Enteritidis tidak mempengaruhi kualitas suatu makanan, serta tidak

S. Enteritidis tidak mempengaruhi kualitas suatu makanan, serta tidak

menimbulkan kerusakan dan pembusukan pada telur. Namun apabila manusia memakan telur yang terkontaminasi dan tidak dimasak sempurna atau setengah matang, maka akan mengakibatkan penyakit pada manusia CDC 2003. Salmonellosis menyebabkan berbagai gejala seperti gastroenteritis, demam enterik, septikemia dan infeksi fokal. Salah satu gejala yang ditimbulkan oleh infeksi S. Enteritidis adalah gastroenteritis. Patogenesis ini sangat tergantung dari faktor virulensi bakteri yaitu: 1 kemampuan invasi sel, 2 lapisan lipopolisakarida yang lengkap, 3 kemampuan replikasi intrasel, dan 4 kemungkinan perbanyakan toksin. Setelah bakteri dicerna, organisme tersebut berkoloni di ileum dan kolon, memasuki epitel usus dan terjadi proliferasi epitel dan folikel limfoid Gianella 2001. Tahap selanjutnya yaitu menginduksi membran enterosit yang terganggu dan menstimulasi pinositosis organisme. Invasi tergantung dari pengaturan sel sitoskeleton dan kemungkinan melibatkan peningkatan fosfat inositol dan kalsium sel. Perlekatan dan invasi tersebut di bawah regulasi genetik dan melibatkan gen- gen ganda pada kromosom plasmid. Selanjutnya, patogenesis enterokolitis dan diare akibat salmonellosis dapat dilihat pada gambar 4 berikut ini. Gambar 4 Patogenesis enterokolitis dan diare salmonellosis Gianella 2001 1. tempat masuknya S. Enteritidis 2. S. Enteritidis menyebar demam non tipoid 3. gastroenteritis dan diare 4. tempat pengeluaran S. Enteritidis Setelah menginvasi epitel usus, bakteri ini menginduksi respon inflamasi yang dapat menyebabkan ulserasi dan peningkatan sitokin sehingga menghambat sintesis protein. Mekanisme tersebut belum diketahui secara pasti. Namun, invasi pada mukosa menyebabkan sel epitel mensintesis dan melepaskan berbagai sitokin proinflamasi, seperti IL-1, IL-6, IL8, TNF2. Hal ini membangkitkan respon inflamasi akut dan juga meningkatkan terjadinya kerusakan usus karena reaksi inflamasi usus. Akibat reaksi tersebut, dapat terjadi gejala panas-dingin, nyeri perut, lekositosis dan diare. Feses dapat mengandung lekosit polimorfonuklear PMN, darah dan lendir. Patogenesis munculnya diare secara ringkas dapat dilihat pada gambar 5. Gambar 5 Ringkasan patogenesis salmonellosis Gianella 2001 Termakannya S. Enteritidis S. Enteritidis berkoloni di usus halus dan usus buntu S. Enteritidis melakukan invasi ke dalam mukosa usus usus sitotoksin Inflamasi akut akibat adanya invasi bakteri dan produksi sitotoksin + ulserasi Sintesa prostaglandin Enterotoksin sitokin Aktivasi adenyl cyclase Produksi cairan dalam jumlah besar atau kecil c-AMP meningkat Diare Invasi mukosa usus diikuti aktivasi adenylate cyclase dan peningkatan keseimbangan sekresi siklik AMP c-AMP. Mekanisme tersebut juga belum diketahui dengan pasti, kemungkinaan adanya keterlibatan produksi lokal dari prostaglandin atau komponen lain dari prostaglandin akibat reaksi inflamasi. Strain-strain Salmonella mengeluarkan satu atau lebih substansi enterotoksin yang menstimulasi sekresi usus, namun peran toksin tersebut pada patogenesis S. Enteritidis masih belum pasti. Orang dewasa dan anak-anak yang berisiko untuk terinfeksi S. Enteritidis dari telur adalah wanita hamil dan orang-orang dengan sistem imun yang lemah, meningkatkan risiko timbulnya penyakit yang lebih serius. Pada orang-orang ini, bakteri dengan jumlah yang relatif kecil sudah dapat mengakibatkan penyakit WHO 2005; Berkeley 2002. Penderita yang terinfeksi S. Enteritidis menimbulkan gejala berupa diare, demam, kedinginan, nyeri perut, nyeri kepala, yang dimulai 12 sampai 72 jam setelah mengkonsumsi telur mentah atau setengah matang yang telah terkontaminasi Blumenthal 2002. Penyakit