus in beef heifers. The use of MGA can leave residue in meat and may caused
carcinogenic effects. The objectives of this research were to detect MGA residue in
imported meat, and to analyze the presence of the MGA residue in imported meat
from Australia and New Zealand. Sample size was calculated using the formula
according to Canon and Roe (1982) cited by Martin et al. (1987) and selected by
random sampling. All samples were analyzed using enzym linked immunosorbent
assay (ELISA). The test showed that 6 out of 59 samples (10.17%) contained
MGA residues in imported meat from Australia, while 2 out of 59 samples
(3.39%) contained MGA residues in imported meat from New Zealand. The result

showed that MGA mean concentrations in imported meat from Australia and from
New Zealand were 0.256 ± 0.018 ppb and 0.315 ± 0.006 ppb. Concentration of
MGA in imported meat from Australia and New Zealand did not differ (p>0,05).
MGA concentrations in imported meat from Australia and New Zealand were
lower than the maximum residue level (MRL) according to the Indonesian
National Standard.
Keyword : melengestrol acetate, residue, imported meat, ELISA

RINGKASAN
PLATIKA WIDIYANI. Analisis Residu Hormon Melengestrol Asetat dalam
Daging Sapi yang Diimpor dari Australia dan Selandia Baru melalui Pelabuhan
Laut Tanjung Priok. Dibimbing oleh HADRI LATIF dan AGATHA WINNY
SANJAYA.
Daging merupakan produk pangan dengan kandungan gizi tinggi.
Kebutuhan daging sapi di Indonesia masih belum dapat terpenuhi dari produksi
dalam negeri, dan untuk mengatasi kekurangan daging masih mengimpor dari
beberapa negara, antara lain Australia dan Selandia Baru. Berdasarkan laporan
tahunan Balai Besar Pertanian Tanjung Priok diperoleh data bahwa volume
pemasukan daging pada tahun 2010 dari Australia dan Selandia Baru masingmasing sebesar 55 415.4 ton dan 38 672.7 ton. Kedua negara tersebut
memperbolehkan penggunaan hormon pertumbuhan pada ternak yang dapat

mengakibatkan residu hormon dalam daging. Pemberian hormon sintetik pada
sapi harus mengikuti aturan atau protokol pemberian, baik dosis maupun lama
penggunaannya, sebab jika diberikan secara tidak tepat dan terus menerus dapat
meninggalkan residu pada organ atau jaringan hewan pada saat dipotong.
Pengawasan terhadap keberadaan residu hormon dalam makanan merupakan
faktor yang penting bagi keamanan pangan asal hewan mengingat berbagai efek
yang merugikan dari penggunaan hormon diantaranya efek karsinogenik, toksik
maupun alergi. Keamanan pangan asal hewan dan produknya sudah seharusnya
diperhatikan guna menjamin kesehatan masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan membandingkan kandungan
residu hormon melengestrol asetat (MGA) dalam daging sapi yang diimpor dari
Australia dan Selandia Baru. Manfaat penelitian ini adalah tersedianya data dan
informasi tentang keberadaan dan tingkat residu hormon MGA pada daging sapi
yang berasal dari Australia dan Selandia Baru. Tersedianya data tersebut sekaligus
dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penyempurnaan regulasi
tindakan karantina di tempat pemasukan yang telah ditetapkan secara resmi oleh
pemerintah. Hipotesis dari penelitian ini adalah daging sapi yang diimpor dari
Australia dan Selandia Baru tidak mengandung residu hormon melengestrol asetat
serta tidak adanya perbedaan kandungan hormon melengestrol asetat pada daging
sapi yang diimpor dari Australia dan Selandia Baru

Jumlah sampel dihitung menggunakan rumus deteksi penyakit (detect
disease)
yang
ditetapkan
oleh
Martin
et
al.
(1987)
yaitu
n = [1- (1-a) 1/D] [N-(D-1)/2] dan dengan perangkat Win Episcop 2.0 didapatkan
sampel sebesar 59 sampel untuk masing-masing negara. Pengambilan sampel
dilakukan secara acak sederhana hingga jumlah sampel terpenuhi. Sampel daging
yang diambil merupakan daging sapi tanpa tulang. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan metode enzyme linked immuno assay (ELISA). Data dari penelitian
ini dianalisa secara deskriptif untuk mengetahui kandungan hormon MGA, serta
untuk mengetahui perbedaan kandungan hormon MGA di kedua negara
menggunakan uji t dan uji proporsi.

