Kesepakatan Investasi Langsung Dalam Rangka Asean Economic Community (AEC) 2015 Menurut Perspektif Hukum Perjanjian Internasional dan Hukum Nasional

(1)

KESEPAKATAN INVESTASI LANGSUNG DALAM RANGKA ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) 2015 MENURUT PERSPEKTIF

HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Disusun oleh:

ALGRANT CHRISTY GINTING 110200121

Departemen Hukum Internasional

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015


(2)

KESEPAKATAN INVESTASI LANGSUNG DALAM RANGKA ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) 2015 MENURUT PERSPEKTIF

HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dalam Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Disusun Oleh: Algrant Christy Ginting

110200121

Departemen Hukum Internasional

Disetujui Oleh,

KETUA DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL FAKULTAS HUKUM USU

Dr. Chairul Bariah, SH., M. Hum. NIP. 195612101986012001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Mahmul Siregar, SH., M. Hum. Dr. Jelly Leviza, SH., M. Hum,


(3)

KESEPAKATAN INVESTASI LANGSUNG DALAM RANGKA ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) 2015 MENURUT PERSPEKTIF HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL

*) Algrant Christy Ginting **) Dr. Mahmul Siregar, SH., M. Hum.

***) Dr. Jelly Leviza, SH., M. Hum. ABSTRAK

ASEAN Economic Community (AEC) 2015 akan segera dimulai pada akhir tahun 2015 ini, sehingga mau tidak mau kesepakatan ini akan segera dilaksanakan di kawasan regional Asia Tenggara yang bertujuan untuk memperdalam dan memperluas integrasi ekonomi kawasan dan membentuk ASEAN sebagai suatu pasar tunggal dan basis produksi serta menjadikan ASEAN lebih dinamis dan kompetitif dengan lamgkah-langkah dan mekanisme baru untuk memperkuat implementasi inisatif ekonomi yang telah ada sesuai dengan apa yang tertulis dalam cetak biru AEC. Investasi merupakan salah satu komponen utama dalama pembangunan ekonomi ASEAN dan aliran bebas investasi merupakan salah satu bidang yang diatur dalam upaya mewujudkan integrasi ekonomi ASEAN pada tahun 2015.Oleh karena itu Pemerintah Indonesia berkewajiban untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangannya agar AEC 2015 tidak malah merugikan masyarakat Indonesia dan tetap mengedepankan kepentingan nasionalnya.

Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana pengaturan mengenai investasi langsung dalam rangka ASEAN Economic Community (AEC) 2015, bagaimana pengaturan investasi langsung dalam rangka AEC 2015 jika ditinjau dari perspektif Hukum Perjanjian Internasional, dan bagaimana harmonisasi hukum nasional tentang investasi asing terkait dengan kesepakatan ASEAN tentang investasi dalam rangka menghadapi AEC 2015.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data-data sekunder yang diperoleh dengan cara pengumpulan data secara Studi Pustaka.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : pertama, Kerjasama ASEAN dalam bidang Investasi telah dimulai sejak ASEAN Investment Guarantee Agreement (ASEAN IGA), lalu diikuti dengan ditandatanganinya The Framework on the ASEAN Investment Area (AIA), sampai yang terakhir dan masih berlaku sampai sekarang ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA) yang pada dasarnya merupakan penggabungan dari ke-dua perjanjian investasi sebelumnya. Kedua, Perjanjian-perjanjian investasi ASEAN ini dalam konteks Hukum Perjanjian Internasional merupakan suatu perjanjian internasional yang di selenggarakan oleh negara-negara Asia Tenggara dalam lingkup ASEAN sebagai Organisasi Internasional yang mengesahkannya. Ketiga, Undang-Undang Penanaman Modal merupakan salah satu peraturan perundang-perundangan yang disesuaikan dan menjadi semangat liberalisasi Indonesia sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan kepentingan nasional serta


(4)

ada beberapa tambahan peraturan yang dalam mendukung pengharmonisasian ketentuan investasi langsung ASEAN yaitu Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) No. 5 Tahini 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Non-perizinan Penanaman Modal dan Peraturan Presiden No. 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Terbuka dengan Persyaratan Bidang Penanaman Modal.

Kata Kunci: Investasi Langsung ASEAN, ASEAN Economic Community, Hukum Perjanjian Internasional.

*) Mahasiswa Fakultas Hukum USU **) Dosen Pembimbing I


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah dan karunia-Nya yang selalu menyertai Penulis sampai penulisan skrispsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulisan skrispsi yang berjudul: KESEPAKATAN INVESTASI LANGSUNG DALAM RANGKA ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) 2015 DITINJAU DARI HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL adalah guna memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis sadar akan ketidaksempurnaan penulisan skrispsi ini sehingga berharap agar semua pihak dapat memberikan kritik dan saran yang membangun agar di kemudian hari Penulis dapat menghasilkan sebuah karya yang lebih baik, baik dari segi substansi maupun dari segi cara penulisannya.

Penulis menyadari sepenuhnya, tanpa bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak, maka penulisan skripsi ini tidak dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH. M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin,S.H.M.Hum, D.F.M. Selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU


(6)

4. Dr. OK Saidin,S.H,M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum USU.

5. Bapak Mahmul Siregar, S.H., M.H.,selaku Dosen Pembimbing I yang dengan setulus hati telah bersedia meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan, bantuan, dan juga arahan-arahan kepada penulis pada saat penulisan skripsi ini.

6. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H.,M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang dengan penuh kesabaran bersedia meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan, bantuan, dan arahan-arahan kepada penulis pada saat penulisan skripsi ini.

7. Seluruh staf pengajar dan pegawai administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu dan membantu penulis selama menjalani segala kegiatan perkuliahan. 8. Teristimewa kepada mendiangAyah dan Ibu Penulis yang tercinta,

yaitu Bangkit Ginting dan Ernita Emeliana Purba, yang telah melahirkan penulis ke dunia ini, merawat, membesarkan, mendoakan dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang dan kesabaran yang tak habis-habisnya sampai akhir hayatnya.

Terimakasih yang sebesar-besarnya, tidak mungkin penulis dapat membalas semua jasa dan kasih sayang yang telah kalian berikan, semoga Penulis dapat membanggakan kalian berdua di Surga.

9. Kepada adik Penulis yang tersayang, Girlie Aneira Ginting, yang terus menyayangi, mengingatkan dan mendukung Penulis setiap saat.


(7)

10.Kepada seluruh keluarga besar, baik dari pihak Ayah maupun Ibu, yang telah mendukung dan mendoakan penulis.

11.Kepada sahabat-sahabat Penulis: Yosephine, Joy Sandio, Bima, Yegar, Toni.

12.Kepada sahabat-sahabat Penulis di Fakultas Hukum: Isaac, Vincent, Suwito, Hizkia Karunia, Fadhel, Dheo, Habib,Desita Natalia, Dyah, Sheila, Kristy, Rolas Putri, Gracia,Elsha, Fifi, dan lainnya.

13.Kepada teman-temanDepartemen Hukum Internasional(ILSA 2011) Penulis yang sama-sama berjuang untuk mencapai segala harapan dan cita-cita yang diimpikan.

14. Seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dan menyempurnakan skripsi ini.Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak dan akhir kata, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang berguna bagi kita semua.Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan Rahmat dan KaruniaNya kepada kita semua.Amin.

Medan, Juli 2015

Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman Lembar Pengesahan

Abstrak ...………. i

Kata Pengantar… ………... iii

Daftar Isi ……….... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Rumusan Masalah ….………. 10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….. 11

D. Keaslian Penelitian ……… 12

E. Tinjauan Pustaka ..……….. 13

F. Metode Penelitian ..………. 19

G. Sistematika Penulisan ………. 22

BAB II PENGATURAN MENGENAI INVESTASI LANGSUNG ASEAN DALAM RANGKA ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 A. ASEAN Economic Community ………. …… 24

1. Konsep AEC………. 26

2. Cetak Biru dan Jadwal Strategis AEC 2015 ………... 28

B. Aliran Bebas Investasi Menuju AEC 2015 ... 29

1. Defenisi Penanaman Modal Asing ………... 31

2. Tipe Penanaman Modal Asing ……… 32

C. Peraturan-peraturan Investasi Langsung Intra ASEAN….. 35

1. ASEAN IGA 1987 dan Protokol Perubahan 1996….. 36

2. ASEAN FA-AIA 1998 ………. 38


(9)

Bab III PENGATURAN INVESTASI LANGSUNG ASEAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL

A. Tinjauan Umum Mengenai Hukum Perjanjian Internasional... 45

1. Pengertian Perjanjian Internasional ………. 48

2. Subjek-subjek Hukum Perjanjian Internasional………. 49

3. Istilah-istilah Perjanjian Internasional ………. 54

B. Perjanjian Investasi ASEAN Sebagai Suatu Perjanjian Internasional …... 60

C. Akibat Hukum Setelah diratifikasinya Perjanjian Investasi ASEAN ……….………. 64

BAB IV PERJANJIAN INVESTASI ASEAN DALAM RANGKA MENGHADAPI AEC 2015 DITINJAU DARI HUKUM INVESTASI DI DI INDONESIA A. Pengaturan Mengenai Investasi Langsung di Indonesia…… 70

1. Perangkat Perundang-undangan di Bidang Investasi Asing ………..………. 70

2. Bidang Usaha yang Terbuka Untuk Investasi Asing.... 70

3. Kepemilikan Saham dalam Investasi Asing………... 80

4. Pengaturan mengenai Ketenagakerjaan dalam Investasi Asing………. 84

5. Penyelenggaraan Perizinan Investasi Asing………. 88

6. Fasilitas dalam Kegiatan Investasi Asing………. 94


(10)

B. Pengaturan Harmonisasi Hukum Investasi Langsung di

Indonesia dalam Rangka AEC 2015 ………. 100 C. Penyesuaian Peraturan di Indonesia dalam Rangka

Menghadapi AEC 2015 ………... 105 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ……… 124

B. Saran ……… 127


(11)

KESEPAKATAN INVESTASI LANGSUNG DALAM RANGKA ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) 2015 MENURUT PERSPEKTIF HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL

*) Algrant Christy Ginting **) Dr. Mahmul Siregar, SH., M. Hum.

