Homogenisasi dan pra-pengayaan Seleksi pengayaan Plating pada media selektif Identifikasi Konfirmasi

21 Identifikasi dilakukan dengan mengambil koloni yang diduga dari ketiga media tersebut kemudian diinokulasikan ke triple sugar iron agar, dan lysine iron agar dengan cara menusuk ke dasar media agar, selanjutnya digores pada agar miring. Kemudian media diinkubasi pada temperatur 35 °C selama 24 ± 2 jam. Hasil reaksi koloni spesifik Salmonella terdapat pada Tabel 6.

1. Homogenisasi dan pra-pengayaan

25 gram sampel + 225 ml lactose broth inkubasi pada temperatur 36 °C selama 24 jam

2. Seleksi pengayaan

1 ml dalam 0.1 ml dalam 10 ml tetrathionate broth TTB 10 ml Rappaport Vassiliadis RV inkubasi pada temperatur 43 °C selama 24-48 jam

3. Plating pada media selektif

BSA, HEA, dan XLD inkubasi pada temperatur 35 °C selama 24-48 jam

4. Identifikasi

inokulasi pada TSIA dan LIA inkubasi pada temperatur 35 °C selama 24-48 jam

5. Konfirmasi

uji biokimia dan uji gula-gula uji urease, uji indole, uji Voges-Proskauer, uji methyl red, uji citrate, uji lysine decarboxylase broth, phenol red dulcitol broth atau purple broth base dengan 0.5 dulcitol, uji malonate broth, uji phenol red lactose broth, dan uji phenol red sucrose broth Gambar 1 Diagram alir pengujian Salmonella spp. menurut SNI 2897:2008 BSN 2008. 22 Tabel 6 Hasil uji Salmonella sp. pada triple sugar iron agar TSIA dan lysine iron agar LIA BSN 2008 Media Agar miring slant Dasar agar buttom H 2 S Gas TSIA AlkalinK merah AsamA kuning Positif hitam NegatifPositif LIA AlkalinK ungu AlkalinK ungu Positif hitam NegatifPositif Tahap konfirmasi. Konfirmasi Salmonella dilakukan dengan uji biokimia, yang terdiri dari uji urease, uji indole, uji Voges-Proskauer, uji methyl red, uji citrate, uji lysine decarboxylase broth, dan uji gula-gula. Uji urease. Dari hasil positif TSIA, koloni diinokulasikan dengan ose ke urea broth, kemudian diinkubasi pada temperatur 35 °C selama 24 ± 2 jam. Hasil uji spesifik Salmonella adalah negatif uji urease. Uji indole. Koloni dari media TSIA diinokulasikan pada SIM, dan diinkubasi pada temperatur 35 °C selama 24 ± 2 jam. Kemudian ditambahkan 0.2 sampai dengan 0.3 ml reagen Kovacs. Hasil uji positif ditandai dengan adanya cincin merah di permukaan media. Hasil uji spesifik Salmonella adalah negatif uji indole. Uji Voges-Proskauer VP. Biakan dari media TSIA diambil dan diinokulasikan ke tabung yang berisi 10 ml media methyl red-Voges Proskauer lalu diinkubasi pada temperatur 35 °C selama 48 ± 2 jam. Sebanyak 5 ml MR-VP dipindahkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 0.6 ml larutan -naphtol dan 0.2 ml KOH 40, kemudian digoyang-goyangkan sampai tercampur dan didiamkan. Hasil uji positif apabila terjadi perubahan warna merah muda sampai merah. Umumnya Salmonella memberikan hasil negatif. Uji methyl red MR. Biakan dari TSIA diinokulasikan ke dalam tabung yang berisi 10 ml media MR-VP dan diinkubasi pada temperatur 35 °C selama 48 ± 2 jam. Kemudian ditambahkan 5-6 tetes indikator methyl red pada tabung. Hasil positif ditandai dengan adanya difusi warna merah ke dalam media. Umumnya Salmonella memberikan hasil positif untuk uji MR. 23 Uji citrate. Koloni dari TSIA diinokulasikan ke dalam Simmons citrate agar dengan ose dan diinkubasi pada temperatur 35 °C selama 96 ± 2 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya pertumbuhan koloni yang diikuti perubahan warna dari hijau menjadi biru. Umumnya Salmonella memberikan hasil positif untuk uji citrate. Uji lysine decarboxylase broth LDB. Satu ose koloni dari TSIA diinokulasikan ke lysine decarboxylase broth dan diinkubasi pada temperatur 35 °C selama 48 ± 2 jam dan diamati setiap 24 jam. Salmonella memberikan hasil positif ditandai dengan terbentuknya warna ungu pada seluruh media. Uji gula-gula. Uji gula-gula terdiri dari phenol red dulcitol broth atau purple broth base dengan 0.5 dulcitol, uji malonate broth, uji phenol red lactose broth, dan uji phenol red sucrose broth. Phenol red dulcitol broth atau purple broth base dengan 0.5 dulcitol. Koloni dari TSIA diinokulasikan pada medium dulcitol broth dan diinkubasi pada temperatur 35 °C selama 48 ± 2 jam dan diamati setiap 24 jam. Umumnya Salmonella memberikan hasil positif ditandai dengan terbentuknya gas dalam tabung durham, dan warna kuning pH asam pada media. Uji malonate broth. Satu ose koloni dari TSIA diinokulasikan ke malonate broth dan diinkubasi pada temperatur 35 °C selama 48 ± 2 jam dan diamati setiap 24 jam. Salmonella memberikan reaksi negatif ditandai dengan adanya warna hijau atau tidak ada perubahan warna. Uji phenol red lactose broth. Koloni dari TSIA diinokulasikan ke phenol red lactose broth dan diinkubasi pada temperatur 35 °C selama 48 ± 2 jam dan diamati setiap 24 jam. Salmonella memberikan hasil negatif ditandai dengan tidak adanya perubahan warna dan pembentukan gas. Uji phenol red sucrose broth. Koloni dari TSIA diinokulasikan ke phenol red sucrose broth dan diinkubasi pada temperatur 35 °C selama 48 ± 2 jam dan diamati setiap 24 jam. Salmonella memberikan hasil negatif ditandai dengan tidak adanya perubahan warna dan pembentukan gas. Intepretasi hasil uji biokimia Salmonella spp. dapat dilihat pada Tabel 7. 