tersebut dapat bertahan sampai 4-7 hari. Meskipun banyak penderita dapat sembuh sempurna tanpa pemberian antibiotika. Namun, diare dapat berlebihan dan memerlukan perawatan rumah sakit FSIS FDA 1998; Hecht 2004. Pada penderita dengan risiko tinggi, infeksi dapat menyebar dari usus ke aliran darah atau ke tempat lain di seluruh tubuh dan dapat menyebabkan kematian tanpa pengobatan antibiotika pada penderita CDC 2003. Sumber utama terjadinya infeksi pada manusia adalah peternakan. Mengurangi keberadaan S. Enteritidis pada hewanternak, secara signifikan juga akan mengurangi paparan bakteri tersebut pada manusia. Salah satu pengendalian yang penting adalah menjaga kebersihan peternakan. Penelitian menunjukkan bahwa pembersihan secara intensif dan penggunaan desinfektan dapat mengurangi keberadaan bakteri tersebut Berkeley 2002. Telur seperti juga daging, hasil ternak, susu dan bahan olahan lainnya akan aman bila diolah dengan baik. Telur ayam akan aman bila disimpan dalam pendingin refrigerator tersendiri dan dimasak serta dikonsumsi segera Blumenthal 2002. Diperkirakan 100 sel S. Enteritidis pada 100 gram telur, akan memudahkan timbulnya penyakit. Penyimpanan telur pada pendingin secara adekuat dapat mencegah perbanyakan bakteri tersebut pada telur, sehingga telur sebaiknya disimpan pada pendingin, sampai saat akan digunakan. Pemasakan juga akan mengurangi jumlah bakteri yang ada pada telur, namun putih telur dan kuning telur yang belum matang, akan berisiko lebih besar menimbulkan infeksi dibandingkan dengan telur yang telah matang karena S. Enteritidis akan mati karena pemanasan paling sedikit selama 12 menit pada suhu 66 o C atau 77-83 menit pada suhu 60 o C Blumenthal 2002; CDC 2003. Untuk mengurangi risiko infeksi S. Enteritidis pada telur yang akan dikonsumsi, dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: 1 simpan telur pada pendingin, 2 buang telur yang telah pecah atau kotor, 3 cuci tangan dan rebus peralatan rumah tangga dengan sabun dan air setelah kontak dengan telur mentah, 4 makan segera telur setelah dimasak dan jangan menyimpan telur matang pada suhu kamar lebih dari 4 jam, 5 dinginkan telur yang belum digunakan, 6 hindarkan makan telur mentah seperti telur campuran es krim produksi rumah tangga atau telur mentah yang dicampur dalam minuman dan 7 hindari memakan makanan restoran yang menggunakan bahan telur mentah atau telur yang tidak dipasteurisasi WHO 2002. Amerika Serikat telah melakukan upaya pengendalian untuk mengurangi wabah S. Enteritidis. CDC telah meminta departemen kesehatan, rumah sakit, dan tempat-tempat perawatan untuk menggunakan peralatan spesifik dengan tujuan mengurangi risiko infeksi. Beberapa negara bagian di sana diminta untuk mendinginkan telur-telur dari produsen sebelum sampai ke konsumen. Departemen Pertanian Amerika Serikat menilai kelayakan peternakan yang memproduksi ayam petelur untuk memastikan telah terbebas dari S. Enteritidis. Telur-telur yang diketahui telah terkontaminasi dari peternakan, dilakukan pasteurisasi. USFDA telah mengeluarkan petunjuk penanganan telur di pengecer makanan dan akan memonitor ayam-ayam yang sedang bertelur CDC 2003. BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Balai Penelitian Veteriner Bogor. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2005 sampai dengan Pebruari 2006. Materi Penelitian Materi penelitian terdiri dari 104 seratus empat butir telur ayam ras yang diambil dari 67 orang pedagang telur ayam ras di 16 enam belas pasar tradisional di Kabupaten Tangerang. Pengambilan sampel dilakukan selama 2 minggu berturut-turut dengan menggunakan plastik steril dan dibawa ke laboratorium pada suhu ruangan. Sampel selanjutnya dibawa ke Laboratorium Bakteriologi, Balai Penelitian Veteriner Bogor untuk dilakukan pengujian kuman S. Enteritidis. Sampling ditentukan dengan menggunakan metode proporsional random sampling, sedangkan untuk menghitung besaran sampel menggunakan rumus: 4 PQ n = L 2 Keterangan: n = besaran sampel yang digunakan P = asumsi prevalensi Q = 1 - P L = galat yang diinginkan Martin et al. 1988 Thrusfield 1994. Dengan tingkat konfidensi 95 dan galat yang diinginkan 5 serta asumsi prevalensinya 7 maka didapat: 4 x 0,07 x 0,93 n = 0,05 2 = 104 sampel telur Jumlah sampel telur ayam ras yang diambil dari tiap pedagang di setiap pasar tradisional dapat dilihat pada lampiran tesis ini. Bahan dan Alat-Alat Penelitian Bahan-bahan yang digunakan berupa Buffered Pepton water, Rappaport Vassiliadis Broth, Xylose Lysine Deoxycholate, Manitol Selenite Cystein Broth, Mac Conkey Agar, Brilliant Green Agar, Triple Sugar Iron Agar, Lysine Iron Agar, Urea Agar, Nutrient Agar, Nutrient Broth, Pereaksi Indol, kapas, pewarnaan gram, NaCl fisiologis, alkohol 70, isolat Salmonella sp. dalam Nutrient Agar miring, antisera O dan H. Alat-alat yang dipakai dalam penelitian ini yaitu petridish diameter 9 cm dan 12 cm, pipet 1 ml, erlenmeyer, beaker glass, tabung reaksi, cabinet UV, pengaduk, ose, mikropipet, vortex, bunsen, incubator, autoclave, microwave oven, spreader, kaca preparat 5 x 7,5 cm, batang pengaduk aglutinasi, lampu penerang, lemari es, freezer, bunsen, stomacher, pipet pasteur 1-10 ml, tabung reaksi 5 – 20 ml, timbangan 0,5 – 500 gram, mikroskop, rubber teat, tabung craigie, rak tabung reaksi. Metode Isolasi dan Identifikasi Salmonella Enteritidis a. Kerabang Telur Setiap sampel kerabang telur yang memiliki berat berkisar 15 – 20 gram dimasukkan ke dalam 135 - 180 ml 10 larutan Buffered Pepton Water BPW sebagai media pre-enrichment, dihomogenisasi dan diinkubasi pada suhu 35- 37 o C selama 16-20 jam. Campuran sampel kerabang, putih dan kuning telur dalam BPW dapat dilihat pada gambar 6 berikut ini : Gambar 6 Penimbangan kerabang telur serta pemberian media pre-enrichment Buffered Pepton Water BPW pada kerabang, kuning dan putih telur Sebanyak 1 ml suspensi tersebut ditanam pada 9 ml 10 media enrichment Rappaport Vassiliadis Broth RVB dan diinkubasi pada suhu 42 o C selama 24 jam. Suspensi tersebut diambil satu ose dan ditanam pada media agar selektif Xylose Lysine Deoxycholate XLD dan diinkubasi lagi pada suhu 37 o C selama 24 jam. Sebanyak 3-5 koloni berwarna hitam yang diduga Salmonella sp. kemudian dilakukan uji biokimia dengan melakukan inokulasi pada media TSIA, LIA, Indol, Sitrat dan Urea. Koloni yang diduga Salmonella sp. pada media XLD dapat dilihat pada gambar 7 berikut ini : Gambar 7 Morfologi biakan Salmonella sp. pada media Xylose Lysine Deoxycholate XLD Biakan yang ditumbuhkan pada media penyubur dan media selektif, dinyatakan Salmonella sp.apabila memberikan hasil uji TSIA positif yang ditunjukan dengan warna slant merah dan butt kuning; LIA positif yang ditunjukan dengan warna media slant hitam dan butt violet; H 2 S positif yang ditunjukan dengan warna hitam pada media TSIA dan LIA; Indol negatif yang ditunjukan dengan tidak terbentuknya cincin berwarna pink; Sitrat positif yang ditunjukan dengan adanya pertumbuhan dan warna biru pada media serta Urea negatif dimana tidak terjadi perubahan warna media. Koloni bakteri yang diduga presumtif Salmonella sp., ditanam pada media nutrient agar miring dan semisolid untuk dilanjutkan dengan Serotiping untuk menentukan serotipenya Balitvet 2005. Morfologi biakan Salmonella Negatif pada media XLD Morfologi biakan yang diduga Salmonella pada media XLD Jenis Uji Hasil Uji Gambar TSIA H 2 S LIA Sitrat Positif Positif Positif Positif Indol Negatif Negatif Positif Urea Negatif Negatif Positif Gambar 8 Hasil uji biokimia pada isolat persumtif Salmonella sp.

b. Putih dan Kuning Telur