Tinjauan Mengenai Negara Hukum

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritis

1. Tinjauan Mengenai Negara Hukum

Negara Hukum merupakan terjemahan dari rechtstaat ahli-ahli hukum Eropa Kontinental atau rule of law ahli-ahli hukum Anglosaxon. Ide Negara hukum, selain terkait dengan konsep rechtsstaat dan the rule of law, juga berkaitan dengan konsep nomocracy sebagai faktor penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan. Karena itu, istilah nomokrasi itu berkaita erat dengan ide kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Menurut Komisi Internasional Ahli Hukum, Konferensi di Bangkok tahun 1965 The International Commission of Jurists, pemerintah yang demokratis di bawah rule of law harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. Adanya perlindungan konstitusional; b. Adanya pemilihan umum yang bebas; c. Adanya badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak; d. Adanya kebebasan untuk menyatakan pendapat; e. Adanya kebebasan untuk berserikat berorganisasidan beroposisi f. Adanya pendidikan kewarganegaraan civic education. Profesor Utrecht membedakan antara Negara Hukum formil dan Negara Hukum materiil. Negara Hukum formil menyangkut pengertian hukum yang bersifat formil dan sempit yaitu dalam arti perundang- undangan tertulis, sedangkan negara hukum materiil yang lebih mutakhir, mencakup pula pengertian keadilan didalamnya. Pembedaan ini, menurut Jimly Asshiddiqie, memang dimaksudkan untuk menegaskan bahwa dalam konsepsi negara hukum itu, keadilan tidak serta-merta akan terwujud 18 commit to user secara substantif, terutama karena pengertian orang mengenai hukum itu sendiri dapat dipengaruhi oleh aliran pengertian hukum formil dan dapat pula dipengaruhi oleh aliran pikiran hukum utama. Jika hukum dipahami secara kaku dan sempit dalam arti perundang-undangan semata, niscaya pengertian negara hukum yang dikembangkan bersifat sempit dan terbatas serta belum tentu menjamin keadilan substantif. Karena itu, disamping istilah the rule of law oleh Friedman juga dikembangkan istilah rule of just law untuk memastikan bahwa dalam pengertian tentang the rule of law tercakup pengertian keadilan yang lebih essensial daripada sekedar memfungsikan peraturan perundang-undangan dalam arti sempit. Kalaupun istilah yang digunakan tetap the rule of law, pengertian yang bersifat luas itulah yang diharapkan dicakup dalam istilah the rule of law yang digunakan untuk menyebut konsepsi tentang Negara Hukum di zaman sekarang Majalah Konstitusi.2009. Edisi 26:16. Dari uraian-uraian diatas, dapat dirumuskan kembali adanya dua belas pokok prinsip Negara Hukum Rechtstaat yang merupakan pilar- pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya satu negara modern sehingga dapat disebut Negara Hukum yaitu Jimly Asshiddiqie.2005:151: a. Supremasi Hukum Supremacy of Law Adanya pengakuan normatif dan empirik akan prinsip supremasi hukum, yaitu bahwa semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Dalam perspektif supremasi hukum supremacy of law, pada hakikatnya pemimpin tertinggi negara yang sesungguhnya bukanlah manusia, tetapi konstitusi yang mencerminkan hukum yang tertinggi. Dalam republik yang menganut sistem presidensiil yang bersifat murni, konstitusi itulah yang sebenarnya commit to user lebih tepat untuk disebut sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan seperti dalam sistem pemerintahan parlementer. b. Persamaan dalam Hukum Equality before the Law Adanya persamaan kedudukan setiap orang dalam hukum dan pemerintahan, yang diakui secara normatif dan dilaksanakan secara empirik. Dalam rangka prinsip persamaan, segala sikap diskriminatif dalam segala bentuk dan manifestasinya diakui sebagai sikap dan tindakan yang terlarang, kecuali tindakan-tindakan yang bersifat khusus dan sementara guna mendorong dan mempercepat kelompok masyarakat tertentu atau kelompok warga masyarakat tertentu untuk mengejar kemajuan sehingga mencapai tingkat perkembangan yang sama dan setara dengan kelompok masyarakat yang jauh lebih maju. c. Asas Legalitas Due Process of Law Dalam setiap negara hukum, dipersyaratkan berlakunya asas legalitas dalam segala bentuknya Due Process of Law yaitu bahwa segala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis. d. Pembatasan Kekuasaan Adanya pembatasan kekuasaan negara dan organ-organ negara dengan cara menerapkan prinsip pembagian kekuasaan secara vertikal atau pemisahan kekuasaan secara horizontal. Sesuai dengan hukum besi kekuasaan, setiap kekuasaan pasti memiliki kecenderungan untuk berkembang menjadi sewenang-wenang. Karena itu, kekuasaan harus selalu dibatasi dengan cara memisah-misahkan kekuasaan ke dalam cabang-cabang yang bersifat checks and balances dalam kedudukan yang sederajat dan saling mengimbangi dan mengendalikan satu sama lain. Pembatasan kekuasaan juga dilakukan dengan membagi-bagi kekuasaan ke dalam commit to user beberapa organ yang tersusun secara vertikal. Dengan begitu, kekuasaan tidak tersentralisasi dan terkonsentrasi dalam satu organ atau satu tangan yang memungkinkan terjadinya kesewenang- wenangan. e. Organ-organ Eksekutif Independen Dalam rangka membatasi kekuasaan itu, di zaman sekarang berkembang pula adanya pengaturan kelembagaan pemerintahan yang bersifat independent, seperti bank sentral, organisasi tentara, organisasi kepolisian dan kejaksaan. Lembaga, badan atau organisasi-organisasi ini sebelumnya dianggap sepenuhnya berada dalam kekuasaan eksekutif, tetapi sekarang berkembang menjadi independen sehingga tidak lagi sepenuhnya merupakan hak mutlak seorang kepala eksekutif untuk menentukan pengangkatan atau pemberhentian pimpinannya. f. Peradilan yang bebas dan tidak memihak Adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak ini mutlak harus ada dalam setiap negara hukum. Dalam menjalankan tugas yudisialnya, hakim tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun juga, baik karena kepentingan jabatan politik maupun kepentingan uang. Untuk menjamin keadilan dan kebenaran, tidak diperkenankan adanya intervensi ke dalam proses pengambilan putusan keadilan oleh hakim, baik intervensi dari lingkungan kekuasaan eksekutif maupun legislatif ataupun dari kalangan masyarakat dan media massa. g. Peradilan Tata Usaha Negara Peradilan tata usaha negara juga menyangkut prinsip peradilan bebas dan tidak memihak, tetapi penyebutannya secara khusus sebagai pilar utama Negara Hukum. Dalam setiap negara hukum, harus terbuka kesempatan bagi tiap-tiap warga negara untuk menggugat keputusan pejabat administrasi negara. Pengadilan Tata Usaha Negara ini penting karena yang menjamin agar warga negara tidak dizalimi oleh commit to user keputusan-keputusan para pejabat administrasi negara sebagai pihak yang berkuasa. h. Peradilan Tata Negara Constitusional Court Dalam negara hukum modern diharapkan adanya jaminan tegaknya keadilan tiap-tiap warga negara dengan mengadopsikan gagasan Mahkamah Konstitusi dalam sistem ketatanegaraannya. Pentingnya Mahkamah Konstitusi adalah upaya memperkuat sistem check and balances antara cabang-cabang kekuasaan yang sengaja dipisah-pisahkan untuk menjamin demokrasi. i. Perlindungan Hak Asasi Manusia Adanya perlindungan konstitusional terhadap hak asasi manusia dengan jaminan hukum bagi tuntutan penegakannya melalui proses yang adil. Perlindungan terhadap hak asasi manusia tersebut dimasyarakatkan secara luas dalam rangka mempromosikan penghormatan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia sebagai ciri yang penting suatu negara hukum yang demokratis. j. Bersifat Demokratis Democratische Rechtstaat Dalam prinsip demokrasi yang menjamin peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan kenegaraan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dan ditegakkan mencerminkan perasaan keadilan yang hidup di tengah masyarakat. Hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak boleh ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh danatau hanya untuk kepentingan penguasa secara bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi. k. Berfungsi sebagai sarana mewujudkan Tujuan Bernegara Welfare Rechtstaat. commit to user Hukum adalah sarana untuk mencapai tujuan yang diidealkan bersama. Cita-cita hukum itu sendiri, baik yang dilembagakan melalui gagasan negara demokrasi maupun yang diwujudkan melalui gagasan negara hukum yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan umum. Bahkan sebagaimana cita-cita nasional yang dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tujuan bangsa Indonesia bernegara adalah dalam rangka melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. l. Transparansi dan Kontrol Sosial. Adanya transparansi dan kontrol sosial yang terbuka terhadap setiap proses pembuatan dan penegakan hukum, sehingga kelemahan dan kekurangan yang terdapat dalam mekanisme kelembagaan resmi dapat dilengkapi secara komplementer oleh peran serta masyarakat secara langsung dalam rangka menjamin keadilan dan kebenaran. Adanya partispasi langsung ini penting karena sistem perwakilan rakyat melalui parlemen tidak pernah dapat diandalkan sebagai satu- satunya saluran aspirasi rakyat. 2. Tinjauan mengenai Demokrasi a. Pengertian dan Hakikat Demokrasi Pengertian tentang demokrasi dapat dilihat dari tinjauan bahasa etimologis dan istilah terminologis. Secara etimologis, demokrasi berasal dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu demos yang berarti rakyat, dan cratos atau cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat disimpulkan sebagai pemerintahan rakyat. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat kekuasaan warga negara atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara commit to user tersebut. Demokrasi bila ditinjau dari terminologis Azyumardi Azra, 2000 : 110, sebagaimana dikemukakan beberapa para ahli, misalnya: 1 Joseph A. Schmeter, bahwa demokrasi adalah suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individu- individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat. 2 Sidney Hook, bahwa demokrasi merupakan bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa. 3 Phillipe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl yang menyatakan bahwa demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan dimana pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka di wilayah publik oleh warga negara yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerja sama dengan para wakil mereka yang telah terpilih. 4 Henry B. Mayo, bahwa demokrasi merupakan suatu sistem politik yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. 5 Affan Gaffar, bahwa demokrasi terbagi dalam dua bentuk yaitu pemaknaan secara normatif, ialah demokrasi yang secara ideal hendak dilakukan oleh suatu negara, dan pemaknaan secara empirik, yaitu demokrasi dalam perwujudannya pada dunia politik praktis. Berdasarkan berbagai pendapat di atas, maka dapat ditarik suatu pengertian dasar bahwa demokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan dimana kekuasaan berada di tangan rakyat, yang mengandung tiga unsur, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pemerintahan dari rakyat mengandung pengertian bahwa pemerintah yang berdaulat adalah pemerintah yang mendapat pengakuan dan didukung oleh rakyat. Legitimasi suatu pemerintahan sangat penting karena dengan legitimasi tersebut, pemerintahan yang berdaulat dapat menjalankan pemerintahannya serta program-program sebagai wujud dari amanat dari rakyat yang diberikan kepadanya. commit to user Pemerintahan oleh rakyat berarti bahwa pemerintah yang mendapat legitimasi amanat dari rakyat sudah seharusnya untuk tunduk pada pengawasan rakyat social control. Dengan adanya control tersebut, maka dapat sebagai tindakan preventif mengantisipasi ambisi keotoriteran para pejabat pemerintah. Pemerintahan untuk rakyat mengandung arti bahwa kekuasaan yang diberikan dari dan oleh rakyat kepada pemerintah harus dijalankan untuk kepentingan rakyat. Oleh karena itu, perlu adanya kepekaan pemerintah terhadap kebutuhan rakyat dan terhadap aspirasi rakyat yang perlu diakomodir yang kemudian di follow-up melalui pengeluaran kebijakan maupun melalui pelaksanaan program kerja pemerintah. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara eksekutif, yudikatif dan legislatif untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas independen dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Independensi dan kesejajaran dari ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances. Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung hanyalah sedikit dari sekian banyak makna kedaulatan rakyat. Peranannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilu sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir paradigma lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu commit to user tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. b. Asas-asas Demokrasi Dalam menentukan berlakunya suatu sistem demokrasi di suatu negara ialah ada tidaknya asas-asas demokrasi dalam sistem pemerintahan suatu negara. Adapun asas-asas demokrasi yaitu http:pendkewarganegaraansmpnasima.blogspot.com200901blogsp ot.html diakses tgl kamis 4 februari 2010 jam 15.15: 1 Adanya pengakuan hak – hak asasi manusia sebagai penghargaan terhadap martabat manusia Negara berperan aktif dalam memberikan perlindungan dan menjamin hak asasi manusia dengan diatur dalam peraturan perundanga-undangan yang mempunyai payung hukum yang jelas terhadap hak asasi manusia. Seperti di Indonesia, sudah ada pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 2 Adanya partisipasi dan dukungan rakyat kepada pemerintah Rakyat ikut serta menentukan kebijakan pemerintah yang bersifat asasi dan menguasai hajat hidup orang banyak sehingga pemerintah tidak dapat semena-mena dalam menentukan kebijakan, perlu adanya kontrol dari rakyat. Di sisi lain, pemerintah membutuhkan dukungan langsung dari rakyat dalam hal pemilihan wakil rakyat maupun pemilihan presiden. commit to user c. Faktor-faktor Penegak Demokrasi Mengingat sangat pentingnya demokrasi, maka perlu adanya faktor-faktor untuk menegakan demokrasi itu sendiri Azyumardi Azra, 2000 : 117 – 121. Ada empat faktor utama yaitu : 1 Negara hukum rechtstaat dan rule of law Konsep rechtsstaat adalah adanya perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia HAM, adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan pada lembaga negara, pemerintahan berdasarkan peraturan, serta adanya peradilan administrasi. Konsep dari rule of law yaitu adanya supremasi aturan-aturan hukum, adanya kedudukan yang sama di muka hukum equality before the law, serta adanya jaminan perlindungan HAM. Berdasarkan dua pandangan di atas, maka dapat ditarik suatu konsep pokok dari negara hukum adalah adanya jaminan perlindungan terhadap HAM, adanya supremasi hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan, adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan negara, dan adanya lembaga peradilan yang bebas dan mandiri. 