Proporsi jumlah sampel positif mengandung MGA yang berasal dari

Australia adalah sebesar 6 dari 59 sampel (10.17%) dan 2 dari 59 sampel (3.39%)
mengandung hormon MGA dalam daging yang diimpor dari Selandia Baru.
Rataan konsentrasi residu MGA dalam daging yang berasal dari Australia sebesar
0.256 ± 0.018 ppb sedangkan sampel yang berasal dari Selandia Baru sebesar
0.315 ± 0.006 ppb. Tidak terdapat perbedaan kandungan hormon MGA (p>0.05)
pada sampel daging yang berasal dari Australia dan Selandia Baru. Kandungan
hormon MGA yang didapatkan dari penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan
dengan batas maksimum residu yang ditetapkan oleh BSN dalam SNI 01-63662000 yaitu sebesar 25 ppb.
Hasil positif pada sampel yang berasal dari Australia dan Selandia Baru
mengindikasikan terdapat kemungkinan bahwa daging tersebut berasal dari sapisapi telah diberikan imbuhan pakan yang mengandung MGA atau diberikan terapi
dengan menggunakan hormon progesteron maupun hormon sintetik progesteron
lainnya. Imbuhan pakan yang mengandung MGA dapat diberikan dalam jangka
pendek sebelum pengiriman ataupun sebelum sapi dipotong. Hasil pengujian
residu hormon MGA lebih rendah dari batas maksimal residu MGA
mengindikasikan penggunaan MGA di negara asal telah mengikuti protokol
withdrawal time yang telah ditetapkan yaitu 48 jam sebelum pemotongan.
Badan Karantina Pertanian sebagai institusi terdepan dalam pengawasan
pemasukan komoditi impor perlu menyempurnakan kebijakan pengujian terhadap
bahan pangan yang masuk ke Indonesia demi mencegah masuknya bahan pangan
yang dapat membahayakan kesehatan konsumen. Berdasarkan keputusan Kepala

Badan Karantina Pertanian nomor 513.a/Kpts/OT.210/L/12/2008 tentang manual
pengujian residu hormon pada pangan segar asal hewan, keputusan tersebut hanya
berupa acuan bagi petugas karantina hewan dalam melaksanakan tugas dan fungsi
pengawasan keamanan pangan dan memberikan pedoman dalam melakukan
pengujian pangan asal hewan terhadap kemungkinan adanya residu hormon dan
belum ditetapkan menjadi persyaratan wajib dilakukan pengujian hormon.
Adanya hasil sampel daging yang positif mengandung MGA pada penelitian ini
dapat menjadi informasi penting tentang perlunya pengawasan yang ketat
terhadap daging maupun produk pangan yang diimpor, serta pengujian residu
hormon perlu ditetapkan sebagai suatu kewajiban atau persyaratan mutlak untuk
dilakukan secara rutin di tiap-tiap UPT karantina yang menjadi tempat pemasukan
daging impor.
Kata kunci : melengestrol asetat, residu, daging sapi impor, ELISA

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan

tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS RESIDU HORMON MELENGESTROL
ASETAT DALAM DAGING SAPI YANG DIIMPOR
DARI AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU MELALUI
PELABUHAN LAUT TANJUNG PRIOK

PLATIKA WIDIYANI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si.

Judul Tesis

:

Nama
NIM

:
:

Analisis Residu Hormon Melengestrol Asetat dalam
Daging Sapi yang Diimpor dari Australia dan Selandia
Baru melalui Pelabuhan Laut Tanjung Priok
Platika Widiyani
B251100164

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. drh. A. Winny Sanjaya, M.S.
Anggota

Dr. drh. Hadri Latif, M.Si.
Ketua

Diketahui

Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat Veteriner

Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si.

