Sejarah Umum Bantuan Luar Negeri Amerika Serikat

18 semakin dekat. Preventive war dapat dilakukan dengan mempromosikan rezim tirani menuju demokratis. Owens 2008:25 menjelaskan doktrin Bush terdiri dari tiga prinsip yaitu pertama , menyebarkan demokrasi dan mengakhiri rezim tirani yang dianggap AS tidak unggul dibandingkan demokrasi; kedua, memerangi terorisme yang menjadi penyebab peristiwa serangan 11 September 2001 yang dianggap memiliki tujuan memerangi AS dan Israel atau liberalisme Barat; ketiga, pengakuan AS bahwa paska serangan yang dianggap dilakukan oleh teroris, pendekatan tradisional seperti pencegahan ancaman atau deterrence dan pembendungan atau containment terhadap kebijakan luar negeri AS tidak lagi relevan. Argumen di atas didukung melalui penjelasan dari laporan pemerintah AS dan USAID bahwa diplomasi AS memandang kebebasannya perlu dilindungi untuk menjamin kebebasan negara yang lain, kesejahteraan AS bergantung pada kesejahteraan negara lain, dan keamanan AS bertumpu pada upaya dunia untuk keamanan hak semua negara. Bagi AS, menjadi tanggungjawab mereka untuk menggunakan kekuasaan untuk memajukan keamanan, demokrasi, dan kesejahteraan di seluruh dunia USGOV USAID, 2003:1. Pemerintah AS dan USAID memiliki prinsip yang terangkum dalam strategi keamanan nasional yaitu diplomasi, pembangunan, dan pertahanan Tarnoff dan Nowels, 2005: 6. Pertama, AS akan menguatkan dan memelihara hubungan bilateral dan multilateral untuk mencapai misinya. AS akan menguatkan aliansi tradisional dan membangun hubungan baru untuk mencapai perdamaian yang membawa keamanan melalui penyediaan bantuan dan mengambil kesempatan USGOV USAID, 2003:1. 19 Kedua, AS akan melindungi negaranya dan aliansinya melawan bahaya transnasional dan ancaman dari tirani, kemiskinan, dan penyakit. Kemiskinan merefleksikan absennya penegakan hukum dan kurangnya kapasitas suatu negara USGOV dan USAID, 2003:2. Ketiga, AS akan mengkombinasikan antara kemampuan diplomatik dan bantuannya untuk memelihara demokrasi dan integrasi dunia ke ekonomi global USGOV dan USAID, 2003:2. Kongres AS sendiri memiliki enam kebijakan dalam melindungi perdamaian dan menjaga keamanaan pada masa pemerintahan Bush yaitu counter-terrorism , melawan kekuatan nuklir, stabilisasi operasi dan reformasi sektor keamanan, counter-narcotics, transnational crime, dan mitigasi dan rekonsiliasi konflik Tarnoff dan Lawson, 2012:3. Bantuan luar negeri AS terhadap Timur Tengah secara historis bertujuan untuk kepentingan keamanan nasional di tingkat regional. Bantuan keamanan luar negeri digunakan AS sebagai cara menjalin kerjasama militer dengan pemerintah regional. Selain itu, AS juga dapat mengendalikan militer yang tidak terkontrol dan memotong radikalisme di negara partner Sharp, 2010:1. Diantara Perang Dunia Kedua dan runtuhnya Uni Soviet, AS memiliki beberapa tujuan terhadap Timur Tengah yaitu menghentikan ekspansi Soviet di Timur Tengah, tetap membuka komunikasi dan perdagangan di kawasan Timur Tengah, mengelola akses minyak dari Barat ke Timur Tengah, dan mempromosikan prinsip demokrasi dan pasar bebas, serta melindungi keamanan Israel Mark, 2005:5. Di bawah pemerintahan partai Demokratik maupun Republik, Israel memegang kunci sebagai partner dan aliansi AS. Menjaga kamanan Israel 20 menjadi prioritas tertinggi dari kebijakan luar negeri AS. Normalisasi hubungan antara Israel dan negara tetangga Arab termasuk Palestina di Tepi Barat dan Gaza menjadi masalah vital perdamaian jangka panjang dan stabilitas di wilayah regional USAID, 2001:2. Jika Stabilitas di Tepi Barat dan Gaza sudah dicapai, ini menjadi pre kondisi untuk suksesnya negosiasi permanen terhadap status kesepakatan negara demokratis