2 Masyarakat madani Masyarakat madani dicirikan dengan masyarakat yang terbuka, yang bebas dari pengaruh kekuasaan dan tekanan negara, masyarakat yang kritis dan berpartisipasi aktif, serta masyarakat yang egaliter. Masyarakat yang seperti ini merupakan elemen yang sangat signifikan dalam membangun demokrasi. Demokrasi yang terbentuk kemudian dapat dianggap sebagai hasil dinamika masyarakat yang menghendaki adanya partisipasi. Selain itu, demokrasi merupakan pandangan mengenai masyarakat dalam kaitan dengan pengungkapan kehendak, adanya perbedaan pandangan, adanya keragaman dan konsensus. commit to user 3 Infrastruktur Infrastruktur politik yang dimaksud terdiri dari partai politik parpol, kelompok gerakan, serta kelompok kepentingan atau kelompok penekan. Partai politik merupakan suatu wadah struktur kelembagaan politik yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai, dan cita-cita yang sama yaitu memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dalam mewujudkan kebijakan- kebijakannya. Kelompok gerakan lebih dikenal dengan organisasi masyarakat, yang merupakan sekelompok orang yang berhimpun dalam satu wadah organisasi yang berorientasi pada pemberdayaan warganya. Kelompok kepentingan atau penekan adalah sekumpulan orang dalam suatu wadah organisasi yang didasarkan pada kriteria profesionalitas dan keilmuan tertentu. Dikaitkan dengan demokrasi, menurut Miriam Budiardjo, parpol memiliki empat fungsi yaitu sebagai sarana komunikasi politik, sebagai sarana sosialisasi politik, sebagai recruitment kader dan anggota politik, serta sebagai sarana pengatur konflik. Keempat fungsi tersebut merupakan pengejawantahan dari nilai- nilai demokrasi, yaitu adanya partisipasi serta kontrol rakyat melaui parpol. Sedangkan kelompok gerakan dan kelompok kepentingan merupakan perwujudan adanya kebebasan berorganisasi, kebebasan menyampaikan pendapat, dan melakukan oposisi terhadap negara dan pemerintah. 4 Pers yang bebas dan bertanggung jawab Pers yang dapat menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang obyektif melakukan kontrol sosial yang konstruktif menyalurkan aspirasi rakyat dan meluaskan komunikasi dan partisipasi masyarakat. Dalam hal ini perlu dikembangkan interaksi commit to user positif antara pers, pemerintah, dan masyarakat Sukarno, 1986 : 30. d. Model-model demokrasi Azyumardi Azra, 2000 : 134. 1 Demokrasi liberal, yaitu pemerintahan yang dibatasi undang- undang dan pemilihan umum bebas yang diselenggarakan dalam waktu yang tetap secara berkala. 2 Demokrasi terpimpin, yaitu dimana para pemimpin percaya bahwa segala tindakan mereka dipercaya rakyat tetapi menolak pemilihan umum yang bersaing sebagai “kendaraan” untuk menduduki kekuasaaan. 3 Demokrasi Pancasila, adalah dimana kedaulatan rakyat sebagai inti dari demokrasi. Karenanya rakyat mempunyai hak yang sama untuk menentukan dirinya sendiri. Begitu pula partisipasi politik yang sama semua rakyat. Untuk itu, Pemerintah patut memberikan perlindungan dan jaminan bagi warga negara dalam menjalankan hak politik. 4 Demokrasi sosial, adalah demokrasi yang menaruh kepedulian pada keadilan sosial dan egaliterianisme bagi persyaratan untuk memperoleh kepercayaan publik. 5 Demokrasi partisipasi, yang merupakan hubungan timbal balik antara penguasa dengan yang dikuasai. 6 Demokrasi consociational, yang menekankan proteksi khusus bagi kelompok-kelompok budaya yang menekankan kerja sama yang erat di antara elit yang mewakili bagian budaya masyarakat utama. 7 Demokrasi langsung, yang mana lembaga legislatif hanya berfungsi sebagai lembaga pengawas jalannya pemerintahan, sedangkan pemilihan pejabat eksekutif dan legislatif melalui pemilihan umum pemilu oleh rakyat secara langsung. 8 Demokrasi tidak langsung, yang mana lembaga parlemen sebagai wakil rakyat dituntut kepekaan terhadap berbagai hal yang commit to user berkaian dengan kehidupan masyarakat dalam hubungannya dengan pemerintah dan negara. Hal ini berarti rakyat tidak secara langsung berhadapan dengan pemerintah. 3. Tinjauan Mengenai Konstitusi a. Sejarah Konstitusi 1 Terminologi klasik Constitutio dan Politeia Dari sejarah klasik terdapat 2 perkataan yang berkaitan erat dengan pengertian kita sekarang tentang konstitusi , yaitu dalam perkataan Yunani kuno Politeia dan perkataan bahasa latin Constitutio yang juga berkaitan dengan kata jus. Dalam kedua perkataan politeia dan costitutio itulah awal mula gagasan konstitusionalisme diekspresikan oleh umat manusia beserta hubungan di antara kedua istilah tersebut dalam sejarah. Jika kedua istilah tersebut dibandingkan, maka dapat dikatakan bahwa yang paling tua usianya adalah Politeia yang berasal dari kebudayaan Yunani. Namun, dalam bahasa Yunani kuno tidak dikenal adanya istilah yang mencerminkan kata jus ataupun constituio seperti dalam tradisi romawi yang datang kemudian. Dalam keseluruhan sistem berfikir para filosof Yunani kuno, perkataan constitution seperti yang kita maksudkan sekarang, tidak dikenal. 2 Warisan Yunani kuno Aristoteles Menurut Aristoteles, klasifikasi konstitusi tergantung pada : a The ends pursued by states, and b The kind of authority exercised by their government Tujuan tertinggi dari Negara adalah a good life, dan hal ini merupakan kepentingan bersama seluruh warga masyarakat. Oleh karena itu, Aristoteles membedakan antara right Constitution dan commit to user wrong constution dengan ukuran kepentingan bersama. Jika konstitusi diarahkan untuk tujuan mewujudkan kepentingan bersama, maka konstitusi itu disebut konstitusi yang benar, tetapi jika sebaliknya konstitusi itu adalah kostitusi yang salah Jimly Asshiddiqie.2010:6. 3 Warisan Romawi Kuno Salah satu sumbangan penting filsof romawi, terutama setelah Cicero mengembangkan karyanya adalah pemikiran tentang hukum yang berbeda sama sekali dari tradisi yang sudah dikembangkan sebelumnya oleh para filosof kuno sebelumnya. Pada masa ini adalah awal mula dipakainya istilah lex yang kemudian menjadi kata kunci untuk memahami konsepsi politik dan hukun di zaman Romawi kuno. Penggunaan perkataan lex tampaknya dianggap lebih luas cakupan maknanya. Konstitusi mulai dipahami sebagai sasuatu yang berada di luar dan bahkan diatas negara. Tidak seperti masa sebelumnya, konstitusi mulai dipahami sebagai lex yang menentukan bagaimana bangunan kenegaraan harus dikembangkan sesuai prinsip the higher law. Prinsip hierarki hukum juga makin dipahami secara tegas kegunaannya dalam praktik penyelenggaraan kekuasaan. 4 Warisan Islam Konstitusionalisme dan Piagam Madinah Piagam tertulis pertama dalam sejarah umat manusia yang dapat dibandingkan dengan pengertian konstitusi dalam arti modern dalam Piagam Madinah. Piagam ini dibuat atas persetujuan bersama antara Nabi Muhammad SAW dengan wakil-wakil penduduk kota Madinah tidak lama setelah beliau hijrah dari Mekkah ke Madinah. commit to user Dapat dikatakan bahwa lahirnya Piagam Madinah pada abad ke 7 M itu merupakan inovasi yang paling penting selama abad-abad pertengahan yang memulai suatu tradisi baru adanya perjanjian bersama di antara kelompok-kelompok masyarakat untuk bernegara dengan naskah perjanjian yang dituangkan dalam bentuk yang tertulis. 