Latar Belakang Masalah ANALISIS PUTUSAN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP SENGKETA PENGGELEMBUNGAN DAFTAR PEMILIH TETAP PADA PEMILIHAN PRESIDEN TAHUN 2009

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Jenuhnya masyarakat terhadap status quo yang telah berjalan beberapa dekadelah yang mendasari amukan gelombang massa pada tahun 1997 yang menuntut Orde Baru segera turun dan diganti dengan semangat pembaharuan yaitu reformasi. Berbagai keputusan politik dan produk hukum yang lahir pada era reformasi merupakan bentuk tuangan suara rakyat yang menuntut adanya perubahan yang nyata setelah sistem demokrasi bangsa Indonesia selama 32 tahun hanya terjadi pada tingkat elit sedangkan sebagian besar masyarakat tidak pernah dilibatkan dalam praktek demokrasi semu tersebut. Oleh karena itu, perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 juga merupakan daftar teratas tuntutan yang menjadi latar belakang runtuhnya rezim Orde Baru pada tahun 1998. Persoalannya bukan lagi siapa yang menjadi tokoh penguasa pada masa tersebut yang menyebabkan otoriter, namun juga sistem hukum dan ketatanegaraannya. Kelemahan dan ketidaksempurnaan sebagai hasil karya manusia adalah suatu hal yang pasti Moris, dalam Jimly Asshiddiqie, www.mahkamahkonstitusi.go.id. Ketidaksempurnaan tersebut terlihat jelas bahwa tidak adanya mekanisme check and balances sehingga kekuasaan eksekutif begitu kuat tanpa ada yang membatasi kewenangannya. Pasal-pasal dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 merupakan pasal yang multitafsir oleh karena itu dapat dijadikan landasan hukum saat terjadi sebuah penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah penguasa. Terlebih MPR sebagai badan tertinggi negara pada masa tersebut hanya berfungsi sebagai “boneka kekuasaan” dari eksekutif sehingga praktek demokrasi hanya menjadi retorika saja. Sehingga, kesepakatan pemerintahan Habibie dengan menggelar pelaksanaaan pemilu pertama pasca Orde Baru pada tahun 1999 merupakan 1 commit to user 2 langkah awal tegaknya demokrasi Indonesia. Bahwa pemilu tersebut jauh lebih demokratis daripada pemilu-pemilu sebelumnya. Sistem pemerintahan otoriter yang bergerak ke arah sistem pemerintahan yang lebih demokratis jika diibaratkan seperti halnya arah dari gerakan pendulum. Pilihan kebijakan yang diambil tergantung kepada situasi dan kondisi politik pada zamannya masing-masing. Model pengaturan yang demikian memungkinkan untuk terjadi karena hukum adalah sebuah produk politik Moh. Mahfud M.D., 1998: 7. Terkait dengan proses demokrasi di Indonesia, atas dasar semangat reformasi perubahan pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dilakukan, yaitu perubahan dari “Kedaulatan ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”, menjadi “Kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Ini berarti bahwa kedaulatan rakyat yang dianut adalah kedaulatan berdasar undang-undang dasar yang dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Dasar oleh lembaga- lembaga negara yang diatur dan ditentukan kekuasaan dan wewenangnya dalam Undang-Undang Dasar. Konsep pemikiran tersebut kembali diperjelas dengan sikap yang nyata oleh pemerintah, ketika menawarkan terobosan politik political breakthrough ketika bersama-sama dengan DPR merombak secara total mekanisme sistem sistem Pemilihan Presiden Pilpres dari Pilpres yang ditetapkan oleh MPR menjadi Pilpres secara langsung. Landasan dasar hukum adanya pilpres secara langsung ini termuat pada Pasal 6A ayat 4 amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang menegaskan bahwa Berdasarkan Pasal 6A Ayat 1 menyatakan bahwa “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat”. commit to user 3 Mekanisme Pilpres secara langsung ini mengisyaratkan bahwa proses demokrasi dan arah kebijakan dari pemerintah tidak lagi ditentukan oleh segelintir kaum elit saja. Terlibatnya suara rakyat yang merupakan pendelegasian dari arus demokrasi yang menggumpal yang tak dapat dibendung oleh siapa pun. Jika dibendung dan tidak diagregasi dengan baik, maka demokrasi akan membuat jalannya sendiri, sebab suara rakyat adalah suara Tuhan vox populi vox dei. Adagium ini tak dapat diartikan, suara rakyat vox populi itu identik dengan suara Tuhan, melainkan vox populi yang bersumber dari sanubari rakyat itu akan selalu dimenangkan oleh Tuhan. Mahfud MD, dalam http:www.mohmahfudmd.com index.php? page=web.Opini Lengkapid =15 Perubahan paradigma dalam amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 apabila dikaitkan dengan pendapat dari K.C. Wheare merupakan sebuah keputusan yang tepat, dalam bukunya, Modern Constitutions, menegaskan bahwa konstitusi adalah resultante atau produk kesepakatan politik yang dibuat sesuai dengan kebutuhan dan situasi tertentu. Ini berarti, isi konstitusi harus selalu