Isolasi dan Identifikasi Salmonella enteritidis pada Telur Saluran Pencernaan dan Feses Ayam Ras dari Peternakan Ayam Petelur di Gunung Sindur Bogor

RINGKASAN
DYAH AYU PURNAMA SARI. 2012. Isolasi dan Identifikasi Salmonella
enteritidis pada Telur Saluran Pencernaan dan Feses Ayam Ras dari
Peternakan di Gunung Sindur Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si.
Pembimbing Anggota : Drh. Tati Ariyanti, MP.
Ayam petelur adalah ayam yang dibudidayakan khusus untuk
menghasilkan telur. Permasalahan yang paling mendasar bagi usaha peternakan
ayam di Indonesia adalah ditemukannya Salmonella enteritridis pada peternakan
pembibitan (breeder) maupun pada rantai pemasarannya. Kabupaten Bogor
memiliki pusat peternakan ayam ras petelur yaitu Kecamatan Gunung Sindur
dengan populasi lebih dari 35% dari total populasi di Kabupaten Bogor. Hal ini
menyebabkan isolasi dan identifikasi Salmonella perlu dilakukan sebagai bagian
pencegahan terhadap cemaran mikroba di lingkungan agar tidak meluas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi S.
enteritidis secara biokimiawi dari telur ayam ras yang segar (isi telur dan
kerabang telur), feses, dan saluran pencernaan ayam ras petelur pada peternakan
yang berlokasi di Kecamatan Gunung Sindur. Lanjutan dari penelitian selanjutnya
adalah untuk menginformasikan keberadaan Salmonella dan analisis kemungkinan
sumber pencemaran Salmonella pada peternakan ayam petelur.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah usus kecil dan digesta
dari saluran pencernaan ayam petelur, isi (kuning dan albumin) dan kerabang telur
serta feses ayam petelur dari 2 peternakan yang berbeda (Peternakan A dan
Peternakan B) yang dipilih secara acak. Prosedur isolasi yang digunakan
berdasarkan Andrews dan Hammack, USFDA Bacteriologial Analitycal Method
meliputi tahap pengkayaan, pengkayaan selektif, agar selektif, uji biokimia awal
dan uji biokimia lanjut. Identifikasi dilakukan untuk mengkonfirmasi serotype
Salmonella.
Isolasi Salmonella pada saluran pencernaan (usus halus dan digesta), telur
(isi dan kerabang), dan feses menunjukkan hasil negatif terhadap Salmonella
enteritidis. Isolasi Salmonella dari feses menunjukkan hasil positif terdapat
Salmonella serotipe selain Salmonella enteritidis. Hasil uji serologi menunjukkan
bahwa spesies Salmonella yang didapatkan adalah Salmonella parathypi B.
Kontaminasi vertikal tidak terjadi, hal ini dapat dilihat dengan tidak adanya
sampel telur yang terkontaminasi. Kontaminasi horizontal dapat terjadi pada
sampel feses positif yang dikeluarkan oleh saluran pencernaan ayam.
Kata-kata kunci : Ayam petelur, Salmonella, telur, feses, serology.

36


ABSTRACT
Isolation and Identification of Salmonella enteritidis on Egg, Gastrointestine,
and Faeces of Laying Hen in Gunung Sindur District of Bogor Regency
Sari, I. I. Arief and T. Ariyanti
Salmonella became a major cause of food poisoning. Several types of Salmonella
could infect chicken as well as pig, cattle, egg and other fresh product. Poultry
could be infected by several types of this bacteria. Adult laying hens infected by
Salmonella may carry the organisme in their small intestines and shed it in their
faeces, which may lead to contamination of the eggshell surface, alternatively
contamination of the laid egg may occur in vivo through the dessemination of the
organisme to the egg following localization and colonization of the small intestine
by Salmonella, that is by transovarian transmision. Total 6 hens, 12 eggs, and 22
samples of faeces were test. From this case, we must give more our atention to
Salmonella so this study evaluated the prevalence of Salmonella in different
hatchery by applying Bacteriological Analitycal Methode (BAM) for isolation and
identification of this bacteria. The test shown that just faeces from Farm A which
were contaminated by Salmonella. Test were not found all kind of species
Salmonella in egg and gastrointestine.
Keywords : Laying hens, Salmonella, egg, faeces, serology


37

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah keamanan pangan sudah merupakan masalah global, sehingga
mendapat perhatian utama dalam penetapan kebijakan kesehatan masyarakat.
Letusan penyakit asal dan melalui pangan (foodborne disease) dan kejadiankejadian pencemaran pangan terjadi di berbagai negara, tidak hanya di negara
berkembang dengan kondisi sanitasi dan higiene umumnya buruk, tetapi juga di
negara-negara maju.
Telur merupakan salah satu tonggak ketahanan pangan khususnya pangan
hewani, yang cukup mudah dijangkau oleh masyarakat luas karena harganya lebih
murah dibandingkan dengan pangan hewani lainnya misalnya daging sapi, daging
ayam dan juga susu. Dengan demikian, selain ketersediaannya yang harus dijaga,
keamanan pangan dari patogen yang menginfeksinya juga harus menjadi perhatian
utama. Kabupaten Bogor memiliki peternakan ayam ras petelur dengan jumlah
yang lebih dari cukup pada kantong-kantong wilayah tertentu merupakan salah
satu pemasok telur di wilayah Jabodetabek. Kantong peternakan ini ada pada
Kecamatan Gunung Sindur dengan populasi ayam petelur lebih dari 35% dari total
populasi yang ada (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2008).
Berbagai penyakit yang sering terjadi pada ternak ayam petelur

mengakibatkan produksi telur harus lebih diperhatikan. Salah satu yang menjadi
emerging pathogen yang penting adalah Salmonella enteritidis yang dijumpai
mengkontaminasi telur ayam ras. Telur ini terkontaminasi sejak mulai dari
pembentukannya di dalam tubuh karena induknya terkena infeksi Salmonella
enteritidis

di

ovariumnya.

Kontaminasi

ini

menjadi

ancaman

bagi


keberlangsungan peternakan yang sesuai dengan standar kesehatan yang ada
(Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2008).
Tujuan
Penelitian ini

bertujuan untuk

mengisolasi

dan mengidentifikasi

Salmonella enteritidis secara biokimiawi serta dikonfirmasi dengan uji serologi
dari telur ayam ras yang segar (kuning dan kerabang telur), feses, dan saluran
pencernaan ayam ras langsung dari peternakan ayam petelur. Selain itu, penelitian
47

ini dilakukan untuk menginformasikan keberadaan Salmonella dan analisis
kemungkinan sumber pencemaran Salmonella pada peternakan ayam petelur.

48


TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Petelur
Saat ini terdapat dua kelompok ayam petelur yaitu tipe ringan yang
umumnya menghasilkan telur dengan warna kerabang putih dan tipe medium
yang umumnya menghasilkan telur dengan kerabang berwarna coklat. Ayam
petelur merupakan ayam yang dipelihara dan diseleksi khususnya untuk
menghasilkan telur. Galur atau strain ayam yang ada saat ini dapat berasal lebih
dari satu bangsa. Umumnya tipe ringan berasal dari bangsa White Leghorn, tipe
medium dari Rhode Island Red, Australorp dan Barred Plymouth Rock,
sedangkan tipe berat dari bangsa New Hampshire, White Playmouth Rock dan
Cornish (Amrullah, 2004).
Kualitas bagian luar meliputi warna, bentuk, tekstur, keutuhan, kebersihan
kerabang, sedangkan kualitas bagian dalam meliputi kekentalan putih telur, warna
kuning telur, posisi kuning telur dan keberadaan noda-noda berupa bintik-bintik
darah pada kuning maupun putih telur (Umar, 2000). Permasalahan yang paling
mendasar bagi usaha peternakan ayam di Indonesia adalah ditemukannya
Salmonella enteritridis pada peternakan pembibitan (breeder). Hal ini akan
menjadi sumber infeksi berantai yang dapat ditularkan ke peternakan final stock di
berbagai wilayah pemasarannya (Purnomo dan Bahri, 1997).