Tanggal Ujian :

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.


Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karuniaNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2011 sampai dengan Maret
2012 adalah Analisis Residu Hormon Melengestrol Asetat dalam Daging Sapi
yang Diimpor dari Australia dan Selandia Baru melalui Pelabuhan Laut Tanjung
Priok.
Penghargaan dan terima kasih penulis ucapkan kepada Kepala Badan
Karantina Pertanian beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan
penulis untuk menempuh pendidikan S2. Terima kasih penulis ucapkan kepada
bapak Dr. drh. Hadri Latif, M.Si dan ibu Prof. Dr. drh. A. Winny Sanjaya, M.S
selaku komisi pembimbing atas segala dukungan, bimbingan dan arahan terhadap
penelitian dan penulisan tesis. Penulis sampaikan terima kasih kepada bapak
Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si selaku ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat Veteriner, bapak drh. Chaerul Basri, M.Epid selaku Manajer Kelas
Khusus Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner, Ibu Dr. Ir. Etih
Sudarnika, M.Si serta bapak Agus Haryanto S.E yang telah membantu kelancaran

studi ini. Selain itu, terima kasih penulis ucapkan kepada bapak drh.Sujarwanto,
MM (Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani), drh.
Bambang Erman (Kepala Bidang Keamanan Hayati Hewani), drh. Muhlis Natsir,
M.Si (Kepala Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Parepare), bapak drh. Agus
Sunanto, M.P (Kepala BBKP Tanjung Priok) yang telah banyak memberikan
fasilitas, kemudahan dan saran. Terima kasih juga kepada rekan-rekan kelas
khusus karantina hewan atas kebersamaan dan kerjasamanya selama ini.
Akhirnya terima kasih yang dalam kepada bapak, ibu dan ibu mertua atas
segala doa. Suamiku tercinta, anakku Abyasa atas segala pengertian, kesabaran,
doa dan kasih sayangnya.
Atas segala kebaikan yang telah penulis terima, semoga Allah SWT
melimpahkan rahmat dan karuniaNya kepada kita semua. Harapan penulis semoga
tulisan ini dapat bermanfaat untuk mendukung kegiatan karantina di Indonesia.

Bogor,

Juni 2012

Platika Widiyani

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 10 September 1981 dari ayah
Eko Budi Supriyanto dan ibu Wiwik Listyowati. Penulis merupakan putri kedua
dari dua bersaudara.
Pendidikan sarjana ditempuh penulis pada Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga, lulus pada tahun 2006. Setelah lulus dari FKH Airlangga,
penulis diterima sebagai pegawai negeri sipil pada Badan Karantina Pertanian,
dan ditempatkan di Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Parepare. Setelah dua
tahun bertugas di Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Parepare, penulis dimutasi
ke Badan Karantina Pertanian, pada tanggal 30 Januari 2011. Tahun 2010, penulis
mendapat beasiswa dari Badan Karantina Pertanian untuk melanjutkan pendidikan
S2 pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .........................................................................................

xix

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................

xxi

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................

xxiii

PENDAHULUAN
Latar Belakang .....................................................................................
Rumusan Masalah ................................................................................
Tujuan Penelitian .................................................................................
Manfaat Penelitian ...............................................................................
Hipotesis Penelitian .............................................................................

1
2
2
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Daging ..................................................................................................
Hormon ................................................................................................
Hormon Melengestrol Asetat ...............................................................
Farmakokinetik dan Biotransformasi Melengestrol Asetat ..................
Penggunaan Melengestrol Asetat di Negara Eksportir Daging ............
Dampak Residu Hormon bagi Manusia ...............................................
Dampak Residu Hormon bagi Hewan ..................................................
Melengestrol Asetat sebagai Kontrasepsi .............................................
Batas Residu Melengestrol Asetat .......................................................
Penetapan Acceptable Daily Intake dan Batas Maksimum Residu ......
Metode Deteksi Residu Hormon ..........................................................