***) Dr. Jelly Leviza, SH., M. Hum. ABSTRAK

ASEAN Economic Community (AEC) 2015 akan segera dimulai pada akhir tahun 2015 ini, sehingga mau tidak mau kesepakatan ini akan segera dilaksanakan di kawasan regional Asia Tenggara yang bertujuan untuk memperdalam dan memperluas integrasi ekonomi kawasan dan membentuk ASEAN sebagai suatu pasar tunggal dan basis produksi serta menjadikan ASEAN lebih dinamis dan kompetitif dengan lamgkah-langkah dan mekanisme baru untuk memperkuat implementasi inisatif ekonomi yang telah ada sesuai dengan apa yang tertulis dalam cetak biru AEC. Investasi merupakan salah satu komponen utama dalama pembangunan ekonomi ASEAN dan aliran bebas investasi merupakan salah satu bidang yang diatur dalam upaya mewujudkan integrasi ekonomi ASEAN pada tahun 2015.Oleh karena itu Pemerintah Indonesia berkewajiban untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangannya agar AEC 2015 tidak malah merugikan masyarakat Indonesia dan tetap mengedepankan kepentingan nasionalnya.

Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana pengaturan mengenai investasi langsung dalam rangka ASEAN Economic Community (AEC) 2015, bagaimana pengaturan investasi langsung dalam rangka AEC 2015 jika ditinjau dari perspektif Hukum Perjanjian Internasional, dan bagaimana harmonisasi hukum nasional tentang investasi asing terkait dengan kesepakatan ASEAN tentang investasi dalam rangka menghadapi AEC 2015.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data-data sekunder yang diperoleh dengan cara pengumpulan data secara Studi Pustaka.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : pertama, Kerjasama ASEAN dalam bidang Investasi telah dimulai sejak ASEAN Investment Guarantee Agreement (ASEAN IGA), lalu diikuti dengan ditandatanganinya The Framework on the ASEAN Investment Area (AIA), sampai yang terakhir dan masih berlaku sampai sekarang ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA) yang pada dasarnya merupakan penggabungan dari ke-dua perjanjian investasi sebelumnya. Kedua, Perjanjian-perjanjian investasi ASEAN ini dalam konteks Hukum Perjanjian Internasional merupakan suatu perjanjian internasional yang di selenggarakan oleh negara-negara Asia Tenggara dalam lingkup ASEAN sebagai Organisasi Internasional yang mengesahkannya. Ketiga, Undang-Undang Penanaman Modal merupakan salah satu peraturan perundang-perundangan yang disesuaikan dan menjadi semangat liberalisasi Indonesia sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan kepentingan nasional serta


(12)

ada beberapa tambahan peraturan yang dalam mendukung pengharmonisasian ketentuan investasi langsung ASEAN yaitu Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) No. 5 Tahini 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Non-perizinan Penanaman Modal dan Peraturan Presiden No. 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Terbuka dengan Persyaratan Bidang Penanaman Modal.

Kata Kunci: Investasi Langsung ASEAN, ASEAN Economic Community, Hukum Perjanjian Internasional.

*) Mahasiswa Fakultas Hukum USU **) Dosen Pembimbing I


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak dibentuknya ASEAN sebagai organisasi regional pada tahun 1967, negara-negara anggota telah meletakkan kerjasama ekonomi sebagai salah satu agenda utama yang perlu dikembangkan. Pada awalnya kerjasama ekonomi difokuskan pada program-program pemberian preferensi perdagangan (preferential trade), usaha patungan (joint ventures), dan skema saling melengkapi (complementation scheme) antar pemerintah negara-negara anggota maupun pihak swasta di kawasan ASEAN, seperti ASEAN Industrial Projects Plan (1976), Preferential Trading Arrangement (1977), ASEAN Industrial Complementation scheme (1981), ASEAN Industrial Joint-Ventures scheme (1983), dan Enhanced Preferential Trading arrangement (1987).Pada dekade 80-an dan 90-an, ketika negara-negara di berbagai belahan dunia mulai melakukan upaya-upaya untuk menghilangkan hambatan-hambatan ekonomi, negara-negara anggota ASEAN menyadari bahwa cara terbaik untuk bekerjasama adalah dengan saling membuka perekonomian mereka, guna menciptakan integrasi ekonomi kawasan.1

Tahun 1992 dalam KTT ke-5 ASEAN di Singapura ditandatangani Framework Agreement on Enhancing ASEAN Economic Cooperation sekaligus merupakan tanda telah dicanangkannya ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada 1 Januari 1993 yang memberi implikasi dalam bentuk pengurangan dan eliminasi tarif dan

1

Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia, Kerjasama Ekonomi ASEAN, http://www.kemlu.go.id/Documents/Kerjasama%20Ekonomi%20ASEAN.doc, diakses tanggal 31 Januari 2015.


(14)

perbaikan terhadap kebijakan-kebijakan dan fasilitasi perdagangan. Dalam perkembangannya AFTA tidak lagi hanya difokuskan pada liberliasasi perdagangan barang, tetapi juga perdagangan jasa dan investasi yang akan menjadi fokus penelitian ini.

Lalu muncul sebuah ide untuk membentuk Komunitas ASEAN yang salah satu pilarnya adalah ASEAN Economic Community (AEC) pada KTT ASEAN ke-9 tahun 2003 di Bali (Bali Concord II) yang bertujuan untuk menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang ditandai dengan bebasnya aliran barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan perpindahan barang modal secara lebih bebas. Pada tahun 2004 di Vientine, disepakati Vientiane Action Program (VAP) yang merupakan panduan untuk mendukung implementasi pencapaian AEC di tahun 2020.

Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN dalam ASEAN Economic Meeting (AEM) di Kuala Lumpur pada tahun 2006 menyetujui untuk membuat suatu cetak biru (blueprint) untuk menindaklanjuti pembentukan AEC dengan mengidentifikasi sifat-sifat dan elemen-elemen AEC pada tahun 2015 sesuai dengan Bali Concord II, yang selanjutya dilakukan percepatan untuk membentuk ASEAN Community dari tahun 2020 menjadi tahun 2015 dalam Cebu Declaration on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015di Cebu, Fillipina,di mana dalam cetak biru AEC tersebut berisi rencana kerja strategis dalam jangka pendek, menengah dan panjang hingga tahun 2015 menuju terbentuknya integrasi ekonomi ASEAN, yaitu:

a. Menuju single market dan production base (arus perdagangan bebas untuk sektor barang, jasa, investasi, pekerja terampil, dan modal);


(15)

b. Menuju penciptaaan kawasan regional ekonomi yang berdaya saing tinggi (regional competition policy, IPRs action plan, infrastructure development, ICT, energy cooperation, taxation, dan pengembangan UKM);

c. Menuju suatu kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata (region of equitable economic development) melalui pengembangan UKM dan program-program Initiative for ASEAN Integration (IAI); dan

d. Menuju integrasi penuh pada ekonomi global (pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi eksternal serta mendorong keikutsertaan dalam global supply network).2

Sedangkan kerjasama ASEAN dalam sektor investasi berawal saat dikemukakannya gagasan pembentukan suatu kawasan investasi ASEAN dalam Pertemuan Pemimpin ASEAN di Bangkok pada tahun 1995. Lalu dibentukah Work Comittee of ASEAN Investment Area (WC-AIA) pada tahun 1996 sebagai tindak lanjut atas gagasan tersebut, komite ini berada di bawah naungan Senior Economics Official Meeting (SEOM) yang bertugas untuk menyiapkan sebuah persetujuan atau perjanjian dasar tentang investasi ASEAN.

Perjanjian ini selanjutnya disetujui dan ditandatangani di Makati City, Filipina, pada tahun 1998 dalam Framework Agreement on ASEAN Investment Area (FA-AIA). Bersamaan dengan penandatanganan tersebut juga disahkan pembentukan AIA Council. Dalam FA-AIA telah mencakup seluruh kegiatan Investasi, kecuali investasi portfolio dan kegiatan investasi lain yang sudah diatur pada perjanjian ASEAN lainnya , seperti the ASEAN Framework Agreement on Services. Pembentukan FA-AIA mempunyai tujuan utama untuk menciptakan suatu kawasan Investasi ASEAN yang liberal dan transparan sehingga dapat meningkatkan arus investasi demi pembangunan ekonomi nasional dan kawasan.

2


(16)

Kerangka kerja AIA mencakup semua arus investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) ke ASEAN maupun investasi langsung antar negara-negara ASEAN. Persetujuan tersebut antara lain akan mengikat negara-negara anggota untuk menghapus hambatan-hambatan investasi, meliberalisasi peraturan-peraturan dan kebijaksanaan investasi, memberi persamaan perlakuan nasional dan membuka investasi di industrinya terutama sektor manufaktur. Dengan menciptakan ASEAN sebagai suatu kawasan investasi yang lebih berdaya saing dan terbuka, AIA diharapkan dapat menarik arus investasi langsung ke ASEAN.

Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN Ke-40 pada tahun 2008 yang berlangsung di Singapura menyepakati untuk membentuk suatu rejim investasi ASEAN yang lebih terbuka serta mendukung proses integrasi dan daya saing kawasan yaitu ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA) yang disusun dengan melakukan review dan penggabungan atas Framework Agreement on the ASEAN Investment Area (FA-AIA) dan ASEAN Invesment Guarantee Agreement (ASEAN IGA). Tujuan pembentukan ACIA adalah mendapatkan perjanjian investasi yang komprehensif yang bersifat forward looking dengan karakteristik, persyaratan dan kewajiban yang mengacu pada internasional best practice, dan target waktu liberalisasi yang jelas sejalan dengan AEC 2015 sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor terhadap ASEAN. ACIA akan mendorong lingkungan investasi yang lebih liberal, transparan, kompetitif serta fasilitatif. Dengan ACIA, ASEAN based investor akan lebih luas tidak hanya mencakup ASEAN-owned companies. Untuk mencapai tujuan tersebut, ACIA dibentuk oleh empat pilar, yaitu: perlindungan investasi (protection), fasilitasi dan kerjasama (facilitation and cooperation), promosi dan kepedulian (promotion and awareness) serta liberaliasi (liberalisation).


(17)

Dalam konteks Hukum Internasional, perjanjian-perjanjian dalam bidang investasi yang dilaksanakan oleh Negara-negara ASEAN ini merupakan suatu perjanjian internasional yang telah diatur dalam hukum internasional.Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan oleh subjek-subjek hukum internasional, yang diatur oleh hukum internasional dan berisikan ikatan-ikatan yang mempunyai akibat-akibat hukum tertentu.3Termasuk ke dalam perjanjian internasional adalah perjanjian yang dibuat oleh negara dengan negara, antara negara dengan organisasi internasional, dan antara organisasi internasional yang satu dengan yang lainnya. Karena perjanjian investasi ASEAN ini dilakukan oleh banyak negara maka Perjanjian Internasional ini merupakan Perjanjian Internasional Multilateral, yaitu Perjanjian Internasional yang peserta atau pihak-pihak yang terikat didalam perjanjian itu lebih dari dua subjek hukum internasional. Perjanjian-perjanjian investasi yang disepakati negara-negara ASEAN ini diatur dalam Konvensi WINA atau Vienna Convention on the Law of Treaties 1969 yang ditandatangani 23 Mei 1969, dan mulai berlaku (entered into force) sejak tanggal 27 Januari 1980 kemudian telah menjadi hukum internasional positif. Konvensi ini terdiri dari Pembukaan, delapan bab, 85 pasal serta tujuh pasal tambahan (annex). Konvensi ini merupakan instrumen yang memiliki tujuan untuk membentuk perjanjian internasional.Konvensi Wina 1969 juga mengatur prinsip-prinsip umum dalam hukum perjanjian internasional.