Telur
Telur segar merupakan telur yang baru dikeluarkan induk unggas. Telur
tersebut diperdagangkan tanpa pengolahan terlebih dahulu. Telur segar dapat
dibagi menjadi dua golongan yaitu telur segar biologis dan telur segar komersial.
Tanda-tanda telur segar yang masih baru adalah kerabang telur mulus, kuning
telur berada di tengah-tengah yang tidak bergerak bebas dan rongga udara kecil
(Sarwono, 1994)
Kualitas telur konsumsi, terutama telur ayam dapat digolongkan menjadi
dua macam yaitu kualitas telur bagian luar dan kualitas bagian dalam (Sarwono,
1994). Kualitas bagian luar meliputi warna kerabang, bentuk, tekstur, keutuhan,
kebersihan kerabang, sedangkan kualitas bagian dalam meliputi kekentalan putih
telur, warna kuning telur, posisi kuning telur dan keberadaan noda-noda berupa
bintik-bintik darah pada kuning maupun putih telur (Umar, 2000).
49

Kasus Salmonellosis pada manusia yang disebabkan oleh bakteri patogen
Salmonella enteritidis pada umumnya bersumber dari telur konsumsi yang
dimakan mentah atau dimasak tidak sempurna. Pada kasus Salmonellosis,
ditemukan sebesar 62,5% disebabkan oleh Salmonella enteritidis, 12,9% oleh
Salmonella thypimurium dan kurang dari 2% disebabkan oleh Salmonella serotipe

yang lain. Serotipe yang berada pada 10 besar penyebab kasus salmonellosis di
Eropa adalah Infantis, Virchow, Newport, Hadar, Stanley, Derby, Agona dan
Kentucky. Telur dan produknya adalah makanan perantara yang paling sering
pada penyebaran Salmonella (Gantois et al., 2009).
Secara umum, ada dua jalan kemungkinan dari cara kontaminasi
Salmonella pada telur. Telur dapat terkontaminasi lewat masuknya bakteri pada
seluruh bagian kerabang dari koloni saluraran pencernaan dan feses yang telah
terkontaminasi selama atau setelah oviposisi. Kemungkinan yang kedua adalah
kontaminasi secara langsung pada kuning telur, putih telur serta membran dan
kerabang sebelum oviposisi, sesuai menurut infeksi dari organ reproduksi oleh
Salmonella enteritidis (Gantois et al., 2009).
Salmonella dapat masuk ke dalam telur dengan dua cara yaitu melalui jalur
vertikal dan horizontal. Jalur vertikal dimulai saat unggas dewasa kelamin,
Salmonella berada dalam ovarium, dan saluran reproduksi dari ayam betina. Di
antara berbagai jenis Salmonella, serotipe Salmonella typhimurium dan
Salmonella entritidis dapat mensekresi di dalam isthmus dan masuk ke dalam
telur selama proses pembentukan. Jalur horizontal dapat terjadi melalui
permukaan terluar dari kerabang telur. Kerabang telur dapat terkontaminasi oleh
Salmonella melalui feses. Selain itu, Salmonella dapat masuk kedalam telur
khususnya saat berada di dalam inkubator dan mesin penetasan (Chao et al.,

2007).
Saluran Pencernaan Ayam
Saluran pencernaan (gastrointestinal) merupakan suatu ekosistem yang
mengandung berbagai jenis mikroflora yang mempunyai peran dalam pencernaan
makanan, sistem pertahanan dan pertumbuhan epitel usus. Bagian usus kecil
terdapat pankreas yang menghasilkan enzim amilase, lipase, tripsin. Selain itu,
enzim tersebut ada enzim lainnya yang dihasilkan dari dinding usus kecil

50

berfungsi untuk menguraikan protein dan gula. Hasilnya akan diserap usus kecil
untuk didistribusikan ke seluruh bagian tubuh ayam. Saluran pencernaan yang
relatif pendek pada unggas digambarkan pada proses pencernaan yang cepat yaitu
lebih kurang selama empat jam (Anggorodi, 1985).
Salmonella
Salmonella adalah bakteri Gram negatif yang tidak berspora, berbentuk
batang kecil dan tumbuh dengan optimum pada suhu 35 °C sampai 37 °C.
Salmonella diklasifikasikan dalam dua spesies yaitu Salmonella enterica dan
Salmonella bongori (Jordan et al., 2001). Unggas dapat diinfeksi oleh berbagai
jenis dari Salmonella enterica, beberapa jenisnya seperti S. pullorum dan S.

gallinarum merupakan bakteri spesifik yang dibawa oleh ayam, adapun jenis
lainnya seperti S. typhimurium, S. enteritidis, dan S. heidelberg dapat menginfeksi
lebih banyak inang seperti unggas, babi, sapi, dan telur serta produk-produk segar
lainnya (Hong et al., 2003).
Salmonella pada unggas bisanya diperoleh dari jaringan reproduksi yaitu
ovarium dan oviduk sampai rongga selaput perut, selain itu bakteri ini juga dapat
ditemukan di saluran pencernaan seperti pada usus besar. Ayam yang mampu
bertahan akibat serangan dari Salmonella enteritidis dapat menularkan bakteri
dengan cara menghasilkan telur ayam yang mengandung Salmonella. Kontaminasi
Salmonella pada telur ayam ras dimulai dari pembentukan telur di dalam tubuh
induk, hal ini disebabkan karena induknya terkena infeksi S. enteritidis di
ovarium, oleh sebab itu, patogen ini disebut dengan S. enteritidis transovarian.
Keberadaan Salmonella pada daging dan telur ayam dapat menyebabkan
keracunan makanan yang berupa diare pada hewan dan manusia (Chao et al.,
2007). Lima jenis spesies Salmonella enterica yang berhubungan dengan unggas,
keracunan makanan, dan salmonellosis pada manusia adalah Salmonella enterica
typhimurium, enteritidis, heidelberg, newport, dan hadar (Hong et al., 2003).
Bakteri-bakteri yang terdapat di permukaan luar kulit telur dapat masuk ke
dalam telur melalui pori-pori kulit telur, menuju ke kuning telur lalu berkembang
biak. Salmonella termasuk bakteri Gram negatif yang relatif tahan terhadap daya

antimikroba yang terkandung di dalam putih telur sehingga bakteri tersebut dapat
masuk sampai kuning telur dan berkembang biak. Salmonella yang diisolasi

