Latar Belakang Kesepakatan Investasi Langsung Dalam Rangka Asean Economic Community (AEC) 2015 Menurut Perspektif Hukum Perjanjian Internasional dan Hukum Nasional

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak dibentuknya ASEAN sebagai organisasi regional pada tahun 1967, negara-negara anggota telah meletakkan kerjasama ekonomi sebagai salah satu agenda utama yang perlu dikembangkan. Pada awalnya kerjasama ekonomi difokuskan pada program-program pemberian preferensi perdagangan preferential trade, usaha patungan joint ventures, dan skema saling melengkapi complementation scheme antar pemerintah negara-negara anggota maupun pihak swasta di kawasan ASEAN, seperti ASEAN Industrial Projects Plan 1976, Preferential Trading Arrangement 1977, ASEAN Industrial Complementation scheme 1981, ASEAN Industrial Joint-Ventures scheme 1983, dan Enhanced Preferential Trading arrangement 1987.Pada dekade 80-an dan 90-an, ketika negara-negara di berbagai belahan dunia mulai melakukan upaya-upaya untuk menghilangkan hambatan-hambatan ekonomi, negara-negara anggota ASEAN menyadari bahwa cara terbaik untuk bekerjasama adalah dengan saling membuka perekonomian mereka, guna menciptakan integrasi ekonomi kawasan. 1 Tahun 1992 dalam KTT ke-5 ASEAN di Singapura ditandatangani Framework Agreement on Enhancing ASEAN Economic Cooperation sekaligus merupakan tanda telah dicanangkannya ASEAN Free Trade Area AFTA pada 1 Januari 1993 yang memberi implikasi dalam bentuk pengurangan dan eliminasi tarif dan 1 Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia, Kerjasama Ekonomi ASEAN, http:www.kemlu.go.idDocumentsKerjasama20Ekonomi20ASEAN.doc, diakses tanggal 31 Januari 2015. Universitas Sumatera Utara 2 perbaikan terhadap kebijakan-kebijakan dan fasilitasi perdagangan. Dalam perkembangannya AFTA tidak lagi hanya difokuskan pada liberliasasi perdagangan barang, tetapi juga perdagangan jasa dan investasi yang akan menjadi fokus penelitian ini. Lalu muncul sebuah ide untuk membentuk Komunitas ASEAN yang salah satu pilarnya adalah ASEAN Economic Community AEC pada KTT ASEAN ke-9 tahun 2003 di Bali Bali Concord II yang bertujuan untuk menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang ditandai dengan bebasnya aliran barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan perpindahan barang modal secara lebih bebas. Pada tahun 2004 di Vientine, disepakati Vientiane Action Program VAP yang merupakan panduan untuk mendukung implementasi pencapaian AEC di tahun 2020. Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN dalam ASEAN Economic Meeting AEM di Kuala Lumpur pada tahun 2006 menyetujui untuk membuat suatu cetak biru blueprint untuk menindaklanjuti pembentukan AEC dengan mengidentifikasi sifat- sifat dan elemen-elemen AEC pada tahun 2015 sesuai dengan Bali Concord II, yang selanjutya dilakukan percepatan untuk membentuk ASEAN Community dari tahun 2020 menjadi tahun 2015 dalam Cebu Declaration on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015di Cebu, Fillipina,di mana dalam cetak biru AEC tersebut berisi rencana kerja strategis dalam jangka pendek, menengah dan panjang hingga tahun 2015 menuju terbentuknya integrasi ekonomi ASEAN, yaitu: a. Menuju single market dan production base arus perdagangan bebas untuk sektor barang, jasa, investasi, pekerja terampil, dan modal; Universitas Sumatera Utara 3 b. Menuju penciptaaan kawasan regional ekonomi yang berdaya saing tinggi regional competition policy, IPRs action plan, infrastructure development, ICT, energy cooperation, taxation, dan pengembangan UKM; c. Menuju suatu kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata region of equitable economic development melalui pengembangan UKM dan program- program Initiative for ASEAN Integration IAI; dan d. Menuju integrasi penuh pada ekonomi global pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi eksternal serta mendorong keikutsertaan dalam global supply network. 