24 Tabel 7 Reaksi biokimia Salmonella BSN 2008 Uji substrat Hasil reaksi Salmonella Positif Negatif Glukosa TSI Tusukan kuning Tusukan merah + Lysine decarboxylase LIA Tusukan ungu Tusukan kuning + H 2 S TSI dan LIA Hitam Tidak hitam + Urease Merah muda sampai merah Tetap kuning - Lysine decarboxylase broth Warna ungu Warna kuning + Phenol red dulcitol broth Warna kuning dengantanpa gas Tidak berubah warna dan tidak terbentuk gas a Malonate broth Warna biru Tidak berubah warna b Uji indol Permukaan warna merah Permukaan warna kuning - Phenol red lactose broth Warna kuning dengantanpa gas Tidak berubah warna dan tidak terbentuk gas - Phenol red sucrose broth Warna kuning dengantanpa gas Tidak berubah warna dan tidak terbentuk gas - Uji Voges-Proskauer Merah muda sampai merah Tidak berubah warna - Uji methyl red Merah menyebar Warna kuning menyebar + Simmons sitrat Pertumbuhan warna biru Tidak ada pertumbuhan dan tidak ada perubahan V a mayoritas dari kultur S. Arizonae adalah negatif b mayoritas dari kultur S. Arizonae adalah positif V bervariasi Analisis Data Hasil pengujian laboratorium terhadap Salmonella yang berupa data kualitatif dan data kuesioner terhadap pedagang daging ayam dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tempat Penjualan Daging Ayam Tiga pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan menjadi lokasi pengambilan sampel daging ayam, yaitu Pasar Modern, Pasar Bukit, dan Pasar Jombang. Ketiga pasar memiliki karakteristik tempat penjualan dan pedagang daging ayam responden yang berbeda-beda. Secara umum diperoleh hasil bahwa lebih dari separuh pedagang daging ayam berjenis kelamin laki-laki 66.7. Jenis daging ayam yang dijual adalah karkas utuh 100, karkas potongan 95 tetapi tidak ada yang menjual jeroan ayam. Karkas ayam yang dijual oleh pedagang sebagian berasal dari hasil pemotongan sendiri 66.7, dari tempat pemotongan unggas atau rumah potong unggas 29.1, serta berasal dari TPURPU dan pemotongan sendiri 4.2. Secara rinci karakteristik tempat penjualan daging ayam yang diambil sebagai responden terdapat pada Tabel 8. Tabel 8 Karakteristik tempat penjualan daging ayam yang diambil sebagai responden di Kota Tangerang Selatan Karakteristik tempat penjualan daging ayam Pasar Modern n=10 Pasar Bukit n=11 Pasar Jombang n=3 Total n=24 Jenis kelamin pedagang Laki-laki 8 80.0 5 45.4 3 100 16 66.7 Perempuan 2 20.0 6 54.5 8 33.3 Produk yang dijual Karkas utuh 10 100 11 100 3 100 24 100 Karkas potongan 10 100 10 90.9 3 100 23 95.8 Jeroan Asal karkas Potong sendiri 3 30.0 11 100 2 66.7 16 66.7 Tempat pemotongan unggasrumah potong unggas 6 60.0 1 33.3 7 29.1 Potong sendiri dan tempat pemotongan unggasrumah potong unggas 1 10.0 1 4.2 Pedagang perantara Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53M-DAGPER122008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern, pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerja sama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimilikidikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar. Berbagai produk yang berasal dari berbagai sumber dan produsen dijajakan serta karakteristik pedagang dan konsumen yang beragam, menjadikan pasar tradisional sebagai salah satu sumber infeksi penyakit pada manusia, baik infeksi yang terjadi secara langsung maupun melalui perantara barang dagangan. Dalam pidato Menteri Kesehatan yang dibacakan oleh Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan, pada kegiatan Hari Pasar Bersih Nasional ke-3, disampaikan bahwa status kesehatan suatu populasi sangat ditentukan oleh kondisi kebersihan tempat-tempat orang banyak beraktivitas setiap harinya. Pasar adalah salah satu tempat bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya, dapat menjadi alur utama penyebaran berbagai penyakit bila tidak dikelola dengan baik Kemenkes 2010. Oleh karena itu, pasar sehat perlu terus diupayakan dan dikembangkan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 519MenkesSK VI2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat, pasar sehat adalah kondisi pasar yang bersih, aman, nyaman, dan sehat yang terwujud melalui kerja sama seluruh stakeholder terkait dalam menyediakan bahan pangan yang aman dan bergizi bagi masyarakat. Unggas dan produknya merupakan komoditi yang sangat diminati oleh konsumen dan banyak dijajakan. Daging ayam sebagai salah satu bahan pangan yang bersifat basah, memerlukan perlakuan khusus dalam penjualan, baik dari segi tempat penjualan, maupun sarana dan fasilitas yang melengkapi. Berdasarkan Pedoman Umum Teknis Program Penataan Kios Daging Unggas di Pasar Tradisional, Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner Departemen Pertanian Tahun 2010, secara umum persyaratan minimal sarana prasarana fisik dan bangunan utama yang diperlukan dalam pengembangan kios daging yang memenuhi persyaratan higiene-sanitasi antara lain: Bangunan harus bersifat permanen, terbuat dari bahan yang kuat dan mudah perawatannya; Konstruksi bangunan harus didesain sesuai fungsi dan alur proseskerja; Saluran pembuangan limbah cair harus didesain sedemikian rupa sehingga aliran lancar, mudah pembersihan, dan pengawasannya; Ruang kerja yang cukup dan leluasa untuk bergerak; Dinding dalam berwarna terang, terbuat dari bahan yang kedap air minimal setinggi 2 meter, tidak mudah korosif, tidak toksik, tidak mudah mengelupas, mudah dibersihkan, dan mudah didisinfeksi; Lantai terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah korosif, tidak toksik, tidak licin, mudah dibersihkan, dan mudah didisinfeksi; Sudut pertemuan dinding dan lantai harus berbentuk lengkung atau mudah dibersihkan; Permukaan lantai harus rata, tidak bergelombang, tidak bercelah atau pun berlubang; Langit-langit terbuat dari bahan yang kedap air minimal setinggi 2 meter, tidak mudah korosif, tidak toksik, tidak mudah mengelupas, tidak berlubang atau celah; Terbuka, mudah dibersihkan, dan mudah didisinfeksi; Sirkulasi udara harus terjamin baik, sebaiknya dilengkapi dengan penyejuk ruangan; Sumber air bersih memenuhi persyaratan air bersih yang cukup dan tersedia secara kontinyu; Sumber listrik yang cukup dan tersedia secara kontinyu; Lampu harus memiliki pelindung dan mudah dibersihkan, intensitasnya memadai untuk pemeriksaan; Sarana penyimpanan beku dengan temperatur maksimum -18 °C, sarana penyimpanan dingin dengan temperatur -1 °C sampai dengan maksimum 4 °C, tempat penjajaan show case yang dilengkapi alat pendingin dengan temperatur maksimum 4 °C; Toilet yang selalu terjaga kebersihannya dan pintu toilet tidak berhadapan langsung dengan ruang pengelolaan daging; Bangunan, fasilitas, dan peralatan untuk pengelolaan daging