51

diperoleh dari tiap jaringan reproduksi yaitu ovarium, oviduk dan oviduk bagian
bawah (Gast et al., 2006).
Salmonellosis
Penyakit ini disebut juga dengan Salmonellosis atau parathypoid.
Parathypoid merupakan penyakit yang bersifat ganas dan bisa menyerang secara
menahun. Penyakit ini disebabkan oleh banyak spesies Salmonella yang sifatnya
berbeda dengan S. pullorum dan S. gallinarum. Diperkirakan ada 20-30 spesies
Salmonella yang bisa menyebabkan ayam sakit. Spesies tersebut diantaranya S.
enteritidis, S. oranienberg, S. montevideo, S. newport, S. typhimurium, S. anatum,
S. derby, dan S. bredeney. Salmonellosis adalah penyakit menular pada hewan
yang bersifat zoonosis dan termasuk food borne disease (Gast, 1997).
Berbagai strain bakteri Salmonella yang paling sering dilaporkan menjadi
penyebab salmonellosis antara lain S. enteritidis dan S. typhimurium. Kejadian
salmonellosis pada manusia di Amerika Serikat sekitar 50% disebabkan oleh S.
enteritidis, S. typhimurium, dan S. Heidelberg (Pascual et al., 1999). Salmonella
enteritidis biasanya mengkontaminasi telur yang dihasilkan oleh induk yang
terinfeksi bakteri tersebut dan menjadi sumber penularan yang penting. Dari hasil
penelitian beberapa peneliti penularan S. enteritidis pada telur terjadi secara
vertikal dan horizontal (Miyamoto et al., 1998). Penularan vertikal terjadi akibat
kuning telur atau albumin tertular oleh bakteri tersebut yang terjadi didalam organ
reproduksi induk yang teinfeksi. Penularan horizontal terjadi akibat penetrasi S.
enteretidis pada kerabang telur. Penularan Salmonella pada anak ayam dapat
terjadi secara vertikal dan horizontal (Gast, 1997).
Gejala ayam yang terserang infeksi parathypoid bisa dilihat hanya pada
ayam muda (kurang dari tujuh minggu) yaitu terjadi diare yang diikuti dehidrasi,
kotoran berbentuk pasta atau basah di daerah sekitar kloaka (vent), sayap terkulai,
menggigil, dan bergerombol mendekati sumber pemanas. Tingkat serangan dan
kematian tinggi, terutama dua minggu pertama masa pemanasan. Terdapat sedikit
lesion atau bahkan tidak ditemukan pada ayam yang mati akibat penyakit ini.
Selain itu, terjadi oophoritis dengan pendarahan, terjadi pengejuan atau atrophic
di folikel orchitis. Namun, biasanya hanya terjadi dehidrasi dan enteritis (focal
necrotic lesions) di permukaan mukosa usus kecil. Pada kasus tertentu terdapat

52

luka bulat kecil (necrotic focl) di bagian hati, terdapat garis hemorrhagic
(pendarahan) di hati dan ginjal, serta terjadi pericarditis (jantung dilapisi selaput).
Penyebaran organisme parathypoid atau Samonella sering terjadi melalui kotoran
yang telah terkontaminasi dan mencemari pakan, air minum, dan kerabang telur
tetas. Selain menyerang ayam, Salmonella ini bisa menyerang reptil, serangga,
dan manusia.
Kontaminasi pada Telur
Kontaminasi kerabang luar
Selama oviposisi, kontaminasi lingkungan pada area penempatan telur
seperti boks, lingkungan penetasan atau truk penetasan, dapat mengkontaminasi
bagian luar kerabang. Kehadiran kotoran ayam dan materi organik yang basah
Salmonella dapat bertahan dan tumbuh dengan cara

memberi kesempatan

menyediakan kebutuhan nutrisi dan satu tingkat perlindungan fisik (Gantois et al.,
2009).
Salmonella dapat pula bertahan dan tumbuh pada sel telur saat tidak ada
kontaminasi isi saluran pencernaan, khususnya pada suhu rendah dan kelembapan
relatif rendah. Bakteri Salmonella kemungkinan bertahan pada waktu yang lebih
panjang saat suhu rendah dengan menurunkan tingkat metabolisme, hal ini terjadi
pada kondisi tidak menguntungkan yaitu saat permukaan kerabang kering
(Gantois et al.,

2009). Selain sebagai pelindung fisik, kerabang telur dan

membran juga berfungsi sebagai pelindung kimiawi. Struktur utuh telur dapat
dilihat pada Gambar 1.

Kutikula
Kerabang
Membran luar
Rongga udara
Membran dalam
Putih telur
Membran vitelin
Kuning telur

Gambar 1. Struktur Telur Secara Utuh
Sumber: Gantois et al. (2009)

53

Bakteri dapat dengan mudah masuk melalui kerabang telur yang retak.
Telur utuh memiliki 3 pelindung fisik untuk mencegah bakteri masuk. Kutikula
adalah yang pertama, dimana terdapat selaput enzim protein hidrofobik yang
menyelimuti kerabang telur dan pembukaan pori-pori, pengkristalan kerabang dan
membran kerabang. Selain menurut fungsinya sebagi pelindung fisik, kerabang
telur dan membran juga berfungsi sebagai pelindung kimiawi (Gantois et al.,
2009).
Kontaminasi telur selama pembentukan telur
Beberapa petunjuk pendukung yang menggambarkan bahwa kontaminasi
telur lebih seperti disebabkan selama pembentukan telur di organ reproduksi
daripada masuknya bakteri lewat kerabang. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa Salmonella enteritidis diisolasi dari selaput organ reproduksi dari unggas
yang terinfeksi dan tidak ada perkembangbiakan bakteri (kolonisasi) di usus halus.
Salmonella enteritidis sejauh ini memiliki kemampuan terus-menerus untuk
menginfeksi selaput reproduksi ayam betina secara alami maupun percobaan
(Gantois et al., 2009).
Salmonella enteritidis dapat bertahan hidup saat pembentukan telur adalah
hal penting yang ditemukan pada kasus kontaminasi telur. Salmonella berkoloni
di organ reproduksi dapat disatukan saat pembentukan telur, menghasilkan
kontaminasi

komponen telur

yang tidak

menjadikan kegagalan

dalam

pembentukan telur dan menyediakan bakteri agar tidak terbunuh oleh albumin.
Kontaminasi kuning telur dapat terjadi karena kolonisasi ovarium oleh
Salmonella. Pengecilan folikel di ovarium telah ditemukan saat penelitian infeksi
Salmonella, kebanyakan karena pertumbuhan yang tinggi dalam nutrisi kuning
telur saat suhu tubuh ayam 42 ºC (Gantois et al., 2009).
Mekanisme transovarian belum begitu jelas diketahui. Kemungkinankemungkinan yang terjadi antara lain adalah Salmonella menyerang dan masuk
melewati selaput folikel dan masuk ke dalam kuning telur atau Salmonella
menyerang bagian tertentu dari dinding folikel dan kemudian terbawa ke oviduk
selama ovulasi (Saeed et al., 1999). Mekanisme penularan Salmonella pada ayam
petelur dapat dilihat pada Gambar 2.

