Koefisien aliran pada tahun 2000 dan tahun 2007

25 penting sebagai penutup tanah sehingga air hujan yang jatuh pada area tersebut akan tertahan dan akan terinfiltrasi ke dalam tanah yang nantinya akan menjadi cadangan air tanah. Berkurangnya luas hutan yang terjadi, dapat dikarenakan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan lahan selain hutan seperti pemukiman. Adanya perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab pun dapat menjadi penyebab berkurangnya lahan hutan, seperti membuka lahan hutan dengan cara menebang secara besar namun tidak dimanfaatkan dengan baik. Hal ini akan mempengaruhi aliran permukaan menjadi besar, dikarenakan air hujan yang jatuh pada area tersebut tidak akan ditahan oleh pepohonan maupun serasah yang seharusnya terdapat di hutan. Pada tahun 2007 didapat hasil bahwa adanya tutupan lahan berupa tanah terbuka sebesar 34.63 ha di Sub DAS Cilamaya. Tanah terbuka tersebut merupakan tanah terbuka yang tidak bervegetasi. Tutupan lahan berupa tanah terbuka ini akan mempengaruhi air permukaan yang terjadi di Sub DAS Cilamaya semakin besar. Hal ini dikarenakan air hujan yang jatuh pada tanah terbuka tersebut akan langsung dialirkan menuju daerah yang elevasinya lebih rendah dan langsung menuju ke sungai atau laut. Tanah terbuka ini merugikan dikarenakan air hujan yang jatuh tidak akan terinfiltrasi dan tidak akan sempat menjadi cadangan air tanah, sehingga apabila air hujan yang jatuh deras maka akan langsung menjadi air permukaan yang besar dan merugikan masyarakat.

