Utilitas sampah dan limbah.

yang sebagian besar masuk ke sungai dan akhirnya bermuara di laut. Air hujan yang jatuh ke bumi tersebut menjadi sumber air bagi makhluk hidup. Curah hujan di wilayah Indonesia cukup tinggi, yaitu 2.000 – 4.000 mmtahun dapat menjadi sumber air bersih dengan menampung atau meresapkan ke dalam pori-porirongga tanah atau batuan konservasi air. Prinsip dasar konservasi air adalah mencegah atau meminimalkan air yang hilang sebagai aliran permukaan dan menyimpannya semaksimal mungkin ke dalam tubuh bumi. Atas dasar prinsip ini maka curah hujan yang berlebihan pada musim hujan tidak dibiarkan mengalir ke laut tetapi ditampung dalam suatu wadah yang memungkinkan air kembali meresap ke dalam tanah groundwater recharge melalui pemanfaatan air hujan dengan cara membuat kolam pengumpul air hujan Rain barrel, sumur resapan dangkal, dan lubang resapan biopori.

2. Utilitas sampah dan limbah.

Pengertian sampah menurut SNI 19-2454-1991 adalah limbah yang bersifat padat terdiri atas zat organik dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Sampah umumnya dalam bentuk sisa makanan sampah dapur, daun-daunan, ranting pohon, kertaskarton, plastik, kain bekas, kaleng-kaleng, debu sisa penyapuan, dsb. a. Pemanfaatan Sampah Organik Di tingkat rumah tangga diperlukan kesadaran untuk memisahkan sampah antara sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik antara lain dapat berupa sampah persiapan masakan, kulit telur, kulit buah-buahan, rumput, daun, ranting, rambut, bulu, dan sebangsanya. Sedangkan sampah anorganik adalah sampah yang terdiri dari sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui seperti mineral, minyak bumi, atau proses industri. Sampah anorganik antara lain plastik, kaleng, kertas, kaca dan Styrofoam. Sampah anorganik seperti botol plastik, kaleng minuman, kertas, dapat diolah dalam industri menjadi beraneka bahan baku. Di iklim tropis panas lembap seperti di Indonesia, penguraian sampah organik lebih cepat dibandingkan di daerah lainnya. Hal ini sebenarnya sangat menguntungkan karena pembentukan sampah menjadi kompos yang bermanfaat akan lebih mudah. Pengomposan juga dapat memanfaatkan teknologi lubang resapan biopori. b. Pemanfaatan Grey Water Grey water biasanya berupa air sabun bekas kegiatan rumah tangga seperti mencuci dan mengepel, mandi, dan lain sebagainya. Air ini dapat disalurkan lewat selokan terbuka. Untuk memanfaatkan grey water sebagai sumber air bersih, dibutuhkan instalasi khusus yang tidak mudah dibuat sendiri. Grey water masih dapat digunakan untuk menyiram kebun, namun perlu dipastikan bahwa air tidak mengandung detergen yang keras, pemutih, ataupun zat kimia berbahaya lainnya, grey water bekas mencuci sayuran dan buah dapat langsung ditampung untuk menyiram kebun. Bahkan bekas cucian bahan makanan tertentu dikenal dapat menyuburkan tanah. Untuk memaksimalkan grey water sebagai air penyiram tanaman, dapat dipilih sabun deterjen atau sabun cuci piring yang bebas dari zat kimia. Saat ini beberapa produsen sabun telah membuat produk yang hanya mengandung sedikit zat kimia bahkan marnpu menyuburkan tanah saat larut di dalam air. Pastikan grey water yang masih mengandung bahan kimia dialirkan melalui saluran yang baik, memiliki penampang yang memadai sesuai volumenya agar limbah dapat mengalir dengan baik menuju saluran pembuangan sehingga tidak menimbulkan penyakit ataupun bau yang tidak sedap. c. Pemanfaatan Air TinjaBlack Water Air tinja adalah kotoran manusia baik padat maupun cair, ditambah dengan air siram. Air tinja mengandung kolibakteri E. coli dan kuman yang dapat mengganggu kesehatan manusia, serta berbau tidak sedap. Maka pembuangan air tinja harus disalurkan dalam pipa tertutup. Air tinja dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik dengan menggunakan instalasi septictank yang tepat. Untuk daerah dengan iklim tropis, dapat digunakan septictank vietnam. Dibandingkan dengan septictank biasa, septictank vietnam tidak perlu dikurasdibersihkan, karena isi septictank dapat digunakan sebagai pupuk. Septictank ini terdiri dari dua buah bak dengan ukuran yang sama, serta alat untuk memindahkan saluran pengisian. Satu bak digunakan terlebih dahulu, setelah penuh, saluran pengisian dipindahkan ke bak kedua. Sesudah enam bulan sampai satu tahun, isi bak pertama telah menjadi pupuk, tidak berbau, dan dapat dimanfaatkan untuk tanaman kebun sayur. Untuk menghindari pencemaran tanah yang mungkin terjadi akibat kebocoran, atau bakteri mencemari air lewat pipa atau sumur resapan, septictank harus dibuat kedap. Septictank sebaiknya berjarak minimal 11 m dari sumur air. Bebas dari Gangguan Geo-Biologis. Terkait dengan keamanan bangunan tapak seharusnya berada di area yang stabil, maksudnya relatif kecil kemungkinan terkena bencana yang dahsyat atau istilah dari Heinz Frick adalah tapak terbebas dari gangguan geo-biologis. Area tapak dipastikan tidak terletak pada kawasan banjir, karena beresiko banjir musim penghujan atau daerah rawan tsunami. Untuk Kota yang kondisi topografinya berbukit seperti Kota Bogor, bahaya tanah longsor sangat perlu diwaspadai. Sehingga untuk membangunan di tepi jurang yang terjal harus menggunakan studi kelayakanperhitungan geostruktur dan penelitian kondisi geologi tanah secara mendalam. Selain Longsor perlu pula diwaspadai adanya bangunan yang dibangun didaerah patahan. Secara umum kota-kota di Indonesia terletak didaerah yang rawan gempa, sehingga untuk jaminan keamanan, struktur bangunan diperkuat disertai dengan bentukan bangunan yang sederhana sebagai antisipasi agar dapat bertahan menghadapi gempa sampai lebih dari 9 skala richter. Faktor bahaya biologis datang dari hewan maupun vegetasi. Dari hewan yang terkait dengan keamanan bangunan adalah rayap dari jenis Coptotermes curvignathus yang dapat dikategorikan sebagai hama bangunan Surjokusumo 2006. Mencegah serangan rayap perlu kewaspadaan dan ketelatenan. Waspada untuk mencegah dan terhadap tanda-tanda kehadiran rayap serta telaten dalam upaya untuk membasminya. Upaya pencegahan dilakukan pada tanah dan kayu bangunan. Tanah fondasi dan kayu harus diinjeksi dengan termitisida. Injeksi termitisida dilakukan pada setiap lubang pengeboran dengan tekanan tinggi, sehingga dapat tersebar merata di permukaan tanah dan bersambungan dengan termitisida yang diinjeksikan pada lubang lainnya. Untuk perawatan kayu bisa hanya dengan cara disemprot, dicelup, atau direndam dengan