54

Salmonella masuk melewati
kerabang telur dan membran
Salmonella di feses
atau vagina
Selama Penyimpanan
Bertahan hidup dan
tumbuh pada putih telur
dan membran vitelin

Kontaminasi telur melalui
organ reproduksi
Infundibulum
Menginfeksi membran kuning
telur
Magnum
Menginfeksi putih telur

Bergerak masuk
melewati membran
vitelin

Ismus
Menginfeksi membran kerabang
Kerabang Luar
Menginfeksi
kerabangtelur

Berkembang biak
dalam kuning telur

Gambar 2. Mekanisme Penyebaran Salmonella Secara Vertikal dan Horizontal
Sumber : Gantois et al. (2009)

Media Pertumbuhan Bakteri
Media yang biasa digunakan untuk mengisolasi Salmonella dari produk
unggas dan lingkungannya (Waltman, 1999).
Tetrathionate (TT) Broth
Larutan yang mengandung iodium dan natrium tiosulfat dikombinasikan
untuk menghasilkan TT. Larutan ini dimodifikasi media pengkayaan TT dengan
penambahan ox bile dan warna biru berlian. Berbagai peneliti menemukan bahwa
TT berada pada performa terbaik ketika Coliform dalam jumlah besar, sedangkan
RV berada pada performa terbaik saat Pseudomonas aeruginosa dalam jumlah
besar. Maka dari itu, pilihan pengkayaan tergantung pada tipe sampel dan flora
(Waltman, 1999).
Rappaport-Vassilidis (RV)
Media semi padat berdasarkan formulasi Rappaport dimodifikasi dan
dipasarkan

yaitu

media

pengkayaan

Rappaport-Vassiliadis.

Media

ini

mengandung nutrisi lebih banyak, kapasitas penyangga yang lebih besar,
menurunkan konsentrasi magnesium klorida, novobiocin, dan bahan semi padat.
Jika media RV digunakan untuk isolasi S. pullorum atau S. gallinarum yang
nonmotil, titik tumbuh saat inokulasi dari RV dan bahan harus ditumbuhkan
kembali pada agar selektif (Waltman, 1999).

55

Bismuth Sulfite Agar (BSA)
Bismuth Sulfite Agar merupakan media yang sangat spesifik untuk isolasi
Salmonella typhii dan spesies lain. Adanya bismuth sulfite dan brilliant green
dapat menghambat pertumbuhan Gram positif dan Coliform. Adanya sulfur dalam
media akan diubah menjadi H2S yang berperanan mengendapkan besi, sehingga
koloni berwarna coklat-hitam dengan kilap logam, tampak seperti mata kelinci.
Mikroba lain yang dapat tumbuh

antara lain Pseudomonas, Shigella dan

Vibrionaceae. Media ini sangat baik digunakan pada tahap awal untuk
memilahkan Salmonella dari mikroba lain (Waltman, 1999).
Hektoen Enteric Agar (HEA)
Hektoen Enteric Agar diformulasikan untuk mengisolasi Salmonella dan
Shigella ketika menumbuhkan flora normal usus halus. Media ini mengandung
bile salts sebagai bahan penyeleksi dan laktosa, sukrosa, salicin dan indikator H2S
sebagai bahan pembeda (Waltman, 1999).
Salmonella-Shigella (SS) Agar
Salmonella-Shigella Agar diformulasikan untuk mencegah tumbuhnya
Coliform namun membantu tumbuhnya Salmonella dan Shigella. Indikator yang
digunakan sebagai penyeleksi adalah laktosa dan H2S (Waltman, 1999).
Xylose Lysine Deoxycholate (XLD) Agar
Xylose Lysine Deoxycholate Agar memiliki bahan penyeleksi sodium
deoxycholate, laktosa, sukrosa, lisin, dan indikator H2S. Munculnya H2S ditandai
dari tumbuhnya koloni berwana hitam.

56

MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB pada bulan
Desember 2009 hingga Februari 2010 dan dilanjutkan di Laboratorium
Bakteriologi Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor pada April 2010 hingga Juli
2010. Sampel telur, feses dan ayam petelur diambil dari dua peternakan yang
berada di Desa Curug Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor dengan
populasi ± 60000 ekor untuk peternakan A dan ± 64000 untuk peternakan B.
Materi
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah usus kecil dan digesta
dari saluran pencernaan, isi (kuning dan albumin) dan kerabang telur serta feses
ayam petelur. Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah Lactose Broth
(LB), Nutrient Broth, Tetrahionate Broth (TTB), Rappaport-Vassilidis (RV), Semi
Solid Agar, Triple Sugar Iron (TSI) Agar, Lysine Iron Agar (LIA), Simmon’s
Citrate, Indole, Xylose Lysine Desoxycholate (XLD) Agar, Hektoen Enteric Agar
(HEA), Bismuth Sulfith Agar (BSA), BRG Agar, Salmonella-Shigella (SS) Agar,
dan Nutrient Agar (NA). Bahan kimia yang digunakan adalah, Methile Red Voges
Proskoner (MRVP), gula-gula (adonitol, arabinose, cellobiose, dulcitol, glycerol,
inositol, lactose, maltose, mannitol, raffinose, rhamnose, salicin, sorbitol,
sucrose, trehalose, xylose), dan aquadest serta bahan tambahan lain yaitu alkohol
untuk mensterilkan alat.
Peralatan
Alat-alat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah jarum ose,
tabung reaksi, tip, cawan petri, autoclave, pipet, alumunium foil, jangka sorong,
kapas, karet, tisu dan bunsen.

57

Prosedur
Pengambilan Sampel dari Peternakan
Pengambilan sampel dilakukan secara acak. Data peternakan yang
diperoleh dari Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Kabupaten Bogor
kemudian dipilih secara acak untuk menentukan lokasi pengambilan sampel.
Setelah lokasi ditentukan, surat pengantar dari Disnakan dibuat untuk izin
pengambilan sampel. Pengambilan sampel ayam, telur, dan feses dilakukan
dengan metode yang sama yaitu secara acak.
Sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah usus kecil dan
digesta dari saluran pencernaan ayam petelur, isi telur (kuning dan albumin) dan
kerabang telur serta feses ayam petelur. Ayam, feses, dan telur diambil dari 2
peternakan di Desa Curug, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor. Tiaptiap peternakan diambil 3 sampel ayam yang diambil saluran pencernaan (usus
dan digesta), 11 sampel feses serta 6 butir telur.
Ayam yang digunakan sebagai sampel diambil dari peternakan A dan B
masing-masing 3 ekor. Ayam dibawa ke labolatorium untuk disembelih dan
diambil saluran pencernaannya yaitu usus halus dan isi dari usus halus tersebut
(digesta). Usus halus yang akan digunakan kemudian dibersihkan dengan air
steril. Usus dan digesta masing-masing dimasukkan ke dalam plastik steril dan
diberi nama sampel.
Telur yang digunakan sebagai sampel diambil dari peternakan A dan B
masing-masing 3 telur. Telur diambil dari ayam yang baru bertelur kemudian
dibungkus plastik steril untuk dibawa ke labolatorium. Telur kemudian dipisahkan
antara isi (kuning dan albumin) dan kerabangnya, setelah itu masing-masing
dimasukkan ke dalam plastik steril dan diberi nama.
Feses yang digunakan sebagai sampel diambil dari peternakan A dan B
masing-masing 11 sampel. Feses diambil dari ayam yang baru mengeluarkan feses
dengan alat cotton buds steril kemudian dimaukkan ke dalam plastik steril dan
dibawa ke labolatorium.