Perjanjian investasi ASEAN ini salah satu tujuan penyusunaannya adalah untuk mempromosikan arus free investment dan semakin membebaskan aliran modal. Melalui integrasi ekonomi yang semakin mendalam, anggota ASEAN dapat membentuk sebuah kawasan yang memiliki dasar produksi yang luas sehingga dapat menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI) atau investasi langsung dan

3

Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranandan Fungsi dalam Era Dinamika Global. (Bandung: P.T. Alumni, 2011), hlm. 85.


(18)

memperkuat FDI serta perdagangan di kawasan Asia Timur. Hal ini dapat meningkatkan peluang untuk perusahaan domestik berpartisipasi dalam jaringan produksi regional dan global.FDI memegang peranan krusial untuk menyukseskan integrasi ekonomi di ASEAN.Selain masuknya arus modal, nilai tukar mata uang asing, akses yang lebih mudah ke pasar internasional dan transfer teknologi, FDI juga dapat menjadi sebuah instrument dalam memperkuat institusi dan menciptakan lingkungan bisnis yang lebih stabil.

Negara Tujuan FDI (host country) pun telah berubah selama dua dekade terakhir yang ditandai dengan peningkatan share FDI di Negara Berkembang. Secara lebih spesifik, share FDI di Negara berkembang telah meningkat dari29 persen pada tahun 1970 menjadi 47 persen tahun 2011 (UNCTAD, 2013). Sejumlah Negara ASEAN telah dengan cukup sukses menarik FDI ke dalam negaranya beberapa tahun terakhir.Aliran masuk FDI ke ASEAN empat kali lipat antara tahun 2002 dan 2007.Namun, nilai tersebut masih di belakang China. Pada tahun 1980-an, anggota ASEAN pernah mengungguli China namun sejak awal 1990-an posisi tersebut telah diambil alih oleh China. Oleh karena itu cukup beralasan bahwa mengemukanya momentum AEC salah satunya dimotivasi oleh berkurangnya FDI di ASEAN. Salah satu pilar AEC adalah untuk meningkatkan daya saing ASEAN dalam menarik FDI.4

Sejumlah faktor menjadi penentu besarnya FDI yang mengalir ke host country. Penciptaan iklim yang kondusif bagi FDI merupakan penunjang utama untuk menarik FDI ke dalam kawasan ASEAN.Stabilitas ekonomi dan politik telah mengemuka sebagai faktor yang penting dalam menarik FDI.Faktor penting lainnya adalah rezim kebijakan mengenai FDI di Negara tujuan (Host Country).Sebuah Negara yang

4

Gek Sintha Mas Jasmin Wika, Iklim Investasi Negara-Negara ASEAN Menuju ASEAN Economic

Community (AEC): Investasi Langsung Luar Negeri (FDI),

http://dspace.uc.ac.id/bitstream/handle/123456789/487/Gek%20Shinta.pdf, diakses tanggal 5 Januari 2015.


(19)

memiliki kondisi yang ideal, seperti ukuran pasar yang luas tidak dapat menarik FDI bila negara tersebut menetapkan kebijakan pembatasan FDI. Bahkan jika rezim FDI di negara tersebut lemah akan transparansi dan stabilitas. Hal tersebut menegaskan bahwa pentingnya kebijakan itu sendiri dalam menentukan daya tarik sebuah negara sebagai negara penerima arus masuk FDI.5

Dalam rangka pelaksanaan komitmen Indonesia dalam kaitannya dengan Association of Southeast Asian Nations/ASEAN Economic Community (AEC), dipandang perlu menyesuaikan ketentuan-ketentuan dalam bidang investasi khususnya mengenai investasi langsung, oleh karena itu dengan ditandatanganinya Piagam ASEAN dan Blue Print ASEAN menuju Komunitas Ekonomi ASEAN 2015 pada KTT ASEAN ke-13 di Singapura tahun 2007 silam maka setiap negara anggota ASEAN wajib mematuhi dan mengimplementasikan AEC pada 2015 sesuai yang disepakati dalam deklarasi cetak biru Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Indonesia sebagai anggota ASEAN yang ikut serta dalam kesepakatan investasi AEC juga turut mengatur masalah Investasi dalam peraturan perundang-undangan nasionalnya. Penanaman modal atau investasi asing di Indonesia diatur dalam Undang-undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU Penanaman Modal) yang merupakan pengganti dari Undang-Undang Penanaman Modal yang lama, yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (UUPMA) dan Undang-Undang No.6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (UUPMDN). Berbeda dengan UUPMA dan UUPMDN yang melakukan pembedaan pengaturan antara penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri, maka dalam UU Penanaman Modal yang berlaku sekarang, masalah penanaman modal asing maupun dalam negeri diatur dalam suatu kesatuan.

5


(20)

“Penanaman Modal” berdasarkan Pasal 1 angka (1) UU Penanaman Modal diartikan sebagai segala bentuk kegiatan menanama modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia, sedangkan “penanaman modal asing” dalam Pasal 1 angka (3) UU Penanaman Modal didefenisikan sebagai kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Berdasarkan uraian di atas maka jelas yang dimaksud dengan penanaman modal asing (foreign investment) tidak berarti bahwa modal tersebut berasal dari luar negeri semata, melainkan dapat juga yang sifatnya patungan (joint venture), di mana terdapat penggabungan antara modal yang sumbernya berasal dari luar negeri (foreign capital) dan modal yang sumbernya berasal dari dalam negeri (domestic capital).6

Berhubung karena AEC ini akan segera dimulai pada 31 Desember 2015, maka perlu dilakukan studi terhadap kesepakatan investasi ASEAN tersebut sebagai salah satu pilar dari AEC itu sendiri. Berikut adalah alasan-alasan mengapa studi ini menjadi penting:

Pertama, karena dalam meningkatkan daya saing ASEAN untuk menarik investasi asing perlu diciptakan iklim investasi yang kondusif di ASEAN. Oleh karenanya, arus investasi yang bebas dan terbuka dipastikan akan meningkatkan penanaman modal asing (PMA) baik dari penanaman modal yang bersumber dari intra-ASEAN maupun dari negara non ASEAN. Dengan meningkatnya investasi asing, pembanguna ekonomi ASEAN akan terus meningkat dan meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat ASEAN

6

David Kairupan, Aspek Hukum Penanamanan Modal Asing di Indonesia.(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), hlm. 21.


(21)

Kedua, investasi asing langsung/foreign direct investment (FDI) penting bagi perkembangan ekonomi suatu negara. Investasi asing langsung dianggap lebih menguntungkan daripada investasi tidak langsung atau investasi portofolio karena keunggulan-keunggulan seperti: masuknya modal untuk pembangunan, menambah devisa negara, berdirinya perusahaan-perusahaan baru sehingga adanya pemasukan bagi negara melalui pajak, penyerapan tenaga kerja, alih teknologi, manajemen yang baik, berpengalaman dalam perdagangan internasional, menciptakan permintaan produk dengan bahan baku sebahagian dari dalam negeri, permintaan terhadap fluktuasi bunga bank dan valuta asing, memberikan perlindungan politik dan keamanan wilayah.

Ketiga, Indonesia merupakan salah satu tujuan investasi potensial. Beberapa faktor mendasar yang dimiliki Indonesia menjadikannya sebagai negara tujuan investasi yang lebih unggul dibandingkan dengan Negara Anggota ASEAN lainnya, antara lain karena: Jumlah Usaha Kecil dan Menengah yang besar (42 juta) sebagai tulang punggung ekonomi domestic, tanah yang kaya dan subur, jumlah penduduk yang sangat besar (230 juta) sebagai pasar potensial dan tenaga kerja yang kompetitif, lokasi wilayah yang strategis (berada diantara beberapa jalur transportasi laut internasional yang vital), ekonomi pasar terbuka, dan sistem mata uang bebas7. Contoh bidang usaha yang memiliki daya tarik bagi investor antara lain Kakao, Kelapa sawit, Energi dan mineral dan Perikanan.

7

Lusda Astri, Peluang dan Tantangan Indonesia dalam Rangka Liberlisasi Investasi dalam Kerangka Hukum ACIA menuju MEA 2015, http://s3.amazonaws.com/academia. edu.documents/36045762/PELUANG_DAN_TANTANGAN_INDONESIA_DALAM_RANGKA_LIBERAL ISASI_INVESTASI-libre.pdf, diakses tanggal 7 Januari 2015.


(22)

B. Perumusan Masalah

Sejalan dengan hal-hal tersebut diatas, maka rumusan permasalah yang akan di bahas dalam skripsi ini adalah, sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan mengenai investasi langsung dalam rangka ASEAN Economic Community (AEC) 2015?

2. Bagaimana pengaturan investasi langsung dalam rangka AEC 2015 ini jika ditinjau dari perspektif Hukum Perjanjian Internasional?

3. Bagaimana harmonisasi hukum nasional tentang investasi asing terkait dengan kesepakatan ASEAN tentang investasi dalam rangka menghadapi AEC 2015?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk Memberi gambaran tentang apa itu ASEAN Economic Community (AEC) 2015 yang akan segera berlangsung pada waktu mendatang.

2. Memberi uraian dan penjelasan mengenai pengaturan investasi langsung yang di sepakati oleh ASEAN.

3. Untuk mengetahui bagaiamana pengaturan investasi tersebut jika ditinjau dalam perspektif Hukum Perjanjian Internasional.

4. Untuk mengetahui akibat hukum dari ratifikasi ketentuan investasi terhadap hukum di Indonesia.


(23)

5. Untuk mengetahui bagaimana harmonisasi hukum investasi nasional terhadap kesepakatan investasi ASEAN dalam rangka AEC 2015

2. Manfaat Penulisan

1. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan sekaligus pemahaman yang berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan secara umum, dan ilmu hukum pada khususnya, terutama masalah hukum investasi asing di Indonesia. Serta penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya terkait substansi penelitian.