2 Sedangkan kerjasama ASEAN dalam sektor investasi berawal saat dikemukakannya gagasan pembentukan suatu kawasan investasi ASEAN dalam Pertemuan Pemimpin ASEAN di Bangkok pada tahun 1995. Lalu dibentukah Work Comittee of ASEAN Investment Area WC-AIA pada tahun 1996 sebagai tindak lanjut atas gagasan tersebut, komite ini berada di bawah naungan Senior Economics Official Meeting SEOM yang bertugas untuk menyiapkan sebuah persetujuan atau perjanjian dasar tentang investasi ASEAN. Perjanjian ini selanjutnya disetujui dan ditandatangani di Makati City, Filipina, pada tahun 1998 dalam Framework Agreement on ASEAN Investment Area FA- AIA. Bersamaan dengan penandatanganan tersebut juga disahkan pembentukan AIA Council. Dalam FA-AIA telah mencakup seluruh kegiatan Investasi, kecuali investasi portfolio dan kegiatan investasi lain yang sudah diatur pada perjanjian ASEAN lainnya , seperti the ASEAN Framework Agreement on Services. Pembentukan FA- AIA mempunyai tujuan utama untuk menciptakan suatu kawasan Investasi ASEAN yang liberal dan transparan sehingga dapat meningkatkan arus investasi demi pembangunan ekonomi nasional dan kawasan. 2 Ibid. hlm.2. Universitas Sumatera Utara 4 Kerangka kerja AIA mencakup semua arus investasi asing langsung Foreign Direct InvestmentFDI ke ASEAN maupun investasi langsung antar negara-negara ASEAN. Persetujuan tersebut antara lain akan mengikat negara-negara anggota untuk menghapus hambatan-hambatan investasi, meliberalisasi peraturan-peraturan dan kebijaksanaan investasi, memberi persamaan perlakuan nasional dan membuka investasi di industrinya terutama sektor manufaktur. Dengan menciptakan ASEAN sebagai suatu kawasan investasi yang lebih berdaya saing dan terbuka, AIA diharapkan dapat menarik arus investasi langsung ke ASEAN. Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN Ke-40 pada tahun 2008 yang berlangsung di Singapura menyepakati untuk membentuk suatu rejim investasi ASEAN yang lebih terbuka serta mendukung proses integrasi dan daya saing kawasan yaitu ASEAN Comprehensive Investment Agreement ACIA yang disusun dengan melakukan review dan penggabungan atas Framework Agreement on the ASEAN Investment Area FA-AIA dan ASEAN Invesment Guarantee Agreement ASEAN IGA. Tujuan pembentukan ACIA adalah mendapatkan perjanjian investasi yang komprehensif yang bersifat forward looking dengan karakteristik, persyaratan dan kewajiban yang mengacu pada internasional best practice, dan target waktu liberalisasi yang jelas sejalan dengan AEC 2015 sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor terhadap ASEAN. ACIA akan mendorong lingkungan investasi yang lebih liberal, transparan, kompetitif serta fasilitatif. Dengan ACIA, ASEAN based investor akan lebih luas tidak hanya mencakup ASEAN-owned companies. Untuk mencapai tujuan tersebut, ACIA dibentuk oleh empat pilar, yaitu: perlindungan investasi protection, fasilitasi dan kerjasama facilitation and cooperation, promosi dan kepedulian promotion and awareness serta liberaliasi liberalisation. Universitas Sumatera Utara 5 Dalam konteks Hukum Internasional, perjanjian-perjanjian dalam bidang investasi yang dilaksanakan oleh Negara-negara ASEAN ini merupakan suatu perjanjian internasional yang telah diatur dalam hukum internasional.Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan oleh subjek-subjek hukum internasional, yang diatur oleh hukum internasional dan berisikan ikatan-ikatan yang mempunyai akibat-akibat hukum tertentu. 3 Termasuk ke dalam perjanjian internasional adalah perjanjian yang dibuat oleh negara dengan negara, antara negara dengan organisasi internasional, dan antara organisasi internasional yang satu dengan yang lainnya. Karena perjanjian investasi ASEAN ini dilakukan oleh banyak negara maka Perjanjian Internasional ini merupakan Perjanjian Internasional Multilateral, yaitu Perjanjian Internasional yang peserta atau pihak-pihak yang terikat didalam perjanjian itu lebih dari dua subjek hukum internasional. Perjanjian-perjanjian investasi yang disepakati negara-negara ASEAN ini diatur dalam Konvensi WINA atau Vienna Convention on the Law of Treaties 1969 yang ditandatangani 23 Mei 1969, dan mulai berlaku entered