58

Isolasi Salmonella enteritidis
Prosedur isolasi yang digunakan berdasarkan Andrews dan Hammack,
USFDA Bacteriologial Analitycal Method (BAM) 8thEdition revisi Desember
tahun 2007 yang secara konvensional meliputi tahap pengkayaan, pengkayaan
selektif, agar selektif, uji biokimia awal. Setiap tahapan isolasi dilakukan secara
berurutan. Sampel yang menunjukkan reaksi positif kemungkinan adanya
Salmonella pada media yang telah diinokulasi pada setiap tahapan akan
dilanjutkan ke tahapan selanjutnya, sedangkan reaksi negatif yang didapatkan
akan menyebabkan proses isolasi dihentikan karena tidak didapatkan tanda-tanda
keberadaan Salmonella.
Pengkayaan
Saluran pencernaan diambil usus halus dan digestanya, sedangkan telur
segar diambil isi (kuning dan albumin) telur dan kerabang telurnya ditimbang
sebanyak 25 gram dan dimasukkan ke dalam kantong plastik steril 500 ml.
kedalam plastik tersebut lalu dimasukkan 225 Lactose Broth (LB) steril dan
dihomogenkan dengan cara dikocok-kocok dan diremas-remas dengan perlahan
hingga sampel homogen. Sampel yang telah dihomogenkan kemudian diinkubasi
selama 24 ± 2 jam.
Sebanyak 1 ml sampel yang telah diinkubasi di dalam media LB diambil
dan diinokulasi kedalam 10 ml Tetrathionate Broth (TTB). TTB diinkubasi pada
suhu 37 ± 2 °C dalam inkubator selama 24 ± 2 jam.
Agar Selektif
Sampel yang telah diinkubasi pada masing-masing media selektif diambil
satu ose dan digoreskan secara kuadran pada media Xylose Lysine Desoxycholate
(XLD) Agar, Hektoen Eteric Agar (HEA), SS Agar, BRG Agar dan Bismuth
Sulfite Agar (BSA). Kelima media selektif tersebut kemudian diinkubasi pada
suhu 35 ± 2 °C selama 24 ± 2 jam. Setelah inkubasi dilihat apakah ada koloni
tipikal yang tumbuh pada masing-masing agar. Apabila terdapat koloni tipikal
yang tumbuh, maka analisa dilanjutkan dengan uji biokimia awal dengan
menggunakan Triple sugar Iron (TSI) Agar miring dan Lysine Iron Agar (LIA)
miring.

59

Uji Biokimia Awal
Koloni tipikal yang tumbuh pada ketiga media spesifik XLD Agar, HE
Agar, SS Agar, BRG Agar dan BS Agar masing-masing diinokulasikan
menggunakan jarum ose steril pada TSI agar dan LIA agar. Inokulasi pada media
TSI Agar miring dilakukan terlebih dahulu dengan jarum ose digores dan ditusuk
dalam inkubator 35 ± 2 °C. Inokulasi pada LIA agar miring dilakukan setelah
melihat apakah ada tanda pada TSI Agar menghasilkan warna hitam. Inokulasi
pada LIA dilakukan dengan cara jarum ose ditusuk dan digores. Reaksi positif
indikasi adanya Salmonella dapat dilihat pada perubahan warna media. TSI Agar
dan LIA menunjukkan perubahan warna menjadi hitam searah dengan tusukan.
Reaksi spesifik Salmonella pada TSI agar miring adalah: bagian
permukaan miring (slant) berwarna merah/alkaline (reaksi basa), memproduksi
H2S (kehitaman pada agar kadang hingga menutupi warna agar dasar, dengan atau
tanpa memproduksi gas).
Reaksi spesifik Salmonella pada LIA agar miring adalah: bagian
permukaan miring (slant) berwarna ungu/alkaline (reaksi basa), bagian agar
dasar/butt atau agar tusuk berwarna ungu/alkaline (reaksi, memproduksi H2S
(kehitaman pada agar kadang hingga menutupi warna agar dasar, dengan atau
tanpa memproduksi gas).
Uji Biokimia Lanjut
Koloni yang memperlihatkan reaksi spesifik pada kedua agar atau salah
satu agar miring tersebut diambil untuk analisa menggunakan media Simmon’s
Citrate, urease, Methile Red Voges Proskoner (MRVP), gula-gula (adonitol,
arabinose, cellobiose, dulcitol, glycerol, inositol, lactose, maltose, mannitol,
raffinose, rhamnose, salicin, sorbitol, sucrose, trehalose, xylose) dan uji serologi.
Uji Serologi
Uji serologi dilakukan jika reaksi biokimia menunjukkan ada Salmonella
sp. Satu ose dari biakan NA diambil dan dioleskan pada gelas sediaan. Kemudian
antisera grup O diteteskan di samping biakan. Dengan menggunakan ose, tetesan
antisera O dan biakan dicampur lalu akan dapat diketahui Salmonella tersebut
masuk pada grup tertentu. Setelah itu, antisera grup H dan biakan dari sumber

60

yang sama dicampur yang akan menghasilkan Salmonella pada grup tertentu pula.
Gabungan ini akan

menunjukkan adanya Salmonella dengan serotipe yang

berbeda (Kauffman, 1972).

Rancangan dan Analisis Data
Pengambilan sampel yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan
metode Simple Random Sampling (Scheaffer et al., 1990) mulai dari data
pemilihan peternakan, pemilihan sampel ayam, telur, dan feses. Data yang
diperoleh dianalisis secara deskriptif.

61

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Peternakan
Kabupaten Bogor memiliki peternakan ayam ras petelur dengan jumlah
yang cukup besar sehingga menjadi salah satu pemasok telur di wilayah
Jabodetabek. Kantong peternakan ini ada pada Kecamatan Gunung Sindur dengan
populasi ayam petelur lebih dari 35% dari total populasi yang ada (Disnakan
Bogor, 2008).
Peternakan A dan Peternakan B merupakan peternakan ayam ras petelur
yang terletak di Kecamatan Gunung Sindur. Manajemen perkandangan yang
digunakan pada dua peternakan ini tidak terlalu berbeda. Pekerja kandang pada
kedua peternakan tidak memakai standar pakaian dan perlengkapan. Tata ruang
kandang pada Peternakan A kurang sesuai dengan standar yang seharusnya karena
tempat tinggal pekerja berada di tengah area kandang. Tempat tinggal pekerja
pada peternakan B berada di pinggir area kandang ternak.
Peternakan A dan Peternakan B menggunakan ayam petelur yang sama
yaitu Isa Brown. Peternakan A memiliki kapasitas kandang 40.000-60.000 ekor
dengan umur berbeda. Pakan yang dipakai adalah pakan komersial. Penanganan
ayam sakit dilakukan dengan pemberian antibiotik dan ayam sakit dipisahkan.
Vaksin diberikan oleh technical support dari penyedia DOC.
Peternakan B memiliki kapasitas kandang 64.000 ekor dengan umur
berbeda. Pakan yang dipakai berasal dari pakan yang dibuat sendiri, jika keadaan
tidak memungkinkan maka pakan dibeli dari pabrik pakan lain.
Penanganan ayam sakit dilakukan dengan pemberian antibiotik dan ayam
sakit dipisahkan. Vaksin diberikan oleh technical support dari penyedia DOC.
Pengeluaran dan penonaktifan berbagai macam patogen yang berbeda pada proses
penanganan limbah dan sistem manajemen memerlukan banyak penelitian.
Patogen pada hewan yang berpotensi resiko pada manusia antara lain virus
(seperti virus hepatitis E pada babi), bakteri (spesies dari Salmonella), dan parasit
(seperti Cryptosporidium parvum) bersifat endemik pada ternak komersial dan
peralatan yang digunakan. Kondisi peternakan tempat pengambilan sampel dapat
dilihat pada Tabel 1.

62

Tabel 1. Kondisi Peternakan A dan B
Kondisi Peternakan
No.

Komponen Pengamatan
A

B

1.