Palestina USAID, 2001:3. Bagi Bush, jika konflik Israel-Palestina dapat diselesaikan akan memberikan keuntungan bagi AS dengan asumsi akan mengurangi rasa anti-AS dan gerakan radikal di wilayah kawasan Timur Tengah. Paska peristiwa 9 September 2001, kebijakan luar negeri AS terhadap Timur Tengah mengalami perubahan dari penggunaan militer ke arah negosiasi yang damai Preble Hadar:539-540. Pada Maret 2001 Universitas Maryland mengadakan poling terhadap masyarakat lima negara Arab diantaranya Mesir, Yordania, Kuwait, Uni Emirat Arab, dan Libanon. Pertanyaan yang diajukan pada responden adalah apa isu termasuk isu lokal yang paling penting menurut mereka. Sebanyak 79 persen responden dari Mesir menganggap konflik Israel-Palestina sebagai isu yang penting. Lalu sebanyak 60 persen responden dari Yordania, Kuwait, Uni Emirat Arab, dan Libanon juga menyebutkan konflik Israel-Palestina sebagai isu krusial Evera, 2005:2. Survey lain dilakukan Lembaga Survey Internasional Zogby pada 2002. Hasil dari survey tersebut menyebutkan bahwa responden lima negara yaitu Mesir, Uni Emirat Arab, Kuwait, Libanon, dan Arab Saudi menyebut isu Palestina 21 sebagai sangat penting dan paling penting sebagai isu di dunia Arab Evera, 2005:2. Evera menganalisis bahwa ada kemungkinan para responden menjawab isu konflik Israel-Palestina karena mereka takut menyebut soal isu di lokal di negaranya. Di negara-negara Arab yang mayoritas sistem pemerintahannya otoritaritarian sangat tidak aman untuk mengkritik pemerintah. Walaupun begitu, poling tersebut tetap mengindikasikan adanya perhatian dunia internasional terhadap persoalan Israel-Palestina. Selanjutnya, menurut Evera 2005:1, keamanan nasional AS terancam melalui konflik Israel-Palestina karena mempermudah jalan pada Al-Qaeda untuk merekrut teroris di dunia Arab dan negara Islam lainnya. Kebijakan luar negeri AS terhadap konflik Israel-Palestina akan berpengaruh terhadap perilaku negara- negara lain pada AS. Setidaknya terdapat tiga alasan mengapa isu Palestina-Israel dapat menjadi perhatian dunia internasional terutama negara-negara Arab. Pertama, terjadinya intifada kedua pada 28 September 2000. Kedua, pemberitaan mengenai intifada melalui televisi dan saluran seperti Al-Jazeera, Al-Arabiya menciptakan efek dramatik terhadap konflik. Terakhir, pemberitaan melalui media memunculkan identitas ke-Arab-an atau muslim yang solid untuk mengakhiri penderitaan yang dialami Palestina Evera, 2005:2. Selanjutnya, The PIPA, lembaga survey publik Amerika terhadap isu internasional mengadakan survey terhadap bagi Amerika mengenai kebijakan bantuan luar negeri terhadap Israel-Palestina dan mempublikasikan laporannya pada 30 Mei 2003. Responden mendapatkan pertanyaan mengenai kebijakan 22 Amerika Serikat terhadap konflik Israel-Palestina dapat diterima atau tidak oleh negara-negara di dunia. Sebanyak 55 persen menilai bahwa kebanyakan negara tidak menyetujui kebijakan luar negeri AS terhadap konflik Israel-Palestina. Lalu sebanyak 10 persen menilai bahwa dunia internasional menyetujuinya. Sisanya menilai bahwa ada yang menyetujui dan menolak kebijakan AS terhadap konflik tersebut. Alasan bahwa kebanyakan negara tidak menyetujui kebijakan AS terhadap konflik karena mereka lebih bersimpati terhadap Palestina Kull, 2003:17. Pada Mei 2004, Lembaga Survey Zogby kembali melakukan survey mengenai penting tidaknya kebijakan AS terhadap konflik Arab-Israel. Sebanyak 76 persen responden dari Yordania, 78 persen dari Uni Emirat Arab, 79 persen dari Libanon, 81 persen dari Arab Saudi, 84 persen dari Moroko, dan 95 persen dari Mesir menyatakan kebijakan luar negeri AS cukup penting atau sangat penting dalam konflik tersebut Evera, 2005:3.

