Sistem Hexagonal Sistem Trigonal.

Gambar 3.2. sistem tetragonal mineral apatite Sama dengan sistem Isometrik, sistem ini mempunyai 3 sumbu kristal yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi pada umumnya lebih panjang. Pada kondisi sebenarnya, sistim Tetragonal memiliki axial ratio perbandingan sumbu a = b ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada ini, semua sudut kristalografinya α , β dan γ tegak lurus satu sama lain 90˚. Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 nilai bukan patokan, hanya perbandingan. Dan sudut antar sumbunya a+bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ. Beberapa contoh mineral dengan kristal Tetragonal ini adalah zircon, beryl, apatite, erionite dan nepheline.

3.3. Sistem Hexagonal

Gambar 3.3 Sistem Hexagonal mineral quarsa Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk sudut 120˚ terhadap satu sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek umumnya lebih panjang. Pada kondisi sebenarnya, sistim Hexagonal memiliki axial ratio perbandingan sumbu a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistim ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ. Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, Hexagonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 nilai bukan patokan, hanya perbandingan. Dan sudut antar sumbunya a+bˉ = 20˚ ; dˉb+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+. Beberapa contoh mineral sistim kristal Hexagonal ini : quarsa.

3.4. Sistem Trigonal.

Gambar 3.4. Sistem Trigonal mineral gypsum Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk sudut 120˚ terhadap satu sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek umumnya lebih panjang. Pada kondisi sebenarnya, sistim Hexagonal memiliki axial ratio perbandingan sumbu a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistim ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ. Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, Hexagonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 nilai bukan patokan, hanya perbandingan. Dan sudut antar sumbunya a+bˉ = 20˚ ; dˉb+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+. Beberapa contoh mineral sistim kristal Hexagonal ini : gypsum.

3.5. Sistem Orthorhombik.