5
6
8
10
11
13
14
15
15
16
17

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................
Bahan dan Alat ....................................................................................
Metode Pengambilan Sampel ...............................................................
Metode Pengujian .................................................................................
Analisis Data .......................................................................................

21
21
21
22
23

HASIL DAN PEMBAHASAN
Residu Melengestrol Asetat dalam Daging yang Berasal dari
Australia ...............................................................................................
Residu Melengestrol Asetat dalam Daging yang Berasal dari
Selandia Baru ........................................................................................
Perbandingan Residu Melengestrol Asetat dalam Daging yang
Berasal dari Australia dan Selandia Baru .............................................
Bahaya Residu Hormon dalam Daging Sapi Impor Terhadap
Kesehatan Masyarakat ..........................................................................

26
27
28
30

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ..............................................................................................
Saran ....................................................................................................

33
33

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

35

LAMPIRAN ..................................................................................................

43

DAFTAR TABEL

Halaman
1

Data impor daging sapi melalui Pelabuhan Tanjung Priok
Tahun 2009-2010 ..................................................................................

6

2 ......................................................................................................... Pengg
olongan hormon alami dan hormon sintetik ........................................
8
3

4

Batas maksimum residu melengestrol asetat pada pangan segar
asal hewan.............................................................................................

16

Perhitungan sampel berdasarkan data daging sapi yang diimpor
Melalui Pelabuhan Tanjung Priok tahun 2010 .....................................

22

5 ......................................................................................................... Hasil
pengujian MGA dalam daging yang diimpor dari Australia ...............
26
6 ......................................................................................................... Hasil
pengujian MGA dalam daging yang diimpor dari
Selandia Baru ........................................................................................
27
7 ......................................................................................................... Perban
dingan keberadaan residu MGA dalam daging yang
diimpor dari Australia dan Selandia Baru ............................................
28

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1

Struktur dasar hormon steroid .............................................................

7

2

Struktur kimia melengestrol asetat, chlormadinone asetat,
megestrol asetat, medroksiprogesteron asetat dan
17α-hidroksiprogesteron asetat .............................................................

9

3

Kurva standar ELISA untuk hormon MGA ...........................................

25

4

Struktur kimia hormon progesteron dan melengestrol asetat ...............

30

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1

Hasil pengujian sampel daging yang diimpor dari Australia
dan Selandia Baru .................................................................................

45

2

Gambar pengambilan sampel daging.....................................................

47

3

Gambar ekstraksi sampel ......................................................................

48

4

Gambar evaporasi dan clean up sampel ................................................

49

5

Gambar pengujian MGA dengan metode ELISA ..................................

50

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kesadaran konsumen terhadap kualitas dan keamanan pangan yang
semakin meningkat serta penerapan sistem perdagangan bebas, mendorong setiap
negara untuk memberlakukan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan,
khususnya pangan asal hewan (daging dan jeroan). Faktor keamanan pangan tidak
hanya ditentukan oleh tingkat cemaran mikrobanya, tetapi juga tingkat residu
hormon yang terkandung dalam bahan pangan asal hewan (Rasyid 2010).
Setiap tahunnya dibutuhkan sebanyak 480 000 ton daging untuk memenuhi
konsumsi nasional. Pada tahun 2010 produksi daging sapi dalam negeri hanya
mampu memenuhi kebutuhan permintaan sebesar 435 300 ton, sehingga terdapat
kekurangan ketersediaan daging sebesar 44 700 ton (Ditjennak 2010).
Permintaan akan daging sapi yang belum dapat dipenuhi oleh produksi lokal
mengharuskan pemerintah melakukan kebijakan impor daging. Daging yang
diimpor umumnya berasal dari Australia dan Selandia Baru. Berdasarkan laporan
tahunan Balai Besar Pertanian Tanjung Priok diperoleh data bahwa volume
pemasukan daging pada tahun 2010 dari Australia dan Selandia Baru masingmasing sebesar 55 415.4 ton dan 38 672.7 ton (BBKP Tanjung Priok 2010).
Daging impor berisiko mengandung bahaya kimiawi yang berbahaya bagi
kesehatan manusia, termasuk residu hormon. Hal ini disebabkan karena daging
sapi yang diimpor berasal dari negara-negara yang memperbolehkan penggunaan
hormon sintetik sebagai pemacu pertumbuhan. Pemberian hormon sintetik pada
sapi harus mengikuti aturan atau protokol pemberian, baik dosis maupun lama
penggunaannya, sebab jika diberikan secara tidak tepat dan terus menerus dapat
meninggalkan residu pada organ atau jaringan hewan pada saat dipotong
(Naume et al. 2001). Pengawasan terhadap keberadaan residu hormon dalam
makanan merupakan faktor yang penting bagi keamanan pangan asal hewan
mengingat berbagai efek yang merugikan dari penggunaan hormon yang tidak
sesuai aturan pemberian, diantaranya efek karsinogenik, toksik maupun alergi.
Beberapa hormon dapat mempengaruhi keseimbangan fungsi alami hormonal
pada manusia dan hewan (Maravelias et al. 2005; Mahgoub et al. 2006).