sesuai dengan situasi dan kebutuhan masyarakat, karena itu dapat diubah melalui resultante baru jika situasi dan kebutuhan masyarakat yang dilayaninya berubah. K.C Wheare, dalam Mahfud M.D http:www.mohmahfudmd.com index.php?page=web. OpiniLengkapid=15. Terlebih ketika terdapat sengketa pemilu telah diatur secara rigid kewenangan yang berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 tentang mekanisme penyelesaian sengketa dan badan negara yang independen dalam memutus sengketa pemilu tersebut. Kewenangan tersebut berada pada tangan Mahkamah Konstitusi MK. Mahkamah Konstitusi berperan sebagai penjaga kemurnian konstitusi the guardian of the constitution. Inilah salah satu ciri dari sistem penyelenggaraan kekuasaan negara yang berdasarkan konstitusi. Setiap tindakan lembaga-lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara harus dilandasi dan berdasarkan commit to user 4 konstitusi. Tindakan yang bertentangan dengan konstitusi dapat diuji dan diluruskan oleh Mahkamah Konstitusi melalui proses peradilan yang diselenggarakan oleh Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi diberikan wewenang oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final. Final dalam artian bahwa tidak dapat diupayakan terjadinya upaya hukum lagi setelah putusan ditetapkan. Terkait dengan Pilpres pada 8 Juli 2009 yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum KPU, yang terdapat drama-drama politik ketika rakyat dilibatkan dalam pesta demokrasi dan telah menggunakan hak pilih masing-masing untuk mendukung salah satu dari ketiga kandidat Capres dan Cawapres yang disahkan oleh KPU. Ketiga pasangan Capres dan Cawapres yang bersaing memperebutkan kursi nomor satu di negeri ini adalah Megawati Soekarnoputri-Prabowo, Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, dan Yusuf Kalla-Wiranto. Berdasarkan hasil rekapitulasi yang diumumkan Mahkamah Konstitusi KPU pada Sabtu, 25 Juli 2009 pasangan nomor urut dua, Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono menempati urutan teratas dan berpeluang menjadi Presiden dan Wakil Presiden Indonesia periode 2009-2014. Pesta demokrasi yang hampir selesai kembali menuai konflik, banyak pengangkatan isu-isu miring mengenai kinerja KPU dalam hal masalah Daftar Pemilih Tetap DPT oleh partai-partai politik setelah pengumuman pasangan pemenang Pilpres. Banyak yang meragukan akuntabilitas dari daftar pemilih yang dimiliki oleh KPU, apakah benar sudah semua rakyat yang telah mempunyai hak untuk memilih telah terdaftar. Hal ini dikarenakan banyak terdapat temuan-temuan di lapangan bahwa terdapat warga yang seharusnya tidak mempunyai hak memilih masuk di DPT sedangkan warga yang seharusnya memilih malah tidak terdaftar. Polemik inilah yang menjadi topik hangat yang menjadi headline news di beberapa media beberapa bulan terakhir. commit to user 5 Adanya dugaan terjadinya praktik penggelembungan DPT yang diangkat beberapa perwakilan politik memperkeruh dan mempersempit ruang demokrasi rakyat. Jika pengangkatan dugaan pengglembungan DPT tersebut terbukti secara meyakinkan di pembuktian Mahkamah Konstitusi selaku badan yang berwenang memutus sengketa pemilu. Maka ada kekhawatiran di berbagai kalangan bahwa akan terjadi Pilpres ulang sebagaimana yang diputus di Pilkada Jatim. Kekhawatiran ini bukanlah tanpa dasar selain menghabiskan dana rakyat yang tidak sedikit untuk melakukan Pilpres ulang. Pertanyaan yang membayangi kemudian adalah kredibilitas dari KPU dan pemerintah patut dipertanyakan. Menurut Yudi, selaku saksi ahli atas permintaan Tim JK- Wiranto itu mengatakan “permasalahan Daftar Pemilih Tetap DPT di Indonesia hanya satu-satunya di Indonesia. Salah satu pelanggaran yang paling berat, kata Yudi, adalah persoalan DPT. Carut marut DPT yang selama ini menyertai pemilu menyebabkan cacat besar dalam pemilu. Sebab basis demokrasi adalah diakuinya hak konstitusional setiap warga negara. Persoalan DPT telah membuat sekian banyak warga negara kehilangan hak pilihnya. DPT yang baik adalah basis pemilu yang baik. Itulah yang jadi basis legalitas. Tanpa legalitas, pemilu cacat, kata Yudi. http:genenetto.blogspot.com200908saksi-ahli-kasus- dpt-tak-ada.html. Pengajuan sengketa Pilpres atas nama rakyat ataukah pengajuan segelintir kalangan yang mengatasnamakan rakyatlah yang menjadi tanda tanya di benak masyarakat. Dan bagaimanakah kebijakan Mahkamah Konstitusi dalam proses pengambilan putusan dalam menyikapi sengketa pemilu inilah yang menjadi daya tarik penulis untuk mengangkat masalah ini dengan judul : ANALISIS PUTUSAN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP SENGKETA PENGGELEMBUNGAN DAFTAR PEMILIH TETAP PADA PEMILIHAN PRESIDEN TAHUN 2009 Studi Kasus Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 108- 109PHPU.B-VII2009. commit to user 6

B. Perumusan Masalah