termitisida. Jika bangunan telah terserang rayap, khusus untuk super- rayap, teknologi umpan racun bait toxicant dapat diaplikasikan. Secara sederhana, teknik ini menggunakan sekotak kertas tisu yang telah dilumuri heksaflumuron. Bahan ini telah diteliti di IPB dan dinyatakan aman, tidak berbau, ramah lingkungan, dan tidak berbahaya bagi manusia maupun hewan mamalia. Umpan itu ditempelkan pada titik-titik pusat koloni rayap. Karena bahan tisu merupakan turunan dari bahan dasar kayu, rayap pekerja akan tertarik mengerubunginya. Mereka bakal membawanya ke pusat makanan. ketika tiba saatnya makan, racun itu akan dibagi-bagikan kepada teman-temannya dan mati semua. Racun tersebut berfungsi menghambat pembentukan kulit rayap. Jika pembentukan kulit gagal, rayap pasti mati. Obat tersebut memang bekerja lambat, tapi tetap efektif. Keandalan umpan rayap ini juga telah dievaluasi di Florida, Amerika Serikat, pada jenis Coptotermes formosanus dan R. flavipes kollar. Dengan dosis 4-1,5 mg, populasi rayap tanah dapat dikurangi sebesar 90 -100 dari satu koloni rayap yang berjumlah 0,17-2.8 juta ekor Hidayat dan Wibisono 2006. Vegetasi sangat berperan dalam upaya penghematan energi. Keberadaan vegetasi dapat menjadi ancaman karena faktor kelalaian manusia juga. Vegetasi memiliki perakaran yang merupakan cerminan dari bentuk tajuknya. Perakaran jika tidak disediakan lahan yang cukup akan mengganggu vegetasi tersebut karena mengurangi kekokohannya dan membahayakan manusia karena akan mudah tumbang. Karena kurangnya lahan, perakaran dapat mengganggu pondasi bangunan, sehingga berpotensi merusak struktur bangunan. Peletakan vegetasi yang kurang tepat menghalangi sinar dan angin, berakibat terhalangnya pencahayaan alam atau gelap dan berpotensi meningkatkan kelembaban ruang karena sirkulasi udara terhalang. keberadaan vegetasi berpotensi pula mengundang hama-hama tanaman. sebagai upaya pencegahan harus dilakukan tindakan pemeliharaan secara rutin seperti penyiangan, pemangkasan, pemupukan teratur, penyemprotan jika terserang diusahakan dengan bahan non-kimiawi. Orientasi. Dari analisis mengenai faktor klimatik dan lingkungan pada tapak maka penulis menghubungkannya dengan faktor orientasi tapak yang terkait pula dengan orientasi bangunan rumah tinggal di dalamnya melalui analisis diagram matahari dan angin. Faktor orientasi berpengaruh pada letak posisi bangunan secara keseluruhan dan posisi façade atau tampak muka bangunan yang akan menerima secara langsung paparan dari segi klimatik seperti sinar dan panas matahari, angin, hujan. Orientasi terbaik menurut literatur adalah orientasi mata-angin utara dan atau selatan. Orientasi utara- selatan secara klimatik membuat façade rumah depan-belakang tidak menerima paparan sinar matahari secara langsung karena sisi bangunan yang menghadap timur-barat berdempetan dengan rumah lain, sehingga yang diterima hanya cahaya pantulan dari sinar matahari, sehingga suhu bangunan relatif lebih rendah. Posisi matahari pada bulan Maret dan September berada tepat di garis equator titik equinox. Saat matahari berada di titik ini, maka lamanya siang dan malam akan sama yaitu masing-masing 12 jam. Titik yang dilewati matahari dalam perjalanannya dari selatan ke utara langit, terjadi pada 21-23 Maret, dinamakan Titik Vernal Equinox. Titik yang dilewati matahari dalam perjalanannya dari utara ke selatan langit, terjadi pada 23 September, dinamakan Titik Autumnal Equinox. Posisi matahari di titik ini karakteristik yang terlihat adalah matahari akan berada persis diatas kepala jika berada di kota yang berada di garis ekuator seperti pontianak yaitu mendekati sudut 90º pada pukul 12.00 siang, sehingga bayangan yang dihasilkan akan kecil sekali. Pada bulan Juni posisi matahari berada di utara sekitar tanggal 22 Juni. Saat matahari berada di titik ini siang hari akan sedikit lebih pendek daripada malam harinya dan karena posisi matahari tersebut bayangan yang ditimbulkan menjadi lebih panjang cenderung condong ke selatan. Pada bulan Desember posisi matahari berada di selatan sekitar tanggal 22 Desember. Saat matahari di posisi ini siang hari akan sedikit lebih panjang di bandingkan malam harinya dan karena posisi matahari tersebut bayangan yang ditimbulkan juga menjadi lebih panjang dan arah bayangannya miring ke selatan. Perbedaan posisi matahari ini berdampak pada aspek penyinaran terhadap bangunan, sehingga dapat dijadikan sebagai acuan orientasi bangunan yang terbaik karena tidak menerima penyinaran matahari secara langsung yaitu orientasi utara-selatan. Aspek lainnya adalah peletakan posisi pemblokir sinar utamanya menggunakan tanaman. Topografi. Kasus kota Bogor, merupakan daerah perbukitan bergelombang dengan ketinggian yang bervariasi antara 190 m hingga 350 m diatas permukaan laut dengan kemiringan lereng berkisar 0 - 2 datar seluas 1.763,94 Ha, 2 - 15 landai seluas 8.091,27 Ha, 15 - 25 agak curam seluas 1.109,89 Ha, 25 - 40 curam seluas 764,96 Ha, dan 40 sangat curam seluas 119,94 Ha tabel 11. Menurut data diatas area kota bogor yang sesuai untuk kawasan tempat tinggal perumahan maupun permukiman seluas 9855,21 Ha atau presentasinya sekitar 83,1 area di kota Bogor sesuai untuk area tempat tinggal menurut peraturan SK Mentan No. 837KPTSUm111980 dimana lahan yang ideal untuk tempat tinggal adalah lahan dengan topografi relatif datar hingga landai. Kemiringan lahan yang melebihi 15, terbuka terhadap iklim yang keras, bahaya gempa bumi, bahaya tanah longsor, tanah yang tidak stabil, daerah berlumpurrawa serta berbatasan dengan jalan yang hiruk pikuk, yang diantaranya dapat diatasi dengan perlakuan khusus dan diluar itu harus dihindari. Pembangunan perumahan ataupun sarana lainnya pada lahan yang miring relatif lebih sulit daripada perumahan yang terletak pada lahan yang datar. Pembangunan perumahan atau bangunan lainnya pada lahan dengan kemiringan lebih dari 10, memerlukan desain bangunan yang lebih khusus dengan bentuk teras sengkedanbersusun ataupun berbentuk split-level, yang dapat dikombinasikan dengan pembuatan taman, namun upaya ini akan berdampak pada bertambahnya biaya konstruksi. Jenis tanah. Jenis tanah yang terkait dengan media tanaman untuk tumbuh. Hal tersebut didukung oleh struktur tanah yang berfungsi memodifikasi pengaruh tekstur tanah terhadap kondisi drainase atau aerasi tanah, karena susunan antar ped atau agregat tanah akan menghasilkan ruang yang lebih besar ketimbang susunan antar partikel primer. Oleh karena itu tanah yang berstruktur baik akan mempunyai kondisi drainase dan aerasi yang baik pula, sehingga lebih memudahkan sistem perakaran tanaman untuk berpenetrasi dan mengabsorbsi menyerap hara dan air, sehingga pertumbuhan dan produksi menjadi lebih baik. berkorelasi positif dengan tingkat kesuburan Penanaman melindungi agregat tanah dari hantaman air hujan, sehingga makin rapat tajuk tanaman akan makin baik pengaruhnya terhadap agregat tanah. Lal 1979 dalam Hanafiah 2010, mengemukakan bahwa struktur tanah mempunyai peran sebagai regulator yang: 1. Menyinambungkan arah pipa yang terbentuk dari berbagai ukuran pori- pori yang berinterkoneksi, stabilitas dan durabilitasnya. 