Jumlah Ayam

± 60.000 ekor

± 64.000 ekor

2.

Jenis Ayam

Isa Brown

Isa Brown

3.

Umur Afkir

90 minggu

83-99 minggu
Ransum produksi
sendiri, ransum

4.

Asal Pakan

Pakan Komersial

komersial dipakai
jika harga ransum
mahal

5.

Jenis kandang

Baterai

Baterai

6.

Pemanfaatan Kotoran

Pupuk

Pupuk, makanan lele

7.

Sumber Air

Air tanah

Air tanah

8.

Kondisi Umum Kandang

9.

Tempat Pakan

10.

Kondisi Lingkungan

11.

Tempat Minum

63

Feses ayam pada kedua peternakan tidak dibersihkan setiap hari. Feses
dibiarkan selama beberapa hari sampai kondisinya menumpuk. Petugas kandang
kemudian membersihkannya jika feses yang menumpuk dirasa sudah cukup
banyak. Kondisi tempat makan pada peternakan A dan B hampir sama. Keduanya
menggunakan penataan pakan yang serupa. Pakan yang masih tersisa tidak
dibuang

terlebih

dahulu

pada

pemberian

pakan

selanjutnya

sehingga

memungkinkan lalat maupun serangga lain hinggap dan mencemari pakan.
Tempat minum kedua peternakan menggunakan sistem yang sama yaitu
sistem keran. Air akan keluar jika petugas kandang menyalakan keran. Air minum
tidak diganti setiap hari, melainkan jika air sudah keruh. Hal ini mengakibatkan
adanya kemungkinan kontaminasi silang antara bakteri yang hidup di feses, air
dan pakan.
Pekerja kandang pada kedua peternakan tidak menggunakan peralatan
standar untuk bekerja, misalnya: baju kandang dan sepatu boot. Pekerja hanya
menggunakan pakaian seadanya ketika bekerja. Rumah yang digunakan sebagai
tempat tinggal pada Peternakan A ada yang berada di dalam area peternakan. Hal
ini memungkinkan lebih tingginya perpindahan penyakit yang dapat ditularkan
dari unggas ke manusia. Rumah yang digunakan pekerja pada Peternakan B masih
berada di luar komplek peternakan sehingga resiko perpindahan penyakit lebih
rendah.
Patogen dari limbah ternak dan hasil sampingan yang lain berpotensi untuk
mencemari air, tanah dan udara. Patogen mampu bertahan dalam hitungan hari
bahkan bulan, hal ini tergantung dari jenis bakteri, media tempat hidup dan
kondisi lingkungan. Banyak perlakuan dan sistem manajemen pengelolaan limbah
ternak berdasar pada prinsip tanpa pembebasan dan daur ulang

limbah

peternakan. Kontaminasi patogen dari pekerja peternakan dimungkinkan dan
infeksi dari pekerja peternakan dapat menjadi sebab utama perpindahan patogen
ke manusia dan yang terkena kontak (Roy et al., 2001).
Kontaminasi Salmonella pada Saluran Pencernaan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada saluran pencernaan (usus dan
digesta) dari enam ekor ayam dari dua peternakan yang berbeda (A dan B)
diketahui bahwa indikasi saluran pencernaan terinfeksi Salmonella sp. terhenti

64

pada uji proses isolasi (uji biokimia lanjut). Pengamatan proses isolasi Salmonella
sp. pada saluran pencernaan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengamatan Keberadaan Koloni Salmonella sp. pada Saluran
Pencernaan Ayam Petelur di Desa Curug, Kecamatan Gunung Sindur,
Kabupaten Bogor.
Peternakan

Sampel
Usus
Halus

A
Digesta

Usus
Halus
B
Digesta

Ulangan

Agar Selektif

Uji Biokimia Awal

1

Positif

Negatif

2

Positif

Negatif

3

Negatif

-

1

Negatif

-

2

Negatif

-

3

Negatif

-

1

Positif

Negatif

2

Negatif

-

3

Negatif

-

1

Positif

Negatif

2

Positif

Negatif

3

Negatif

-

Proses isolasi Salmonella dimulai pada tahapan pra pengkayaan
menggunakan media Lactose Broth (LB). Sampel yang digunakan yaitu usus
halus (Gambar 3a) yang dan digesta (Gambar 3b) dari masing-masing sampel
ayam petelur dimasukkan ke dalam media LB secara steril.

(a)

(b)

Gambar 3. Isolasi Salmonella sp. dari Media Pra Pengkayaan (Lactose Broth)
pada Saluran Pencernaan Ayam (a) Usus Halus (b) Digesta

65

Pengamatan kultur yang digoreskan pada media agar selektif menunjukkan
bahwa goresan pada media BSA menunjukkan warna keabu-abuan dan pada
media HEA sampel berwarna kehitaman. Ciri ini sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia tahun 2008 bahwa sampel yang tercemar Salmonella memiliki ciri-ciri
warna abu-abu atau hitam, hijau kebiruan dengan atau tanpa titik hitam pada HEA
dan merah muda dengan atau tanpa titik hitam pada XLD. Perubahan warna pada
agar selektif yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 4.

(a)

(b)

(c)
(d)
Gambar 4. Reaksi Indikasi Positif Salmonella pada Tahapan Agar Selektif (a)
BRG Agar, (b) XLD Agar, (c) BSA, dan (d) HEA

Bakteri Gram Negatif yang dapat terisolasi bersamaan dengan Salmonella
pada tahap agar selektif adalah Shigella pada SS Agar dan HEA, Pseudomonas,
Shigella dan Vibrionaceae pada BSA serta bakteri-bakteri lain yang bereaksi
dengan H2S pada XLDA. Sampel yang menunjukkan adanya dugaan positif
terkontaminasi Salmonella pada media agar selektif kemudian dilanjutkan ke uji
biokimia awal yaitu uji TSIA. Uji tersebut memperlihatkan bahwa semua media
TSIA menunjukkan warna yang tetap merah dan kuning tanpa adanya reaksi H2S
(Gambar 5a). Pengujian pada media semi solid menunjukkan adanya gelembung
udara yang berarti isolat positif (Gambar 5b). Koloni yang tumbuh pada TSIA
ditumbuhkan pada media MRVP dan direaksikan dengan reagen MR dan VP,
timbul cincin warna merah muda (Gambar 5c) yang menandakan bahwa bakteri

66

yang berada pada koloni tersebut tidak termasuk dalam Famili Enterobacteria
sehingga pengujian tidak dilanjutkan.

(a)

(b)

(c)

Gambar 5. Isolasi Salmonella pada Tahapan Uji Biokimia Awal (a) TSIA (b)
Semi Solid (c) MRVP
Kontaminasi Salmonella pada Feses Ayam Petelur
Ayam petelur dewasa yang terinfeksi Salmonella sp. dapat membawa
bakteri ini dalam usus besar dan terkumpul pada feses (Saeed et al., 1999).
Patogen pada hewan yang berpotensi resiko pada manusia antara lain virus
(seperti virus hepatitis E pada babi), bakteri (spesies dari Salmonella), dan parasit
(seperti Cryptosporidium parvum) bersifat endemik pada ternak komersial dan
peralatan yang digunakan
Proses isolasi Salmonella dimulai pada tahapan pra pengkayaan
menggunakan media BPW. Sampel yang digunakan yaitu feses yang diambil dari
masing-masing peternakan ayam petelur dimasukkan ke dalam media LB secara
steril. Bahan yang sudah dimasukkan ke dalam media BPW dapat dilihat pada
Gambar 6.