harus secara khusus peruntukannya, terpisah dengan daging babi dan ikan. Secara umum, kondisi ketiga pasar belum memenuhi seluruh persayaratan minimal sarana prasarana fisik dan bangunan utama kios daging yang dipersyaratkan Kementerian Pertanian. Jika dilihat dari aspek konstruksi kios dan bangunan serta kios penjualan khusus yang terpisah dari komoditi lain, Pasar Modern memenuhi kriteria dan lebih baik dibandingkan dengan kedua pasar lainnya Pasar Bukit dan Pasar Jombang. Kondisi Higiene Sanitasi Tempat Penjualan Daging Ayam Dilihat dari aspek tempat penjualan daging ayam dari ketiga pasar, umumnya 95.8 tempat penjualan daging ayam berupa kios permanen yang memiliki atap sehingga dapat terlindung dari panas dan hujan. Hanya beberapa 4.2 tempat penjualan berupa kios tidak permanen. Sebagian 58.3 tempat penjualan ini bercampur dengan komoditi lain, tidak berada pada area khusus penjualan daging. Semua tempat penjualan daging ayam pada ketiga pasar memiliki penerangan yang mencukupi. Dari segi fasilitas atau sarana, sebagian besar pedagang 79.2 menggunakan tempat penjajaan dengan permukaan yang kontak dengan daging terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah berkarat, dan mudah dibersihkan. Seluruh pedagang 100 menggunakan alas potong talenan berbahan kayu dan sebagian 58.3 menggunakan pisau yang tidak terbuat dari bahan yang antikarat. Fasilitas pembeku freezer, fasilitas pendingin refrigeratorchiller, dan fasilitas tempat cuci tangan tidak tersedia pada semua kios 100. Di samping itu, fasilitas pencuci peralatan bak, air, wastafel, atau yang lain juga tidak dimiliki oleh sebagian kios 45.8. Dilihat dari aspek penjualan produk dan kebersihan, seluruh kios menjual karkas yang terpisah dengan jeroan, namun seluruh kios 100 menjajakan karkas yang tidak terlindung dapat disentuh oleh pembeli dan terdapat beberapa kios 16.7 yang menjual karkas ayam bersamaan dengan ayam hidup. Sebagian besar 79.2 pedagang menjual karkas ayam tidak terbebas dari serangga, rodentia, dan hewan lain, serta lebih dari separuh pedagang 58.3 kebersihan tempat penjualan tidak terjaga ada genangan air dan sampah bertebaran. Di samping itu, sebanyak 62.5 pedagang tidak melengkapi kiosnya dengan tempat sampah basah dan kering. Dari aspek higiene personal, para pedagang ayam di tempat penjualan daging ayam tidak menerapkan higiene personal dengan baik. Sebagian besar 75 pedagang tidak menggunakan apron, serta seluruh pedagang 100 tidak menggunakan penutup kepala, masker, dan sarung tangan. Kondisi higiene sanitasi tempat penjualan daging ayam yang diambil sebagai responden terdapat pada Tabel 9. Pada setiap tahapan proses penyediaan daging ayam mulai dari pemeliharaan unggas, pemotongan, eviserasi, hingga karkas didistribusikan dan dijual sangat mudah tercemar oleh mikroorganisme. Unggas hidup mengandung mikroflora normal dan dapat terinfeksi bakteri patogen seperti Salmonella yang berasal dari lingkungan kandang atau kontak dengan hewan sakit kemudian menjadi hewan pembawa. Pada proses transportasi, unggas hidup dapat terinfeksi bakteri Salmonella yang berasal dari keranjang pembawa yang tercemar feses atau dapat terjadi pencemaran silang antar unggas akibat stres saat transportasi Barbut 2002. Proses pemotongan dan eviserasi dapat menjadi sumber pencemaran bakteri pada karkas. Salmonella Typhimurium dan Salmonella Enteritidis berada dalam saluran cerna hewan. Bakteri patogen ini disebarkan ke lingkungan dan makanan melalui feses Buncic 2006. Pencemaran karkas ayam oleh Salmonella dapat dengan mudah terjadi dari satu karkas ke karkas lain melalui tangan pekerja yang tercemar Salmonella selama proses eviserasi, sarung tangan, dan alat pengolahan Marriott 1997. Tabel 9 Kondisi higiene sanitasi tempat penjualan daging ayam yang diambil sebagai responden di Kota Tangerang Selatan Karakteristik Higiene Sanitasi Persentase Pasar Modern n=10 Pasar Bukit n=11 Pasar Jombang n=3 Total n=24 Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Kondisi umum Kios permanen 100 90.9 9.1 100 95.8 4.2 Tempat memiliki atap yang dapat melindungi dari hujan dan panas 100 100 100 100 Tempat penjualan bercampur dengan komoditi lain 100 100 100 58.3 41.7 Penerangan mencukupi dapat mengetahui perubahan warna pada daging 100 100 100 100 Saranafasilitas Permukaan yang kontak dengan daging terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah karat, dan mudah dibersihkan 100 72.7 27.3 33.3 66.7 79.2 20.8 Talenan berbahan kayu 100 100 100 100 Pisau yang digunakan terbuat dari bahan yang anti-karat 100 100 100 41.7 58.3 Jumlah pisau lebih dari satu 50 50 18.2 81.8 33.3 66.7 33.3 66.7 Mempunyai fasilitas pembeku freezer 100 100 100 100 Mempunyai fasilitas pendingin refrigeratorchiller 100 100 100 100 Tersedia fasilitas pencuci peralatan bak air, westafel, atau yang lain 100 9.1 90.9 100 45.8 54.2 Tersedia fasilitas cuci tangan 100 100 100 100 Penjualan produk Karkas tidak terlindung dapat disentuh pembeli 100 100 100 100 Karkas terpisah dari jeroan 100 100 100 100 Ayam hidup bersamaan dengan karkas 100 27.3 72.7 33.3 66.7 16.7 83.3 Kebersihan Bebas dari serangga, rodensia, dan hewan lain 50 50 100 100 20.8 79.2 Kebersihan tempat penjualankios terjaga tidak ada genangan air dan sampah yang bertebaran 90 10 9.1 90.9 100 41.7 58.3 Tersedia tempat sampah basah atau kering 80 20 9.1 90.9 100 37.5 62.5 Higiene Personal Memakai apron 50 50 9.1 90.9 100 25 75.0 Memakai penutup kepala 100 100 100 100 Memakai masker 100 100 100 100 Memakai sarung tangan 100 100 100 100 Sanitasi merupakan bagian penting dalam proses pengolahan pangan yang harus dilaksanakan dengan baik. Sanitasi dapat didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit tersebut Purnawijayanti 2001. Berkaitan dengan pengolahan pangan, sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia Chandra 2005. Menurut Marriot 1997 apabila sanitasi diterapkan, makanan atau bahan pangan serta peralatan