2. Mengatur retensi dan pergerakan air tanah 3. Difusi gas dari dan ke atmosfer 4. Mengontrol proliferasi pertumbuhan akar dan perkembangannya. Kemudian secara langsung atau tak langsung terkait dengan: 5. Erosi air atau angin 6. Penggenangan dan aerasi tanah 7. Stres tanaman akibat kekeringan 8. Perlindian atau kehilangan hara-hara tanaman 9. Temperatur tanah. Perkerasan Non Bangunan Komponen kelima adalah perkerasan non bangunan yang terdiri dari perkerasan pavement itu sendiri dan pagar dan tembok pembatas walls and fences sebagai bagian dari site structure. Perkerasan non bangunan secara harafiah sudah dapat diketahui komponen pembentuknya berupa material keras. Komponen ini memiliki potensi terhadap penyerapan panas yang berlebih jika tidak didesain dengan tepat. Konsep pemilihan komponen perkerasan dipilih agar aspek fungsionalnya tetap dapat berfungsi dengan baik dan juga konsep ramah lingkungannya juga terpenuhi. Kriteria variabel taman dan rumah tinggal hemat energi untuk komponen perkerasan selengkapnya tertuang pada tabel 17. Tabel 17. Variabel Hemat Energi untuk Komponen Perkerasan Bobot 0,058 No Variabel Bobot Kriteria desain untuk skor 1 2 3 1 Perkerasan pavement 0.515 Jenis perkerasan porositas rendah Jenis perkerasan porositas sedang Jenis perkerasan porositas tinggi 2 Pagar dinding pembatas 0.485 Masif dan solid agak rapat berongga renggang Berongga Perkerasan. Perkerasan telah menjadi kebutuhan manusia sebagai alas taman maupun alas jalur-jalur sirkulasi. Banyak orang lupa saat membuat tempat parkir mobil atau carport, teras, dan jalan setapak stepping stone pada pekarangan rumah tinggalnya dimana tanah tertutup rapat dengan beton bahkan aspal. jenis perkerasan tersebut merupakan jenis perkerasan yang kedap air, sehingga terjadi limpasan air yang banyak saat musim hujan karena tidak terjadi infiltrasi air ke dalam air tanah. saat ini telah banyak perkerasan yang berbentuk monolitik maupun berbentuk unit yang dapat digunakan sebagai perkerasan. saat ini pada umumnya masyarakat indonesia menggunakan perkerasan berbentuk unit yang berasal dari pabrikasi dengan wujud paving block, atau grass block. Berdasarkan SNI 03-0691-1996 paving block atau Grass Block adalah suatu komposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran portland cement atau bahan perekat hidrolis sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan lainnya yang tidak mengurangi mutu paving block BSN 1996. Sistem drainase pada konstruksi jalan paving block dibedakan menjadi dua yaitu sistem drainase permukaan terbuka dan sistem drainase tertutup sub soil drainage. Pada konstruksi paving block yang sambungan di antara blocknya bersifat kedap air sedikit mengalirkan air maka saluran permukaan dengan sistem drainase terbuka sangat diperlukan, sedangkan sistem drainase tertutup digunakan pada konstruksi grass block yang sambungan di antara block bersifat permeable tidak kedap air maka air hujan akan masuk infiltrasi ke dalam konstruksi jalan sebanyak 30 sampai 50 , syarat kemiringan minimal pada penampang melintang badan jalan = 2 , hal ini untuk memudahkan aliran air hujan di permukaan perkerasan. Tanah yang tertutup dengan interblok 4-6 dan interblok 16-6, masih mempunyai kemampuan infiltrasi cukup besar dan tidak berbeda nyata pada tanah terbuka. Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Prasodyo dan Nurisjah 1998 bahwa Infiltrasi terbesar dijumpai pada bahan penutup tanah grassblock. Dalam kategori perkerasan beton berperforasi didapatkan jenis interblok 4-6 m memiliki kemampuan infiltrasi terbesar kedua, selanjutnya diikuti dengan interblok 16-6, behaton 13-6 dan zurich 12-6. Dari sisi penyerapan panas conblock merupakan jenis perkerasan yang cukup menyerap panas terlebih lagi keramik. Untuk menanggulangi hal tersebut, sebaiknya tidak membiarkan perkerasan tanpa diberikan naungan seperti naungan pohon atau didekatkan dengan elemen air Fatimah, Arifin dan Widjaya 1998. Setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan saat pemasangan paving, yaitu pengisi celah dan fondasi di sekeliling paving. Hubungan antar paving tidak membutuhkan bahan ikat, melainkan menggunakan abu batu atau pasir. Lebar celah antar paving sebaiknya sekitar 2-4 milimeter. Ukuran celah yang terlalu lebar akan menyebabkan pasir pengisi mudah keluar shucking dan paving bergeser. Idealnya pasir yang digunakan untuk mengisi celah antar paving memiliki butiran yang tajam lolos ayakan 2,4 mm. Kadar air maksimal sekitar 5 dan kadar lumpur maksimal 10. Hal ini bertujuan agar air mengalir di atasnya bisa meresap kedalam tanah. Disamping aspek sambungan antar paving, kekuatan paving juga dipengaruhi kondisi tanah sebagai alas peletakkannya. Perubahan dan pergerakan struktur tanah bisa menyebabkan paving bergeser sehingga permukaan paving tidak rata satu dengan yang lain. Diantara berbagai macam alternatif bahan penutup tanah, paving block lebih banyak memiliki variasi, baik dari segi bentuk, ukuran dan warna, corak dan tekstur permukaan, serta kekuatan. Penggunaan paving block juga dapat divariasikan dengan jenis paving dan bahan lainnya. Pagar dan Tembok Pembatas. Perkembangan yang semakin dinamis menempatkan pagar bukan hanya sekadar pembatas properti atau kepemilikan dan pelindung penghuni rumah untuk memberikan rasa aman dan keleluasan aktivitas penghuni karena terjaganya privasi. Lebih dari itu pagar merupakan salah satu pendukung dan pelengkap pada rumah tinggal karena turut menambah nilai artistik dan menjadi salah satu bagian dari dekorasi rumah. Penggunaan bahan, tekstur, dan warna yang tepat akan menghasilkan pagar yang sesuai dengan karakter rumah secara keseluruhan. Terdapat banyak alternatif bentuk dan jenis pagar yang dapat