2. Secara praktis

Bagi pelaku usaha atau investor baik investor asing maupun dalam negeri, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan mengenai ketentuan investasi asing di Indonesia sehingga dapat membantu menentukan pilihan untuk berinvestasi.

Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi kebijakan dalam bidang investasi, juga diharapkan menjadi pertimbangan bagi penyempurnaan perangkat ketentuan hukum di bidang Investasi.

Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam sehingga lebih mengerti bagaimana kondisi hukum investasi serta pemahaman terhadap peraturan investasi ASEAN.


(24)

D. Keaslian Penulisan

Karya Tulis ini merupakan karya tulis asli, yang mana dalam hal ini penulis menuangkan segenap gagasan dan sudut pandang tentang Kesepakatan Investasi Langsung dalam Kerangka ASEAN Economic Community 2015 menurut perspektif Hukum Perjanjian Internasional dan Hukum Nasional. Topik tersebut diangkat menjadi judul dari skripsi ini oleh penulis dan merupakan hasil karya tulis yang sejauh ini belum pernah ditulis sebelumnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ataupun Universitas lainnya.

Dilihat dari permasalahan serta tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini, maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini merupakan karya asli dari penulis dengan melihat dasar-dasar yang telah ada baik melalui literature yang diperoleh dari perpustakaan dan dari media massa baik media cetak maupun media elektronik, dan juga melalui bantuan dari berbagai pihak yang dituangkan dalam skripsi ini.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. ASEAN Economic Community 2015

ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan realisasi tujuan akhir integrasi ekonomi sesuai visi ASEAN 2020, yang didasarkan pada kepentingan bersama Negara Anggota ASEAN untuk memperdalam dan memperluas integrasi ekonomi melalui inisiatif yang telah ada dan inisiatif baru dengan kerangka waktu yang jelas. Untuk membenuk AEC, ASEAN harus melaksanakan kewajiban sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi yang terbuka, berwawasan keluar, inklusif, dan berorientasi pada pasar, sesuai dengan aturan-aturan


(25)

multilateral serta patuh terhadap sistem berdasarkan aturan hukum agar pemenuhan dan implementasi komitmen-komitmen ekonomi dapat berjalan efektif.8

AEC akan membentuk ASEAN sebagai suatu pasar tunggal dan basis produksi serta menjadikan ASEAN lebih dinamis dan kompetitif dengan langkah-langkah dan mekanisme baru untuk memperkuat implementasi inisiatif-inisiatif ekonomi yang telah ada;mempercepat integrasi kawasan dalam sektor-sektor prioritas; mempermudah pergerakan para pelaku usaha tenaga kerja terampil dan berbakat dan memperkuat mekanisme institusi ASEAN. Sebagai langkah awal menuju Komunitas Ekonomi ASEAN, ASEAN telah mengimplementasikan berbagai rekomendasi High Level Task Force (HLTF) on ASEAN Economic Integration sebagaiman tertera dalam Bali Concord II.9

Sebenarnya AEC baru akan terbentuk pada tahun 2020 namun dalam pada KTT ASEAN ke-12, para pemimpin ASEAN, menegaskan komitmen yang kuat untuk mempercepat pembentukan Masyarakat ASEAN pada tahun 2015 sejalan dengan Visi ASEAN 2020 dan Bali Concord II, dan menandatangani Cebu Declaration on Acceleration of the Establishment of an ASEAN Community by 2015, maka secara khusus, para pemimpin sepakat untuk mempercepat pembentukan ASEAN Economic Community pada tahun 2015.

AEC Blueprint merupakan pedoman bagi Negara-negara Anggota ASEAN untuk mencapai AEC 2015, dimana masing-masing negara berkewajiban untuk melaksanakan komitmen dalam blueprint tersebut. AEC Blueprint memuat empat kerangka utama seperti disajikan pada bagan 1, yaitu:

8

Association of South East Asian Nations, ASEAN Economic Community Blueprint (Jakarta: ASEAN Secretariat, 2008), hlm.6.

9


(26)

a. ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi internasional dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan aliran modal yang lebih bebas;

b. ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi yang tinggi, dengan elemen peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan e-commerse;

c. ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi ASEAN untuk negara-negara CMLV (Cambodia, Myanmar, Laos, dan Vietnam); dan

d. ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian global dengan elemen perndekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global. Dari keempat pilar tersebut, saat ini pilar pertama yang masih menjadi perhatian utama ASEAN.10

2. Hukum Perjanjian Internasional

J.G. Starke mengatakan bahwaTraktat adalah suatu perjanjian di mana dua negara atau lebih mengadakan atau bermaksud mengadakan suatu hubungan diantara mereka yang diatur dalam hukum internasional.Sepanjang perjanjian antar negara-negara terwujud, dengan ketentuan bahwa perjanjian itu bukan hal yang diatur oleh hukum nasional.11

10

Departemen Perdagangan Republik Indonesia, Menuju ASEAN Economic Community 2015, http://ditjenkpi.kemendag.go.id/website_kpi/Umum/Setditjen/Buku%20Menuju%20ASEAN%20E CONOMIC%20COMMUNITY%2015.pdf, diakses pada tanggal 21 Januari 2015.

11

J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kesepuluh. (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 55.


(27)

Mochtar Kusumaatmadjamengatakan bahwaPerjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu.12

Konvensi Wina 1969 Pasal 2 ayat (1)a menyatakanPerjanjian Internasional berarti suatu persetujuan internasional yang ditanda tangani antar negara dalam bentuk tertulis dan diatur oleh hukum internasional, apakah dibuat dalam bentuk satu instrumen tunggal atau dalam dua instrumen yang saling berhubungan atau lebih dan apapun yang menjadi penandaan khususnya.

Konvensi Wina 1986 Pasal 2 ayat (1)amenyatakanPerjanjian Internasional berarti suatu persetujuan internasional yang diatur dengan hukum internasional dan ditanda tangani dalam bentuk tertulis:

- antar satu negara atau lebih dan antara satu organisasi internasional atau lebih, atau antar organisasi internasional.

UU Nomor 37 Tahun l999 tentang Hubungan Luar Negeri Pasal 1 ayat (3)dituliskanPerjanjian Internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun, yg diatur oleh hukum internasional dan dibuat secara tertulis oleh pemerintah Republik Indonesia dengan satu atau lebih negara, organisasi internasional atau subyek hukum internasonal lainnya, serta menimbulkan hak dan kewajiban pada pemerintah Republik Indonesia yang bersifat hukum publik.

Perjanjian internasional memainkan peranan penting dalam mengatur hidup dan hubungan antar Negara dalam masyarakat internasional. Dalam dunia yang ditandai saling ketergantungan pada era global ini, tidak ada satu negarapun yang tidak mempunyai perjanjian dengan negara lain dan tidak diatur dalam

12

Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung: Alumni, 2010), hlm. 72.


(28)

perjanjian internasional. Hal tersebut didorong oleh perkembangan pergaulan internasional, baik yang bersifat bilateral maupun global. Perkembangan tersebut antara lain disebabkan oleh karena semakin meningkatnya teknologi komunikasi dan informasi yang berdampak pada percepatan arus globalisasi masyarakat dunia.

Perbuatan perjanjian internasional (treaty) yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia baik secara khusus maupun umum merupakan salah satu sarana yang efektif dan efisien dalam mengatasi persoalan yang timbul sekaligus guna menjamin kesejahteraan dan kedamaian untuk manusia. Sampai tahun 1969, pembuatan perjanjian– perjanjian internasional hanya diatur dalam hukum kebiasaan. Selanjutnya diatur dalam Vienna Convention on the Law of Treattes yang ditandatangani 23 Mei 1969 , dan mulai berlaku sejak tanggal 27 Januari 1980. Konvensi ini telah menjadi hukum internasional positif.

3. Investasi Asing Langsung atau Foreign Direct Investment (FDI)

Secara Umum konsep direct investment atau investasi secara langsung sering dibedakan dengan istilah portofolio investment atau investasi portofolio.13Direct investment sering diartikan sebgai kegitan penanaman modal yang melibatkan: pengalihan dana (transfer of funds), proyek yang memiliki jangka waktu panjang ( long-term project), tujuan memperoleh pendapatan regular (the purpose of regular income), partisipasi dari pihak yang melakukan pengalihan dana (the participation of the person transferring the funds), dan suatu resiko usaha (business risk).14 Sedangkan portofolio investment sering dikaitakan dengan investasi yang dilakukan melalui pasar modal atau

13

M. Sornajah, the InternationalLaw on Foreign Investment, Edisi Kedua, (Cambridge: Cambridge University Press, 2004), hlm. 7.

14

Rudolf Dolzer dan Christopher Schreuer, Principle of International Investment Law, 1stEd., (New York: Oxford University Press, 2008), hlm. 60.


(29)

bursa dengan pembelian efek atau (securities), sehingga tidak melibatkan pengalihan dana untuk proyek yang bersifat jangka panjang dan karenanya pendapatan yang diharapkan lebih bersifat jangka pendek dalam bentuk capital gain yang diperoleh pada saat penjualan efek tersebut dan bukan pendapatan yang bersifat regular, dimana investor tidak terlibat dalam manajemen perusahaan sehingga tidak terkait langsung dengan resiko kegiatan usaha yang dijalankan oleh perusahaan target atau perusahaan dimana perusahaan dimana investasi itu dilakukan dengan resiko pasar dan efek yang dibeli.15

Pasal 2 UU Penanaman Modal mengatur secara tegas bahwa ketentuan dalam undand-undang ini berlaku bagi penanaman modal di semua sektor di Wilayah Republik Indonesia. Selanjutnya Penjelasan pasal tersebut menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “penanaman modal di semua sektor di wilayah negara Republik Indonesia” adalah penanaman modal langsung dan tidak termasuk penanamanan modal tidak langsung atau portofolio. Namun demikian UU penanaman modal tidak memberikan definisi yang jelas apa yang dimaksud dengan “penanaman modal langsung” (direct investment) dan “penanaman modal tidak langsung” (indirect investment) atau “penanaman modal portofolio”.16

Pengertian Penanaman Modal Asing ditentukan dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yang berbunyi:

“Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam untuk melakukan usaha di wilayah negara Repubik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri”.17

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat diketahui bahwa kegiatan penanaman modal asing, berdasarkan jumlah modalnya dapat menggunakan dua cara bentuk:

15

David Kairupan, Op.Cit., hlm.20. 16

Ibid, Hal. 20 17

Republik Indonesia, Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 1 angka 9


(30)

1. Modal asing sepenuhnya, artinya semua modal perusahaan mutlak dimiliki oleh pihak asing; dan atau

2. Modal asing berpatungan dengan penanam modal dalam negeri, artinya sebagian modal harus berasal dari penanam modal Indonesia. Dimana saham yang dimiliki oleh pihak asing maksimal 95% sedangkan pihak penanam modal Indonesia, minimal modalnya sebesar 5%.