5 Terminologi konstitusi modern Konstitusi bukanlah undang-undang biasa. Ia tidak ditetapkan oleh lembaga legislatif yang biasa, tetapi oleh badan yang lebih khusus dan lebih tinggi kedudukannya. Jika norma hukum yang terkandung di dalamnya bertentangan dengan norma hukum yang terdapat dalam undang-undang, maka ketentuan undang-undang dasar itulah yang berlaku, sedangkan undang- undang harus memberikan jalan untuk itu. Oleh karena itu, dikembangkannya pengertian constituent power berkaitan dengan pengertian hierarki hukum hierarchy of law. Konstitusi merupakan hukum yang paling tinggi serta paling fundamental sifatnya karena konstitusi merupakan sumber legitimasi atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan perundang-undangan lainnya. b. Pengertian Konstitusi Menurut istilah, konstitusi adalah keseluruhan dari peraturan- peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana suatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat. Pengertian konstitusi menurut Carl Schmitt, membagi konstitusi dalam empat pengertian sebagai berikut Dasril Radjab, 2006:48-51: commit to user 1 Konstitusi dalam arti absolut yang diperinci menjadi empat bagian yaitu: a Konstitusi dianggap sebagai satuan organisasi yang nyata, mencakup semua bangunan hukum dari semua organisasi yang ada dalam negara. b Konstitusi sebagai bentuk negara. Yang dimaksud dengan bentuk negara adalah negara dalam arti keseluruhannya. Bentuk negara itu bisa demokrasi atau monarki. Demokrasi baik langsung maupun memerintah dirinya sendiri sehingga antara yang memerintah dan yang diperintah identik dengan rakyat. c Konstitusi sebagai faktor integrasi. Faktor ini bisa abstrak dan fungsional. Abstrak misalnya hubungan antara bangsa dan negara dengan lagu kebangsaannya. Dikatakan fungsional karena tugas konstitusi mempersatukan bangsa melalui pemilu, pembentukan kabinet, referendum dan sebagainya. d Konstitusi sebagai suatu sistem tertutup dari norma-norma hukum yang tertinggi di dalam negara, jadi konstitusi itu merupakan norma dasar sebagai sumber bagi norma-norma lain yang berlaku di dalam negara. 2 Konstitusi dalam arti relative Konstitusi dalam arti relatif dimaksudkan sebagai konstitusi yang dihubungkan dengan kepentingan suatu golongan tertentu di dalam masyarakat. Golongan utama adalah golongan borjuis liberal yang menghendaki adanya jaminan dari penguasa agar hak-haknya tidak dilanggar. 3 Konstitusi dalam arti positif Carl Schmitt menjelaskan pengertian konstitusi dalam arti positif dihubungkan dengan ajaran dezisionisme, yaitu ajaran commit to user tentang keputusan. Menurutnya, konstitusi dalam arti positif itu mengandung pengertian sebagai keputusan politik yang tertinggi. 4 Konstitusi dalam arti ideal Disebut konstitusi ideal karena konstitusi itu idaman dari kaum borjuis sebagai jaminan bagi rakyat agar hak-hak asasinya dilindungi. Menurut F. Lasele konstitusi dibagi menjadi 2 pengertian, yakni Dahlan Thaib; Jasim Hamidi; Ni’matul Huda, 2001:10: 1 Sosiologis dan politis. Secara sosiologis dan politis, konstitusi adalah sintesa faktor- faktor kekuatan yang nyata dalam masyarakat. Jadi konstitusi menggambarkan hubungan antara kekuasaan-kekuasaan yang terdapat dengan nyata dalam suatu negara. 2 Yuridis. Secara yuridis konstitusi adalah suatu naskah yang memuat semua bangunan negara dan sendi-sendi pemerintahan c. Tujuan, Fungsi dan Ruang Lingkup Konstitusi 1 Tujuan Konstitusi Taufiqurrohman Syahuri,2004:28-29 Secara garis besar, tujuan konstitusi adalah membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah, menjamin hak-hak rakyat yang diperintah dan menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Sedangkan fungsi konstitusi adalah sebagai dokumen nasional dan alat untuk membentuk sistem politik dan sistem hukum negara. 2 Fungsi Konstitusi Menurut Jimly Asshidiqie dalam buku hukum konstitusi, konstitusi memiliki fungsi-fungsi yang diperinci sebagai berikut: a Fungsi penentu dan pembatas kekuasaan organ negara. commit to user b Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara. c Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara dengan warga negara. d Fungsi pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan negara ataupun kegiatan penyelenggaraan kekuasaan negara. e Fungsi penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan yang asli kepada organ negara. f Fungsi simbolik sebagai pemersatu, sebagai rujukan identitas dan keagungan kebangsaan serta sebagai center of ceremony. g Fungsi sebagai sarana pengendalian masyarakat, baik dalam arti sempit hanya di bidang politik, maupun dalam arti yang luas mencakup bidang sosial dan ekonomi. h Fungsi sebagai sarana perekayasa dan pembaruan masyarakat. 3 Ruang Lingkup Konstitusi Menurut A. A. H. Struycken ruang lingkup konstitusi meliputi: a Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau b Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa c Pandangan tokoh bangsa yang hendak diwajibkan, baik waktu sekarang maupun untuk masa yang akan datang. d Suatu keinginan dengan perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin. d. Klasifikasi Konstitusi K. C. Weare mengklasifikasikan konstitusi menjadi 5, yaitu: 1 Konstitusi tertulis dan tidak tertulis Konstitusi tertulis adalah konstitusi dalam bentuk dokumen yang memiliki “kesakralan khusus” dalam proses perumusannya. Konstitusi tidak tertulis adalah konstitusi yang lebih berkembang atas dasar adat-istiadat dari pada hukum tertulis dan tidak dituangkan dalam suatu dokumen. 2 Konstitusi fleksibel dan konstitusi rigid commit to user Konstitusi fleksibel adalah Konstitusi yang dapat diubah atau diamandemen tanpa adanya prosedur khusus. Dalam konstitusi fleksibel mempunyai ciri pokok yaitu: a Elastis, dapat dengan mudah menyesuaikan dirinya. b Diumumkan dan diubah dengan cara yang sama seperti undang-undang. Konstitusi kaku adalah konstitusi yang mempersyaratkan prosedur khusus untuk perubahan atau amandemennya. Dalam konstitusi rigid mempunyai ciri pokok yaitu a Mempunyai kedudukan dan derajat yang lebih tinggi daripada peraturan perundang-undangan yang lain. b Hanya dapat diubah dengan cara yang khusus atau istimewa. 3 Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi tidak derajat tinggi Konstitusi derajat tinggi ialah konstitusi yang mempunyai kedudukan tertinggi dalam negara. Konstitusi tidak derajat tinggi ialah konstitusi yang tidak mempunyai kedudukan serta derajat seperti konstitusi derajat tinggi. 4 Konstitusi serikat dan konstitusi kesatuan Bentuk ini berkaitan dengan bentuk negara, jika negara itu serikat maka akan didapatkan sistem pembagian kekuasaan antara pemerintah negara serikat dengan pemerintah negara bagian. 5 Konstitusi sistem pemerintahan presidensial dan konstitusi sistem pemerintahan parlementer Ciri-ciri sistem pemerintahan presidensial : a Presiden dipilih langsung oleh rakyat atau dewan pemilih b Presiden bukan pemegang kekuasaan legislatif commit to user c Presiden tidak dapat membubarkan pemegang kekuasaan legislatif dan tidak dapat memerintahkan diadakan pemilihan. d Disamping sebagai kepala negara, Presiden juga sebagai kepala pemerintahan. Ciri-ciri sistem pemerintahan parlementer: a Kabinet yang dipilih Perdana Menteri dibentuk atau berdasarkan ketentuan yang menguasai parlemen b Para anggota kabinet sebagian atau seluruhnya adalah anggota parlemen c Kepala negara dengan saran Perdana Menteri dapat membubarkan parlemen dan memerintahkan diadakannya pemilu. d Perdana Menteri bertanggung jawab kepada parlemen. e. Nilai-nilai konstitusi Dalam praktek ketatanegaraan sering terjadi suatu konstitusi yang tertulis Undang-Undang Dasar tidak berlaku secara sempurna karena salah satu atau beberapa pasalnya tidak berlaku secara efektif. Ketidakefektifan ini dipengaruhi olehtidak mempunyai konstitusi menyesuaikan dengan perkembangan praktek ketatanegaraan, selain itu juga dipengaruhi oleh pihak pemerintah yang melaksanakan undang-undang dasar itu. Sehubungan dengan hal tersebut Karl Lowenstein membuat tiga jenis penilaian sebagai berikut Dasril Radjab, 2006:55-57: 1 Nilai Normatif Apabila suatu konstitusi telah resmi diterima oleh suatu bangsa dan bagi mereka konstitusi bukan saja berlaku di dalam arti hukum, tetapi juga merupakan suatu kenyataan dalam arti sepenuhnya dan efektif. Dengan begitu, konstitusi dapat dilaksanakan secara mutlak dan konsekuen. commit to user 2 Nilai Nominal Konstitusi menurut hukum memang berlaku tetapi kenyataannya tidak sempurna. Ketidaksempurnaan berlakunya konstitusi tertulis sering kali berbeda dengan yang dipraktekkan sebab sebagaimana telah diketahui konstitusi dapat berubah baik karena perubahan formil seperti yang tercantum dalam konstitusi itu maupun karena konvensi ketatanegaraan. 