diaplikasikan terhadap hunian. Bahan pembuatnya juga beraneka ragam, mulai dari berbahan kayu, beton, besi, baja, batu alam hingga vegetasi dapat dijadikan pagar yang estetis dan ekologis. Syarat utama dalam pembuatan pagar, yaitu aman, kokoh dan indah. Pemilihan bentuk, model, tinggi, panjang dan lebar pagar harus disesuaikan dengan luas lahan, fungsi, proporsi dan komposisi bangunan serta lokasinya. Tinggi pagar yang baik adalah tidak lebih dari 1.20 meter dan untuk dinding pembatas tidak lebih dari 1.70 meter. Jika pagar terlalu tinggi, maka akan membuat bentuk rumah tidak terlihat atau tertutupi dan akan membuat rumah terkesan terpenjara. Pagar rumah tinggal sebaiknya dibuat renggang atau berongga kesan transparan agar sirkulasi udara ke dalam rumah tinggal tetap baik. Pagar merupakan elemen penting bagi sebuah rumah baik secara fungsional maupun estetika. Tanaman merupakan salah satu elemen pembentuk pagar, sehingga dapat menjadi alternatif pagar sebuah bangunan. Disamping itu tanaman memiliki fungsi yang beragam seperti menambah keindahan sebuah bangunan, juga sebagai penahan atau penghalang terhadap debu, polusi dan radiasi sinar matahari. Saat ini, aspek green terhadap pagar dan tembok pembatas sudah umum diterapkan gambar 8. Penggunaan komponen tanaman untuk pagar dapat menjadi salah satu langkah untuk menekan penggunaan material keras untuk fungsi pagar sekaligus berfungsi membantu ameliorasi iklim. Menurut Werdiningsih 2007, tanaman-tanaman yang memenuhi kriteria untuk dapat digunakan atau dikombinasikan dengan variabel pagar dan tembok pembatas green fence, adalah sebagai berikut: 1. Tahan terhadap perubahan cuaca 2. Bersifat tahunan 3. Tidak mudah menggugurkan daun 4. Tidak disukai hewan herbivora 5. Mudah dirawat dan bukan tanaman produktif 6. Bentuk dan ukurannya proposional dengan luas pekarangan serta kondisi lingkungan Alternatif Tanaman-tanaman yang dapat digunakan sebagai green fence adalah sebagai berikut: 1. Semak dan Perdu Perdu tinggi di antaranya Teh-tehan Duranta repens, Kembang sepatu Hibiscus rosasinensis, Soka Ixora hybrida, Kaca piring Gardenia jasminoides, Kemuning Muraya paniculata. Sementara tanaman perdu rendah misalnya Pacar air Impatiens sp., Mawar Rosa sp., Bayam- bayaman Coleus sp., Asparagus, Anggrek tanah Sphatoglottis plicata. Tanaman pagar berumpun misalnya Lidah mertua Sanseviera trifasciata, Bawang-bawang, Lili paris Clorophytum comosum, dan Brojo lintang Belamcanda chinensis. 2. Tanaman Rambat Jenis tanaman yang bersifat merambat sendiri, misalnya Stefanot, Passiflora, Mucuna flama of Irian, Pseudocayma, Costus maroon, dan Thunbergia. Sementara tanaman perdu yang perlu dirambatkan, misalnya Bugenvil, Pyrostegia, dan Alamanda. 3. Bambu – Bambuan Jenis bambu hias yang dapat dijadikan pagar tanaman, di antaranya Bambu jepang Arandinaria japonica dan Bambu kuning. 4. Kaktus Beberapa jenis kaktus yang cocok ditanam sebagai tanaman pagar di antaranya Astrophytum asterias, Ferocactus herrerae, dan Acanthocalycium violaceum. Gambar 8. Ilustrasi desain pagar hijau Visualisasi Konsep Hemat Energi Konsep kriteria yang telah tersusun kemudian dikombinasikan menjadi skenario-skenario model konsep hemat energi. Skenario tersebut kemudian digunakan dalam proses visualisasi dari konsep tertulis menjadi sebuah media gambar 3 Dimensi berbantu komputer. Dari kriteria yang disusun sehingga muncul skenario tersebut sebenarnya memiliki ribuan peluang terjadinya skenario kombinasi model. Untuk mempermudah memahami konsep yang telah disusun ditetapkan 3 skenario model untuk divisualisasikan, yaitu: konsep skenario model hemat energi tingkat terendah, sedang dan tertinggi. Konsep Hemat Energi Pada Tingkat Terrendah Kombinasi komponen dan variabel tanaman bernilai skor rendah masuk dalam klasifikasi klas hemat energi rendah. Hal ini disebabkan oleh tanaman sebagai komponen prioritas dalam konsep pertama ini, dengan bobot yang mendominasi tidak dapat optimum dalam penghematan energi. Secara umum, hal tersebut di duga karena kriteria tanaman yang rendah tidak dapat membantu dalam memodifikasi iklim dengan optimum. Proteksi terhadap iklim oleh tanaman perdu, tidak dapat menjangkau keseluruh bagian rumah tinggal, ditambah persyaratan kriteria komponen dan variabel lain pun rendah rendah. Dari intensitas tutupan lahan, dapat terlihat dari layout model rumah tinggal yang dipersempit luasan lahannya dari 120 m 2 menjadi ± 80 m 2 guna mendapatkan model dengan intensitas tutupan lahan KDB:KDH, 60:40. Dengan perbandingan atau aturan mengenai intensitas tutupan lahan yang umum di Indonesia dari Gambar 9, pada layout rumah tinggal hanya tersisa sedikit ruang terbuka. Keterbatasan lahan tersebut menyebabkan kemungkinan peletakan tanaman utamanya pohon pelindung yang sesuai kriteria ideal tidak dapat tertampung. Dengan luasan tersebut tanaman yang dapat tertampung adalah tanaman perdu beserta strata tanaman lebih rendah. Pada model ini, tidak terdapat komponen air water features yang dapat digunakan sebagai stabilitator suhu. Dari segi orientasi bangunan, model rumah tinggal ini façade utamanya menghadap barat. Dari penjelasan sebelumnya dan hasil-hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa ruang yang menghadap kearah Barat mendapatkan suhu ruang yang tertinggi. Hal tersebut dikarenakan rumah dengan orientasi Barat mendapat paparan langsung selama ± tiga jam setelah tengah hari dan mengalami panas sinar matahari puncak ± pukul 14.00 WIB. Jadi radiasi panas matahari dan suhu berakumulasi melalui proses konduksi dan konveksi ke dalam bangunan. Untuk menanggulangi masalah tersebut seharusnya ada elemen penahan barier dalam hal ini tanaman dengan kriteria yang memadai. Pada model pertama, tanaman yang digunakan adalah tanaman perdu yang diilustrasikan dengan Kembang merak Caesalpinia pulcherrima yang dapat dilihat pada Gambar 10. Tanaman perdu dinilai masih belum dapat menangkal radiasi matahari dengan optimum untuk tujuan ameliorasi iklim. Dari segi pembayangan matahari, tanaman perdu tidak dapat membayangi façade rumah secara keseluruhan, sehingga sinar matahari masih dapat mengenai bangunan. Hal tersebut diperkuat oleh Sitawati 1994 yang menyatakan bahwa tanaman dengan strata yang lebih rendah dari pada pohon, dalam hal ini tanaman semak yang diletakkan didekat dinding sebelah barat kurang optimal menurunkan suhu bila tanpa penanaman pohon yang dapat menurunkan suhu hingga 3,14 ºC. Sistem utilitas