4.3 Koefisien aliran pada tahun 2000 dan tahun 2007

Sub DAS Cilamaya memiliki kondisi curah hujan yang bervariasi yaitu kondisi curah hujan dengan curah hujan yang besarnya berkisar antara 1000 hingga 5000. Peta kondisi curah hujan Sub DAS Cilamaya disajikan pada Gambar 12. Gambar 12. Peta Kondisi Curah Hujan Sub DAS Cilamaya 26 Gambar 13. Stasiun curah hujan dan pembagian daerah tangkapan hujan Sub DAS Cilamaya Tabel 9. Nama Stasiun Curah Hujan dan Luas Daerah Tangkapan Hujan untuk Setiap Stasiun Curah Hujan Nama Stasiun Luas ha Rawa Gempol 859.78 Ciherang Kalijati 984.58 Wanayasa 1570.00 Ciracas 3974.16 Sukawana 4.33 Pondok Salam 563.22 Ciherang 5553.64 Purwakarta 271.02 Pamanukan 3221.27 Talenpare 13957.30 Peundeuy 590.03 Cilamaya 2041.90 Total 33591.23 Curah hujan rata-rata wilayah untuk Sub DAS Cilamaya dicari dengan menggunakan Polygon Thiessen. Pada Polygon Thiessen dibutuhkan data stasiun pengukur hujan dan data luas wilayah yang terwakili oleh masing-masing stasiun pengukur hujan. Sub DAS Cilamaya merupakan daerah aliran 27 sungai yang besar, yang didalamnya memiliki banyak stasiun pengukur hujan. Dari data yang didapat, terdapat stasiun pengukur hujan sebanyak 12 tempat. Letak setiap stasiun dan pembagian daerah tangkapan hujan Sub DAS Cilamaya untuk perhitungan Polygon Thiessen, ditampilkan pada Gambar 13. Sedangkan nama stasiun curah hujan dan luas daerah tangkapan hujan untuk setiap stasiun curah hujan ditampilkan dalam Tabel 9. Adapun nama 12 stasiun pada Sub DAS Cilamaya adalah Rawa Gempol, Ciherang Kalijati, Wanayasa, Ciracas, Sukawana, Pondok Salam, Ciherang, Purwakarta, Pamanukan, Talenpare, Peundeuy, Cilamaya. Hasil dari perhitungan curah hujan rata-rata wilayah untuk Sub DAS Cilamaya dengan menggunakan Polygon Thiessen dapat dilihat dalam Tabel 10. Pada Tabel 10, hasil terbesar untuk curah hujan yaitu pada tahun 2003 sebesar 3715 mm. Tabel 10. Hasil Perhitungan Curah Hujan pada Sub DAS Cilamaya dengan Menggunakan Metode Polygon Thiessen Tahun Curah hujan mm 2000 2229 2001 3276.9 2002 2498.4 2003 3715 2004 2643.1 2005 3297.3 2006 2520.4 2007 3090.8 2008 2574.9 2009 3001.1 Hasil curah hujan yang didapat dengan menggunakan metode polygon thiessen dan data suhu daerah Plered Kabupaten Purwakarta digunakan untuk input USGS Thornthwaite Water Balance Model Version 1.1.0. Perangkat lunak ini digunakan untuk menghasilkan data run-off. Data run-off dicari menggunakan perangkat lunak ini dikarenakan keterbatasan data yang ada. Pada perangkat lunak ini, diatur lintang dan kelembaban tanah soil moisture yang sesuai dengan kondisi Sub DAS Cilamaya, yaitu dengan lintang 6 dan kelembaban tanah 500 mm. Kemudian output yang didapat adalah data evapotranspirasi dan data run-off. Hasil yang didapat dari model tersebut dapat dilihat pada Tabel 11. Hasil terbesar untuk evapotranspirasi dan run-off yaitu pada tahun 2003 sebesar 1212.8 mm dan 2272 mm. Pada Tabel 10 dapat dilihat hasil dari tahun 2000 dan tahun 2007. Curah hujan yang terjadi semakin besar untuk tahun 2007 dari tahun 2000. Namun, pada Tabel 11 evapotranspirasi yang terjadi berada pada angka yang sama. Ini mengakibatkan run-off lebih besar untuk tahun 2007 dari tahun 2000. Perubahan penutupan lahan pada tahun 2000 dan tahun 2007 merupakan faktor yang mempengaruhi pula untuk semakin besarnya run-off yang terjadi. Penggunaan lahan yang bukan merupakan lahan yang dapat menyerap dan menyimpan air dengan baik, dapat mengakibatkan air hujan yang jatuh menjadi air larian bebas yang langsung menuju hilir. Hal ini tidak baik, dikarenakan apabila air hujan menjadi air larian seluruhnya, maka tidak ada lagi air yang disimpan sebagai cadangan air tanah. Indikasi penggunaan lahan berupa tanah terbuka yang semakin banyak, semakin terlihat jelas oleh run-off yang semakin besar. Tanah terbuka akan membuat air hujan yang jatuh di Sub DAS Cilamaya akan menjadi air larian langsung yang besar tanpa sempat terinfiltrasi. 28 Tabel 11. Output USGS Thornthwaite Water Balance Model Version 1.1.0 Lintang 6 dan Soil Moisture 500 mm Tahun Evapotranspirasi mm Run-off mm 2000 1205.6 648.1 2001 1197.9 2035.4 2002 1206.9 1408.8 2003 1212.8 2272 2004 1208.3 1659.9 2005 1202.7 2004.8 2006 1205.6 1534.2 2007 1205.6 1764.7 2008 1205.6 1531.8 2009 1205.6 1816 Koefisien aliran permukaan atau yang biasa disingkat menjadi koefisien C, dicari dengan menggunakan rumus 2 yang merupakan rumus menurut Asdak 2007. Data yang digunakan untuk rumus tersebut adalah hasil data curah hujan dengan menggunakan metode polygon thiessen dan hasil dari perangkat lunak USGS Thornthwaite Water Balance Model Version 1.1.0. berupa data evapotranspirasi dan data run-off. Adapun hasil yang didapat dengan menggunakan rumus 2 tersebut ditampilkan pada Tabel 12. Tabel 12. Hasil perhitungan koefisien C Tahun Hasil Koefisien C 2000 0.63 2007 0.94 Seperti halnya run-off yang bertambah besar, koefisien c yang didapat juga semakin besar. Koefisien C yang didapat pada tahun 2000 yaitu sebesar 0.63, sedangkan tahun 2007 yaitu sebesar 0.94. Hasil tersebut menunjukan bahwa pada tahun 2000, sebesar 63 air hujan yang jatuh pada Sub DAS Cilamaya berubah menjadi air larian permukaan. Sedangkan pada tahun 2007 yaitu sebesar 94 air hujan yang jatuh pada Sub DAS Cilamaya berubah menjadi air larian permukaan. Dari Tabel 7 dan 8, dapat dilihat perubahan yang terjadi secara signifikan terjadi pada penurunan lahan hutan. Hutan merupakan catchment area yang baik, karena banyak terdapat vegetasi yang tumbuh termasuk pohon yang dapat menangkap air ketika hujan, kemudian menyimpan dan menahan air pada saat hujan, sehingga air yang turun tidak dapat langsung bebas mengalir menuju hilir dan tidak menyebabkan run-off menjadi besar. Maka dari itu, kemungkinan yang terjadi untuk run-off dan koefisien C yang besar pada tahun 2007, yaitu karena hutan semakin sedikit dan adanya tanah terbuka pada tahun tersebut.

4.4 Fungsi hidrologis Sub DAS Cilamaya dilihat dari rasio debit maksimum