2

Rumusan Masalah
Produksi daging di Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat, sehingga masih harus mengimpor dari beberapa negara. Australia,
Amerika Serikat, Selandia Baru, dan Kanada merupakan negara pengekspor
daging sapi ke Indonesia yang menggunakan 6 jenis hormon yaitu 3 jenis hormon
steroid yang berasal dari alam (17β-estradiol, progesteron dan testosteron) dan 3
jenis hormon sintetik yaitu trenbolon asetat (sintetik androgen/testosteron),
melengestrol asetat (sintetik progesteron), dan zeranol (sintetik estrogen) sebagai
pemacu pertumbuhan pada sapi (Toews dan McEwen 1994).
Dokumen daging impor tidak mencantumkan hasil pengujian residu hormon
dari negara pengekspor maupun keterangan penggunaan jenis hormon pada masa
pemeliharaan. Keberadaan hormon, termasuk hormon melengestrol asetat (MGA),
dapat menjadi ancaman keamanan pangan asal hewan khususnya daging, sehingga
pengujian terhadap keberadaan MGA sudah seharusnya menjadi perhatian dalam
menjamin keamanan pangan asal hewan yang diimpor dari negara lain.

Tujuan
Tujuan dari penelitian adalah menganalisis dan membandingkan kandungan
residu hormon MGA dalam daging sapi yang berasal dari Australia dan Selandia
Baru.

Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah tersedianya data dan informasi tentang
keberadaan dan tingkat residu hormon MGA pada daging sapi yang berasal dari
Australia dan Selandia Baru. Tersedianya data tersebut sekaligus dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam penyempurnaan regulasi tindakan karantina di
tempat pemasukan yang telah ditetapkan secara resmi oleh pemerintah.

3

Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah
1.

H0 : Daging sapi yang diimpor dari Australia dan Selandia Baru tidak
mengandung residu hormon melengestrol asetat.
H1 : Daging sapi yang diimpor dari Australia dan Selandia Baru
mengandung residu hormon melengestrol asetat.

2.

H0 : Tidak adanya perbedaan kandungan hormon melengestrol asetat pada
daging sapi yang diimpor dari Australia dan Selandia Baru.
H1 : Terdapat perbedaan kandungan hormon melengestrol asetat pada
daging sapi yang diimpor dari Australia dan Selandia Baru.