F. Metode Penulisan

1. Jenis dan Sifat Penulisan

Jenis penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan dalam pembahasan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum yang tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih dikenal dengan nama dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum.18

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.

a) Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan di bidang hukum yang mengikat. Contohnya adalah Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan peraturan perundang-undangan lainnya.

18

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : PT. RadjaGrafindo Persada, 2007), hal. 33


(31)

b) Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yaitu hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku, tulisan ilmiah, hasil penelitian ilmiah, laporan makalah lain yang berkaitan dengan materi penelitian.

c) Bahan hukum tersier yaitu petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus hukum, ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan sebagainya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan digunakan metode penelitian hukum normatif. Dengan pengumpulan data secara studi pustaka (library research). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan suatu penelitian kepustakaan (library research). Dalam hal ini penelitian hukum dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan atau di sebut dengan penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih di kenal dengan nama dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum. Metode library research adalah mempelajari sumber-sumber atau bahan-bahan tertulis yang dapat dijadikan bahan-bahan dalam penulisan skripsi ini.Berupa rujukan beberapa buku, wacana yang dikemukakan oleh pendapat para sarjana ekonomi dan hukum yang sudah mempunyai nama besar dibidangnya, koran dan majalah.


(32)

4. Analisa Data

Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini termasuk ke dalam tipe penelitian hukum normatif. Pengolahan data yang hakekatnya merupakan kegiatan untuk melakukan analisa terhadap permasalahan yang akan di bahas. Analisa data dilakukan dengan :19

a) Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang diteliti,

b) memilih kaidah-kaidah hukum atau doktrin yang sesuai dengan penelitian,

c) mensistematisasikan kaidah-kaidah hukum, azas atau doktrin,

d) menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep, pasal atau doktrin yang ada,

e) menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif. Pendekatan deduktif, yaitu diawali dengan mengemukakan yang bersifat umum kemudian diakhiri dengan kesimpulan yang bersifat khusus.

G. Sistematika Penulisan

Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus diuraikan secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur dan terbagi dalam bab per bab yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :

19

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 45.


(33)

Bab IBerisikan pendahuluan yang merupakan pengantar yang didalamnyaterurai mengenai latar belakang penulisan skripsi, perumusan masalahnya, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisannya, tinjauan kepustakaan, metode penulisan yang kemudian diakhiri dengan sistematika penulisan.

Bab IIMerupakan suatu bab yang membahas tentang pengaturan mengenai investasi langsung dalam rangka ASEAN Economic Community 2015 dimana didalamnya akan diuraikan mengenai pengertian, sejarah, pentingnya investasi di ASEAN serta instrument-instrumen yang mengatur mengenai investasi di ASEAN.

Bab IIIMerupakan suatu bab yang membahas tentang pengaturan investasi langsung pada ASEAN dalam perspektif Hukum Perjanjian Internasional. Dimana didalamnya akan diuraikan mengenai Hukum Perjanjian Internasional dalam Konvensi Wina 1969, perjanjian investasi ASEAN sebagai suatu perjanjian internasional, serta akibat hukumnya.

Bab IV merupakan suatu bab yang membahas tentang pengaturan investasi langsung pada ASEAN dalam perspektif hukum investasi nasional. Dimana didalamnya akan diuraikan tentang pengaturan investasi langsung di Indonesia, harmonisasi hukum investasi serta penyesuaian peraturan di Indonesia.

Bab V merupakan bab kesimpulan dan saran dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya. Dalam bab-bab ini berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, kemudian dilengkapi dengan saran-saran yang mungkin berguna dan bermanfaat di masa mendatan


(34)

BAB II

PENGATURAN MENGENAI INVESTASI LANGSUNG ASEAN DALAM RANGKA MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015

A. ASEAN Economic Community 2015

ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan konsep yang mulai digunakan dalam Declaration of ASEAN Concord II (Bali Concord II), Bali, Oktober 2003. AEC adalah salah satu pilar perwujudan ASEAN Vision, bersama-sama dengan ASEAN Security Community (ASC) dan ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC).

Gagasan untuk membentuk ASEAN Economic Community dapat ditelusuri kembali ke pembentukan Wilayah Perdagangan Bebas ASEAN atau ASEAN Free Trade Area (AFTA) di tahun 1992. Pada KTT ASEAN di Phom Penh pada bulan November 2002 para pemimpin ASEAN menyepakati prakarsa Perdana Menteri Goh Chok Tong untuk menyebut bentuk berikut dari proses integrasi ekonomi ASEAN sebagai pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN.20

Adalah sangat penting untuk mengidentifikasi unsur-unsur inti (core elements) AEC, yang menjadi prasyarat mutlak dalam memungkinkan menciptakan suatu wilayah Asia Tenggara sebagai suatu pasar dan landasan produksi tunggal. Karena itu agenda kerjasama ekonomi ASEAN harus

20

CPF. Luhulima, et aI.,,Masyarakat Asia Tenggara Menuju Komunitas ASEAN 2015, Cetakan I. (Yogakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 49.


(35)

memusatkan perhatian pada upaya integrasi “turning the diversity that charactarieses the region into opportunities for business making ASEAN a

more dynamic and stronger segment of the global supply chain”. Sasaran pencapaian suatu pasar dan landasan produksi tunggal, dengan peredaran bebas barang, jasa dan modal merupakan pengakuan bahwa economic survival ASEAN sebagai suatu regional tunggal akan lebih besar daripada sejumlah ekonomi-ekonomi nasional. Kemungkinan untuk berfungsi sebagai suatu kesatuan ekonomi yang terintegrasi memungkinkan Asia Tenggara mengambil manfaat ekonomi China dan India yang tumbuh pesat.21

Strategi ASEAN harus mencakup integrasi ASEAN dan penigkatan daya saing ASEAN.Dalam perjalanan menuju AEC, ASEAN harus membangun mekanisme-mekanisme dan langkah-langkah baru untuk memperkuat pelaksanaan inisiatif-inisiatif ekonomi, termasuk AFTA, ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) dan ASEAN Investment Area (AIA). ASEAN harus pula mempercepat integrasi regional dalam sektor-sektor prioritas, memfasilitasi kebebasan bergerak lintas batas pebisnis, tenaga kerja terampil dan talenta, di samping memperkuat mekanisme institusional ASEAN, termasuk perbaikan dari ASEAN Dispute Settlement Mechanism untuk menjamin “expeditious and legally binding resolution of any economic

disputes”. 22

Dalam langkah pertama perwujudan AEC, ASEAN mengimplementasikan rekomendasi High Level Task Forceon ASEAN Economic Integration dengan mengungkapkan serangkaian inisiatif ekonomi serta deadlines yang

21

Ibid. 22


(36)

tegas untuk mempercepat integrasi ekonomi hingga menuju AEC. Inisiatif ini dilampirkan dalam Bali Concord II yang mencakup:

1. Integrasi jalur cepat dari 11 sektor prioritas23

2. Faster customs clearance and simplified customs procedures melalui implementasi penuh Green Lane System untuk semua produk CEPT di semua entry points negara-negara ASEAN;

3. Eliminasi rintangan perdagangan, antara lain dengan permberlakuan pendekatan Single Window termasuk pemrosesan dokumen perdagangan secara elektronis pada tingkat nasional dan regional;

4. Accelarated implementation of the Mutual Recognition Arrangement (MRAs) for key sectors (seperti perlatan listrik dan elektronik, kosmetik, farmasi dan peralatan telekomunikasi),dan

5. Harmonisasi standard dan peraturan teknis.

1. Konsep ASEAN Economic Community

ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mulai dikenal dalam Declaration of ASEAN Concord II (Bali Concord II).AEC adalah salah satu dari tiga pilar perwujudan ASEAN Vision, bersama-sama dengan ASEAN Security Community (ASC) dan ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC). AEC adalah tujuan akhir integrasi ekonomi seperti dicanangkan dalam ASEAN Vision 2020:

… to create a stable, prosperous and highly competitive ASEAN economic region in which there is a flow of goods, services, investment, skilled labour and a free flow of

23

11 sektor prioritas adalah: electronics, e-ASEAN, healthcare, wood-based products, automotives, rubberbased products,textiles and apparels, agro-based products, fisheries, air travel and tourism.


(37)

capital, equitabale economic development and reduced poverty and socio-economic disparities in year 2020.24

Pencapaian AEC melalui penciptaan pasar tunggal dan kesatuan basis produksi, ditujukan sebagai upaya perluasan melalui integrasi regional untuk mencapai skala ekonomis yang optimal (gambar 1). Langkah-langkah integrasi tersebut (proses liberalisasi dan penguatan internal ASEAN) menjadi target strategis mencapai daya saing yang tangguh dan di sisi lain berkontribusi posifif bagi masyarakat ASEAN secara kesuluruhan maupun individual negara anggota. Pembentukan AEC juga menjadikan posisi ASEAN semakin kuat dalam menghadapi negosiasi internasional, baik dalam posisi tawar ASEAN dengan mitra dialog, seperti China, Korea, Jepang, Austalia-Selandia Baru, dan India.25

Gambar 1 : Peta Menuju Kawasan ASEAN yang Berdaya Saing

24

R. Winantyo, et al., Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015: Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global, (Jakarta: PT Alex Media Kompetindo, 2000), hlm. 9.

25

Ibid .hlm. 10

Kompetisi Global ASEAN pasar Tunggal dan Membuka Pasar Domestik Negara Anggota (Produk Persaingan Bebas  Antarnegara Anggota

 Dengan Ka-

Daya Saing Mencapai Skala Ekonomis Memperkuat Mekanisme Peluang Peluang Proses Liberalisasi


(38)

Sumber: R. Winantyo, Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015: Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global, (Jakarta: PT Alex Media Kompetindo, 2000), hlm. 9.