B. Bantuan Keamanan AS terhadap Palestina

Upaya negosiasi untuk mencapai perdamaian Israel-Palestina dilakukan Presiden AS, Bush senior bersama dengan Uni Soviet melalui konferensi perdamaian Madrid pada 30 Oktober 1991. Konferensi tersebut dihadiri beberapa negara Arab seperti Yordania, Libanon, Siria, Palestina, dan Israel. Pertemuan tersebut berhasil mempertemukan pihak-pihak yang berselisih untuk pertama kali khususnya Israel-Palestina. Dalam negosiasi tersebut, Amerika Serikat berperan sebagai mediator utama konflik. Hasilnya tidak ada kesepakatan signifikan terhadap resolusi damai antara Israel dan Palestina Rodriguez, 2011:45. Tapi konferensi Madrid membawa proses penyelesaian pada Kesepakatan Oslo 1993 23 Preble Hadar:541-542. Kesepakatan Oslo menghasilkan upaya pembentukan satuan polisi Palestina. Sehingga banyak juga pendonor yang memberikan bantuan pada Palestina. Namun, bantuan tersebut masih terfokus pada polisi Palestina dan belum tertuju pada reformasi sektor keamanan Friedrich dan Luethold, 2008:6. Secara historis, pada 4 Mei 1994 Palestina dan Israel menandatangani perjanjian yang menyepakati ditariknya pasukan militer Israel dari wilayah Palestina di Gaza dan Jericho pada 11 Mei 1994. Lalu pada 28 September 1995, ditandatangani perjanjian sementara yang disebut Taba Agreement. Perjanjian ini berisi kesepakatan dilaksanakannya pemilu untuk Majelis Palestina, pembebasan tahanan Israel, penarikan mundur tentara Israel dari wilayah Tepi Barat. Pada pelaksanaannya, tentara Israel mulai meninggalkan Tepi Barat pada akhir tahun 1995. Jika diamati berdasarkan tabel di atas, pada tahun 1994-1995 bantuan yang diberikan lebih besar jika dibandingkan tahun-tahun berikutnya. Hal itu dikarenakan kebutuhan pada tahun 1994-1995 digunakan untuk keperluan Taba Agreement dan transisi pemerintahan sementara Palestina. Lalu pemilu dilaksanakan pada 20 Januari 1996 Mark,2001:1. Selanjutnya pada tahun 1996-1998, bantuan yang diberikan Amerika Serikat terhadap Palestina jumlahnya semakin menurun karena beberapa alasan. Pertama, pada Mei 1996, Benyamin Netanyahu terpilih sebagai Perdana Menteri Israel yang berakibat pada terhentinya penarikan mundur pasukan Israel dari wilayah Palestina. Terpilihnya Netanyahu membuat interaksi Israel dan Palestina untuk negosiasi damai terhenti sehingga bantuan pun menurun jumlahnya. Akhirnya pada tahun 1997, pasukan Israel ditarik dari Hebron. Pada tahun 1998, 24 perjanjian lima tahun untuk menarik mundur pasukan Israel sejak 1993 dari wilayah Palestina telah berakhir. Berakhirnya kesepakatan lima tahun untuk menarik mundur pasukan Israel juga menandakan semakin menurunnya bantuan AS terhadap Palestina bahkan mencapai nilai nol untuk transisi pemerintahan otonomi pada tahun 1998 Mark,2001:1. Pada perjanjian Wye River 28 Oktober 1998, disepakati langkah-langkah untuk mengimplementasikan perjanjian sebelumnya. Saat itu CIA ditugaskan untuk melakukan pemantauan pembentukan satuan polisi Palestina dan kerjasama keamanan antara Israel dan Palestina. Kerjasama keamanan kedua negara terkait dengan jaminan keamanan tapi daftar kewajiban jaminan keamanan hanya ditujukan untuk Palestina. Adapun kewajiban yang harus Palestina lakukan diantaranya memerangi terorisme, menangkap tersangka terorisme, melarang adanya hasutan teror, mengumpulkan semua senjata ilegal dalam waktu tiga bulan setelah tanda tangan perjanjian, memberikan daftar calon polisi Palestina pada Israel, dan memberikan laporan kemajuan pada Amerika Serikat Friedrich dan Luethold, 2008:7. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan jumlah bantuan AS terhadap Palestina sejak 1994-1998 dalam juta dolar dikutip dalam Mark 2001:2. Tabel II. B. Bantuan AS terhadap Palestina 1994-1998 Program Total 1994-1995 1996 1997 1998 Memperluas kesempatan ekonomi 65,814 26,410 16,182 14,219 9,003 Bantuan kelangkaan air 193,269 69,832 32,764 50,969 39,704 Pemerintahan 35,160 3,073 9,364 11,500 11,223 25 Transisi pemerintahan otonomi 49,268 39,132 0,136 10,000 Kebutuhan pembangunan jangka pendek 24,754 17,839 5,860 0,300 0,755 Total 368,265 156,286 64,306 86,998 60,685 Sumber: Mark, Clyde. 2001 . “Palestinians and Middle East Peace: Issues for the United States.” Congressional Research Service. Lalu pada tahun 2000 diadakan negosiasi Camp David untuk perdamaian Israel-Palestina namun gagal karena pemukiman Yahudi masih saja terus dibangun dan hak untuk kembali bagi pengungsi Palestina ke wilayah yang telah diduduki Israel sejak 1948 menjadi penyebabnya Preble Hadar:541-542. Kejadian yang menyusul yaitu peristiwa Intifada Kedua pada tahun 2000. Abbas mengecam intifada kedua yang terjadi pada tahun 2000. Menurutnya kemerdekaan Palestina dan penyelesaian konflik Israel-Palestina tidak bisa dicapai melalui kekerasan atau solusi militer Pina, 2006:3. Pada 2001 terjadi serangan terhadap menara kembar World Trade Center di AS pada 11 September 2001. Kejadian-kejadian tersebut membuat AS harus mengelola pengaruhnya di Timur Tengah dengan biaya yang tidak sedikit baik secara militer dan inisiatif negosiator perdamaian konflik Israel-Palestina. Dalam menginisiasi perdamaian Israel-Palestina, AS juga harus berhadapan dengan aktor lain di wilayah regional Timur Tengah yaitu Irak dan Iran Preble Hadar:541- 542. Pada tahun 2002, sesuai dengan Tenet Workplan, Bush memperluas peran CIA dengan melakukan gencatan senjata di Palestina. CIA mengadakan pelatihan untuk meningkatkan keamanan satuan Palestina dibantu instruktur dari Mesir dan