4

5

TINJAUAN PUSTAKA
Daging
Definisi daging secara umum adalah bagian dari tubuh hewan sembelih
yang aman dan layak dikonsumsi manusia. Temasuk dalam definisi tersebut
adalah daging atau otot skeletal dan organ-organ yang dapat dikonsumsi (edible
offals), sedangkan offal adalah seluruh bagian tubuh hewan yang disembelih
secara halal dan higienis selain karkas, yang terdiri dari organ-organ di rongga
dada dan rongga perut, kepala, ekor, kaki mulai dari tarsus/karpus ke bawah,
ambing dan alat reproduksi (Lukman et al. 2007).
Daging merupakan sumber pangan penting bagi manusia yang memiliki
nilai gizi tinggi dan kaya akan protein, energi, vitamin serta mineral. Komposisi
nilai protein, lemak, karbohidrat dan mineral pada daging masing-masing secara
berurutan sebesar 19%, 2.5%, 1.2% dan 0.65% (Soeparno 2005; Mahgoub et al.
2006). Nilai gizi yang lengkap dan seimbang pada daging mengakibatkan
tingginya angka konsumsi daging di masyarakat.
Data Direktorat Jenderal Peternakan menunjukkan volume impor ternak dan
hasil ternak mengalami peningkatan. Impor sapi bakalan pada tahun 2007
mencapai 414 200 ekor, tahun 2008 sebesar 570 100 ekor dan tahun 2009 sebesar
657 300 ekor. Impor daging sapi pada tahun 2007 mencapai 39 400 ton, tahun
2008 sebesar 45 708 ton dan tahun 2009 sebesar 67 908 ton (Ditjennak 2010).
Impor daging sapi melalui pelabuhan laut Tanjung Priok pada tahun 2010 berasal
dari Australia, Kanada, Selandia Baru, dan Amerika Serikat secara berturut-turut
sebesar 55 415.4 ton, 335.76 ton, 38 672.7 ton, dan 4 837.8 ton (BBKP Tanjung
Priok 2010). Volume dan frekuensi impor daging sapi yang melalui pelabuhan
Tanjung Priok disajikan pada Tabel 1.

6

Tabel 1 Data impor daging sapi melalui Pelabuhan Laut Tanjung Priok tahun
2009-2010.
Tahun 2009
No

Negara

Volume
(kg)

Tahun 2010

Frekuensi

Volume
(kg)

Frekuensi

1

Australia

53 865 663

6 366

55 415 399

7 706

2

Selandia Baru

28 329 265

5 981

38 672 695

8 463

3

Kanada

503. 93

21

355 7 65

15

4

USA

214.478

28

4 837 831

370

82 912. 99

12 396

99 281 690

16 554

Jumlah

Sumber : BBKP Tanjung Priok 2010.
Hormon
Kata hormon berasal dari bahasa Yunani yang berarti menimbulkan atau
membangkitkan. Hormon adalah suatu zat kimia yang bertugas membawa pesan
(chemical messenger), disekresikan oleh jaringan dalam jumlah yang sangat kecil
dan dibawa oleh darah menuju target jaringan untuk merangsang aktivitas
biokimia atau fisiologis yang khusus (Lehninger 1993).
Murray et al. (2003) membagi hormon berdasarkan komposisi kimia
menjadi dua yaitu hormon glikoprotein dan steroid. Hormon glikoprotein
dihasilkan oleh neurohipofisa, adenohipofisa, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid,
dan pulau Langerhans. Hormon ini tersusun dari asam amino, dan produksinya
bergantung pada substrat, suplai energi serta rangsangan biologis. Hormon
glikoprotein merupakan hormon molekul hidrofilik yang berikatan dengan
reseptor pada permukaan sel target. Berbagai macam hormon glikoprotein yaitu
insulin (polipeptida), glukagon (peptida), growth hormon (peptida), thyroid
stimulating hormon (glikoprotein), follicle stimulating hormon (glikoprotein), dan
adenocorticotropic hormon (peptida).
Hormon steroid terbagi menjadi hormon steroid kelamin (estrogen,
progestin dan androgen) dan steroid adrenal (glukokortikoid, mineralkortikoid,
dan androgen). Hormon steroid dapat menstimulasi laju pertambahan berat badan,
pertumbuhan otot, meningkatkan efisiensi pakan, dan menurunkan perlemakan,