dapat terbebas dari kotoran dan cemaran mikroorganisme atau bahan kimia yang dapat menyebabkan penyakit atau keracunan makanan. Di samping itu, higiene personal harus diterapkan oleh para individu yang terkait dalam setiap proses penyediaan daging ayam, sejak awal pemotongan unggas hingga daging ayam siap dikonsumsi oleh konsumen sehingga kualitas daging ayam tetap terjaga. Berdasarkan Pedoman Umum Teknis Program Penataan Kios Daging Unggas di Pasar Tradisional, Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner Departemen Pertanian Tahun 2010, secara umum persyaratan minimal fasilitas peralatan harus dapat mencegah terjadinya pencemaran silang. Prioritas peralatan yang diperlukan adalah: Tempat penjajaan show case dan peralatan yang kontak dengan daging dan jeroan tidak boleh terbuat dari kayu dan bahan-bahan yang bersifat toksik, harus terbuat dari bahan yang tidak mudah berkarat atau korosif terbuat dari stainles steel atau logam yang digalvanisasi, kuat, tidak dicat, mudah dibersihkan, dan mudah didisinfeksi; Fasilitas pencucian peralatan yang senantiasa terpelihara kebersihannya; Fasilitas pencucian tangan dan perlengkapannya; Tempat sampah yang berpenutup; Peralatan daging yang tidak mudah patah atau pecah, tidak bersifat toksik, mudah dibersihkan, dan didisinfeksi. Secara umum, kondisi ketiga pasar belum memenuhi seluruh persyaratan minimal fasilitas peralatan kios daging yang dipersyaratkan Kementerian Pertanian. Jika dilihat dari aspek tempat penjajaan, fasilitas pencuci peralatan, dan ketersediaan tempat sampah, Pasar Modern cukup memenuhi kriteria dan lebih baik dibandingkan dengan kedua pasar lainnya Pasar Bukit dan Pasar Jombang. Upaya yang maksimal harus terus dilakukan agar persyaratan minimal sarana prasarana fisik dan bangunan kios daging di pasar tradisional dapat terpenuhi sehingga daging yang dihasilkan dapat memenuhi kriteria ASUH. Keberadaan Salmonella pada Daging Ayam Berdasarkan pengujian sampel daging ayam di laboratorium, diperoleh hasil bahwa 4 sampel dari 24 sampel yang diambil dari tiga pasar di Kota Tangerang Selatan positif mengandung bakteri Salmonella. Keempat sampel yang bernilai positif, dua sampel berasal dari Pasar Bukit dan dua sampel lainnya berasal dari Pasar Modern dan Pasar Jombang. Sesuai dengan batas maksimum cemaran mikroba BMCM yang ditetapkan dalam SNI Nomor 7388 Tahun 2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan, sampel daging ayam segar haruslah negatif terhadap bakteri Salmonella. Hasil pengujian Salmonella dan persentase yang melebihi batas maksimum cemaran mikroba pada daging ayam yang dijual di pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan terdapat pada Tabel 10. Tabel 10 Hasil pengujian Salmonella dan persentase yang melebihi batas maksimum cemaran mikroba pada daging ayam yang dijual di pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan Pasar Hasil pengujian Salmonella Persentase hasil sampel yang melebihi BMCM Jumlah sampel positif Jumlah sampel negatif Pasar Modern n=10 1 9 10 Pasar Bukit n=11 2 9 18.2 Pasar Jombang n=3 1 2 33.3 Total n=24 4 20 16.7 BMCM = batas maksimum cemaran mikroba menurut SNI Nomor 7388 Tahun 2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan BMCM Salmonella pada daging ayam segar = negatif25 gram Keberadaan Salmonella pada daging ayam yang dijual di pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan menunjukkan bahwa telah terjadi pencemaran pada karkas daging ayam tersebut. Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa persentase tertinggi jumlah sampel positif Salmonella ditemukan pada sampel daging ayam dari Pasar Jombang. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu terjadinya pencemaran silang saat pemotongan ayam dan proses pengeluaran jeroan eviserasi, pencemaran silang dari peralatan yang digunakan, tidak diterapkannya rantai dingin selama proses pemasaran, ayam hidup yang dijual bersamaan dengan produk daging ayam, serta tidak diterapkannya higiene personal oleh para pedagang atau pelaku pasar. Menurut Purnawijayanti 2001 pencemaran silang adalah pencemaran pada bahan makanan melalui perantara. Bahan cemaran dapat berada dalam bahan pangan melalui berbagai pembawa seperti peralatan, serangga, atau manusia yang menangani bahan pangan tersebut, yang biasanya merupakan perantara utama. Eviserasi merupakan tahapan dengan tingkat pencemaran silang yang tinggi pada karkas. Proses eviserasi ini dapat dilakukan secara manual maupun secara otomatis dengan menggunakan mesin. Kedua cara tersebut berpotensi menimbulkan pencemaran pada karkas. Penyebab pencemaran selama proses eviserasi dapat berasal dari pekerja, peralatan, maupun kondisi unggas seperti saluran cerna yang masih terisi penuh dengan cairan pakan atau hewan dalam kondisi sakit, misal diare. Sebanyak 1 ml isi saluran cerna unggas mengandung 10 9 cfu mikroorganisme, menunjukkan bahwa volume sedikit saja dapat menimbulkan tingkat pencemaran yang tinggi Barbut 2002. Bakteri patogen penyebab utama infeksi pada manusia yang paling sering teridentifikasi pada karkas yang tercemar oleh isi saluran cerna adalah Salmonella dan Campylobacter Bolder 1998; Mead 2005. Sebagian besar pedagang di Pasar Jombang menjual daging ayam yang diperoleh melalui proses pemotongan sendiri secara manual. Metode pemotongan sendiri secara manual meningkatkan risiko karkas tercemar oleh isi saluran cerna akibat tidak adanya prosedur baku yang diterapkan sehingga karkas berpotensi mengandung bakteri patogen berbahaya seperti Salmonella. Berbeda halnya dengan pemotongan manual, proses pemotongan unggas pada RPU dilakukan dengan menerapkan standard operating procedure SOP dalam setiap proses pemotongannya sehingga dapat memperkecil risiko karkas tercemar oleh bakteri patogen dalam saluran cerna. Peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan daging harus memenuhi tiga kriteria, yaitu sesuai menurut spesifikasinya, aman digunakan, dan higienis