b. Pinjaman dan hibah penerimaan hibah belum ada; c. Bantuan keuangan dari propinsi;
d. Dana penyesuaian dan otonomi khusus. Dari analisis rasio DAU dan PAD tersebut di atas menunjukkan bahwa kondisi
keuangan daerah Kabupaten Bogor tersebut sangat riskan untuk keberlanjutan sustainability pembangunan di Kabupaten Bogor karena jika terjadi sesuatu,
misalnya krisis ekonomi dan moneter yang lebih hebat dari tahun 19971998, kemudian pemerintah pusat kehilangan daya dukungnya untuk pendanaan dalam
APBN, maka bisa terjadi pemerintah pusat akan menghentikan transfer dananya ke pemerintah daerah baik dalam bentuk DAK, DAU ataupun Dana Bagi Hasil.
Jika hal tersebut terjadi maka hampir seluruh Pemda di seluruh Indonesia termasuk Kabupaten Bogor yang bergitu bergantung terhadap penerimaan DAU
akan kehilangan daya dukung pendanaan untuk pembangunannya, sehingga APBD Kabupaten Bogor diluar penerimaan DAU hanya akan cukup untuk
membiayai pengeluaran rutinnya yaitu belanja pegawai Tingkat kemandirian sumber pendanaan APBD Kabupaten Bogor yang relatif
rendah dan belum menunjukkan perbaikkan dari tahun ke tahun perlu mendapat perhatian yang serius dari Pemda Kabupaten Bogor. Pemda Kabupaten Bogor
bersama-sama dengan DPRD serta seluruh masyarakat dapat berperan dalam upaya untuk mengurangi tingkat ketergantungan sumber pembiayaan APBD
terhadap transfer dana dari Pusat. Strategi yang dapat dilakukan antara lain dengan intensifikasi sumber-sumber penerimaan PAD dan peningkatan investasi
swasta dan perbaikan iklim usaha.
6.4.1 Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah PAD
Secara teoritis kemampuan keuangan daerah dapat ditingkatkan dengan intensifikasi dan atau ekstensifikasi. Upaya ekstensifikasi adalah upaya perluasan
jenis pungutan. Upaya ini harus dilakukan dengan hati-hati dengan mempertimbangkan berbagai aspek kepentingan ekonomi nasional. Upaya
intensifikasi adalah upaya meningkatkan kemandirian penerimaan daerah dengan meningkatkan kinerja pajak dan retribusi daerah yang ada. Upaya ini menuntut
kemampuan daerah untuk dapat mengidentifikasi secara sahih potensi penerimaan
daerah dan kemudian mampu memungutnya dengan berdasar pada asas manfaat dan asas keadilan.
Dalam jangka pendek kegiatan yang paling mudah dan dapat segera dilakukan adalah melakukan intensifikasi terhadap obyek atau sumber pendapatan
daerah yang sudah ada melalui penghitungan potensi dengan penyusunan sistem informasi basis data potensi. Dengan melakukan efektivitas dan efisiensi sumber
atau obyek pendapatan daerah, maka akan meningkatkan produktivitas PAD tanpa harus melakukan perluasan sumber atau obyek pendapatan baru yang memerlukan
studi, proses dan waktu yang panjang. Ada banyak faktor yang menghambat pengelolaan PAD, sehingga potensi
penerimaan yang ditemukan atau yang diperoleh sulit untuk direalisasikan menjadi benar-benar penerimaan. Permasalahan dalam proses pengelolaan
penerimaan PAD ini untuk setiap jenis penerimaan terdapat perbedaan cara penanganan atau pengelolaannya.
Kendala-kendala dalam merealisasikan potensi PAD antara lain adalah perangkat hukum dan law enforcement yang mendukung pelaksanaan pemungutan
pendapatan yang belum baik dan belum sesuai dengan kondisi lapangan, sistem administrasi pengelolaan pemungutan pendapatan yang lemah, kurangnya sarana
dan prasarana dalam pengelola pendapatan daerah, rendahnva tingkat kesadaran masyarakat knususnya pembayar pajak dan retribusi daerah, kualitas sumber daya
manusia SDM yang masih terbatas, sehingga seringkali terdapat perbedaan dalam pemahaman dari para pengelola terhadap aturan yang ada.
Strategi-strategi yang dapat dilakukan Kabupaten Bogor untuk secara konsisten mengurangi ketergantungan dari pemerintah pusat antara lain :
a. Untuk mengurangi ketergantungan APBD Kabupaten Bogor terhadap penerimaan DAU, maka dapat dilakukan dengan intensifikasi sumber-sumber
penerimaan asli daerah PAD, antara lain dengan pendataan ulang terhadap objek pajak daerah yaitu Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak
Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C dan Pajak Parkir, hal ini untuk mengantisipasi objek pajak daerah
yang selama ini belum terdaftar dan belum terpungut pajaknya.
b. Intensifikasi penerimaan dari retribusi daerah yang mempunyai skala besar namun mempunyai dampak dan resistensi kecil ke masyarakat jika
intensifikasi retribusi ini dijalankan, misalnya; retribusi pasar grosir, terminal, rumah potong hewan, IMB, Ijin Pengambilan Hasil Hutan Ikutan, Pengelolaan
Hutan. c. Mereformasi birokrasi dan perijinan usaha sehingga dapat memperbaiki iklim
investasi di Kabupaten Bogor yang pada gilirannya dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya dan berusaha di Kabupaten Bogor, dengan
demikian secara otomatis roda ekonomi di Kabupaten Bogor dapat bergerak, pendapatan masyarakat meningkat, pengangguran berkurang, retribusi, pajak
perdagangan, pajak penghasilan yang diterima Pemda Bogor dapat meningkat. d. Efisiensi dan penajaman fungsi birokrasi dan anggaran.