7

termasuk lemak intramuskular (Murray et al. 2003; Nazli et al. 2005). Terdapat
berbagai jenis hormon steroid yang umumnya digunakan sebagai pemacu
pertumbuhan, yaitu estrogen (estradiol, heksoestrol, dietilstilbestrol, dienoestrol
dan zeranol), gestagen (progesteron, medroksiprogesteron asetat, megoestrol
asetat, melengestrol asetat, altrenogest), dan androgen (testosteron, nortestosteron,
trenbolon, metiltestosteron, klorotestosteron asetat, stanzolol, bodenan) (Soeparno
2005; Murray et al. 2003).
Hormon steroid memiliki struktur kimia yang kompleks, mempunyai
kerangka karbon berupa empat cincin yang disebut staeran, serta memiliki inti
dasar

cyclopentana-perhydrophenanthrene

yang

terdiri

dari

3

cincin

phenantherene (A, B, dan C) dengan 6 atom karbon dan cincin D beranggotakan 5
atom karbon (Murray et al. 2003). Struktur dasar hormon steroid disajikan pada
Gambar 1.

Gambar 1 Struktur dasar steroid secara umum.

Hormon steroid bersifat hidrophobik atau lipofilik, molekul hormon
berdifusi secara bebas masuk sel target yang mengandung sitoplasmik ataupun
nukleus protein yang bertindak sebagai reseptor hormon. Melengestrol asetat
termasuk hormon steroid non alami, yang merupakan bahan asing bagi tubuh,
sedangkan progesteron termasuk hormon steroid yang diproduksi secara alami
oleh tubuh (Murray et al. 2003).
Santoso (2001) menggolongkan hormon menjadi 3, yaitu hormon seksual
alami, steroid anabolik sintetik dan anabolik sintetik tanpa struktur steroid.
Hormon seksual alami secara normal ada dalam tubuh, contohnya 17β estradiol
(estrogen), progesteron (progestin) dan testosteron (androgen). Hormon steroid
anabolik sintetik, antara lain trenbolon, metiltestosteron dan etinil estradiol,

8

sedangkan hormon anabolik sintetik tanpa struktur steroid seperti dietilstilbestrol
(DES), stilbestrol, diebestrol, heksestrol, dan zeranol. Penggolongan hormon
alami dan hormon sintetik disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Penggolongan hormon alami dan hormon sintetik
Hormon alami

Hormon sintetik

Testosteron

Trenbolon asetat

Estrogen

Zeranol

Progesteron

Melengestrol asetat
Hormon Melengestrol Asetat

Melengestrol asetat (MGA) merupakan hormon sintetik anabolik steroid
yang digunakan sebagai pemacu pertumbuhan dan menekan estrus pada
penggemukan

sapi

dara

di

peternakan

(Ducket

dan

Andrae

2000;

Schiffer et al. 2001). Terapi MGA sering digunakan untuk meningkatkan efisiensi
pakan, dikarenakan sapi potong betina memiliki tingkat pertumbuhan dan tingkat
efisiensi pakan yang lebih rendah dibandingkan dengan pejantan (Cook et al.
2001). Efek penggunaan MGA dapat menyebabkan penambahan jaringan otot
pada sapi potong (Ducket dan Andrae 2000; Schiffer et al. 2001). Beberapa
negara pengekspor daging menggunakan MGA sebagai bahan imbuhan pakan
pada sapi dara, seperti di Amerika Serikat dan Kanada (USFDA 2006).
Sebagian besar steroid anabolik sintetik memiliki metabolisme yang kurang
baik dan berbeda dengan hormon steroid alam, sehingga tersimpan dalam keadaan
tidak berubah dalam hati, ginjal, otot, dan lemak hewan. Meskipun pada manusia
sebagian besar dikeluarkan melalui urin (Lekic et al. 2007).
Mekanisme hormon MGA belum diketahui dengan jelas, namun MGA
dapat merangsang sintesis ovarium dari anabolik steroid estradiol (WHO 2009).
Melengestrol asetat sebagai sintetik progestogen, memiliki kemampuan untuk
menstimulasi anabolik steroid lain seperti estradiol dan meningkatkan efisiensi
produksi hewan. Sintetik progesteron lain yang sering digunakan pada peternakan
sapi sebagai pemacu pertumbuhan yaitu chlormadinone asetat (CMA), megestrol
asetat (MEGA), medroksiprogesteron asetat (MPA) dan 17 α -hidroksiprogesteron

