Sistem Isometrik Sistem Tetragonal.

adalah menentukan nilai dari indeks Miller dan Weiss itu sendiri. Penilaian dilakukan dengan mengamati berapa nilai dari perpotongan sumbu yang dilalui oleh sisi atau bidang tersebut. Tergantung dari titik dimana sisi atau bidang tersebut memotong sumbu-sumbu kristal. Pada dasarnya, indeks Miller dan Weiss tidak jauh berbeda. Karena apa yang dijelaskan dan cara penjelasannya sama, yaitu tentang perpotongan sisi atau bidang dengan sumbu simetri kristal. Yang berbeda hanyalah pada penentuan nilai indeks. Bila pada Miller nilai perpotongan yang telah didapat sebelumnya dijadikan penyebut, dengan dengan nilai pembilang sama dengan satu. Maka pada Weiss nilai perpotongan tersebut menjadi pembilang dengan nilai penyebut sama dengan satu. Untuk indeks Weiss, memungkinkan untuk mendapat nilai indeks tidak terbatas, yaitu jika sisi atau bidang tidak memotong sumbu nilai perpotongan sumbu sama dengan nol. Dalam praktikum laboratorium Kristalografi dan Mineralogi jurusan Teknik Geologi, ITM, disepakati bahwa nilai tidak terbatas ~ tersebut digantikan dengan atau disamakan dengan tidak mempunyai nilai 0. Indeks Miller-Weiss ini juga disebut sebagai sistim bentuk. Hal ini adalah karena indeks ini juga akan mencerminkan bagaimana bentuk sisi-sisi dan bidang-bidang yang ada pada kristal terhadap sumbu-sumbu utama kristalnya dan mempermudah dalam mengetahui perpotongan antar sumbu. BAB III SISTEM KRISTAL DAN DESKRIPSI

3.1. Sistem Isometrik

Gambar 3.1 Sistem Isometrik mineral copper Sistem ini juga disebut regular, atau bahkan sering dikenal sebagai kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk masing-masing sumbunya. Pada kondisi sebenarnya, sistem Isometrik memiliki axial ratio perbandingan sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalografinya α , β dan γ tegak lurus satu sama lain 90˚. Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Isometrik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c juga ditarik garis dengan nilai 3 nilai bukan patokan, hanya perbandingan. Dan sudut antar sumbunya a+bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ. Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Isometrik ini adalah gold, copper, pyrope, platinum, halite dan spinel.

3.2. Sistem Tetragonal.

Gambar 3.2. sistem tetragonal mineral apatite Sama dengan sistem Isometrik, sistem ini mempunyai 3 sumbu kristal yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi pada umumnya lebih panjang. Pada kondisi sebenarnya, sistim Tetragonal memiliki axial ratio perbandingan sumbu a = b ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada ini, semua sudut kristalografinya α , β dan γ tegak lurus satu sama lain 90˚. Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 nilai bukan patokan, hanya perbandingan. Dan sudut antar sumbunya a+bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ. Beberapa contoh mineral dengan kristal Tetragonal ini adalah zircon, beryl, apatite, erionite dan nepheline.

3.3. Sistem Hexagonal