3 Nilai Semantik Konstitusi secara hukum berlaku, tetapi dalam kenyataannya hanya sekedar untuk membentuk dari tempat yang ada dan untuk melaksanakan kekuasaan politik. Jadi konstitusi hanya sekadar istilah saja, sedangkan pelaksanaannya sering dikaitkan dengan kepentingan penguasa. Contoh: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada waktu orde Lama. f. Prinsip-prinsip Umum Perubahan Konstitusi 1 Sistem Amandemen Taufiqurrohman Syahuri,2004:43-46 Pengertian perubahan konstitusi dapat juga mencakup dua pengertian, yaitu: a Amandemen Konstitusi Constitutional Amandment b Pembaruan Konstitusi Constitutional Reform Namun demikian, secara khusus, apabila dilihat dari segi sistem atau bentuk perubahan konstitusi secara teori, istilah amandemen konstitusi memiliki makna tersendiri untuk membedakan dengan sistem perubahan konstitusi lain. Secara umum, sistem yang dianut oleh negara-negara dalam mengubah konstitusinya dapat digolongkan ke dalam dua sistem perubahan. Pertama, apabila suatu konstitusi diubah maka yang akan berlaku adalah konstitusi yang baru secara keseluruhan, sehingga tidak ada commit to user kaitannya lagi dengan konstitusi lama. Sistem ini masuk kedalam kategori pembaruan konstitusi. Kedua, sistem perubahan konstitusi, dimana konstitusi yang asli tetap belaku, sementara bagian perubahan atas konstitusi tersebut merupakan adendum atau sisipan dari konstitusi yang asli. Dengan kata lain, bagian yang diamandemen merupakan atau menjadi bagian dari konstitusinya. Jadi, antara bagian perubahan dan bagian konstitusi aslinya masih terkait. Keberlakuan konstitusi dengan sistem perubahan inipun masih didasarkan kepada saat berlakunya konstitusinya yang lama, sehingga nilai-nilai lama dalam konstitusi asli yang belum diubah masih tetap eksis. 2 Jalur Yuridis dan Nonyuridis Secara garis besar, perubahan konstitusi dapat dilaksanakan melalui dua jalan yaitu: a Jalan Yuridis Formal Perubahan konstitusi yang dilakukan sesuai dengan ketentuan formal mengenai perubahan konstitusi yang terdapat di dalam konstitusi sendiri dan mungkin diatur dalam peraturan perundangan lain. b Jalan Nonyuridis formal atau jalan politis Perubahan konstitusi tersebut biasanya terjadi karena sebab tertentu atau keadaan khusus yang mendorong terjadinya perubahan konstitusi. Perubahan demikian dapat berupa perubahan konstitusi secara total atau sebagian saja sesuai dengan kebutuhannya. Perubahan konstitusi secara politis atau sebagai suatu kenyataan ini kalau berjalan dan dapat diterima oleh segala lapisan masyarakat, maka perubahan demikian secara yuridis adalah sah sehingga memiliki kekuatan yuridis commit to user 4. Tinjauan Mengenai Mahkamah Konstitusi Menurut Taufiqurrohman Syahuri dalam Berita Mahkamah Konstitusi 2005:6, Mahkamah konstitusi merupakan salah satu lembaga tinggi negara yang masuk dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang mempunyai posisi sejajar dengan lembaga lain, seperti: Presiden, DPR, MPR dan BPK, seperti: Presiden, DPR, MPR dan BPK. Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman mempunyai peranan penting dalam usaha menegakkan konstitusi dan prinsip Negara hukum sesuai dengan tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini berarti Mahkamah Konstitusi terikat pada prinsip umum penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lembaga lainnya dalam menegakkan keadilan. a. Latar Belakang Pembentukan Mahkamah Konstitusi RI Pemikiran mengenai pentingnya suatu Mahkamah Konstitusi telah muncul dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, sebelum Indonesia Merdeka Jimly Asshiddiqie, 2005 : 11. Pada saat pembahasan rancangan Undang-Undang Dasar Negara dalam rapat di Badan Penyidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, Prof. Muhammad Yamin mengusulkan agar dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dicantumkan ketentuan Mahkamah Agung MA berhak menetapkan bahwa suatu Undang- Undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Ni’matul Huda, 2003 : 203-204 Akan tetapi usul tersebut ditolak oleh Soepomo. Alasan penolakan yang diajukan oleh Soepomo antara lain: 1 Tidak ada kebulatan pendapat antara ahli tata negara dalam soal itu; commit to user 2 Perselisihan tentang apakah suatu Undang-Undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar atau tidak, pada umumnya bukan soal yuridis, tetapi soal politis; 3 Adanya kewenangan judicial review pada Mahkamah Agung merupakan konsekuensi dari sistem Trias Politica yang tidak dianut dalam Undang-Undang Dasar yang dipersiapkan BPUPKI, karena itu tidaklah tepat bila kekuasaan kehakiman mengontrol legislatif pembentuk Undang-Undang; 4 Para ahli hukum sama sekali belum mempunyai pengalaman dalam soal tersebut dan tenaga-tenaganya belum begitu banyak, jadi belum waktunya bagi negara yang muda untuk melakukan pekerjaan itu Ni’matul Huda, 2003 : 204. Pada saat pemabahasan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam era reformasi muncul kembali pendapat mengenai pentingnya suatu Mahkamah Konstitusi. Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam era reformasi telah menyebabkan MPR tidak lagi berkedudukan sebagai lembaga tertinggi Negara dan supremasi konstitusi. Karena perubahan yang mendasar ini maka perlu disediakan sebuah mekanisme institusional dan konstitusional serta hadirnya lembaga negara yang mengatasi kemungkinan sengketa antar lembaga negara yang kini telah menjadi sederajat serta saling mengimbangi dan saling mengendalikan checks and balance, yaitu Mahkamah Konstitusi. Seiring dengan hali itu muncul desakan agar tradisi pengujian peraturan perundang-undangan perlu ditingkatkan tidak hanya terbatas pada peraturan dibawah Undang-Undang melainkan juga atas Undang-Undang Dasar. Kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar itu diberikan kepada sebuah mahkamah tersendiri diluar Mahkamah Agung. Atas dasar pemikiran itu, adanya Mahkamah Konstitusi yang terdiri sendiri commit to user disamping Mahkamah Agung menjadi sebuah keniscayaan Jimly, 2005: 12-13. Setelah melalui proses pembahasan yang mendalam, cermat dan demokratis, akhirnya ide pembentukan Mahkamah Konstitusi menjadi kenyataan dengan disahkannya: a. Pasal 24 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan: “Kekuasan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi ” b. Pasal 24 C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan: 1 Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum; 2 Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden san atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar: 3 Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden; commit to user 4 Ketua dan Wakil ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi; 5 Hakim Konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat Negara; 6 Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan Undang-Undang. Dengan disahkannya dua pasal tersebut, maka Indonesia menjadi Negara ke-78 yang membentuk Mahkamah Konstitusi. b. Tugas dan Wewenang Mahkamah Konstitusi Berdasarkan Pasal 24C ayat1 dan 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menggariskan wewenang Mahkamah Konstitusi sebagai berikut: 1 Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang- Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilu. 2 Mahkamah Konstitusi wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran Presiden danatau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. Wewenang Mahkamah Konstitusi tersebut secara khusus diatur lagi dalam Pasal 10 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dengan merinci sebagai berikut: 1 Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 commit to user Pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar merupakan tugas yang mendominasi kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagaimana tampak dari permohonan yang masuk dan terdaftar di kepaniteraan MK. a Pengujian Formal Pengujian secara formal secara singkat disebut dalam Pasal 51 ayat 3 huruf a, yang menyatakan pemohon wajib menguraikan dengan jelas bahwa “pembentukan undang- undang tidak memenuhi ketentuan berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945”. Pengujian secara formal akan melakukan pengujian atas dasar kewenangan dalam pembentukan Undang-Undang dan prosedur yang harus ditempuh dari tahap drafting sampai dengan pengumuman dalam lembaran negara yang harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b Pengujian Materiil Berdasarkan Pasal 51 ayat 3 huruf b Dalam permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 2, pemohon wajib menguraikan dengan jelas bahwa “materi muatan dalam ayat, pasal, danatau bagian undang-undang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945” mengatur tentang uji materiil dengan mana materi muatan ayat, pasal, danatau bagian undang-undang yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat diminta untuk dinyatakan sebagai tidak mempunyai kekuatan mengikat secara hukum. Yang boleh diuji juga hanya ayat, pasal tertentu atau bagian Undang-Undang saja dengan konsekuensi hanya bagian, ayat, dan pasal tertentu saja yang dianggap bertentangan dengan konstitusi dan karenanya dimohon tidak mempunyai commit to user kekuatan mengikat secara hukum hanya sepanjang mengenai ayat, pasal dan bagian tertentu dari undang-undang yang bersangkutan. Akan tetapi dengan membuang kata yang merupakan bagian kalimat dalam pasal tersebut makna pasal tersebut dapat berubah sama sekali dan dipandang dengan demikian tidak lagi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2 Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sengketa kewenangan antar lembaga negara secara jelas memperoleh batasan bahwa lembaga negara tersebut hanyalah lembaga negara yang memperoleh kewenangannya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga jelas meskipun dapat terjadi multitafsir dapat dilihat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 lembaga negara mana yang memperoleh kewenangannya secara langsung dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena Undang-Undang Dasar adalah juga mengatur organisasi negara dan wewenangnya. Bahwa lembaga negara tersebut harus merupakan organ konstitusi yaitu baik yang dibentuk berdasarkan konstitusi maupun yang secar langsung wewenangnya diatur dan diturunkan dari Undang- Undang Dasar. 3 Memutus pembubaran partai politik Berbeda dengan permohonan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar dimana akses terhadap Mahkamah Konstitusi tampaknya agak luas yang memiliki standing untuk mengajukan permohonan pembubaran partai politik sebagaimana commit to user diatur dalam Pasal 68 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi hanya pemerintah. Berdasarkan Pasal 68 ayat 2 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi mewajibkan pemerintah sebagai pemohon untuk menguraikan dengan jelas tentang ideologi, asas, tujuan, program dan kegiatan partai politik. Yang semuanya bertentangan dengan Undang-Undang Dasar merupakan alasan partai politik tersebut untuk dibubarkan. Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai pembubaran Partai Politik, dilakukan dengan pembatalan pendaftaran partai pada pemerintah. 4 Memutus Perselisihan Tentang Hasil Pemilihan Umum. Perselisihan ini terkait dengan penetapan hasil pemilihan umum secara nasional yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum KPU yang mengakibatkan seorang yang harusnya terpilih baik seorang anggota DPD, DPR maupun DPRD atau mempengaruhi langkah calon PresidenWakil Presiden melangkah keputaran kedua pemilihan PresidenWakil Presiden atau mempengaruhi calon terpilih menjadi PresidenWakil Presiden. Hal itu terjadi karena adanya kekeliruan dalam penghitungan suara hasil pemilu. Yang dapat menjadi pemohon dalam perselisihan hasil pemilu yaitu: a Perorangan warga negara Indonesia calon anggota DPD peserta pemilu. b Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden peserta pemilu; c Partai politik peserta pemilu. Yang dapat menjadi termohon adalah Komisi Pemilihan Umum dan meskipun asal perselisihan adalah di daerah pemilihan commit to user tertentu yang hasil perhitungan awal dilakukan oleh Panitia Pemungutan Suara PPS yang kemudian direkapitulasi ke Panitia Pemilihan Kecamatan PPK dan dilanjutkan ke KPU Kabupaten, KPU tingkat provinsi dan penetapan hasil pemilihan umum secara nasional dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum KPU Pusat di Jakarta. Pada intinya permohonan perselisihan hasil pemilu mengajukan dua hal pokok yaitu adanya kesalahan perhitungan yang dilakukan oleh KPU dan hasil perhitungan yang benar menurut pemohon. Dasar perhitungan pemohon harus didasarkan pada alat-alat bukti yang dapat menunjukkan ketidakbenaran perhitungan KPU. Dan berdasarkan hal tersebut pemohon meminta agar Mahkamah Konstitusi membatalkan hasil perhitungan suara yang dumumkan KPU dan agar Mahkamah Konstitusi menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon Pasal 75 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. 5 Mahkamah Konstitusi wajib memberi putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden danatau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, danatau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden danatau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Maruara Siahaan.2005:15. 5. Tinjauan mengenai Hukum Acara Mahkamah Konstitusi a. Pengertian Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 2 Undang-undang Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga commit to user negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah Konstitusi sebagai bagian dari kekuasaan kehakiman yang menjalankan fungsi peradilan, maka tata cara dan prosedur pelaksanaannya diatur lebih lanjut dalam ketentuan hukum acara, yaitu hukum acara Mahkamah Konstitusi. Eksistensi hukum acara sebagai hukum formil mempunyai kedudukan penting dan strategis dalam upaya menegakkan hukum materiel di lembaga peradilan. Sebagai hukum formil Hukum Acara Mahkamah Konstitusi berfungsi menegakkan, mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum materiel Mahkamah Konstitusi dalam lingkungan peradilan Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu, baik hukum materiel maupun hukum formil Mahkamah Konstitusi, keduanya mempunyai hubungan yang erat satu sama lain. Hukum materiel tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya hukum formil, karena untuk tegaknya hukum materiel diperlukan adanya hukum formil dan begitu pula sebaliknya. Peradilan tanpa hukum materiel akan lumpuh, karena tidak tahu apa yang hendak dijelmakan. Sebaliknya, peradilan tanpa hukum formil juga akan liar karena tidak ada batas yang jelas dalam melakukan wewenang. Di dalam hukum acara dikenal dua jenis proses beracara, yaitu “contentious procesrecht” dan “noncontentious procesrecht”. Contentious procesrecht adalah hukum acara yang bersifat mengadili dan menyelesaikan suatu sengketa, di mana sekurang-kurangnya melibatkan dua pihak yang saling berlawanan. Sedangkan noncontentious procesrecht atau disebut juga volluntaire procesrecht adalah hukum acara yang di dalamnya tidak mengandung penyelesaian suatu sengketa, oleh karena itu hanya melibatkan satu pihak saja yang disebut pemohon. Untuk proses beracara di Mahkamah Konstitusi commit to user selain digunakan hukum acara yang mengandung sengketa, juga digunakan acara non sengketa yang bersifat volunteer Bambang Sutiyoso, 2006: 33. b. Sumber hukum Acara Mahkamah Konstitusi Sumber hukum merupakan tempat dari mana materi hukum tersebut diambil, yang merupakan faktor-faktor yang membantu pembentukan hukum. Sumber hukum acara Mahkamah Konstitusi yang utama adalah: 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya pasal 24 C yang mengatur tentang kewenangan Mahkamah Konstitusi. 