terbatas pada pemodelan grafis ini terkait dengan perilaku bijak terhadap pengelolaan sumberdaya pada tapak seperti air bersih, limbah rumah tangga dan sampah dimodelkan secara minimum. Ilustrasinya terdapat pada Gambar 10, dimana perilaku ramah lingkungan dilustrasikan dengan menggunakan pemilahan sampah dan menggunakan septicktank vietnam. Komponen desain taman dan rumah tinggal lain yang kurang mendukung adalah komponen bangunan. Variabel utama dari komponen bangunan, yaitu bukaan dari model ini relatif kecil, dinding serta penutup atap dengan kriteria desain yang rendah salah satunya dari segi warna yang gelap menjadi potensi penyerapan panas kedalam bangunan Gambar 11. Terdapat kriteria yang tidak tampak dari model isometri yang tersaji pada Gambar 11, yaitu aspek insulasi atap bangunan, karena aspek tersebut signifikan terhadap meredam panas ke dalam ruang. Pada model rumah tinggal ini, di ilustrasikan tidak menggunakan insulasi atap dan tanpa plafon, yang dapat dilihat pada Gambar 12 berupa gambar aksonometri 3D. Komponen perkerasan non bangunan, dalam ilustrasi gambar 11 dapat terlihat variabel perkerasan pavement yang menggunakan material perkerasan interblok 16-6. Pada bagian site structure, dilustrasikan menggunakan desain pagar yang masif. Konsep Hemat Energi Pada Tingkat Sedang Kombinasi komponen dan variabel tanaman bernilai skor sedang masuk dalam klasifikasi klas hemat energi sedang. Secara umum, diduga kriteria tanaman berskor 2 sedang dan kriteria komponen dan variabel lain, dinilai cukup dapat membantu dalam memodifikasi iklim. Dari intensitas tutupan lahan, dapat terlihat dari layout model rumah tinggal yang dipersempit luasan lahannya dari 120 m 2 menjadi ± 96 m 2 guna mendapatkan model dengan intensitas tutupan lahan KDB:KDH, 50:50. Dari Gambar 9, pada layout rumah terdapat sedikit ruang terbuka. Keterbatasan lahan tersebut menyebabkan kemungkinan peletakan tanaman utamanya pohon pelindung yang sesuai kriteria ideal masih belum dapat tertampung. Dengan luasan tersebut tanaman yang dapat tertampung adalah tanaman pohon kecil beserta strata tanaman lain yang lebih rendah. Pada model ini, sudah terdapat komponen air water features yang dapat digunakan sebagai stabilitator suhu yang diilustrasikan dengan variabel air statis kolam. Dari segi orientasi bangunan, model rumah tinggal ini façade utamanya menghadap Timur. Dari penjelasan sebelumnya dan hasil-hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa ruang yang menghadap kearah Timur masih mendapatkan suhu ruang yang cukup tinggi. Hal tersebut dikarenakan rumah dengan orientasi Timur mendapat paparan langsung radiasi matahari pada waktu menjelang terik hingga sebelum tengah hari dan mengalami panas sinar matahari puncak ± pukul 11.00 WIB. Jadi radiasi panas matahari dan suhu berakumulasi melalui proses konduksi dan konveksi ke dalam bangunan. Untuk menanggulangi masalah tersebut seharusnya ada elemen penahan barier dalam hal ini tanaman dengan kriteria yang memadai. Pada model kedua ini, tanaman yang digunakan adalah tanaman pohon kecil yang diilustrasikan dengan Pohon Sirsak Annona muricata yang dapat dilihat pada Gambar 10. Tanaman pohon kecil dinilai sudah mulai dapat menangkal radiasi matahari dengan optimum untuk tujuan ameliorasi iklim. Tanaman yang digunakan merupakan jenis kategori tanaman pohon kecil dengan jumlah tanaman dua buah dengan peletakan pada halaman depan dan belakang sesuai dengan orientasi bangunan rumah tinggal model, yaitu orientasi timur-barat. Maka, dengan dimensi fisik dan kondisi kerapatan tajuk yang dimilikinya tanaman kategori pohon kecil tersebut sudah dapat melindungi bagian façade tampak rumah tinggal yang terpapar langsung oleh sinar matahari. Reed 2010 menyatakan, sebuah pohon setinggi 6 m akan membuat bayangan dengan panjang sekitar 9 m. Jika pohon tersebut tumbuh ± 6 m dari rumah, bayangannya sepanjang 9 m akan menyentuh dinding luar sebuah rumah berlantai satu. Sistem utilitas terbatas pada pemodelan grafis ini terkait dengan perilaku bijak terhadap pengelolaan sumberdaya pada tapak seperti air bersih, limbah rumah tangga dan sampah dimodelkan secara parsial. Ilustrasinya terdapat pada Gambar 10, dimana perilaku ramah lingkungan dilustrasikan dengan menggunakan pemilahan sampah, pengolahan sampah secara sederhana sekaligus konservasi air tanah menggunakan lubang resapan biopori, upaya konservasi air hujan menggunakan rain barrel , bijak mengelola greywater dan menggunakan teknologi pengolahan air tinja ramah lingkungan, salah satunya septicktank vietnam. Komponen desain taman dan rumah tinggal lain yang sudah relatif mendukung terhadap tujuan penghematan energi adalah komponen bangunan. Variabel utama dari komponen bangunan, yaitu bukaan dari model ini sudah lebih lebar menggunakan prasyarat kenyamanan, dinding serta penutup atap dengan kriteria desain yang sedang salah satunya dari segi warna yang agak gelap masih menjadi potensi penyerapan panas ke dalam bangunan Gambar 11. Terdapat kriteria yang tidak tampak dari model isometri yang tersaji pada Gambar 11, yaitu aspek insulasi atap bangunan dan plafon, karena aspek tersebut signifikan terhadap meredam panas ke dalam ruang. Pada model rumah tinggal ini, di ilustrasikan sudah menggunakan insulasi atap dan plafon, yang dapat dilihat pada Gambar 12 berupa gambar aksonometri 3D. Komponen perkerasan non bangunan, dalam ilustrasi Gambar 11 dapat terlihat variabel perkerasan pavement yang menggunakan material perkerasan interblok 4-6. Pada bagian site structure, dilustrasikan menggunakan desain pagar yang relatif renggang berongga. Konsep Hemat Energi Pada Tingkat Tertinggi Kombinasi komponen dan variabel tanaman bernilai skor tinggi masuk dalam klasifikasi klas hemat energi tinggi. Secara umum, diduga komponen tanaman sebagai komponen prioritas dengan bobot yang mendominasi dan nilai kriteria komponen lain yang bernilai optimum, menyebabkan pencapaian penghematan energi yang maksimum. Komponen tapak, dari intensitas tutupan lahan, dapat terlihat dari layout model rumah tinggal dengan luasan lahannya dari 120 m 2 guna mendapatkan model dengan intensitas tutupan lahan KDB:KDH, 40:60. Dari Gambar 9, pada layout rumah terdapat ruang terbuka yang cukup luas. Dari kategori perbandingan intensitas tutupan lahan, proporsi tersebut masuk dalam kategori rumah renggang. Ruang terbuka yang cukup luas untuk penghijauan memungkinkan peletakan tanaman utamanya pohon