e. Pengurangan dinas-dinas yang tidak perlu atau dengan cara penggabungan dinas yang mempunyai tugas pokok dan fungsi saling beririsanmirip.
f. Meningkatkan mekanisme kontrol dari masyarakat dan LSM terhadap pelaksanaan pengelolaan keuangan Daerah sebagai wujud nyata pelaksanaan
asas transparansi dan akuntabilitas fiskal, sehingga pengelolaan keuangan daerah dapat efektif, efisien, tepat sasaran dan tidak terjadi penyimpangan
korupsi. g. Pemberdayaan BUMD sebagai salah satu alternatif sumber pembiayaan
daerah. Selain intensifikasi di sektor pajak daerah dan retribusi untuk mengoptimalkan
PAD, hal yang tidak kalah pentingnya untuk dilakukan Pemda Kabupaten Bogor adalah dengan pemberdayaan BUMD sebagai salah satu alternatif sumber
pembiayaan daerah. Pemberdayaan BUMD ini dapat dilakukan dengan strategi : a. Reformasi Misi BUMD :
a.1. BUMD sebagai salah satu pelaku ekonomi daerah dapat mendayagunakan aset daerah untuk mewujudkan kemakmuran rakyat;
a.2. BUMD adalah penyedia pelayanan umum yang menjaga kualitas, kuantitas dan kontinuitas pelayanan;
a.3. BUMD mampu berperan sebagai pendukung perekonomian daerah dengan memberikan kontribusi kepada APBD, baik dalam bentuk pajak
maupun deviden dan mendorong pertumbuhan perekonomian daerah melalui multiplier effect yang tercipta dari kegiatan bisnis yang efisien
seperti bertambahnya lapangan kerja dan kepedulian social; a.4. BUMD mampu berperan sebagai countervailing power terhadap
kekuatan ekonomi yang ada melalui pola kemitraan. Diharapkan berbagai perusahaan swasta dalam dan luar negeri berminat melakukan
kerjasama dengan BUMD terpilih untuk selanjutnya membentuk Joint VentureJoint Operation Company JVOC.
b. Restrukturisasi BUMD Langkah-langkah untuk meningkatkan kinerja dan kesehatan BUMD, yaitu
tindakan yang ditujukan untuk membuat setiap BUMD menghasilkan laba termasuk mengubah mekanisme pengendalian oleh Pemerintah Daerah yang
semula kontrol secara langsung melalui berbagai bentuk perizinan, aturan, dan petunjuk menjadi kontrol yang berorientasi kepada hasil. Artinya Pemerintah
Daerah selaku pemegang saham hanya menentukan target kuantitatif dan kualitatif yang menjadi performance indicator yang harus dicapai oleh
manajemen, misalnya Return On Equity ROE tertentu yang didasarkan kepada benchmarking kinerja yang sesuai dengan perusahaan sejenis.
Pengkajian secara komprehensif terhadap keberadaan BUMD, karena selama ini BUMD dianggap kurang tepat bila disebut sebagai lembaga korporasi,
khususnya, dikaitkan dengan upaya pemberdayaan BUMD agar dapat menjadi salah satu sumber keuangan daerah.
c. Profitisasi BUMD Profitisasi BUMD dalam rangka menghasilkan keuntungan atau laba serta
memberikan kontribusi pada Pemerintah Daerah yaitu dapat dilakukan sebagai berikut :
c.1. Melakukan proses penyehatan perusahaan secara menyeluruh dengan meningkatkan kompetensi manajemen dan kualitas Sumber Daya
Manusia;
c.2. Mengarahkan BUMD untuk dapat berbisnis secara terfokus dan terspesialisasi dengan pengelolaan yang bersih, transparan dan
professional; c.3. Bagi BUMD yang misi utama untuk pelayanan publik dan pelayanan
sosial, diberikan sasaran kuantitatif dan kualitatif tertentu; c.4. Memberdayakan Direksi dan Badan Pengawas yang dipilih dan bekerja
berdasarkan profesionalisme melalui proses fit and proper test; c.5. Merumuskan kebijakan yang diarahkan kepada tarif yang wajar,
kenaikan harga produk minimal menyesuaikan dengan inflasi, tarif listrik, BBM, dan lain-lain untuk menghindarkan biaya produksi yang
jauh lebih mahal, sehingga profit dapat diraih. d. Privatisasi BUMD
Privatisasi utamanya bertujuan agar BUMD terbebaskan dari intervensi langsung birokrasi dan dapat mewujudkan pengelolaan bisnis yang efisien, profesional dan
transparan. Diharapkan setelah melalui tahapan restrukturisasi, pihak perusahaan swasta akan berminat mengembangkan usaha dengan cara melakukan aliansi
strategis dengan BUMD, dan bila memungkinkan untuk BUMD yang sehat dan memiliki prospek bisnis dapat menawarkan penjualan saham melalui Pasar Modal
yang didahului Initial Public Offering IPO. Penataan dan penyehatan BUMD yang usahanya bersinggungan dengan kepentingan umum dan bergerak dalam
penyediaan fasilitas publik ditujukan agar pengelolaan usahanya menjadi lebih efisien, transparan, profesional.
Namun dalam mengoptimalkan PAD tersebut, Pemda harus memperhatikan batasan-batasan seperti yang tertuang dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 Pasal 7
yang menyatakan bahwa dalam upaya meningkatkan PAD, Pemerintah Daerah dilarang untuk :
a. Menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi;
b. Menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antardaerah, dan kegiatan
imporekspor.
6.4.2 Strategi Peningkatan Investasi dan Perbaikan Iklim Usaha