(a)
Gambar 6.

(b)

Isolasi Salmonella sp. dari Media Pra Pengkayaan BPW (a)
Peternakan A dan (b) Peternakan B

67

Isolasi Salmonella sp. dari feses ayam petelur pada tahap agar selektif
menunjukkan bahwa delapan sampel dari 22 sampel yang diamati tidak
menunjukkan reaksi positif indikasi Salmonella. Media yang digunakan pada
tahap ini adalah XLD Agar dan SS Agar. Pengujian pada SS Agar menunjukkan
warna yang menunjukkan indikasi Salmonella berupa koloni berupa titik-titik
hitam (Gambar 7a). Hal yang sama juga terjadi pada XLD Agar (gambar 7b). Ciri
ini sesuai dengan Standar Nasional Indonesia tahun 2008 bahwa sampel yang
tercemar Salmonella memiliki ciri koloni yang berwarna merah muda dengan atau
tanpa titik hitam pada XLD Agar. Bakteri Gram Negatif yang dapat terisolasi
bersamaan dengan Salmonella pada tahap agar selektif adalah Shigella pada SS
Agar dan HEA, Pseudomonas, Shigella dan Vibrionaceae pada BSA serta bakteribakteri lain yang bereaksi dengan H2S pada XLDA.

(a)

(b)

Gambar 7. Isolasi Koloni Salmonella sp. di Feses Ayam Petelur pada Media (a)
SS Agar (b) XLD Agar
Sampel yang menunjukkan ada dugaan positif terkontaminasi Salmonella
pada media agar selektif kemudian dilanjutkan ke uji biokimia awal yaitu uji
TSIA dan semi solid. Hasil pengamatan pada media TSIA menunjukkan warna
media tetap merah tanpa adanya reaksi H2S hanya pada sampel A2, sedangkan
pengujian pada sampel yang lain menunjukkan bahwa pada uji TSIA terlihat
warna kehitaman tanda telah diproduksinya H2S dengan atau tanpa memproduksi
gas. Perubahan warna dari merah menjadi hitam akibat reaksi fermentasi dari
bakteri yang ditumbuhkan pada media ini.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada 22 sampel feses dari dua
peternakan yang berbeda (A dan B) diketahui bahwa satu isolat dari sampel

68

terinfeksi Salmonella sp. Pengamatan proses isolasi Salmonella sp. pada feses
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3.
Peternakan

A

Pengamatan Keberadaan Koloni Salmonella sp. pada Feses Ayam
Petelur di Desa Curug, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor
Ulangan

Agar

Uji

Uji

Selektif

Biokimia

Biokimia

Awal

Lanjut

1

Positif

Negatif

-

2

Positif

Negatif

-

3

Positif

Positif

Negatif

4

Positif

Negatif

-

5

Positif

Negatif

-

6

Positif

Negatif

-

7

Positif

Negatif

-

8

Positif

Positif

Positif

Serologi

Salmonella
paratyphi B

B

9

Negatif

-

-

10

Negatif

-

-

11

Negatif

-

-

1

Positif

Negatif

-

2

Positif

Negatif

-

3

Positif

Negatif

-

4

Positif

Negatif

-

5

Positif

Negatif

-

6

Negatif

-

-

7

Negatif

-

-

8

Negatif

-

-

9

Negatif

-

-

10

Negatif

-

-

11

Positif

Negatif

-

69

Hasil uji dari semua isolat terindikasi ke media semi solid menunjukkan
tidak adanya perubahan warna media kecuali isolat dari sampel A2. Perubahan
yang terjadi adalah warna semi solid yang semula putih bening menjadi keruh
mengikuti arah tusukan. Uji selanjutnya yaitu pada media LIA, semua isolat yang
diuji menunjukkan warna ungu maupun ungu kuning. Setelah proses ini, hanya
isolat yang menunjukkan reaksi H2S, negatif pada media semi solid, dan media
LIA yang tetap berwarna ungu yang diambil untuk diteruskan ke pengujian
selanjutnya.
Salmonella tidak bereaksi dengan urease sehingga media yang digunakan
dalam pengujian pada urea agar tidak berubah warna. Setelah semua isolat dari
semua sampel diuji pada media urea agar, hanya dua sampel yang menunjukkan
reaksi negatif urease (Gambar 8a). Hal ini ditunjukkan dengan tidak berubahnya
warna media yaitu tetap kuning bening (Gambar 8b). Dua isolat yang telah negatif
pada uji urea agar, setelah diuji dengan MRVP hanya satu isolat dari A8 yang bisa
diuji serologi untuk menentukan spesies Salmonella.

(a)

(b)

Gambar 8. Identifikasi Koloni Salmonella sp. di Feses Ayam Petelur pada Media
(a) Urea Agar dan (b) MRVP
Pengujian tahap selanjutnya adalah mereaksikan isolat A8 pada media
gula-gula. Gula-gula yang digunakan adalah adonitol, arabinose, cellobiose,
dulcitol, glycerol, inositol, lactose, maltose, mannitol, raffinose, rhamnose,
salicin, sorbitol, sucrose, trehalose, xylose. Isolat ditumbuhkan pada media gulagula dan diinkubasi selama 24 jam. Hasil yang diperoleh adalah terjadinya
perubahan warna dari larutan warna merah cerah menjadi jingga atau kuning
pada arabinose, cellobiose, inositol, lactose, maltose, mannitol, raffinose,
rhamnose, sorbitol dan threhalose, sedangkan pada adonitol, dulcitol, glycerol,

70

salicin, sucrose dan xylose tidak terjadi perubahan warna atau tetap merah.
Perubahan warna terjadi akibat adanya aktivitas fermentasi oleh bakteri yang
diinkubasikan di dalamnya. Hasil ini kemudiaan dijadikan dasar identifikasi
menurut Cowan dan Steel (2003). Identifikasi menunjukkan bahwa ada dugaan
bahwa koloni yang ditemukan adalah Salmonella.
Uji serologi dilakukan jika reaksi biokimia sebelumnya menunjukkan ada
Salmonella sp. Satu ose dari biakan NA segar diambil dan dioleskan pada gelas
sediaan. Kemudian antisera diteteskan disamping biakan. Dengan menggunakan
ose, tetesan antisera O dan biakan dicampur sampai homogen lalu akan dapat
diketahui Salmonella tersebut masuk pada grup tertentu. Antisera O yang cocok
digunakan pada uji identifikasi ini berasal dari grup B. Hal ini ditunjukkan dengan
reaksi antisera dan tetesan biakan yang menimbulkan butiran halus seperti pasir.
Setelah itu, antisera H dan biakan dari sumber yang sama dicampur sampai
homogen sehingga menghasilkan Salmonella pada grup tertentu pula. Antisera
grup H yang sesuai dengan tetesan biakan menunjukkan reaksi butiran halus
seperti pasir. Reaksi antisera H dan tetesan biakan menunjukkan reaksi positif
pada faktor H-b dan H-2. Hasil uji serologi tersebut menunjukkan bahwa isolat
Salmonella yang diamati adalah Salmonella parathypi B yang termasuk dalam
grup B dengan struktur antigenik O1,4,5,12 dan mempunyai antigen H fase 1:b serta
antigen H fase 2:2.
Adanya Salmonella pada feses menjadi salah satu indikator bahwa
manajemen peternakan harus diperbaiki. Kontaminasi horizontal terlihat pada
sampel feses yang merupakan bagian yang dikeluarkan oleh saluran pencernaan.
Kemungkinan penyebaran kontaminasi secara horisontal adalah lewat lingkungan
(air dan tanah), peralatan, petugas kandang, maupun kontak dengan ayam lain
yang terinfeksi.
Kontaminasi Salmonella pada Telur
Proses

isolasi

Salmonella

dimulai

pada

tahapan

pra

pengkayaan

menggunakan media BPW. Sampel yang digunakan yaitu isi telur (Gambar 9a
dan b) dan kerabang telur (Gambar 9c) yang diambil dari masing-masing
peternakan ayam petelur dimasukkan ke dalam media LB secara steril.