pelindung yang sesuai kriteria ideal. Dengan luasan tersebut tanaman yang dapat tertampung adalah tanaman pohon sedang dan dapat dilengkapi dengan strata tanaman lain yang lebih rendah. Pada model ini, sudah terdapat komponen air water features yang dapat digunakan sebagai stabilitator suhu yang dilustrasikan dengan variabel air mancur jets. Dari segi orientasi bangunan, model rumah tinggal ini façade utamanya menghadap Selatan. Dari penjelasan sebelumnya dan hasil-hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa ruang yang menghadap kearah Selatan mendapatkan suhu ruang yang paling rendah. Hal tersebut dikarenakan rumah dengan orientasi Selatan tidak mendapat paparan langsung radiasi matahari, namun hanya mendapat cahaya atau terang langitnya. Bangunan rumah tinggal akan terpapar radiasi matahari langsung pada tengah hari, walaupun semua orientasi juga merasakannya. Walaupun tidak terpapar langsung oleh sinar matahari, keberadaan komponen tanaman untuk membentuk ameliorasi iklim tetap diperlukan. Hal tersebut dikarenakan suhu yang relatif tinggi tetap dapat merambat melalui konduksi dan konveksi ke dalam bangunan. Mekanisme evapotranspirasi oleh pohon membuat suhu menjadi lebih rendah dan nyaman. Reed 2010 menyatakan, pohon setinggi 12 m yang tumbuh 6 m dari rumah akan meneduhkan seluruh permukaan tinggi dinding rumah. Dua atau tiga pohon yang tumbuh bersama-sama dapat menaungi sebagian besar lebar dinding rumah tinggal. Pada model kedua ini, tanaman yang digunakan adalah tanaman pohon sedang yang diilustrasikan dengan pohon Tanjung Mimusops elengi yang dapat dilihat pada Gambar 10. Sistem utilitas terbatas pada pemodelan grafis ini terkait dengan perilaku bijak terhadap pengelolaan sumberdaya pada tapak seperti air bersih, limbah rumah tangga dan sampah dimodelkan secara lebih lengkap. Ilustrasinya terdapat pada Gambar 10, dimana perilaku ramah lingkungan dilustrasikan dengan cara-cara sebagai berikut: 1. Menerapkan konsep reduce, reuse, recycle : a. Pemilahan sampah organik dan anorganik b. Sampah anorganik dapat digunakan kembali reuse. c. Sampah organik diolah menjadi pupuk recycling, Menggunakan teknologi lubang resapan biopori. 4. Menampung air hujan---rain barrel 5. Air hujan dikembalikan ke tanah --- sumur resapan 6. Grey water disalurkan lewat selokan terbuka 7. Blackwater menggunakan septicktank vietnam Komponen desain taman dan rumah tinggal lain yang dinilai sudah mendukung terhadap penghematan energi adalah komponen bangunan. Variabel utama dari komponen bangunan, yaitu bukaan dari model ini sudah lebar, yaitu dengan menggunakan prasyarat dimensi untuk pendinginan cooling ventilation, dinding serta penutup atap dengan kriteria desain tinggi salah satunya dari segi warna terang relatif memantulkan panas Gambar 11. Terdapat kriteria yang tidak tampak dari model isometri yang tersaji pada Gambar 11, yaitu aspek insulasi atap bangunan dan plafon, karena aspek tersebut signifikan terhadap meredam panas ke dalam ruang. Pada model rumah tinggal ini, di ilustrasikan sudah menggunakan insulasi atap dan plafon, yang dapat dilihat pada Gambar 12 berupa gambar aksonometri 3D. Komponen perkerasan non bangunan, dalam ilustrasi Gambar 11 dapat terlihat variabel perkerasan pavement yang menggunakan material perkerasan grassblock yang masih memungkinkan rumput hidup untuk mengelimir panas yang ditimbulkan oleh perkerasan dan memungkinkan infiltrasi air tanah tetap berlangsung baik. Pada bagian site structure, dilustrasikan menggunakan desain pagar yang renggang berongga. Konsep hemat energi pada pemodelan grafis yang ketiga ini serupa dengan hasil temuan Parker 1983, yang menyatakan penghematan konsumsi energi akan lebih optimum hingga 50 untuk pendinginan pada tipe rumah tinggal yang lebih dilengkapi dengan insulasi pada plafon, lantai dan temboknya dan dinaungi oleh konsep desain lanskap yang presisi precision landscaping. Gambar 9. Visualisasi desain konsep taman dan rumah hemat energi 2D Gambar 10. Konsep eksterior taman dan rumah tinggal hemat energi Gambar 11. Model isometri taman dan rumah tinggal hemat energi Gambar 12. Model aksonometri taman dan rumah tinggal hemat energi SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Simpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Aspek penting pada desain taman dan rumah tinggal hemat energi adalah aspek site design 67 dan aspek building design 33. Aspek site design dan building design yang terintegratif dalam konsep hijau dapat menciptakan arsitektur hemat energi pada rumah tinggal berbasis lahan. 2. Komponen desain taman dan rumah tinggal hemat energi dengan strategi desain pasif meliputi lima komponen utama, yaitu tanaman, air water features, bangunan, tapak, dan perkerasan nonbangunan. 3. Konsep desain hemat energi pada taman dan rumah tinggal dapat dicapai utamanya melalui adanya pohon pelindung yang berorientasi untuk ameliorasi iklim mikro, bangunan rumah tinggal dan tapak yang mampu mendukung prinsip desain hijau reduce, reuse, recycle, dan optimalisasi sumber daya alami dan nonalami, minimalisasi penggunaan material keras yang berpotensi menyerap panas, dan adanya elemen air dinamis. 4. Daur hidup life cycle komponen-komponen taman dan rumah tinggal hemat energi harus memenuhi prinsip keberkelanjutan. Saran Berdasarkan simpulan diatas dan terkait dari beberapa aspek terkait penelitian ini masih memerlukan kajian lebih lanjut. Beberapa catatan penting menjadi saran atau rekomendasi adalah sebagai berikut: 1. mengubah kembali pola pikir kita dari building oriented ke arah site oriented eksterior-lanskap; 2. perlunya uji efektifitas berkaitan dengan kriteria yang disusun secara kuantitatif pada objek penelitian yang sesungguhnya; 3. taman dan rumah tinggal tidak dapat dipisahkan dengan estetikanya sehingga diharapkan adanya penelitian lanjutan untuk mengkaji aspek estetika dari taman dan rumah tinggal hemat energi agar dapat lebih diterima oleh konsumen; 4. perlunya penelitian lanjutan pada skala yang lebih besar, yaitu mencakup tingkat town house, kluster, perumahan hingga tingkat pemukiman; 5. perlunya penelitian lanjutan mengenai topik serupa sebagai pelengkap prototipe desain taman dan rumah tinggal hemat energi untuk wilayah tropis basah “tanah-air” Indonesia secara lengkap yang mewakili wilayah pesisir dan pedalaman, wilayah Indonesia bagian barat, tengah, dan timur yang lebih visioner non landed house dan aplikatif; 6. perlunya penelitian lanjutan mengenai topik serupa pada arsitektur lanskap vernakular indonesia; 7. perlunya standarisasi disertai regulasi mengenai penerapan taman dan rumah tinggal sederhana hemat energi di Indonesia. DAFTAR PUSTAKA [Anonim]. 