Berdasarkan Vientiane Action Programme (VAP) 2004-2010 yang merupakan strategi dan program kerja mewujudkan ASEAN Vision. Berdasarkan VAP, High Level Task Force (HLTF) merekomendasikan pendekatan integrasi ekonomi melalui prosedur dan kebijakan baru untuk memperkuat implementasi beberapa inisiatif ekonomi yang sudah ada, termasuk ASEAN Free Trade Area (AFTA), ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) dan ASEAN Investment Area (AIA); mempercepat integrasi regional sektor prioritas; memfasilitasi pergerakan tenaga kerja ahli dan bisnis; memperkuat institusi ASEAN, seperti ASEAN Dispute Settlement Mechanism dalam menjamin kecepatan dan kekuatan hukum jika terdapat sengketa. Khusus bagi negara Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam (atau yang biasa disebut CLMV) akan mendapat prioritas agar integrasi ekonomi ini membawa manfaat juga terhadap anggota lainnya.

2. Cetak Biru dan Jadwal Strategis AEC 2015

Para Menteri ekonomi ASEAN pada bulan Agustus 2006 sepakat untuk mengembangkan ASEAN Economic Community Blueprint yang merupakan panduan untuk terwujudnya AEC 2015 yang berisi jadwal strategis tahap-tahap untuk mencapai pilar-pilar AEC. Target waktu tersebut terbagi dalam empat fase yaitu tahun 2008-2009, 2010-2011, 2012-2013 dan 2014-2015.

Secara teknis pencapaian AEC 2015 menggunakan mekanisme dan inisiatif yang telah dibentuk oleh ASEAN selama ini yang diperkuat dengan penguatan institusi dalam kerja sama ASEAN. Masing-masing institusi dan inisiatif terlibat di lima elemen pasar tunggal dan kesuatan basis produksi. Sebagai contoh, untuk elemen


(39)

aliran bebas barang, inisiatif penurunan tariff dan non-tarif serta fasilitasi perdagangan menuju aliran bebas barang AEC 2015 didasarkan pada perkembangan dan penyempurnaan mekanisme yang ada mulai dari Prefential Tarif Arrangement (PTA), ASEAN Free Trade Area dan dilanjutkan oleh konsep cetak biru AEC. Hal yang sama juga terjadi untuk elemen-elemen lainnya di dalam pilar ini.26

Cetak biru AEC memuat pedoman umum implementasi AEC yang dituang dalam jadwal strategis. Implementasi AEC didasarkan pada prinsip “open, outward-looking, inclusive and market driven” dengan memperhatikan perbedaan tingkat pembangunan dan kesiapan anggota ASEAN. Untuk menjamin pelaksanaan atas komitmen yang telah disepakati, terdapat prinsip tidak diperbolehkannya penarikan komitmen yang (no back-loading of commitments) dan terdapat fleksibilitas atas beberapa hal yang harus diajukan di awal perundingan serta disetujui bersama ( pre-agreed flexibility).27

B. Aliran Bebas Investasi Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN

Kebijakan untuk menarik penanaman modal langsung (Foreign Direct Investment-FDI atau investasi langsung) telah dilakukan oleh negara ASEAN sejak awal 80’an.Strategi tersebut didasari oleh pemahaman tentang pentingnya investasi sebagai komponen dalam pembangunan ekonomi. Penerapan kebijakan tersebut telah mendorong ASEAN menjadi mata rantai penting dalam rantai produksi internasional Transnational Corporation (TNC)28 dan memberikan kontribusi signifikan pada

26

Ibid. hlm. 17. 27

Ibid. hlm. 18. 28

Transnational Corporation (TNC) merupakan organisasi dengan pendekatan polisentris karena menjalankan operasional di banyak negara dengan cara mendesentralisasikan pengelolaan perusahaan (terutama strategi pemasaran) pada manajemen lokal, contoh perusahaan seperti ini adalah perusahaan ritel WALLmart, berbeda dengan Multibational Corporation (MNC) yang merupakan perusahaan dengan pendekatan etnosentris karena menjalankan operasional di banyak


(40)

pertumbuhan ekonomi kawasan. Tetapi, krisis ekonomi yang terjadi pada 1997/1998 mengakibatkan daya tarik kawasan terhadap Penanaman Modal Asing (PMA) terganggu, terutama di negara-negara yang mengalami krisis.29

Negara-negara ASEAN sepakat menempatkan investasi sebagai komponen utama dalam pembangunan ekonomi ASEAN, dan menjadikannya sebagai salah satu tujuan pokok ASEAN dalam upaya mewujudkan integrasi ekonomi ASEAN (AEC) pada tahun 2015.Prinsip utama dalam meningkatkan daya saing ASEAN menarik PMA adalah menciptakan iklim investasi yang kondusif di ASEAN. Oleh karenanya, arus investasi yang bebas dan terbuka dipastikan akan meningkatkan penanaman modal asing (PMA) baik dari penanaman modal yang bersumber dari intra-ASEAN maupun dari negara non ASEAN. Dengan meningkatnya investasi asing, pembanguna ekonomi ASEAN akan terus meningkat dan meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat ASEAN.30

Potensi ASEAN seperti skala ekonomi, jumlah populasi, letak yang strategis, kekayaan sumber daya alam, tenaga kerja yang berlimpah, potensi pasar, serta kebijakan ekonomi terbuka merupakan modal ASEAN sebagai basis produksi internasional dan tujuan yang menarik bagi investasi. Perlu diketahui bahwa isu mengenai definisi investasi masih mengalami perbedaan terutama di tingkat perundingan multilateral (WTO), tetapi dalam bab ini, sesuai dengan konsep AEC, investasi didefenisikan sebagai penanaman modal langsung atau investasi langsung.

negara tetapi pembuatan keputusan utama dilakukan di perusahaan di negara asal. Contoh perusahaan MNC adalah LG Corp yang terkenal dengan produk elektroniknya.

29

Ibid. hlm. 173

30Depatemen Perdagangan Republik Indonesia, “Menuju ASEAN Economic Community 2015”,


(41)

1. Defenisi Penanaman Modal Asing

United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) mendefenisikanPMA sebagai investasi yang dilakukan suatu perusahaan di suatu negara kepada perusahaan di negara lain dengan tujuan mengendalikan operasi perusahaan di negara lain tersebut. Jadi dalam PMA terjalin hubungan antarperusahaan induk dengan perusahaan afiliasinya di negara lain, yang secara kesuluruhan disebut sebagai Transnational Corporations (TNC). Untuk dapat dikualifikasikan sebagai PMA, investasi yang dilakukan perusahaan induk harus dapat mengendalikan operasional perusahaan afiliasi di luar negeri. UNCTAD mendefenisikan control tersebut dengan kepemilikan saham minimal 10 persen. Investasi yang dilakukan dengan kepemilikan saham kurang dari 10 persen didefeniskan sebagai investasi portofolio. Konsep ini sama dengan yang dianut oleh IMF dan digunakan dalam pencatatan statistic Neraca Pembayaran. Selain itu, menurut Krugman dan Obstfeld, PMA adalah arus modal internasional di mana suatu perusahaan di suatu negara menciptakan atau memperluas usaha dengan mendirikan cabang di negara lain.31

31


(42)

2. Tipe Penanaman Modal Asing

Penanaman Modal Asing dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe berdasarkan: arah, aliran modal, target, dan motif. Jika dilihat berdasarkan arah aliran modal, terdapat dua tipe PMA yaitu:

1. PMA masuk (Inward FDI), yaitu modal asing yang diinvestasikan kepada kegiatan ekonomi domestik. Untuk mendorong PMA masuk dapat dilakukan beberapa cara seperti adanya penghapusan pajak, subsidi, pinjaman lunak dan penghapusan berbagai hambatan lainnya. Kemudahan tersebut diberikan dengan pertimbangan bahwa keuntungan jangka panjang masuknya PMA memiliki nilai dan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan pengurangan pendapatan negara dalam jangka pendek karena memberikan fasilitas tersebut. Di sisi lain, PMA masuk ini dapat dihambat melalui pembatasan kepemilikan saham dan persyaratan yang berbeda antara investasi asing dan investasi domestik.

2. PMA keluar (outward FDI atau Direct Investment Abroad), yaitu modal domestik yang diinvestasikan di luar negeri. Investasi dapat dilakukan dalam rangka ekspor-impor komoditas negara asing. Investasi seperti ini dapat didorong jumlahnya dengan cara penjaminan pemerintah (governance-backed insurance) atas risiko yang timbul. Sebaliknya, investasi ini dapat dihambat melalui disinsentif pajak pada perusahaan yang melakukan investasi di luar negeri atau berbagai ketentuan mengenai keuntungan yang direpatriasi. Hambatan untuk aliran ini juga dapat dilakukan dalam bentuk subsidi yang diberikan


(43)

kepada perusahaan lokal yang menyebabkan peningkatan kekuatan perusahaan lokal dari semakin banyaknya modal sehingga dapat bersaing dengan perusahaan asing..32

Berdasarkan “target”, PMA dapat diklasifikasikan sebagai:

1. Greenfield Investment, merupakan investasi langsung untuk melakukan kegiatan bisnis baru atau perluasan bisnis yang sudah berjalan. Investasi jenis ini merupakan target utama dari negara penerima PMA (host country) karena investasi ini dapat menciptakan kapasitas produksi baru dan lapangan kerja, transfer teknologi, dan membuka hubungan dengan pasar global. Dampak buruk yang bisa terjadi terhadap investasi adalah dapat mengakibatkan penurunan pangsa pasar internasional dari perusahaan domestik. Selain itu, keuntungan dari greenfield investment cenderung akan ditransfer ke negara asal dan tidak ditanamkan kembali di perekonomian negara penerimaan PMA.

2. Merger and Acquisitions, terjadi apabila adanya perpindahan kepemilikan aset dari perusahaan asing. Cross-border mergers terjadi apabila aset dan operasional perusahaan dari beberapa negara disatukan dan membentuk perusahaan baru. Cross-border acquisitions terjadi jika aset dan operasional perusahaan domestik beralih kepada perusahaan asing, dan perusahaan domestik tersebut menjadi afisiliasi dari perusahaan asing tersebut. Tidak seperti greenfield investment,

32


(44)

cross-border acquititions tidak memberikan manfaat jangka panjang kepada perekonomian domestik.

3. PMA Horizontal dan Vertikal; PMA Horizontal terjadi ketika jenis investasi yang dilakukan di luar negeri sama dengan jenis investasi yang dilakukan di dalam negeri. PMA Vertikal terdiri dari dua tipe. Pertama, Backward Vertical PMA terjadi ketika investasi di luar negeri berfungsi menyediakan input bagi perusahaan di dalam negeri. Kedua, Forward Vertical PMA terjadi ketika investasi di luar negeri berfungsi menyediakan input bagi perusahaan di dalam negeri. Kedua, Forward Vertical PMA terjadi ketika investasi di luar negeri berfungsi melakukan penjualan produk yang dihasilkan oleh perusahaan di dalam negeri.33

PMA juga dapat diklasifikasikan berdasarkan motif atau alasan melakukan investasi, yaitu:

1. Resource-seeking, investasi yang dilakukan untuk memperoleh faktor produksi yang lebih efisien di luar negeri dibandingkan bila diperoleh dari domestik. PMA tipe ini banyak terjadi di negara berkembang, misalnya investasi asing di Timur Tengah dan Afrika banyak dilakukan dalam rangka memperoleh sumber daya alam, atau investasi asing di Asia Tenggara dan Eropa Timur dilakukan untuk memperoleh tenaga kerja yang murah.

