Mahkamah Konstitusi REKONSTRUKSI PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI (Telaah Ketatanegaraan Terhadap Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi)

Presidential Policy saja. Lembaga-lembaga tersebut, misalnya Komisi Hukum Nasional KHN yang dibentuk melalui Keppres No. 15 Tahun 2000 tentang Komisi Hukum Nasional. 20

1.2 Mahkamah Konstitusi

Pada mulanya, sejarah berdirinya lembaga Mahkamah Konstitusi diawali dengan diadopsinya ide Mahkamah Konstitusi Constitutional Court dalam amandemen konstitusi yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR pada tahun 2001 sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan Pasal 24 ayat 2, Pasal 24C, dan Pasal 7B Undang-Undang Dasar 1945 hasil perubahan ketiga yang disahkan pada 9 November 2001. 21 Ide pembentukan Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang muncul di abad ke-20. Setelah disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945 maka dalam rangka menunggu pembentukan Mahkamah Konstitusi, MPR menetapkan Mahkamah Agung MA menjalankan fungsi Mahkamah Konstitusi untuk sementara sebagaimana diatur dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945 hasil Perubahan Keempat, yang menyebutkan bahwa: “Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.” DPR dan Pemerintah kemudian membuat Rancangan Undang-Undang mengenai Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam, DPR dan Pemerintah menyetujui secara bersama Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada 13 Agustus 20 Ibid. 21 Profil Mahkamah Konstitusi dalam website resmi Mahkamah Konstitusi: www.mahkamahkonstitusi.go.id ., diakses pada 10 Juli 2012 pukul 20.12WIB. 2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari itu Lembaran Negara Nomor 98 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4316. Dua hari kemudian, pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden melalui Keputusan Presiden Nomor 147M Tahun 2003 melantik hakim konstitusi untuk pertama kalinya yang dilanjutkan dengan pengucapan sumpah jabatan para hakim konstitusi di Istana Negara pada tanggal 16 Agustus 2003. 22 Lembaran perjalanan Mahkamah Konstitusi selanjutnya adalah pelimpahan perkara dari MA ke Mahkamah Konstitusi, pada tanggal 15 Oktober 2003 yang menandai mulai beroperasinya kegiatan Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu cabang kekuasaan kehakiman menurut ketentuan UUD 1945. 23 Berdasarkan ketentuan umum Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, disebutkan bahwa Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam UUD Tahun 1945. Kemudian di dalam Pasal 2 Undang-Undang yang sama dijelaskan pula bahwa Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. 24 Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 22 Ibid. 23 Ibid. 24 Ibid. b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. memutus pembubaran partai politik; dan d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Lebih jelas, Jimly Asshiddiqie, menguraikan mengenai Mahkamah Konstitusi sebagai berikut: 25 “Dalam konteks ketatanegaraan, Mahkamah Konstitusi dikonstruksikan sebagai pengawal konstitusi yang berfungsi menegakkan keadilan konstitusional di tengah kehidupan masyarakat. Mahkamah Konstitusi bertugas mendorong dan menjamin agar konstitusi dihormati dan dilaksanakan oleh semua komponen negara secara konsisten dan bertanggungjawab. Ditengah kelemahan sistem konstitusi yang ada, Mahkamah Konstitusi berperan sebagai penafsir agar spirit konstitusi selalu hidup dan mewarnai keberlangsungan bernegara dan bermasyarakat.” Dilihat dari sistem ketatanegaraan, Mahkamah Konstitusi mempunyai fungsi untuk mengawal to guard konstitusi, agar dilaksanakan dan dihormati baik penyelenggara kekuasaan negara maupun warga negara. Mahkamah Konstitusi juga didaulat menjadi penafsir akhir konstitusi. 26 Mahkamah Konstitusi memiliki kewajiban dalam hal memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden danatau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, danatau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden danatau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 27 Kedudukan dan kewenangan Mahkamah Konstitusi ini adalah sebagai badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman di samping Mahkamah Agung MA dan jajaran peradilan 25 Maruarar Siahaan, op.cit. hlm. 8. 26 Ibid, hlm 7. 27 www.mahkamahkonstitusi.go.id , loc.cit. yang berada di bawahnya. Mahkamah Konstitusi yang memeriksa dan memutus perkara konstitusi oleh karenanya tunduk juga kepada Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. 28 Sama dengan badan peradilan lainnya, Mahkamah Konstitusi juga harus tunduk pada asas-asas peradilan yang baik dalam Undang-Undang Hukum Acara, Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dan asas-asas yang juga telah diakui secara universal, 29 antara lain yaitu : 1. Persidangan terbuka untuk umum; 2. Independen dan imparsial; 3. Peradilan dilaksanakan secara cepat, sederhana, dan murah; 4. Hak untuk didengar secara seimbang audi et Alteram Partem; 5. Hakim aktif dan juga pasif dalam proses persidangan; dan 6. Ius Curia Novit. Pengaturan mengenai Mahkamah Konstitusi diatur didalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003. Undang-undang ini terdiri dari 88 Pasal, yang terbagi menjadi 7 bab, yang diantaranya mengatur tentang Ketentuan Umum; Kedudukan dan Susunan; Kekuasaan Mahkamah Konstitusi; Pengangkatan dan Pemberhentian Hakim Konstitusi; Hukum Acara; Ketentuan Lain; dan Ketentuan Peralihan. Berselang 8 Tahun Undang-Undang Mahkamah Konstitusi mengalami perubahan. Tepatnya pada tahun 2011 diberlakukan undang-undang untuk menggantikan undang-undang Mahkamah Konstitusi tersebut melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. 28 Ibid. 29 Ibid. Dalam hal Hukum Acara, sumber utama untuk mencari hukum acara adalah Undang-Undang Hukum Acara yang secara khusus dibuat untuk itu. Namun, peraturan yang mengatur mengenai hukum acara Mahkamah Konstitusi adalah Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yang karena keterbatasan waktu yang tersedia untuk menyusun Undang-Undang Mahkamah Konstitusi telah menyebabkan aturan mengenai hukum acara tidak lengkap. Hal ini diakui pembuat undang- undang dan karenanya memberi kewenangan pada Mahkamah Konstitusi untuk mengatur lebih lanjut hal yang dipandang perlu bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya dengan menyusun sendiri peraturannya melalui Peraturan Mahkamah Konstitusi PMK. 30 Sejak awal berdiri sampai saat ini, Mahkamah Konstitusi telah menetapkan sebanyak 17 PMK. Ke-17 PMK ini, tidak hanya yang bersifat mengatur ke dalam lembaga Mahkamah Konstitusi tetapi juga mengatur mengenai Pedoman Beracara yang berlaku juga untuk masyarakat umum yang akan beracara di Mahkamah Konstitusi. Menurut Maria Farida, 31 Mahkamah Konstitusi tidak mempunyai kewenangan dalam bidang pembentukan peraturan perundang-undangan, atau peraturan yang mengikat umum; namun demikian Mahkamah Konstitusi tetap berwenang membentuk peraturan yang mengikat ke dalam interne regeling.

2.3 Hierarki Peraturan Perundang-Undangan