selama proses pengerjaan. Peralatan dianggap bersifat higienis ketika peralatan mudah dibersihkan dan didisinfeksi serta tidak memberikan dampak negatif pada produk Bolder 1998. Pencemaran silang dapat bersumber dari penggunaan pisau yang sama saat proses pemotongan ayam dan penanganan daging ayam mentah. Penggunaan alas potong berbahan kayu yang sukar dibersihkan pun dapat menjadi sumber cemaran. Menurut hasil penelitian Narasimha Rao 1982 yang dikutip dalam Narasimha Rao et al. 1998 mikroba yang mencemari karkas ayam pada beberapa toko daging berasal dari pisau pemotong 3.8-4.3 log cfucm 2 dan yang tertinggi berasal dari alas potong berbahan kayu 5.5-7.5 log cfucm 2 . Hasil observasi di ketiga pasar menunjukkan bahwa seluruh pedagang menggunakan alas potong berbahan kayu, serta hanya sedikit yang memiliki pisau ganda. Kondisi ini mendukung terjadinya pencemaran silang pada karkas yang bersih dari karkas yang tercemar. Di samping itu, fasilitas pencuci peralatan juga tidak tersedia pada Pasar Bukit dan Pasar Jombang. Menurut Mead 2005 proses pemotongan dan eviserasi pada ayam umumnya dilakukan pada temperatur sekitar 40 °C, dengan water activity yang sesuai sehingga sangat kondusif bagi pertumbuhan bakteri patogen dan bakteri pembusuk. Oleh karena itu, pada tahapan selanjutnya dilakukan proses pendinginan dengan tujuan untuk mengurangi dan mempertahankan temperatur pada daging demi keamanan dan kualitas produk daging ayam. Pendinginan atau penerapan rantai dingin dari proses pemotongan sampai tujuan akhir konsumsi didesain sedemikian rupa untuk menurunkan temperatur karkas. Tidak hanya pada saat proses chilling atau freezing di rumah pemotongan, tetapi juga pada saat transportasi daging, penjualan, dan penyimpanan oleh konsumen. Rangkaian proses pendinginan dilakukan untuk menjaga temperatur karkas agar tetap stabil dan tidak berubah karena sebagian besar bakteri patogen penting dalam makanan tidak mampu tumbuh pada temperatur lemari es, misalnya Salmonella. Bakteri Salmonella sebagian besar serovar tidak mampu tumbuh pada temperatur di bawah 7 °C ICMSF 1996 yang dikutip oleh Mead 2005. Dari ketiga pasar, tidak ada satu pun pedagang yang memiliki fasilitas pendingin atau fasilitas pembeku. Daging ayam dijual pada lingkungan bertemperatur ruang. Karkas yang disimpan pada temperatur ruang dengan waktu yang cukup panjang selama proses penjualan memungkinkan pertumbuhan pesat bakteri patogen dan mikroorganisme pembusuk sehingga daging ayam menjadi tidak aman untuk dikonsumsi. Pengambilan sampel daging ayam pada Pasar Jombang dan Pasar Bukit ditemukan beberapa pedagang yang menjual daging ayam bersamaan dengan ayam hidup. Hal ini merupakan salah satu sumber penyebab pencemaran silang bakteri Salmonella pada daging ayam yang dijual. Ayam hidup dapat terinfeksi Salmonella namun tidak menunjukkan gejala klinis, dalam saluran cernanya mengandung bakteri Salmonella Barbut 2002. Bakteri ini kemudian diekskresikan bersama dengan feses dan dapat mencemari daging ayam yang dijual melalui peralatan, tangan pedagang atau pekerja, dan lingkungan penjualan. Menurut Buncic 2006 pekerja yang berinteraksi langsung dengan makanan dapat menjadi sumber bakteri patogen. Pekerja tersebut mungkin terinfeksi namun tidak menunjukkan gejala klinis asimptomatis atau tangannya tercemar dari sumber lain. Pencemaran makanan oleh pekerja melalui feses, muntahan, lesio kulit, atau mukus adalah sumber bakteri patogen dalam makanan. Dalam suatu penelitian, tangan pekerja yang menangani daging ayam ditemukan tercemar bakteri Salmonella 500-2000 organisme yang kemudian mencemari sampel daging ayam Pether and Gilbert 1971 yang dikutip oleh Mead 2005. Dari ketiga pasar, penerapan higiene personal sangat memprihatinkan, hanya sebagian pedagang yang memakai apron dan semua pedagang tidak menggunakan penutup kepala, masker, dan sarung tangan. Kondisi ini sangat memudahkan terjadinya pencemaran daging ayam oleh bakteri Salmonella yang bersifat patogen. Daging ayam yang tercemar bakteri Salmonella jika dikonsumsi oleh manusia dapat menimbulkan gastroenteritis. Gejala yang timbul adalah mual dan muntah, kemudian diikuti dengan nyeri abdomen, diare, dan demam. Pada kasus yang berat dapat muncul diare berdarah. Adanya Salmonella di dalam darah merupakan risiko tinggi terjadinya penyebaran infeksi sehingga dapat menimbulkan kematian. Semua individu yang terinfeksi oleh Salmonella bersifat carrier sehingga dapat menjadi sumber penularan dengan mengeksresikan bakteri tersebut dalam tinja dalam jangka waktu yang bervariasi Karsinah et al. 1994. Oleh karena itu, selama proses pengolahan ayam menjadi daging hingga proses distribusi dan penjualan ke konsumen tingkat pencemaran harus dapat dikendalikan. Tingkat pencemaran dapat dikendalikan dengan menerapkan higiene, berdasarkan prinsip HACCP, untuk menghindari pencemaran silang, baik di antara produk maupun antara peralatan dan produk Bolder 1998. Peran Kesehatan Masyarakat Veteriner Kesmavet dalam Keamanan Pangan Asal Hewan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan, keamanan pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan bahan lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Keamanan pangan adalah hal yang sangat penting. Konsumen harus mendapatkan makanan yang dibeli dalam kondisi baik dan tidak tercemar oleh bahan pencemar apa pun yang berbahaya. Oleh karena itu, terdapat suatu lembaga yang bertanggung jawab secara umum dalam hal regulasi produksi makanan Lawley et al. 2008. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, kesehatan masyarakat veteriner kesmavet adalah segala urusan yang berhubungan dengan hewan dan produk hewan yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kesehatan manusia. Salah satu peran kesmavet ialah melindungi kesehatan masyarakat melalui keamanan pangan, khususnya pangan yang berasal dari hewan. Food and Agricultures Organization of the United Nations FAO, World Health Organization WHO, dan Office International des Epizooties OIE mendefinisikan kesmavet sebagai kontribusi fisik, mental, dan kesejahteraan sosial manusia melalui pemahaman dan penerapan ilmu kedokteran hewan. Kesmavet memberikan kontribusi bagi kesehatan masyarakat melalui pengetahuan, keterampilan, dan sumber daya ilmu kedokteran hewan. Kesmavet menggunakan ilmu pengetahuan dan segala informasi dari berbagai disiplin ilmu sebagai dasar. Tidak hanya satu profesi saja yang dibutuhkan dalam kompetensi ini, tetapi juga sebuah kerja sama antara multidisiplin keilmuan. Namun, posisi paling utama sebagai pemimpin dalam multidisiplin keilmuan ini tetap dipegang oleh dokter hewan yang berpendidikan medis dan sangat dekat dengan hewan dan produksi pangan Buncic 2006; FAO 2008. Umumnya kegiatan kesmavet terkait dengan rantai produksi makanan. Kompetensi dokter hewan mulai dari pengobatan hewan hingga produksi dan teknologi pangan dibutuhkan dalam melaksanakan keamanan pangan. Hal ini merupakan sebuah proses yang luas dan panjang dimulai dari peternakan, kemudian melewati tahap yang berurutan dari rumah potong hewan, transportasi, penjualan makanan, hingga sampai ke tangan konsumen. Semua tahap ini memerlukan pengawasan, standar teknis, undang-undang, inspeksi, komunikasi massa, dan kegiatan lainnya dengan partisipasi langsung kesehatan masyarakat veteriner FAO 2008. Pada setiap bagian rantai makanan, penyakit dapat mempengaruhi hewan serta orang-orang yang mengonsumsi produk hewani, misalnya salmonelosis. Zoonosis lainnya penyakit menular dari hewan ke manusia dan sebaliknya merupakan ancaman kesehatan yang lebih umum yang langsung terkait dengan rantai produksi pangan, contohnya adalah antraks, flu burung, rabies, yang ditularkan oleh berbagai macam hewan domestik dan satwa liar, serta penyakit lainnya yang terkait erat dengan lingkungan, seperti virus West Nile PAHO 2010. Memastikan pangan yang aman sangat penting untuk melindungi kesehatan manusia dan untuk peningkatan kualitas hidup. Makanan yang aman berperan penting untuk dikonsumsi, bahkan diimpor atau diekspor. Selain itu, produksi makanan yang aman merupakan kesempatan bagi masuknya pendapatan dan akses pasar. Selama dekade terakhir, pendekatan rantai makanan telah diakui sebagai langkah maju yang penting untuk memastikan keamanan pangan dari produksi hingga konsumsi. Pendekatan ini memerlukan komitmen dari semua pihak yang terkait dalam rantai makanan, yang melibatkan produsen, pedagang, pengolah, distributor, pejabat yang berwenang serta konsumen FAO 2008. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Pasar Modern merupakan pasar tradisional yang terbaik di Kota Tangerang Selatan dibandingkan dengan Pasar Bukit dan Pasar Jombang dilihat dari kondisi tempat penjualan, fasilitas, kebersihan, dan penjualan produk. 2. Bakteri Salmonella ditemukan pada daging ayam yang dijual di pasar tradisional di Kota Tangerang Selatan, yaitu Pasar Jombang 33.3, Pasar Bukit 18.2, Pasar Modern 10, dan persentase total sebesar 16.7. Keberadaan bakteri Salmonella pada daging ayam merupakan ancaman bagi keamanan pangan dan kesehatan masyarakat. Saran 1. Diharapkan Dinas Peternakan dan Perikanan Kota Tangerang Selatan melakukan pengawasan dan pembinaan yang berkesinambungan terhadap pedagang-pedagang tentang pentingnya menerapkan higiene sanitasi pada tempat pejualan, peralatan, dan pekerja. 2. Diharapkan Dinas Peternakan dan Perikanan Kota Tangerang Selatan dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan konsumen yang berkesinambungan tentang pemilihan daging ayam yang baik. 3. Diharapkan dapat dilakukan program monitoring dan surveilans cemaran bakteri patogen pada daging ayam dengan jumlah sampel yang memadai yang diikuti dengan wawancara dan observasi menggunakan kuesioner untuk menentukan faktor-faktor risiko. DAFTAR PUSTAKA Adams MR, Moss MO. 2008. Food Microbiology 3. Cambridge: RSC Pub. Akhtar F, Hussain I, Khan A, Rahman SU. 2010. Prevalence and antibiogram studies of Salmonella Enteritidis isolated from human and poultry sources. Pakistan Veterinary Journal 301:25-28. [Anonim]. 2008. Salmonelosis. NSW Health. [terhubung berkala]. http: www.mhcs.health.nsw.gov.au. [14 Mar 2011]. Aprilia EU. 2010. Konsumsi ayam ditargetkan 7 kilogram per kapita. Tempo Interaktif. [terhubung berkala]. http:www.tempointeraktif.commetro. [10 Mei 2011]. Bailey S, Richardson LJ, Cox NA, Cosby DE. 2010. Salmonella. Dalam Juneja VK, Sofos JN, editor, Pathogens and Toxins in Foods: Challenges and Interventions. Washington DC: ASM Pr. Barbut S. 2002. Poultry Products Processing: an Industry Guide. New York: CRC Pr. Behravesh CB, Ayers T, Ferraro HA, Deasy M, Moll M, Villamil E, Gerner- Smidt P, Austin JL, Williams IT. 2007. Not the conventional dogma: multistate outbreak of human Salmonella serotype Schwarzengrund infections caused by contaminated dry dog food-Northeastern United States. Dalam Epidemic Intelligence Service 57 th Annual EIS Conference; Atlanta, 14-18 Apr 2008. Atlanta: Centers for Disease Control and Prevention. Bhunia AK. 2008. Foodborne Microbial Pathogen: Mechanisms and Pathogenesis. New York: Springer. Bolder NM. 1998. The Microbiology of the Slaughter and Processing of Poultry. Dalam Davies A, Board R, editor, The Microbiology of the Meat and Poultry. London: Blackie Academic. Bouchrif B, Paglietti B, Murgia M, Piana A, Cohen N, Ennaji MM, Rubino S, Timinouni M. 2009. Prevalence and antibiotic-resistance of Salmonella isolated from food in Morocco. Journal of Infection Developing Countries 31:35-40. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2008. Metode pengujian cemaran mikroba dalam daging, telur, dan susu, serta hasil olahannya. SNI 2897:2008. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. Batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan. SNI 7388:2009. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Buncic S. 2006. Integrated Food Safety and Veterinary Public Health. London: CABI. Busse M. 1995. Media for Salmonella. Dalam Corry JEL, Curtis GDW, Baird RM, editor, Culture Media for Food Microbiology 34. Amsterdam: Elsevier. Capita R, Calleja CA, Prieto M. 2007. Prevalence of Salmonella enterica serovars and genovars from chicken carcasses in slaughterhouse in Spain. Journal of Applied Microbiology 103:1366-1375. Cardinale E, Tall F, Cisse M, Gueye EF, Salvat G, Mead G. 2005. Risk factors associated with Salmonella enterica subsp. enterica contamination of chicken carcasses in Senegal. British Poultry Science 463:293-299. [CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2010. Quick tips for preventing Salmonella. [terhubung berkala]. http:www.cdc.gov salmonellageneralprevention.html. [16 Jan 2012]. [CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2011. Investigation update: multistate outbreak of human Salmonella Heidelberg infections linked to ground turkey. [terhubung berkala]. http:www.cdc.govsalmonella heidelberg092911index.html. [15 Jan 2012] . Chandra B. 2005. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Clavijo RI, Loui C, Andersen GL, Riley LW, Lu S. 2006. Identification of genes associated with survival of Salmonella enterica serovar Enteritidis in chicken egg albumen. Applied and Environmental Microbiology 72:1055- 1064. Corry JEL, Allen VM, Hudson WR, Breslin MF, Davies RH. 2002. Sources of Salmonella on broiler carcasses during transportation and processing: modes of contamination and methods of control. Journal of Applied Microbiology 92:424-432. D’Aoust JY. 2001. Salmonella. Dalam Labbe RG, Garcia S, editor, Guide to Food-borne Pathogens. New York: Wiley. Djaafar TF, Rahayu S. 2007. Cemaran mikroba pada produk pertanian, penyakit yang ditimbulkan dan pencegahannya. Jurnal Litbang Pertanian 262:68. [FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2008. Veterinary public health and feed and food safety. [terhubung berkala]. http:www.fao.orgagagainfoprogrammesenA6.html. [1 Mar 2012]. Fernandes R. 2009. Chilled and Frozen Raw Meat, Poultry and Their Products. Dalam Fernandes R, editor, Microbiology Handbook Meat Products. Cambridge: Leatherhead Pub. Garcia S, Heredia N. 2009. Foodborne Pathogenesis and Toxins: an Overview. Dalam Heredia N, Wesley I, Garcia S, editor, Microbiologically Safe Foods. New Jersey: A John Wiley. Goncagul G, Gunaydin E, Carli KT. 2005. Prevalence of Salmonella serogroups in chicken meat. Turkish Journal of Veterinary and Animal Sciences 29:103-106. Hanh TT, Thanh NT, Thoa HQ, Thi LT, Thuan LM, Nguyen TL. 2006. Prevalence of Salmonella spp. in poultry in Vietnam. Annals of the New York Academy of Sciences 1081:266-268. Ho Chen T, Lind L, Weltman A, Moll M, Chirdon W, Campagnolo E, Urdaneta V, Ostroff S. 2007. Salmonella Typhimurium outbreak associated with raw milk and cheese consumption-Pennsylvania. Dalam Epidemic Intelligence Service 57 th Annual EIS Conference; Atlanta, 14-18 Apr 2008. Atlanta: Centers for Disease Control and Prevention. Hulankova R, Borilova G, Steinhauserova I. 2010. Influence of modified atmosphere packaging on the survival of Salmonella Enteritidis PT 8 on the surface of chilled chicken legs. Acta Veterinaria Brno 79:S127. Huong LQ, Fries R, Padungtod P, Hanh TT, Kyule MN, Baumann MPO, Zessin KH. 2006. Prevalence of Salmonella in retail chicken meat in Hanoi, Vietnam. Annals of the New York Academy of Sciences 1081:257-261. [ICMSF] International Commission on Microbiological Spesifications for Foods. 1996. Microorganism in Foods 5: Microbiological Specifications of Food Pathogens. London: Blackie. [ICMSF] International Commission on Microbiological Spesifications for Foods. 2005. Microorganism in Foods 6. New York: Plenum Pub. Irfan A. 2011. Pemkot Tangerang Selatan tingkatkan sidak makanan berformalin. [terhubung berkala]. http:banten.antaranews.comberita16 372pemkot- tangerang-selatan-tingkatkan-sidak-makanan-berformalin. [21 Jul 2012]. Iseri O, Erol I. 2010. Incidence and antibiotic resistance of Salmonella spp. in ground turkey meat. British Poultry Science 511:60-66. Jalali M, Abedi D, Pourbakhsh SA, Ghoukasin K. 2008. Prevalence of Salmonella spp. in raw and cooked foods in Isfahan-Iran. Journal of Food Safety 28:442-452. Jay JM. 2000. Modern Food Microbiology 6. Maryland: Aspen Pub. Karsinah, Lucky HM, Suharto, Mardiastuti HW. 1994. Mikrobiologi Kedokteran: Batang Gram Negatif. Jakarta: Binarupa Aksara. Kegode RB, Doetkott DK, Khaitsa ML, Wesley IV. 2008. Occurence of Campylobacter species, Salmonella species and generic Eschericia coli in meat products from retail outlets in the Fargo Metropolitan area. Journal of Food Safety 28:111-125. [Kemenkes RI] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Pasar sehat rakyat sehat. [terhubung berkala]. http:www.depkes.go.idindex.php componentcontentarticle43-newsslider1140 pasar-sehat-mewujudkan- kabupaten-dan-kota-sehat.html. [31 Jan 2012]. [Kementan RI] Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2010a. Tanya Jawab Seputar Daging Ayam Sumber Makanan Bergizi. Jakarta: Kementerian Pertanian Republik Indonesia. [Kementan RI] Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2010b. Pedoman Teknis Program Penataan Kios Daging Unggas di Pasar Tradisional Tahun Anggaran 2010. Jakarta: Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 519MenkesSKVI2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kurkjian KM, Woolard D, Kalunian D, De A, Addo-Ayensu G, Varghese R. 2007. Outbreak of Salmonella enterica serovar Typhimurium associated with a postwedding celebration-Virginia. Dalam Epidemic Intelligence Service 57 th Annual EIS Conference; Atlanta, 14-18 Apr 2008. Atlanta: Centers for Disease Control and Prevention. Lawley R, Cyrtis L, Davis J. 2008. The Food Safety Hazard Guidebook. Cambridge: RSC Pub. Maharjan M, Joshi V, Joshi DD, Manandhar P. 2006. Prevalence of Salmonella species in various raw