2. Market-seeking; investasi ini akan dilakukan dalam rangka membuka pasar yang telah ada. Di negara maju, investasi jenis ini dipandang

33


(45)

sebagai defensive strategy karena investasi ini lebih banyak didorong oleh ketakutan kehilangan pasar daripada upaya mencari pasar baru. Hal ini terlihat dari kesepakatan foreign mergers and acquisitions yang terjadi di negara maju.

3. Efficiency-seeking; investasi ini didorong keinginan untuk meningkatkan keuntungan melalui peningkatan skala ekonomi. Jadi, setelah dilakukan investasi berdasarkan pertimbangan resource-seekingatau market-seeking terealisasi, dilakukan investasi yang lebih besar dengan harapan memperoleh keuntungan yang lebih tinggi. 4. Strategic asset-seeking; investasi ini merupakan investasi taktis untuk

mencegah penguasaan atas sumber alam oleh perusahaan pesaing. Sebagai contoh, perusahaan minyak yang “tidak membutuhkan” sumber minyak baru saat ini akan “berupaya” bahwa pesaingnya juga tidak memiliki sumber tersebut. 34

C. Peraturan-peraturan Investasi Intra ASEAN

Peraturan perjanjian investasi di Asia Tenggara telah berubah sejak reformasi internal pertama Negara-negara anggota ASEAN untuk mengatasi krisis keuangan Asia tahun pada tahun 1997-1998.35 Respon negara-negara ASEAN pada saat itu terhadap krisis tersebut sebagian besar masih terbatas oleh usul ASEAN melalui kerjasama ekonomi koperatif dan longgar antar sepuluh negara anggota ASEAN. ASEAN mengadakan sebuah proses pengawasan untuk memantau dan melaporkan perkembangan

34

Ibid. hlm.177.

35

Edmund R. Thompson and Jessie P.H. Poon, ASEAN after the Financial Crisis: Links between Foreign Direct Investment and Regulatory Change, ASEAN Economic Bulletin, Volume 17 (April 2000), hlm. 1-14.


(46)

ekonomi dan keuangan global, regional, dan nasional, dan dengan demikian dapat mendeteksi tanda-tanda kerentanan yang muncul dalam sistem ekonomi dan keuangan ASEAN.36 Meskipun langkah-langkah regional tersebut dilakukan selama krisis keuangan Asia, pengaturan kerjasama ekonomi yang longgar ini menimbulkan tantangan hukum yang signifikan terhadap kualitas pengikatan dari kebijakan-kebijakan diatas semua negara ASEAN.

1. ASEAN Investment Guarantee Agreement (ASEAN IGA) 1987 dan Protokol Perubahan 1996

Sebelum Krisis keuangan Asia melanda kawasan Asia Tenggara pada tahun 1997-1998, instrument perjanjian pokok yang mengatur investasi internasional di ASEAN adalah Agreement among the Government of Brunei Darussalam, the Republic of Indonesia, Malaysia, the Republic of the Philippines, the Republic of Singapore, and the Kingdom of Thailand for the Promotion and Protection of Investment 1987, atau yang dikenal dengan ASEAN Investment Guarantee Agreement (ASEAN IGA).37 ASEAN IGA38 secara terbatas diterapkan hanya untuk “investasi yang dibawa, berasal dari atau yang langsung terhubung dengan investasi kedalam suatu wilayah pihak yang melakukan perjanjian oleh warga negara atau perusahaan para negara

36

ASEAN Secretariat, ASEAN Response to the Financial Crisis, http://www.aseansec.org/7660.htm, diakses tanggal 05 Februari 2015.

37

Diane Alferez Desierto, Investment Teaty Regulation Under the New ASEAN Charter Regime, http://www.researchgate.net/publication/228263711_Investment_Treaty_Regulation_Under_th e_New_ASEAN_Charter_Regime, diakses tanggal 10 Februari 2015.

38

ASEAN IGA telah diratifikasi oleh indonesia dan diundangkan dengan Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1988 (LNRI Nomor 15 tahun 1988) dan Protokol Perubahan diundangkan dengan Keputusan Presiden Nomor 167 Tahun 1999 (LNRI Nomor 216 Tahun 1999).


(47)

anggota, dan secara khusus disetujui secara tertulis dan terdaftar di host Country atau negara tuan rumah, dengan kata lain hanya terbatas pada investasi langsung. 39ASEAN IGA mewajibkan negara yang berkontrak untuk mematuhi perlakuan adil dan setara serta perlindungan pernuh terhadap investasi sebagaimana yang diatur dalam ASEAN IGA.40Investor yang menderita kerugian yang timbul dari keadaan darurat nasional berhak untuk mendapatkan perlakuan Most Favoured Nation (MFN) dalam hal kompensasi dan restitusi.41

Sebagai suatu instrument hukum investasi, jaminan yang diberikan oleh ASEAN IGA bisa dibilang menawarkan tingkat tertinggi perlindungan terhadap investor asing dan arus modal.42 Negara pihak mengikatkan diri untuk memastikan perlindungan penuh atas investasi yang dilakukan, dan selanjutnya berkomitmen bahwa negara-negara pihak tidak akan menghalang-halangi dengan tindakan yang tidak dapat dibenarkan ataupun tindakan diskriminatif manajemen, pemeliharaan, penggunaan, penikmatan, perluasan, disposisi atau likuidasi investasi tersebut. Karena dasar ASEAN saat itu adalah kerjasama ekonomi yang bebas atau longgar, tidak ada lembaga yang berbeda atau khusus atau badan antar-pemerintah yang didirikam untuk mengelola dan memantau kepatujan terhadap ASEAN IGA.Sengketa menyangkut interpretasi ataupun penerapan ASEAN IGA diselesaikan secara damai antara pihak-pihak, dan penyelesaian sengeketa yang gagal itu

39

ASEAN Investment Guarantee Agreement, pasal 2, ayat (1). 40

ASEAN Investment Guarantee Agreement, pasal 3, ayat (2), and Pasal 4, ayat (1) dan (2). 41

ASEAN Investment Guatantee Agreement, pasal 4, ayat (3).

42

Campbell McLachlan QC, Laurence Shore, Matthew Weiniger, International Investment Arbitration: Substantive Principles, (Oxford: Oxford University Press, 2008), hlm. 212-221.


(48)

disampaikan kepada rapat Menteri Ekonomi ASEAN atau ASEAN Economic Ministers (AEM).Sedangkan sengketa antara investor dengan negara tempat investasi harus diselesaikan melalui secara damai, konsiliasi, atau arbitrasi. ASEAN IGA diperbaiki dalam Protokol tahun 1996 yang mewajibkan Negara untuk menyerdahanakan prodedur dan mengamati transparansi dalam informasi investasi dan proses perizinan untuk memfasilitasi arus investasi; menjamin penyediaan informasi yang up-todate pada semua ketentuan hukum dan peraturan yang berkaitan dengan investasi asing di wilayahnya; dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menjamin bahwa informasi dibuat secara transparan, mudah diakses publik dan secepat mungkin.43

2. Framework Agreement on the ASEAN Investment Area (ASEAN FA-AIA) 1998

The Framework on the ASEAN Investment Area (AIA)44 yang ditandatangani pada 7 Oktober 1998 merupakan inisiatif investasi yang bertujuan mewujudkan ASEAN sebagai kawasan investasi yang menarik, kompetitif, terbuka dan bebas dalam rangka menarik dan meningkatkan arus PMA baik dari luar maupun dalam kawasan secara berkesinambungan. Perjanjian ini mengikat negara anggota untuk secara progresif mengurangi atau menghapus peraturan, kebijakan dan kondisi yang dapat menghambat arus investasi masuk dan memastikan pelaksanaan proyek penanaman modal asing di ASEAN dicapai dalam kurun waktu yang telah disepakati.Dengan

43

Protocol to Amend the ASEAN Investment Guarantee Agreement 1996, Pasal 2 dan 3. 44

Perjanjian ini telah diratifikasi dan diundangkan dengan Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 1999 (LNRI Nomor 40 Tahun 1999)


(49)

demikian kawasan ASEAN menjadi tujuan investasi yang menarik sekaligus mencegah terjadinya perang insentif antarnegara anggota.Dalam perjanjian ini, cakupan investasi adalah semua investasi di luar investasi portofolio.

Untuk mencapai tujuan tersebut, AIA menjabarkan langkah-langkah sebagai berikut:45

a. Mengoordinasikan penerapan kerja sama investasi ASEAN dan program-program fasilitasi.

b. Mengimplementasikan program promosi terpadu dan kegiatan-kegiatan kepedulian investasi (investment awareness).

c. Membuka semua bidang industri (manufaktur, pertanian, perikanan, kehutanan, pertambangan dan quarriying serta jasa yang terkait dengan kelima sektor tersebut) untuk investasi, dengan beberapa pengecualian yang dinyatakan dalam Temporary Exclusion List (TEL) dan Sensitive List (SL) untuk investor ASEAN pada 2010 dan semua investor pada 2020. TEL harus secara bertahap dihapuskan dalam jangka waktu yang disepakati, sedangkan SL meskipun tidak mempunyai jangka waktu penghapusan, harus di-review secara berkala.

d. Menjamin national treatment (perlakuan nasional) atau perlakuan yang sama antara investor domestik dan investor lokal.

e. Mengikutsertakan sektor swasta secara aktif dalam proses pengembangan AIA.

f. Mendorong aliran modal yang lebih bebas, tenaga kerja terampil, tenaga ahli yang professional dan teknologi di antara para anggota.

45


(50)

g. Keterbukaan (transparancy) dalam kebijakan, peraturan prosedur dan administrative investasi di antara para anggota.

h. Perampingan dan penyederhanaan proses investasi.

i. Menghapuskan hambatan investasi dan meliberalisasi kebijakan dan peraturan investasi di sektor-sektor yang tercakup dalam perjanjian pada 2003 untuk seluruh anggota ASEAN, kecuali Kamboja, Laos, Vietnam pada 2010.