into force sejak tanggal 27 Januari 1980 kemudian telah menjadi hukum internasional positif. Konvensi ini terdiri dari Pembukaan, delapan bab, 85 pasal serta tujuh pasal tambahan annex. Konvensi ini merupakan instrumen yang memiliki tujuan untuk membentuk perjanjian internasional.Konvensi Wina 1969 juga mengatur prinsip-prinsip umum dalam hukum perjanjian internasional. Perjanjian investasi ASEAN ini salah satu tujuan penyusunaannya adalah untuk mempromosikan arus free investment dan semakin membebaskan aliran modal. Melalui integrasi ekonomi yang semakin mendalam, anggota ASEAN dapat membentuk sebuah kawasan yang memiliki dasar produksi yang luas sehingga dapat menarik lebih banyak Foreign Direct Investment FDI atau investasi langsung dan 3 Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranandan Fungsi dalam Era Dinamika Global. Bandung: P.T. Alumni, 2011, hlm. 85. Universitas Sumatera Utara 6 memperkuat FDI serta perdagangan di kawasan Asia Timur. Hal ini dapat meningkatkan peluang untuk perusahaan domestik berpartisipasi dalam jaringan produksi regional dan global.FDI memegang peranan krusial untuk menyukseskan integrasi ekonomi di ASEAN.Selain masuknya arus modal, nilai tukar mata uang asing, akses yang lebih mudah ke pasar internasional dan transfer teknologi, FDI juga dapat menjadi sebuah instrument dalam memperkuat institusi dan menciptakan lingkungan bisnis yang lebih stabil. Negara Tujuan FDI host country pun telah berubah selama dua dekade terakhir yang ditandai dengan peningkatan share FDI di Negara Berkembang. Secara lebih spesifik, share FDI di Negara berkembang telah meningkat dari29 persen pada tahun 1970 menjadi 47 persen tahun 2011 UNCTAD, 2013. Sejumlah Negara ASEAN telah dengan cukup sukses menarik FDI ke dalam negaranya beberapa tahun terakhir.Aliran masuk FDI ke ASEAN empat kali lipat antara tahun 2002 dan 2007.Namun, nilai tersebut masih di belakang China. Pada tahun 1980-an, anggota ASEAN pernah mengungguli China namun sejak awal 1990-an posisi tersebut telah diambil alih oleh China. Oleh karena itu cukup beralasan bahwa mengemukanya momentum AEC salah satunya dimotivasi oleh berkurangnya FDI di ASEAN. Salah satu pilar AEC adalah untuk meningkatkan daya saing ASEAN dalam menarik FDI. 4 Sejumlah faktor menjadi penentu besarnya FDI yang mengalir ke host country. Penciptaan iklim yang kondusif bagi FDI merupakan penunjang utama untuk menarik FDI ke dalam kawasan ASEAN.Stabilitas ekonomi dan politik telah mengemuka sebagai faktor yang penting dalam menarik FDI.Faktor penting lainnya adalah rezim kebijakan mengenai FDI di Negara tujuan Host Country.Sebuah Negara yang 4 Gek Sintha Mas Jasmin Wika, Iklim Investasi Negara-Negara ASEAN Menuju ASEAN Economic Community AEC: Investasi Langsung Luar Negeri FDI, http:dspace.uc.ac.idbitstreamhandle123456789487Gek20Shinta.pdf, diakses tanggal 5 Januari 2015. Universitas Sumatera Utara 7 memiliki kondisi yang ideal, seperti ukuran pasar yang luas tidak dapat menarik FDI bila negara tersebut menetapkan kebijakan pembatasan FDI. Bahkan jika rezim FDI di negara tersebut lemah akan transparansi dan stabilitas. Hal tersebut menegaskan bahwa pentingnya kebijakan itu sendiri dalam menentukan daya tarik sebuah negara sebagai negara penerima arus masuk FDI. 5 Dalam rangka pelaksanaan komitmen Indonesia dalam kaitannya dengan Association of Southeast Asian NationsASEAN Economic Community AEC, dipandang perlu menyesuaikan ketentuan-ketentuan dalam bidang investasi khususnya mengenai investasi langsung, oleh karena itu dengan ditandatanganinya Piagam ASEAN dan Blue Print ASEAN menuju Komunitas Ekonomi ASEAN 2015 pada KTT ASEAN ke-13 di Singapura tahun 2007 silam maka setiap negara anggota ASEAN wajib mematuhi dan mengimplementasikan AEC pada 2015 sesuai yang disepakati dalam deklarasi cetak biru Masyarakat Ekonomi ASEAN. Indonesia sebagai anggota ASEAN yang ikut serta dalam kesepakatan investasi AEC juga turut mengatur masalah Investasi dalam peraturan perundang-undangan nasionalnya. Penanaman modal atau investasi asing di Indonesia diatur dalam Undang-undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal UU Penanaman Modal yang merupakan pengganti dari Undang-Undang Penanaman Modal yang lama, yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing UUPMA dan Undang-Undang No.6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri UUPMDN. Berbeda dengan UUPMA dan UUPMDN yang melakukan pembedaan pengaturan antara penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri, maka dalam UU Penanaman Modal yang berlaku sekarang, masalah penanaman modal asing maupun dalam negeri diatur dalam suatu kesatuan. 