2009a. Letak geografis kota Bogor. [terhubung berkala]. http:kotabogor.go.idindex.php?option=com_contenttask=viewid=111 8Itemid=148 [22 Apr 2009]. _______. 2009b. 100 Desain tritisan beton hemat energi. [terhubung berkala]. http:www.docstoc.comdocs20720477100-ALTERNATIF-DESAIN- TRITISAN-BETON-HEMAT-ENERGI. [25 Apr 2010]. Alamendah. 2010. Tanaman penyerap karbondioksida. [terhubung berkala]. http:alamendah.wordpress.com20100901tanaman-penyerap- karbondioksida [7 Mei 2011]. [Anonim]. 2010a. Menentukan Tinggi Plafon. [terhubung berkala]. http:www.ciputraentrepreneurship.combisnisproperti152-tips-desain- 5366-menentukan-tinggi-plafon.html [13 Des 2010]. ________. 2010b. Sederhana tapi manusiawi. [terhubung berkala]. bataviase.co.idnode95666 [18 Mei 2010]. ________. 2010c. Rencana mudah, penerapan susah. [terhubung berkala]. www.koran-jakarta.comberita-detail.php?id=52139 [17 Mar 2011]. Booth NK. 1983. Basic Elements of Landscape Architectural Design. Illinois: Waveland Press, Inc. [BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2011. Prakiraan cuaca dan angin indonesia. [terhubung berkala]. http:meteo.bmkg.go.id [11 Apr 2011]. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1996. SNI 03-0691-1996: Bata beton paving block. Jakarta: BSN. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2000. SNI 03 - 6196 - 2000: Prosedur Audit Energi pada Bangunan Gedung. Jakarta: BSN. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2004. SNI 03-1733-2004: Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan. Jakarta: BSN. Conran T. 2009. Eco House Book. London: Conran Octopus Ltd. Downing MF. 1979. Landscape Construction. London: E. F.N. Spon. [EECCHI] Energy Efficiency and Conservation Clearing House Indonesia. 2011. Energy Calculator. [terhubung berkala]. http:apps.csc.ui.ac.id danidaenergycalculatorcalculator. [27 Mar 2011]. Elyza R, Hulaiyah Y, Salim N, Iswarayoga N. 2005. Buku Panduan Efisiensi Energi di Hotel. [terhubung berkala]. www.pelangi.or.id [12 Mei 2011]. Fatimah IS, Arifin HS, Widjaya E. 1999. Kajian tiga jenis material plaza rumput, konblok dan keramik terhadap kenyamanan pengunjung. Buletin Taman dan Lanskap Indonesia. 22:40-44. Fatimah IS. 2004. Studi Potensi dan Manfaat Badan Air dalam Mengatasi Problema Panas Lingkungan di Wilayah Perkotaan [thesis]. Bogor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Federer CA. 1976. Trees modify the urban microclimate. Journal of Arboriculture. 27: 121-127. Frick H, Mulyani TH. 2006, Arsitektur Ekologis. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hanafiah KA. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Cet ke-4. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Heisler GM. 1986. Energy savings with trees. Journal of Arboriculture. 125: 113- 125. Hidayat S. 2005. Kajian tentang atap dan implikasinya terhadap keadaan termal rumah sederhana pada iklim panas lembab malaysia. BULLETIN Penelitian 8: 1-7. [terhubung berkala]. research.mercubuana.ac.id...KAJIAN-TENTANG-ATAP-DAN- IMPLIKASINYA-TERHADAP-KEADAAN-TERMAL-RUMAH.pdf. [13 Des 2010]. Hidayat N, Wibisono A. 2006. Super-Rayap Gerogoti Istana Negara. [terhubung berkala]. wap.gatra.com2006-04-21artikel.php?id=93859. [26 Jan 2011]. Hill WF. 1995. Landscape Handbook for The Tropics. Suffolk: Garden Art Press. Karyono TH. 2010. Green architecture: Pengantar pemahaman arsitektur hijau di Indonesia. Jakarta:Rajawali Pers. [KEMENLH] Kementrian Negara Lingkungan Hidup. 2009. Emisi gas rumah kaca dalam angka. [terhubung berkala]. http:www.menlh.go.idPublikasiBuku Lain-lainEmisi GRK.pdf [29 Jul 2011]. [KEMENPERA] Kementrian Perumahan Rakyat. 2008. PERMENPERA No.11 PERMEN M 2008: Pedoman Keserasian Kawasan Perumahan dan Permukiman. Jakarta: KEMENPERA. [KEMENPU] Kementrian Pekerjaan Umum. 2006. Ruang Terbuka Hijau RTH Sebagai Unsur Utama Pembentuk Kota Taman. Jakarta: KEMENPU. [KEMENPU] Kementrian Pekerjaan Umum. 2008. PERMEN PU No.5PRTM2008: Bab II. Penyediaan RTH Di Kawasan Perkotaan. Jakarta: KEMENPU. [KEMENTAN] Kementrian Pertanian. 1980. Klasifikasi kemiringan lereng menurut SK Mentan No. 837KPTS Um111980. Jakarta: KEMENTAN. Kibert CJ. 2008. Sustainable Construction: Green Building Design and Delivery. Ed ke-2. Canada: John Wiley and Sons. Laurens JM, Hendrayani ED. 2002. Air sebagai subyek dalam desain arsitektur kasus telaah: Istana Alhambra, Granada. Dimensi Teknik Arsitektur. 30 2: 102 – 109. Laurie M. 1986. An Introduction to Landscape Architecture. Depart. Of Landscape Architecture, University of California, Barkeley. Lippsmeier G. 1994. Bangunan Tropis. Ed ke-2. Nasution S, penerjemah; Indarto PW, editor. Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Tropenbau Building in the tropics. Loekita S. 2006. Analisis konservasi energi melalui selubung bangunan. Civil Engineering Dimension. 82: 93 –98. Mangunwijaya YB. 2000. Pengantar Fisika Bangunan. Cet ke-6. Jakarta: Penerbit Djambatan. Mariana S. 2008. Penggunaan Perkerasan yang Berfungsi Ekologis pada Taman Kota Studi Kasus: Taman Menteng dan Taman Honda-Galunggung [skripsi]. Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Marimin 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta: Grasindo. Mediastika CE. 2002. Desain jendela bangunan domestik untuk mencapai “cooling ventilation” kasus uji: rumah sederhana luas 45 m 2 di Yogyakarta. Dimensi Teknik Arsitektur. 301: 77 – 84. Mintorogo DS. 1999. Peran sains bangunan dan sains lingkungan terhadap bentuk arsitektur. Dimensi Teknik Arsitektur. 272: 57 – 64. Noerwasito VT, Santosa M. 2006. Pengaruh “thermal properties” material bata merah dan batako sebagai dinding, terhadap efisien enerji dalam ruang di Surabaya. Dimensi Teknik Arsitektur. 342: 147 – 153. Parker JH. 1983. Landscaping to reduce the energy used in cooling buildings. Journal of Forestry. 82-84,105. Pranoto M. 2008. Multilevel urban green area : solusi terhadap global warming dan high energy building. Jurnal Rekayasa Perencanaan. 43:1-15. Prasodyo I, Nurisjah S. 1998. Pengaruh penggunaan tiga jenis penutup tanah terhadap infiltrasi dan limpasan permukaan. Buletin Taman dan Lanskap Indonesia. 