71

(a)

(b)

(c)
Gambar 9. Isolasi Salmonella sp. dari Media Pra Pengkayaan (a) Kuning telur
(b) Putih telur dan (c) Kerabang telur
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada 12 butir telur (isi dan
kerabang) dari 2 peternakan yang berbeda (A dan B) diketahui bahwa indikasi
saluran pencernaan terinfeksi Salmonella sp. terhenti pada proses isolasi (uji
biokimia awal).
Proses isolasi Salmonella dilanjutkan ke tahapan pengkayaan menggunakan
media Rappaport-Vassilidis (RV). Sampel yang sudah melewati tahap pra
pengkayaan kemudian dimasukkan ke dalam botol berisi media RV secara steril
(Gambar 10). Pengamatan proses isolasi Salmonella sp. pada saluran pencernaan
disajikan pada Tabel 4.

Gambar 10. Isolasi Salmonella sp. dari Feses Pada Media Pengkayaan (RV)
72

Tabel 4. Pengamatan Keberadaan Koloni Salmonella sp. pada Telur dari Ayam
Petelur di Desa Curug, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor.

Peternakan

Sampel

Kerabang

A

Isi telur

Kerabang

B

Isi Telur

Uji

Agar

Uji Biokimia

Selektif

Awal

1

Negatif

-

-

2

Negatif

-

-

3

Negatif

-

-

4

Negatif

-

-

5

Negatif

-

-

6

Negatif

-

-

1

Negatif

-

-

2

Negatif

-

-

3

Positif

Positif

Negatif

4

Negatif

-

-

5

Negatif

-

-

6

Negatif

-

-

1

Negatif

-

-

2

Positif

Negatif

-

3

Negatif

-

-

4

Negatif

-

-

5

Negatif

-

-

6

Negatif

-

-

1

Positif

Negatif

-

2

Negatif

-

-

3

Negatif

-

-

4

Negatif

-

-

5

Negatif

-

-

6

Negatif

-

-

Ulangan

Biokimia
Lanjut

Isolasi Salmonella sp. dari feses ayam petelur pada tahap agar selektif
menunjukkan bahwa tiga dari sampel dari 24 sampel yang diamati menunjukkan
reaksi positif indikasi Salmonella. Media yang digunakan pada tahap ini adalah

73

XLD Agar (Gambar 11a) dan BRG Agar (Gambar 11b). Ciri ini sesuai dengan
SNI (2008) bahwa sampel yang tercemar Salmonella memiliki ciri-ciri koloni
warna merah muda dengan atau tanpa titik hitam pada XLD. Bakteri Gram
Negatif yang dapat terisolasi bersamaan dengan Salmonella pada tahap agar
selektif adalah Shigella pada SS Agar dan HEA, Pseudomonas, Shigella dan
Vibrionaceae pada BSA serta bakteri-bakteri lain yang bereaksi dengan H2S pada
XLDA.

(a)

(b)

Gambar 11. Reaksi Indikasi Positif Salmonella sp. pada Tahapan Agar Selektif
dari Media (a) XLD Agar, dan (b) BRG Agar
Sampel yang menunjukkan tanda positif kontaminasi dari media agar
selektif kemudian dilanjutkan ke uji biokimia awal yaitu uji TSIA dan semi solid.
Perubahan warna dari merah menjadi hitam akibat reaksi fermentasi dari bakteri
yang ditumbuhkan pada media ini. Hasil TSIA menunjukkan warna kehitaman
tanda telah diproduksinya H2S dengan atau tanpa memproduksi gas hanya pada
sampel Isi Telur A3, Kerabang A2, dan Isi Telur B1 (Gambar 12a). Semua isolat
terindikasi ke media semi solid menunjukkan tidak adanya perubahan warna pada
semua isolat (Gambar 12b).

(a)

(b)

Gambar 12. Reaksi Indikasi Positif Salmonella sp. pada Tahapan Uji Biokimia
Awal dari Media (a) TSIA (b) Semi Solid

74

Uji selanjutnya yaitu pada media LIA dan Simmon’s Citrate. Semua isolat
menunjukkan reaksi positif pada media Simmon’s Citrate dengan menunjukkan
warna biru (Gambar 13a), tetapi hanya isolat Isi Telur A3 pada media LIA yang
berwarna ungu dan terdapat reaksi H2S (Gambar 13b). Hal ini menyebabkan
hanya isolat dari sampel Isi Telur A3 yang diambil untuk diteruskan ke pengujian
selanjutnya.

(a)

(b)

Gambar 13. Reaksi Indikasi Positif Salmonella sp. pada Tahapan Uji Biokimia
Awal dari Media (a) Simmon’s Citrate dan (b) LIA
Setelah semua isolat dari sampel Isi Telur A3 diuji pada media urea agar,
sampel yang menunjukkan reaksi positif urease (Gambar 14). Hal ini dapat dilihat
pada gambar, di mana warna urea agar berubah menjadi merah muda. Salmonella
tidak bereaksi dengan urease sehingga media yang digunakan dalam pengujian
pada urea agar tidak berubah warna. Keberadaan reaksi positif ini tidak sesuai
dengan ciri-ciri Salmonella sehingga pengujian tidak dilanjutkan.

Gambar 14. Reaksi Indikasi Negatif Salmonella sp. pada Tahapan Uji Biokimia
Awal dari Media Urea Agar.
Telur yang terindikasi mengandung Salmonella sp. dibagi menjadi dua yaitu
menurut isi telur dan kerabang. Secara umum, ada dua jalan kemungkinan dari
cara kontaminasi Salmonella pada telur. Telur dapat terkontaminasi lewat

75

masuknya bakteri pada seluruh bagian kerabang dari koloni saluran pencernaaan
dan feses yang telah terkontaminasi selama atau setelah oviposisi. Kemungkinan
jalan kedua adalah kontaminasi secara langsung pada kuning telur, putih telur
serta membran dan kerabang telur sebelum oviposisi, sesuai menurut infeksi dari
organ reproduksi (Gantois et al., 2009). Ayam petelur dewasa yang terinfeksi
Salmonella enteritidis dapat membawa bakteri ini dalam usus besar dan terkumpul
pada feses. Hal ini menyebabkan terjadinya kemungkinan kontaminasi kerabang
telur (Saeed et al., 1999).
Bakteri-bakteri yang terdapat di permukaan luar kulit telur dapat masuk ke
dalam telur melalui pori-pori kulit telur, menuju ke kuning telur lalu berkembang
biak. Salmonella termasuk bakteri Gram negatif yang relatif tahan terhadap daya
antimikroba yang terkandung di dalam putih telur sehingga bakteri tersebut dapat
masuk sampai kuning telur dan berkembang biak (Gast et al., 2007). Selama
oviposisi, kontaminasi lingkungan pada area