Dengan AIA, investor didorong untuk berpikir secara kawasan dalam melakukan strategis investasi dan kegiatan produksinya. Hal ini akan mengakibatkan pembagian tenaga kerja dan aktivitas industri dengan ruas lingkup yang lebih besar di dalam suatu kawasan, sehingga meningkatkan efesiensi industry dan tingkat daya saing biaya produksi. Selain itu, investor akan memiliki berbagai keuntungan dari AIA, yaitu: akses investasi yang lebih besar terhadap sektor-sektor industri dan ekonomi, memperoleh perlakuan nasional, memperoleh peluang investasi yang lebih besar dengan adanya keterbukaan, informasi dan program kepedulain investasi, rezim investasi yang lebih kompetitif dan bebas serta biaya transaksi yang lebih rendah untuk beroperasi di seluruh kawasan.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Asia Foundation, Making Sense of Business Licencing in Indonesia, A Review of Business Licencing policy and Survey of One Stop Service Centres. Jakarta: the Asia Foundation, 2007

Association of South East Asian Nations, ASEAN Economic Community Blueprint (Jakarta: ASEAN Secretariat, 2008), hlm.6.

Budi Sutrisno, Salim, Hukum Investasi di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 2008 Dolzer, Rudolf dan Christopher Schreuer.Principle of International Investment Law,

Edisi Pertama. New York: Oxford University Press, 2008

Elias, T.O. ,The Modern Law of Treaties, New York: Oceana Publications Inc, 1974

Gautama, Sudargo. Perkembangan Arbitrase Dagang Internasional di Indonesia, Bandung: Eresco

H. Folsom, Ralph, Michael W. Gordon dan John A. Spanogle, Jr., Principle of International Business transactions, Tradeand Economic Relations. Minnesota: Thomson West, 2005

Hasan Wargakusumah, Moh. 2006, “Harmonisasi Hukum dalam perspektif perundang-undangan”. Surabaya: JP Book, 2006

Himawan, Charles. The Foreign Investment Process in Indonesia, Edisi Pertama. Singapura: Gunung Agung, 1980


(2)

K. Harjono, Dhaniswara. Hukum Penanaman Modal, Tinjauan terhadap Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007

Kairupan, David. Aspek Hukum Penanamanan Modal Asing di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013

Kusumohamidjojo, Budiono. Suatu Studi Terhadap Aspek Operasional Konvensi Wina Tahun 1969 tentang Hukum Perjanjian Internasional.Bandung: Binacipta, 1986

Luhulima, CPF, et al., Masyarakat Asia Tenggara Menuju Komunitas ASEAN 2015, Cetakan I. Yogakarta: Pustaka Pelajar, 2008

Mauna, Boer. Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam era Dinamika Global. Bandung: PT Alumni, 2011

Margono, Suyud. ADR (Alternative Dispute Resolution) & Arbitrase: Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000

McLachlan QC, Campbell, Laurence Shore dan Matthew Weiniger, International Investment Arbitration: Substantive Principles, (Oxford University Press, 2008), hlm. 212-221.

R. Thompson, Edmund dan Jessie P.H. Poon. ASEAN after the Financial Crisis: Links between Foreign Direct Investment and Regulatory Change. ASEAN Economic Bulletin, Volume 17, 2000

Rokhmatussa’dyah, Ana dan Suratman, S.H., M.Hum.,Hukum Investasi dan Pasar Modal, Jakarta: Sinar Grafika, 2011


(3)

Sornajah, M. The InternationalLaw on Foreign Investment, Edisi Pertama. Cambridge: Cambridge University Press, 2004

Siregar, Mahmul. Perdagangan Internasional dan Penanaman Modal: Studi Kesiapan Indonesia dalam Perjanjian Investasi Multilateral. Medan: Universitas Sumatera Utara Press, 2008

Surmadi, Juajir. Aspek-aspek Hukum Franchise dan Perusahaan Transnational. Makassar: Citra Aditya Bakti, 1995

Wayan Parthiana, I. Hukum Perjanjian Internasional, Bagian 1, Bandung: Mandar Maju, 2002

Winantyo, R, et al., Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015: Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global. Jakarta: PT Alex Media Kompetindo, 2013.

Undang-Undang/Perjanjian Internasional

ASEAN blueprint 2002

ASEAN Charter 2007

ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA) 2009

ASEAN Investment Guarantee Agreement (ASEAN IGA) 1987

ASEAN Framework Agreement on the ASEAN Investment Area (ASEAN FA-AIA) 1998


(4)

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Surat Keputusan MENINVES/ Ketua BKPM (Badan Kordinasi Penanaman Modal) Nomor 15/SK/1993 tentang Tata Cara Permohonan Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing

Protocol to Amend the ASEAN Investment Guarantee Agreement 1996

Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) No. 5 Tahun 2013 Tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Non-Perizinan Penanaman Modal

Peraturan Presiden No. 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal

Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal

Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing

UU Nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Internasional

Undang-Undang Nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional

Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal

Vienna Convention on the Law of Treaties

INTERNET


(5)

Setditjen/Buku%20Menuju%20ASEAN%20 ECONOMIC%20COMMUN ITY%2015.pdf, diakses pada tanggal 21 Januari 2015

Lusda Astri SH. “Peluang dan Tantangan Indonesia dalam Rangka Liberlisasi Investasi dalam Kerangka Hukum ACIA menuju MEA 2015”. http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/36045762/PELUANG_DAN _TANTANGAN_INDONESIA_DALAM_RANGKA_LIBERALISASI_INVES TASI-libre.pdf, diakses tanggal 27 Januari 2015

Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia, “Kerjasama Ekonomi ASEAN”. http://www.kemlu.go.id/Documents/Kerjasama%20Ekonomi%20ASEAN.doc, diakses tanggal 31 Januari 2015

ASEAN Secretariat.“ASEAN Response to the Financial Crisis”.http://www.aseansec.org/ 7660.htm, diakses tanggal 05 Februari 2015

Diane Alferez Desierto. “Investment Teaty Regulation Under the New ASEAN Charter Regime”. http://www.researchgate.net/publication/228263711_ Investment_ Treaty_Regulation_ Under_the_New_ASEAN_Charter_ Regime, diakses tanggal 10 Februari 2015

Philip James Osborne. “Unification or Harmonisation: A Critical Analysis of the United Nations Convention on Contracts for the International Sale of Goods 1980”. http://www.cisg.law.pace.edu/cisg/ biblio/osborne.html, diakses tanggal 10 April 2015

Marina R Kurniawan. “Hamonisasi Hukum Penanaman Modal Indonesia dalam Rangka Menuju Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) pada Tahun 2015”.http://repository.unand.ac.id/224 18/3/bab%201.pdf, pada tanggal 20 Mei 2015


(6)

Kompasiana.“Ulasan Peraturan Kepala BKPM Nomor 5 Tahini 2013”.http://www. kompasiana.com/depe_pras/ulasan-peraturan-kepala-bkpm-nomor-5-tahun-2013_5528ed59f17e61c31e8b4610, diakses tanggal 20 Mei 2015.

Business News. “Menimbang Implikasi Revisi Daftar Negatif Investasi”. http://www. businessnews.co.id/ekonomi-bisnis/menimbangimplikasi-revis i-daftar-negatif-investasi.php, diakses tanggal 29 Mei 2015

PNB Law Firm, “Daftar Negatif Investasi Baru Indonesia 2014 – Perbandingan”.

http://ind-blog.pnblawfirm.com/daftar-negatif-investasi-2014-perbanding an/, diakses tanggal 30 Mei 2015

Gek Sintha Mas Jasmin Wika. “Iklim Investasi Negara-Negara ASEAN Menuju ASEAN Economic Community (AEC): Investasi Langsung Luar Negeri (FDI)”. http://dspace.uc.ac.id/bitstream/handle/123456789/487/Gek%20 Shinta.pdf, diakses tanggal 5 Januari 2015

Debby Selina Panjaitan. “Pemerintah Menerbitkan Daftar Negatif Investasi Terbaru”. http://hukumpenanamanmodal.com/pemerintah-menerbitkan-daftar-negatif-investasiterbaru/, diakses tanggal 15 Februari 2015

Kompasiana.“Ulasan Peraturan Kepala BKPM Nomor 5 Tahun 2013”. http://www.kompasiana.com/depe_pras/ulasan-peraturan-kepala-bkpm-nomor-5-tahun-2013_5528ed59f17e61c31e8b4610, diakses tanggal 20 Mei 2015

Business News. “Menimbang Implikasi Revisi Daftar Negatif Investasi”, diakses

dari http://www.businessnews.co.id/ekonomi-bisnis/menimbang-implikasi - revisi-daftar-negatif-investasi.php, pada tanggal 29 Mei 2015.


Dokumen yang terkait

Tinjauan Hukum Internasional Mengenai Regulasi Hukum Nasional Indonesia Sebagai Negara Anggota Asean Dalam Rangka Menghadapi Asean Economic Community 2015

2 82 130

Asean Economic Community (AEC) 2015 (Studi : Persiapan Pemerintah Indonesia Dalam Menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) 2015 Pilar Fasilitas Perdagangan Khususnya Dalam Pembentukan Indonesia National Single Windows (INSW)

1 51 87

Kesepakatan Investasi Langsung Dalam Rangka Asean Economic Community (AEC) 2015 Menurut Perspektif Hukum Perjanjian Internasional dan Hukum Nasional

0 0 10

Kesepakatan Investasi Langsung Dalam Rangka Asean Economic Community (AEC) 2015 Menurut Perspektif Hukum Perjanjian Internasional dan Hukum Nasional

0 0 2

Kesepakatan Investasi Langsung Dalam Rangka Asean Economic Community (AEC) 2015 Menurut Perspektif Hukum Perjanjian Internasional dan Hukum Nasional

0 0 21

Kesepakatan Investasi Langsung Dalam Rangka Asean Economic Community (AEC) 2015 Menurut Perspektif Hukum Perjanjian Internasional dan Hukum Nasional

0 1 21

Kesepakatan Investasi Langsung Dalam Rangka Asean Economic Community (AEC) 2015 Menurut Perspektif Hukum Perjanjian Internasional dan Hukum Nasional

0 0 6

Mutual Recognition Arrangements(Mras) Dalam Rangka Masyarakat Ekonomi Asean (Asean Economic Community)Dalam Perspektif Hukum Internasional Danpengaruhnya Terhadap Hukum Nasional Indonesia

0 0 7

Mutual Recognition Arrangements(Mras) Dalam Rangka Masyarakat Ekonomi Asean (Asean Economic Community)Dalam Perspektif Hukum Internasional Danpengaruhnya Terhadap Hukum Nasional Indonesia

0 0 1

From AFTA Towards AEC and Beyond

0 0 23