meat samples of a local market in Kathmandu. Annals of the New York Academy of Sciences 1081:249-256. Marriott NG. 1997. Essentials of Food Sanitation. New York: Chapman and Hall. Mead GC. 2004a. Current trends in the microbiological safety of poultry meat. World ’s Poultry Science Journal 60:112-118. Mead GC. 2004b. Poultry Meat Processing and Quality. New York: CRC Pr. Mead GC. 2005. Food Safety Control in the Poultry Industry. New York: CRC Pr. Minami A, Chaicumpa W, Chongsa-Nguan M, Samosomsuk S, Monden S, Takeshi K, Makino S, Kawamoto K. 2010. Prevalence of foodborne pathogens in open markets and supermarkets in Thailand. Food Control 21:221-226. Mody RK, Meyer S, Henao O, Nguyen T, Sheth A, Austin J, White P, Williams I. 2007. Misadventures in microwaving: multistate outbreak of Salmonella I 4,[5],12:i:-infections associated with commercially produced frozen pot pies-United States. Dalam Epidemic Intelligence Service 57 th Annual EIS Conference; Atlanta, 14-18 Apr 2008. Atlanta: Centers for Disease Control and Prevention. Narasimha Rao D. 1982. Studies on microflora of prepackaged meat cuts with special reference to pathogenic Staphylococci. [thesis]. Mysore: University of Mysore. Narasimha Rao D, Nair KKS, Sakhare PZ. 1998. Meat Microbiology and Spoilage in Tropical Countries. Dalam Davies A, Board R, editor, The Microbiology of the Meat and Poultry. London: Blackie Academic and Professional. [PAHO] Pan American Health Organization. 2010. Veterinary public health. [terhubung berkala]. http:new.paho.orghqindex.php. [1 Mar 2012]. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53M- DAGPER122008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. Jakarta: Departemen Perdagangan Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia. Pether JVS, Gilbert RJ. 1971. The survival of Salmonella on finger-tips and transfer of the organisms to food. Journal of Hygiene 69:673-681. Prabowo DS. 2011. Warga Jakarta butuh daging ayam 425 ton. [terhubung berkala]. http:www.tribunnews.com20111012warga-jakarta-butuh- daging-ayam-425-ton-per-hari. [22 Jan 2012]. Purnawijayanti HA. 2001. Sanitasi, Higiene, dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan. Yogyakarta: Kanisius. Raharjo S. 1999. Teknik dekontaminasi cemaran bakteri pada karkas dan daging. Agritech, Majalah Ilmu dan Teknologi Pertanian 192:8. Setiowati WE, Silalahi EM. 2009. Tinjauan bahan pangan asal hewan yang ASUH berdasarkan aspek mikrobiologi di DKI Jakarta. Dalam Kesiapan Riset Indonesia dalam Menghadapi Perubahan Iklim. Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Standardisasi 2009; Jakarta, 19 Nov 2009. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Sharapov UM, Behravesh CB, Ettestad P, Wendelboe A, Hedican E, Goplin J, Garvey A, Smith K, Jawahir S, Perry CA, Gaffga N, Biggerstaff M, Sotir M. 2007. Hot chicks multistate Salmonella Montevideo outbreaks associated with exposure to poultry from mail-order hatcheries-United States. Dalam Epidemic Intelligence Service 57 th Annual EIS Conference; Atlanta, 14-18 Apr 2008. Atlanta: Centers for Disease Control and Prevention. Sheth AN. 2007. Multistate outbreak of Salmonella serotype Tennessee infections associated with consumption of peanut butter-United States, 2006-2007. Dalam Late Breaking Reports 56 th Annual Epidemic Intelligence Service Conference; 16-20 Apr 2007. Atlanta: Centers for Disease Control and Prevention. Sheth AN, Sotir M, Ewald G, Kimura A, Higa J, Troppy S, Meyer S, Braymen C, Archer J, Spayne M, Hoekstra M, Daly E, Austin J, Griffin PM. 2007. Snack attack: multistate outbreak of Salmonella serotype Wandsworth and Typhimurium infections associated with consumption of a puffed vegetable snack food-United States. Dalam Epidemic Intelligence Service 57 th Annual EIS Conference; Atlanta, 14-18 Apr 2008. Atlanta: Centers for Disease Control and Prevention. Soomro AH, Khaskheli M, Bhutto MB, Shah G, Memon A, Dewani P. 2010. Prevalence and antimicrobial resistance of Salmonella serovars isolated from poultry meat in Hyderabad, Pakistan. Turkish Journal of Veterinary and Animal Sciences 345:455-460. Sugiyono A. 2012. Seperti apa daging yang layak konsumsi? [terhubung berkala]. http:www.livestockreview.com201205seperti-apa-daging- yang-layak-konsumsi. [21 Jul 2012]. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia. Utami TN. 2010. Demam tifoid [laporan]. Riau: Fakultas Kedokteran, Universitas Riau. Wiersma P, Burnett C, Shuler C, Manning R, Sheeley C, Johnson A, Williams T, Drenzek C. 2006. Salmonella enterica subtype Montevideo infections associated with a fast food restaurant-Georgia. Dalam Epidemic Intelligence Service 57 th Annual EIS Conference; Atlanta, 14-18 Apr 2008. Atlanta: Centers for Disease Control and Prevention. Yuanita D. 2010. Pendekatan cart untuk mendapatkan faktor yang mempengaruhi terjangkitnya penyakit demam tifoid di Aceh Utara [abstrak]. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Zaidi MB, Calva JJ, Estrada-Garcia MT, Leon V, Vazquez G, Figueroa G, Lopez E, Contreras J, Abbott J, Zhao S, McDermott P, Tollefson L. 2008. Integrated food chain surveillance system for Salmonella spp. in Mexico. Emerging Infectious Disease Journal 14:3. LAMPIRAN 48 Lampiran 1 Hasil uji Salmonella pada sampel daging ayam di pasar tradisional Kota Tangerang Selatan Nomor Sampel Nomor Uji Nomor Analisis Nama Pasar Hasil Uji Salmonella 1 22 D. 11. 0109 Pasar Modern - 2 23 D. 11. 0110 Pasar Modern - 3 24 D. 11. 0111 Pasar Modern - 4 25 D. 11. 0112 Pasar Modern - 5 26 D. 11. 0113 Pasar Modern - 6 27 D. 11. 0114 Pasar Bukit - 7 28 D. 11. 0115 Pasar Bukit - 8 29 D. 11. 0116 Pasar Bukit - 9 30 D. 11. 0117 Pasar Bukit - 10 31 D. 11. 0118 Pasar Bukit - 11 32 D. 11. 0119 Pasar Jombang - 12 33 D. 11. 0120 Pasar Modern - 13 34 D. 11. 0121 Pasar Modern - 14 35 D. 11. 0122 Pasar Bukit - 15 36

D. 11. 0123 Pasar Bukit

+ 16 1 8. 11. 1831 Pasar Modern - 17 2

8. 11. 1832 Pasar Modern