5 Ibid. Hal 3 Universitas Sumatera Utara 8 “Penanaman Modal” berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Penanaman Modal diartikan sebagai segala bentuk kegiatan menanama modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia, sedangkan “penanaman modal asing” dalam Pasal 1 angka 3 UU Penanaman Modal didefenisikan sebagai kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Berdasarkan uraian di atas maka jelas yang dimaksud dengan penanaman modal asing foreign investment tidak berarti bahwa modal tersebut berasal dari luar negeri semata, melainkan dapat juga yang sifatnya patungan joint venture, di mana terdapat penggabungan antara modal yang sumbernya berasal dari luar negeri foreign capital dan modal yang sumbernya berasal dari dalam negeri domestic capital. 6 Berhubung karena AEC ini akan segera dimulai pada 31 Desember 2015, maka perlu dilakukan studi terhadap kesepakatan investasi ASEAN tersebut sebagai salah satu pilar dari AEC itu sendiri. Berikut adalah alasan-alasan mengapa studi ini menjadi penting: Pertama, karena dalam meningkatkan daya saing ASEAN untuk menarik investasi asing perlu diciptakan iklim investasi yang kondusif di ASEAN. Oleh karenanya, arus investasi yang bebas dan terbuka dipastikan akan meningkatkan penanaman modal asing PMA baik dari penanaman modal yang bersumber dari intra-ASEAN maupun dari negara non ASEAN. Dengan meningkatnya investasi asing, pembanguna ekonomi ASEAN akan terus meningkat dan meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat ASEAN 6 David Kairupan, Aspek Hukum Penanamanan Modal Asing di Indonesia.Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, hlm. 21. Universitas Sumatera Utara 9 Kedua, investasi asing langsungforeign direct investment FDI penting bagi perkembangan ekonomi suatu negara. Investasi asing langsung dianggap lebih menguntungkan daripada investasi tidak langsung atau investasi portofolio karena keunggulan-keunggulan seperti: masuknya modal untuk pembangunan, menambah devisa negara, berdirinya perusahaan-perusahaan baru sehingga adanya pemasukan bagi negara melalui pajak, penyerapan tenaga kerja, alih teknologi, manajemen yang baik, berpengalaman dalam perdagangan internasional, menciptakan permintaan produk dengan bahan baku sebahagian dari dalam negeri, permintaan terhadap fluktuasi bunga bank dan valuta asing, memberikan perlindungan politik dan keamanan wilayah. Ketiga, Indonesia merupakan salah satu tujuan investasi potensial. Beberapa faktor mendasar yang dimiliki Indonesia menjadikannya sebagai negara tujuan investasi yang lebih unggul dibandingkan dengan Negara Anggota ASEAN lainnya, antara lain karena: Jumlah Usaha Kecil dan Menengah yang besar 42 juta sebagai tulang punggung ekonomi domestic, tanah yang kaya dan subur, jumlah penduduk yang sangat besar 230 juta sebagai pasar potensial dan tenaga kerja yang kompetitif, lokasi wilayah yang strategis berada diantara beberapa jalur transportasi laut internasional yang vital, ekonomi pasar terbuka, dan sistem mata uang bebas 7 . Contoh bidang usaha yang memiliki daya tarik bagi investor antara lain Kakao, Kelapa sawit, Energi dan mineral dan Perikanan. 7 Lusda Astri, Peluang dan Tantangan Indonesia dalam Rangka Liberlisasi Investasi dalam Kerangka Hukum ACIA menuju MEA 2015, http:s3.amazonaws.comacademia. edu.documents36045762PELUANG_DAN_TANTANGAN_INDONESIA_DALAM_RANGKA_LIBERAL ISASI_INVESTASI-libre.pdf, diakses tanggal 7 Januari 2015. Universitas Sumatera Utara 10

B. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Tinjauan Hukum Internasional Mengenai Regulasi Hukum Nasional Indonesia Sebagai Negara Anggota Asean Dalam Rangka Menghadapi Asean Economic Community 2015

2 82 130

Asean Economic Community (AEC) 2015 (Studi : Persiapan Pemerintah Indonesia Dalam Menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) 2015 Pilar Fasilitas Perdagangan Khususnya Dalam Pembentukan Indonesia National Single Windows (INSW)

1 51 87

Kesepakatan Investasi Langsung Dalam Rangka Asean Economic Community (AEC) 2015 Menurut Perspektif Hukum Perjanjian Internasional dan Hukum Nasional

4 105 139

Kesepakatan Investasi Langsung Dalam Rangka Asean Economic Community (AEC) 2015 Menurut Perspektif Hukum Perjanjian Internasional dan Hukum Nasional

0 0 10

Kesepakatan Investasi Langsung Dalam Rangka Asean Economic Community (AEC) 2015 Menurut Perspektif Hukum Perjanjian Internasional dan Hukum Nasional

0 0 2

Kesepakatan Investasi Langsung Dalam Rangka Asean Economic Community (AEC) 2015 Menurut Perspektif Hukum Perjanjian Internasional dan Hukum Nasional

0 1 21

Kesepakatan Investasi Langsung Dalam Rangka Asean Economic Community (AEC) 2015 Menurut Perspektif Hukum Perjanjian Internasional dan Hukum Nasional

0 0 6

Mutual Recognition Arrangements(Mras) Dalam Rangka Masyarakat Ekonomi Asean (Asean Economic Community)Dalam Perspektif Hukum Internasional Danpengaruhnya Terhadap Hukum Nasional Indonesia

0 0 7

Mutual Recognition Arrangements(Mras) Dalam Rangka Masyarakat Ekonomi Asean (Asean Economic Community)Dalam Perspektif Hukum Internasional Danpengaruhnya Terhadap Hukum Nasional Indonesia

0 0 1

From AFTA Towards AEC and Beyond

0 0 23