2 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. 3 Peraturan mahkamah konstitusi Nomor 02PMK2003 tentang Tata tertib persidangan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. 4 Peraturan mahkamah Konstitusi Nomor 04PMK2004 tentang pedoman beracara dalam perselisihan Hasil Pemilihan Umum. 5 Peraturan Mahkamah konstitusi Nomor 05PMK2004 tentang Prosedur Pengajuan keberatan atas Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004 6 Yurisprudensi Mahkamah Konstitusi 7 Doktrin para ahli hukum. c. Asas-Asas hukum Mahkamah Konstitusi Asas hukum merupakan pokok pikiran umum yang menjadi latar belakang dari pengaturan hukum yang konkret hukum positif. Mengingat hukum acara Mahkamah Konstitusi adalah aturan hukum yang hendak menegakkan dan mempertahankan berlakunya hukum materiel Mahkamah Konstitusi yang bersifat publik, maka pada commit to user hakikatnya Hukum Acara Mahkamah Konstitusi juga tunduk pada asas-asas hukum publik di samping asas-asas umum lainnya yang berlaku dalam peradilan. Beberapa asas-asas hukum acara Mahkamah Konstitusi yang penting diantaranya adalah: 1 Asas independensi Noninterfentif Asas ini ditegaskan dalam ketentuan pasal 2 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yang menegaskan bahwa: “Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”. 2 Asas Praduga Rechmatige Sebelum ada keputusan Mahkamah Konstitusi, objek yang menjadi perkara misalnya permohonan untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, maka Undang-Undang tersebut harus selalu dianggap sah atau telah sesuai dengan hukum sebelum putusan hakim konstitusi menyatakan sebaliknya. Konsekuensinya, akibat putusan hakim konstitusi tersebut adalah “ex nunc”, yaitu dianggap ada sampai saat pembatalannya. Artinya, akibat ketidaksahan undang-undang karena bertentangan dengan Undang- Undang Dasar, misalnya tidaklah berlaku surut namun sejak pernyataan bertentangan oleh Mahkamah Konstitusi ke depan Bambang Sutiyoso, 2006 : 40. 3 Asas Sidang Terbuka untuk Umum Pasal 40 ayat 1 menyatakan bahwa : “Sidang Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum, kecuali rapat permusyawaratan hakim”. commit to user Dengan demikian persidangan yang dilakukan Mahkamah Konstitusi dapat diakses oleh publik, dalam arti setiap orang boleh hadir untuk mendengar dan menyaksikan jalannya persidangan. Asas ini membuka “social control” dari masyarakat agar jalannya persidangan berlangsung secara fair dan obyektif. 4 Asas Hakim Majelis Asas ini ditegaskan dalam pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa: 1 Mahkamah Konstitusi memeriksa, mengadili dan memutus dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi dengan 9 sembilan orang hakim konstitusi yang dipimpin oleh Ketua Mahkamah Konstitusi. 2 Dalam hal Ketua Mahkamah Konstitusi berhalangan memimpin sidang pleno sebagaimana dimaksud pada ayat 1, sidang dipimpin oleh Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi. 3 Dalam hal Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi berhalangan pada waktu yang bersamaan, sidang pleno dipimpin oleh ketua sementara yang dipilih dari dan oleh Anggota Mahkamah Konstitusi. 5 Asas Objektivitas Untuk tercapainya putusan yang adil, maka hakim atau panitera wajib mengundurkan diri apabila terkait hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai sederajat ketiga atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan tergugat, penggugat, atau penasihat hukum atau antara hakim dan salah seorang hakim atau panitera juga terdapat hubungan sebagaimana yang disebutkan di atas, atau hakim atau panitera tersebut mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung. commit to user 6 Asas keaktifan hakim konstitusi dominus litis Hakim konstitusi cukup berperan dalam melakukan penelusuran dan eksplorasi untuk mendapatkan kebenaran melalui alat bukti yang ada. Asas ini tercermin salah satunya dari asas pembuktian yang menunjukkan bahwa hakim konstitusi dapat mencari kebenaran material yang tidak terikat dalam menentukan atau memberi penilaian terhadap kekuatan alat buktinya. 7 Asas pembuktian bebas Asas ini diadopsi sepenuhnya dalam lembaga Mahkamah Konstitusi untuk memberikan peluang kepada hakim konstitusi untuk mencari kebenaran materiel melalui pembuktian bebas. Dengan demikian, hakim konstitusi dapat leluasa untuk menentukan alat bukti, termasuk alat bukti yang tergolong baru, tidak dikenal dalam kelaziman hukum acara. 8 Asas Putusan berkekuatan hukum tetap dan bersifat final Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan tidak dimungkinkan untuk diajukan upaya hukum lebih lanjut, seperti banding, kasasi dan seterusnya. 9 Asas putusan mengikat secara “Erga Omnes” Kewibawaan suatu putusan yang dikeluarkan institusi peradilan terletak pada kekuatan mengikatnya. Putusan Mahkamah Konstitusi merupakan putusan yang tidak hanya mengikat para pihak, tetapi juga harus ditaati oleh siapapun erga omnes. Asas ini tercermin dari ketentuan yang menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi langsung dapat dilaksanakan dengan tidak memerlukan lagi keputusan pejabat yang berwenang kecuali peraturan perundang-undangan mengatur lain. commit to user 10 Asas sosialisasi Hasil keputusan wajib diumumkan dan dilaporkan secara berkala kepada masyarakat terbuka. 11 Asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan Untuk memenuhi harapan para pencari keadilan, maka pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan acara yang efisien dan efektif serta dengan biaya perkara yang dapat terpikul oleh rakyat. Namun demikian, dalam pemeriksaan dan penyelesaian perkara tidak mengorbankan ketelitian dalam mencari kebenaran dan keadilan. d. Permohonan dalam hukum acara mahkamah konstitusi. 1 Persyaratan Pengajuan Permohonan Bagi pihak-pihak yang merasa hak-hak konstitusionalnya dilanggar dapat mengajukan perkaranya kepada Mahkamah Konstitusi untuk memperoleh penyelesaian sebagaimana mestinya, yaitu dengan mengajukan permohonan sesuai lingkup permasalahannya. Dengan demikian, diharapkan nantinya hak-hak konstitusional yang bersangkutan dapat dipulihkan dan mendapatkan perlindungan konstitusional secara memadai. Permohonan ini harus diajukan secara tertulis sesuai aturan yang berlaku dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, yang dimaksud dengan: “Permohonan adalah permintaan yang diajukan secara tertulis kepada Mahkamah Konstitusi mengenai: a. Pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; commit to user b. Sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. Pembubaran partai politik; d. Perselisihan tentang hasil pemilihan umum; atau e. Pendapat DPR bahwa Presiden danatau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, danatau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden danatau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2 Pihak-pihak yang berperkara dan legal standing Pihak-pihak yang menganggap hak dan kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang dapat mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi agar dapat diselesaikan sebagaimana mestinya. Pihak yang mengajukan permohonan ini disebut dengan istilah pihak pemohon, sedangkan pihak lawannya disebut pihak termohon. Berdasarkan ketentuan pasal 51 ayat 1 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, pihak-pihak yang memenuhi kapasitas sebagai pemohon dalam hal ini adalah: a Perorangan warga Negara Indonesia; b Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Repulik Indonesia yang diatur dalam Undang- Undang; c Badan hukum publik atau privat; atau d Lembaga Negara commit to user Permohonan dalam lingkungan Mahkamah Konstitusi diajukan secara “legal standing”, yaitu apabila menganggap hak dan kewenangan konstitusinya dirugikan oleh berlakunya Undang- Undang. Pemohon memperoleh legal standing atau kedudukanhak gugat secara otomatis juga mewakili kepentingan orang lain yang juga menganggap hak dan atau kewenangan konstitusinya dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang. e. Alat bukti dan sistem pembuktian 1 Pengertian pembuktian Pada hakikatnya yang diamksud dengan pembuktian adalah penyajian alat-alat bukti kepada pihak lain untuk memberikan kepastian atau keyakinan tentang kebenaran suatu peristiwa. 