9

asetat. Struktur dari keempat progestogen tersebut sangat mirip kecuali terdapat
perubahan pada rantai C6 (Peng et al. 2008b). Struktur kimia MGA, CMA,
MEGA dan MPA disajikan pada Gambar 2.
H3C
CH3

H

O

CH3

O
O
CH3

CH3

CH3

H3C

CH3

O

CH3

H

O

O

CH3

Cl

(a) Melengestrol asetat

(b) Chlormadinone asetat

H3C

H3C

O

O

CH3

CH3

OCOCH3

OCOCH3

CH3

CH3

O

O

CH3

CH3

(c) Megestrol asetat

(d) Medroksiprogesteron asetat

H3C
CH3

O
OCOCH3

CH3

O

(e) 17α-hidroksiprogesteron asetat
Gambar 2 Struktur kimia melengestrol asetat, chlormadinone asetat, megestrol
asetat, medroksiprogesteron asetat, dan 17α-hidroksiprogesteron
asetat.

10

Potensi bioaktivitas meningkat 10-100 kali lebih tinggi bila pemberian
MGA dilakukan peroral dibandingkan dengan chlormadinone asetat (CMA)
ataupun medroksiprogesteron asetat (MPA), sedangkan pemberian secara
parenteral memberikan aktivitas hormon MGA 125 kali lebih tinggi daripada
progesteron. Melengestrol asetat memiliki sifat sangat lipofilik sehingga
terakumulasi dalam lemak 200 kali lipat lebih tinggi daripada di dalam plasma
darah. Melengestrol asetat juga sangat stabil dalam cairan pelarut (WHO 2009).
Tingkat clearance MGA sangat dipengaruhi oleh tingkat clearance saluran
pencernaan dan komposisi tubuh dari hewan (Daniel et al. 2001).
Asupan MGA sangat bervariasi antar hewan kemungkinan dikarenakan
adanya hasil clearance sirkulasi metabolik dari MGA yang berbeda-beda antar
individu. Afinitas reseptor progesteron lebih besar pada MGA dan MGA mampu
menghambat ovulasi pada konsentrasi rendah, sedangkan pada konsentrasi tinggi
MGA juga menunjukkan aktivitas estrogen (Perry et al. 2005). Selain pemberian
MGA secara oral, penggunaan MGA secara implan selama 14 hari menunjukkan
adanya perkembangan rahim, peningkatan sekresi luteinizing hormon dan
superovulasi pada masa pubertas (Roberts 2000). Luteinizing Hormon (LH)
adalah hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus dan memiliki fungsi mengatur
produksi hormon kelamin (gonadotropin), termasuk hormon glikoprotein dengan
berat molekul 2,8 x 104 yang tersusun dari 2 sub unit α dan β. Mekanisme kerja
LH dengan memacu ovulasi, pembentukan korpus luteum dan memproduksi
progesteron (Montgomery et al. 1993). Peningkatan ovulasi di masa pubertas
dirangsang oleh sekresi LH, melalui penurunan umpan balik negatif estradiol di
hipotalamus yang diperlukan untuk perkembangan folikel pada tahap preovulasi
sapi dara (Roberts 2000).

Farmakokinetik dan Biotransformasi Melengestrol Asetat
Terapi MGA pada sapi betina menyebabkan peningkatan pelepasan LH
secara signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa MGA menghambat siklus LH dan
bersinergis dengan FSH untuk memproduksi estrogen. Melengestrol asetat tidak

11

memiliki aktivitas androgenik dan hanya sedikit memiliki aktivitas estrogenik
(Stephany 2010).
Waktu paruh MGA yang diberikan secara oral diperkirakan sebesar 3.5 hari
dengan dosis 3-5 mg pada wanita. Metabolisme MGA relatif lebih cepat
dibandingkan dengan hormon lainnya. Sebanyak 74% MGA diekresikan dalam
urin dan feses. Dua bentuk metabolit MGA yg dapat teridentifikasi dalam urin dan
feses adalah derivat 2α-hidroksi dan 6-hidroksimetil. Konsentrasi MGA di lemak
dapat mencapai