13 :780-81. Prianto E. 2007. Rumah tropis hemat energi bentuk kepedulian global warming. Riptek 11: 1-10. [terhubung berkala]. bappeda.semarang.go.id... Rumah_Tropis_Hemat_Energi-PRIANTO.pdf [28 Feb 2011]. Priatman J. 2002. ”Energy-efficient architecture” paradigma dan manifestasi Arsitektur Hijau. Dimensi Teknik Arsitektur. 302: 167 – 175. Reed S. 2010. Energy-Wise Landscape Design. Canada: New Society Publishers. Robinette GO. 1983. Landscape Planning for Energy Conservation. New York: Van Nostrand Reinhold Company. Rohman AS. 2009. Pohon: penyerap CO 2 pencemar, penghasil oksigen dan penyimpan karbon [terhubung berkala]. http:unpak.ac.id72detilcontent POHON-:-PENYERA....NCEMAR,-PENGHASIL-OKSIGEN-DAN- PENYIMPAN-KARBON.html [22 Mar 2011]. Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin, Proses Hierarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo. Savitri. 2010. Jumlah, posisi lampu daya listrik yang dibutuhkan. Rek. PLN [terhubung berkala]. http:anisavitri.wordpress.com. [26 Mar 2011]. Silalahi MI. 2008. Analisis Pemanfaatan Air Mancur Taman Kota di Daerah Padat Lalu-Lintas terhadap Konsentrasi Polutan Udara akibat Kendaraan Bermotor di Medan Tahun 2008 [thesis]. Medan: Program Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara. Sitawati. 1994. Kajian Tanaman Semak sebagai Elemen Lansekap dalam Pengaturan Suhu Ruang [thesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Surjokusumo S. 2006. Bunga Rampai Jejak Langkah Pengabdian. Perkembangan Faktor Perusak Bangunan, Pengendalian dan Keterandalan Bangunan: State Of The Art Hama Rayap pada Bangunan Gedung di Indonesia. Ed. ke-1. Bogor: Departemen Hasil Hutan IPB Bogor. Dicetak di CV Inti Deraya Bogor. Suryatmojo H, Soedjoko SA. 2008. Pemilihan vegetasi untuk pengendalian longsor lahan. Jurnal Kebencanaan Indonesia 1 5: 374-382. Tauhid. 2008. Kajian Jarak Jangkau Efek Vegetasi Pohon terhadap Suhu Udara pada Siang Hari di Perkotaan Studi Kasus: Kawasan Simpang Lima Kota Semarang [thesis]. Semarang: Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro. Werdiningsih H. 2007. Kajian penggunaan tanaman sebagai alternatif pagar rumah. Enclosure. 61: 32-39. Widjayanti. 2007. Profil konsumsi energi listrik pada hunian rumah tinggal: studi kasus rumah desain minimalis ditinjau dari aspek pencahayaan buatan. Enclosure. 62: 97-106. Yeang K. 2006. Ecodesign: A Manual for Ecological Design. London: Wiley Academy. Yuuwono AB. 2007. Pengaruh Orientasi Bangunan terhadap Kemampuan Menahan Panas pada Rumah Tinggal di Perumahan Wonorejo Surakarta [thesis]. Semarang: Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro. LAMPIRAN Lampiran 1. Format Kuesioner Analytical Hierarchy Process KAJIAN KONSEP DESAIN TAMAN DAN RUMAH TINGGAL HEMAT ENERGI IDENTITAS PAKAR Nama : Jenis Kelamin : ฀ Laki-Laki ฀ Perempuan Umur : Tingkat Pendidikan : ฀ S1 ฀ S2 ฀ S3 Bidang Keahlian : InstansiPerusahaan : PekerjaanJabatan : Alamat : Tanggal Wawancara : Paraf : Oleh : PRIMA KURNIAWATY Dibawah bimbingan: Dr. Ir. Andi Gunawan, M.Agr.Sc Prof.Em Surjono Surjokusumo, MSF.PhD SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 KUESIONER AHP Lampiran 1. Lanjutan Lembar kuesioner 213 PERTANYAAN KUESIONER PERBANDINGAN BERPASANGAN PAIRWISE COMPARISON Berikut merupakan pertanyaan prioritas dengan menggunakan metode perbandingan berpasangan. Penilaian sesuai dengan tingkat kepentingan skor antara masing-masing kriteria maupun sub-kriteria. Kriteria yang berada di kolom sebelah kiri dibandingkan dengan kriteria yang berada di kolom sebelah kanan. Penilaian kriteria tersebut menggunakan skala penilaian kriteria Saaty berkaitan dengan “goal” atau tujuan yang ingin dicapai, yakni Kajian Desain Taman dan Rumah Tinggal Hemat Energi. PETUNJUK PENGISIAN Berilah tanda contreng atau checklist √ pada kolom skala kriteria A atau pada kolom skala kriteria B yang sesuai dengan pendapat anda menggunakan angka pembanding pada perbandingan berpasangan dari skala 1 sampai 9. Definisi Skala kriteria menurut Thomas L Saaty: 1 : Kedua kriteria sama penting equal importance 3 : Kriteria A sedikit lebih penting moderate importance dibanding dengan kriteria B 5 : Kriteria A lebih penting strong importance dibanding dengan kriteria B 7 : Kriteria A sangat lebih penting very strong importance dibanding dengan kriteria B 9 : Kriteria A mutlak lebih penting extreme importance dibanding dengan kriteria B Dan jika ragu-ragu antara 2 skala maka ambil nilai tengahnya, misalkan anda ragu-ragu antara 3 dan 5 maka pilih skala 4 dan seterusnya. Lampiran 1. Lanjutan Lembar kuesioner 313 CONTOH PERTANYAAN: Dalam desain hemat energi, seberapa pentingkah: No . Kriteria A Skala Diisi jika kriteria kolom di sebelah kiri lebih penting dibanding kriteria kolom di sebelah kanan Diisi bila skor kriteria sama pentin g Skala Diisi jika kriteria kolom di sebelah kanan lebih penting dibanding kriteria kolom di sebelah kiri Kriteria B 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1. Soft Materi al  Hard Materi al Jika anda memberi tanda √ pada skala 7 dikolom A, maka artinya adalah kriteria A dalam contoh ini elemen soft material sangat lebih penting dibanding dengan kriteria B dalam contoh ini elemen hard material. Akan tetapi jika anda merasa kriteria B hard material sangat lebih penting dibanding dengan kriteria A soft material maka pengisian kolomnya adalah sebagi berikut: No . Kriteria A Skala Diisi jika kriteria kolom di sebelah kiri lebih penting dibanding kriteria kolom di sebelah kanan Diisi bila skor kriteria sama pentin g Skala Diisi jika kriteria kolom di sebelah kanan lebih penting dibanding kriteria kolom di sebelah kiri Kriteria B 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1. Soft Materi al  Hard Materi al Lampiran 1. Lanjutan Lembar kuesioner 413 DAFTAR PERTANYAAN 1. Dalam komponen desain taman dan rumah tinggal hemat energi, seberapa pentingkah: No. Kriteria A Skala Skala Kriteria B 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1. Tapak Tanaman 2. Tapak Air 3. Tapak Non bangunan Perkerasan 4. Tapak Bangunan No. Kriteria A Skala Skala Kriteria B 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1. Tanaman Air 2. Tanaman Non bangunan Perkerasan 3. Tanaman Bangunan No. Kriteria A Skala Skala Kriteria B 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1. Air Non bangunan Perkerasan 2. Air Bangunan No. Kriteria A Skala Skala Kriteria B 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1. Non bangunan Perkerasan Bangunan

2. Dalam hal kriteria komponen tapak, seberapa pentingkah variabel-variabel