2 Alat-alat bukti Ketentuan mengenai pembuktian yang berlaku di lingkungan Mahkamah Konstitusi diatur dalam pasal 36 sampai dengan pasal 38 undang-undang mahkamah konstitusi. Dilihat dari jenis alat-alat buktinya, hukum acara mahkamah konstitusi sudah berupaya mengakomodir kebutuhan dan perkembangan hukum masyarakat, khususnya berkaitan dengan bukti-bukti elektronik. Dalam pasal 36 ayat 1 disebutkan ada 6 macam alat bukti yang dapat dipergunakan, yaitu: a Surat atau tulisan; b Keterangan saksi; c Keterangan ahli; d Keterangan para pihak; e Petunjuk; dan alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dkirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat pptik atau yang serupa dengan itu. commit to user 3 Sistem pembuktian Sistem pembuktian dalam persidangan di lingkungan Mahkamah Konstitusi dalam rangka memperoleh kebenaran materiel. Kebenaran materiel tidak semata-mata mendasarkan pada alat-alat bukti semata tetapi juga mendasarkan pada keyakinan hakim. f. Putusan Mahkamah Konstitusi Putusan dalam satu peradilan adalah merupakan perbuatan hakim sebagai pejabat negara berwenang yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan dibuat secara tertulis untuk mengakhiri sengketa yang dihadapkan para pihak kepadanya Maruarar Siahaan, 2005:193. Sebagai perbuatan hukum yang akan menyelesaikan sengketa yang dihadapkan kepadanya maka putusan hakim itu merupakan tindakan negara dimana kewenangannya dilimpahkan kepada hakim baik berdasar Undang-Undang Dasar maupun Undang-Undang. 1 Jenis-jenis Putusan Jenis-jenis putusan yang dapat disimpulkan dari amarnya dapat dibedakan antara lain: a Putusan yang bersifat declaratoir Putusan declaratoir adalah putusan dimana hakim menyatakan apa yang menjadi hukum. Putusan hakim yang menyatakan permohonan atau gugatan ditolak merupakan satu putusan yang bersifat declaratoir. Hakim dalam ini menyatakan tuntutan atau permohonan tidak mempunyai dasar hukum berdasar fakta-fakta yang ada. Dalam putusan Mahkamah Konstitusi tentang pengujian Undang-Undang, sifat declaratoir ini sangat jelas dalam commit to user amarnya. Pasal 56 ayat 3 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dikatakan bahwa: “Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud ayat 2, Mahkamah Konstitusi menyatakan dengan tegas materi muatan ayat, pasal, danatau bagian dari undang-undang yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945”. b Putusan constitutief Putusan constitutief adalah putusan yang meniadakan satu keadaan hukum atau menciptakan satu keadaan hukum atau menciptakan satu keadaan hukum yang baru. Dengan sendirinya, putusan itu menciptakan satu keadaan hukum yang baru. Putusan tentang pembubaran partai politik dan putusan tentang sengketa hasil pemilu yang menyatakan perhitungan KPU salah dan menetapkan perhitungan suara yang benar, tentu meniadakan satu keadaan hukum yang baru dan mengakibatkan lahirnya keadaan hukum yang baru. c Putusan condemnatoir Satu putusan dikatakan condemnatoir kalau putusan tersebut berisi penghukuman terhadap tergugat atau termohon untuk melakukan satu prestasi. Hal ini timbul karena adanya perikatan yang didasarkan pada perjanjian atau Undang- Undang, misalnya untuk membayar sejumlah uang atau melakukan atau tidak melakukan satu perbuatan tertentu. Akibat dari satu putusan condemnatoir ialah diberikannya hak pada penggugat pemohon untuk meminta tindakan eksekutorial terhadap tergugattermohon. commit to user 2 Rapat Permusyawaratan Hakim Setelah pemeriksaan persidangan selesai, hakim Mahkamah Konstitusi akan melakukan musyawarah untuk mengambil sikap apakah akan mengabulkan permohonan, menolak atau menyatakan tidak dapat diterima. Rapat permusyawaratan hakim untuk pengambilan putusan akhir dalam sengketa yang dihadapkan kepadanya harus memenuhi kuorum sekurang-kurangnya 7tujuh orang hakim. 3 Susunan dan isi putusan Putusan Mahkamah Konstitusi sama dengan putusan pengadilan pada umumnya. Pertama-tama harus membuat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Putusan harus didasarkan atas minimal 2 alat bukti Maruarar Siahaan, 2005:202. Keyakinan hakim didasarkan atas minimal 2 alat bukti sebagai dasar pengambilan putusan yang mengingatkan kembali pada sifat hukum publik dari perkara konstitusi. Tugas hakim adalah mencari kebenaran materiel yang harus diyakini telah dapat dibuktikan berdasar bukti yang diajukan kehadapannya. Syarat bentuk dan isi putusan Mahkamah Konstitusi diatur dalam pasal 48 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yang kemudian diperjelas dalam pasal 30 PMK Nomor 01 tahun 2005. syarat putusan Mahkamah Konstitusi harus memuat antara lain: a Identitas pihak; b Ringkasan permohonan; c Pertimbangan terhadap fakta yang terungkap dalam persidangan; commit to user d Amar putusan; dan e Hari dan tanggal putusan, nama dan tanda tangan hakim konstitusi serta panitera; f Pendapat berbeda dari hakim. Syarat tentang bentuk dan isi putusan yang disebut ini apabila dilanggar mempunyai akibat hukum tertentu. Akibat hukumnya tidak selalu sama. Ada beberapa syarat yang apabila dilanggar akan menimbulkan kebatalan nietigheid sedang pelanggaran atas syarat lain yang ditentukan tidak menyebabkan putusan null and void. 4 Kekuatan Putusan Mahkamah Konstitusi Putusan Mahkamah Konstitusi sejak diucapkan dihadapan sidang terbuka untuk umum dapat mempunyai 3 tiga kekuatan yaitu: a Kekuatan Mengikat Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili perkara konstitusi dalam tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final. Itu berarti bahwa putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. b Kekuatan Pembuktian Pasal 60 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi menentukan bahwa materi muatan ayat, pasal danatau bagian dalam Undang-Undang yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan untuk diuji kembali. Dengan demikian adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang telah menguji satu undang-undang, merupakan alat alat bukti yang dapat digunakan bahwa telah diperoleh satu kekuatan pasti. commit to user c Kekuatan Eksekutorial Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka harus segera dilaksanakan dalam hal ini eksekusi putusan harus dilaksanakan dan tidak dikenal adany peninjauan kembali PK dalam hukum acara Mahkamah Konstitusi. 5 Akibat Hukum Putusan Mahkamah konstitusi sebagai negative legislator, boleh jadi mengabulkan permohonan pemohon atau menolaknya. Tetapi juga ada kemungkinan bahwa permohonan dinyatakan tidak diterima karena tidak memenuhi syarat formal yang diharuskan. Putusan Mahkamah Konstitusi meniadakan satu keadaan hukum atau menciptakaan hak atau kewenangan tertentu. commit to user

B. Kerangka Pemikiran