dan sebagai tahap akhir dalam penyelesaian program Strata Satu di Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
5. Kajian Teoritis
Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, seorang peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari segi mana penelitian
masalah yang akan diteliti.
Teori Kekuasaan
Kekuasaan power merupakan suatu kondisi yang memunculkan dua pemahaman. Pertama, pemahaman tentang orang yang memperoleh kekuasaan dan kedua, pemahaman
tentang orang yang dikuasai atau tunduk pada kekuasaan. Pemahaman sentral yang berkenaan dengan ini berkisar pada sumber kekuasaan sebagai legitimasi atas kekuasaan itu
pada satu sisi dan kemauan seseorang untuk tunduk pada kekuasaan yang maknanya adalah pembatasan dan bahkan menerima tekanan pada sisi yang lain.
10
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah lakunya seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga
tingkah lakunya seseorang itu menjadi sesuai dengan keinginan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu.
11
10
Samsul Wahidin, Dimensi Kekuasaan Negara Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2007, hal. 1
11
Miriam Budiarjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2008. Hal 35
Gejala kekuasaan ini adalah gejala yang lumrah terdapat dalam setiap masyarakat yang hidup bersama. Ramlan Surbakti mendefinisikan kekuasaan
Universitas Sumatera Utara
sebagai kemampuan menggunakan sumber-sumber pengaruh yang dimiliki untuk mempengaruhi perilaku pihak lain sehingga pihak lain berperilaku sesuai kehendak pihak
yang mempengaruhi. Setiap manusia sekaligus merupakan subjek sekaligus objek dari kekuasaan. Misalnya presiden membuat undang-undang subjek dari kekuasaan, tetapi
disamping itu dia harus tunduk pada undang-undang objek dari kekuasaan. Hampir tidak ada seorangpun didunia ini yang tidak pernah memberi perintah ataupun menerima
perintah. Hal ini kelihatan jelas dalam organisasi militer yang bersifat hirarkis dimana seorang prajurit diperintah oleh komandannya, sedangkan komandan ini diperintah pula
oleh atasannya. Kekuasaan menurut Ramlan Surbakti dalam bukunya Memahami Ilmu Politik,
“kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk berfikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi.” Kekuasaan dilihat sebagai
interaksi antara pihak yang mempengaruhi dan dipengaruhi, atau yang satu mempengaruhi dan yang lain mematuhi.
12
Kekuasaan menurut Inu Kencana, kekuasaan adalah kesempatan seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri,
dengan sekaligus menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan-golongan terentu. Kekuasaan yaitu kemampuan untuk mempengaruhi pihak
12
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Grasindo, 1992, hal. 6
Universitas Sumatera Utara
lain untuk kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan jadi, kekuasaan dapat didefenisikan sebagai hasil pengaruh yang diinginkan seseorang atau sekelompok orang.
13
13
Inu kencana, Ilmu Politik, Jakarta: Rineke Cipta, 2000, hal. 53.
Kekuasaan adalah gejala yang selalu ada dalam proses politik. Politik tanpa kekuasaan bagaikan agama tanpa moral, karena begitu berkaitannya antara keduanya.
Tujuan umum pemegang kekuasaan adalah untuk mendapatkan ketaatan atau penyesuaian diri dari pihak yang dipengaruhi. Tujuan umum ini dikelompokkan menjadi tujuan positif
dan negatif. Kekuasaan positif ialah penggunaan sumber-sumber kekuasaan untuk mencapai tujuan yang dipandang penting dan diharuskan, sedangkan kekuasaan negatif
ialah penggunaan sumber-sumber kekuasaan untuk mencegah pihak lain mencapai tujuannya yang tidak hanya dipandang tidak perlu, tetapi juga merugikan pihaknya.
Dengan kata lain, kekuasaan yang dimaksud adalah kemampuan untuk bertindak, untuk memerintah dan kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mengubah
tingkah laku atau mengerjakan apa yang dikehendaki dari pelaku yang mempunyai kekuasaan. Sumber kekuasaan dapat berupa kedudukan, kekayaan atau kepercayaan.
Kedudukan diperoleh dengan cara kekuasaan fisik, pewarisan, pengangkatan dan lain sebagainya. Kekayaan diperoleh dengan cara menguasai beberapa sumber-sumber ekonomi
maupun warisan yang diberikan. Sedangkan kepercayaan dapat diperoleh dengan mendapatkan dukungan masyarakat atau seorang pemimpin yang dianggap mempunyai
wibawa.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Max Weber, kekuasaan adalah kemampuan, dalam suatu hubungan sosial, melaksanakan kemampuan sendiri sekalipun mengalami perlawanan dan apa pun dasar
kemampuan ini. Sedangkan Laswell berpendapat bahwa kekuasaan itu adalah suatu hubungan dimana seseorang atau kelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang
atau kelompok lain ke arah tujuan dari pihak pertama.
14
Menurut pandangan Wahidin bahwa dalam perspektif yang lebih teknis, rincian dari sumber daya kekuasaan secara formal administratif ada 6 sumber kekuasaan, yaitu:
15
1 Kekuasaan Balas Jasa Reward Power
Yakni kekuasaan yang legitimasinya bersumber dari sejumlah balas jasa yang sifatnya positif uang perlidungan, perkembangan karier, janji positif dan sebagainya yang
diberikan kepada pihak penerima guna melaksanakan sejumlah perintah dan persyaratan lain. Faktor ketundukan seseorang atas kekuasaan dimotivasi oleh hal itu dengan harapan
jika telah melakukan sesuatu akan memperoleh seperti yang dijanjikan. 2
Kekuasaan Paksaan Coercive Power Berasal dari perkiraan yang dirasakan orang bahwa hukuman dipecat, ditegur,
didenda, dijatuhi hukuman fisik dan sebagainya akan diterima jika mereka tidak melaksanakan perintah pimpinan. Kekuasaan akan menjadi suatu motivasi yang bersifat
repressif terhadap kejiwaan seseorang untuk tunduk pada kekuasaan pimpinan itu dan
14
Miriam Budiarjo,Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, 2009, hal 60
15
Samsul Wahidin, Dimensi Kekuasaan Negara Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2007, hal. 3-5
Universitas Sumatera Utara
melaksanakan seperti apa yang dikehendaki. Jika tidak paksaan yang diperkirakan akan dijatuhkan.
3 Kekuasaan Legitimasi Legitimate Power
Kekuasaan yang berkembang atas dasar nilai-nilai internal yang mengemuka dan sering bersifat kontroversial bahwa seorang pimpinan mempunyai hak yang sah untuk
mempengaruhi bawahannya. Sementara itu dalam sisi yang lain, seseorang mempunyai kewajiban untuk menerima pengaruh tersebut karena seorang lainnya ditentukan sebagai
pimpinannya atau petinggi sementara dirinya seorang bawahan. Legitimasi yang demikian dapat diperoleh atas dasar aturan formal akan tetapi bisa juga bersumber pada kekuasaan
muncul karena kekuatan alamiah dan kekuatan akses dalam pergaulan bersama yang mendudukan seseorang beruntung memperoleh legitimasi suatu keputusan.
4 Kekuasaan Pengendalian atas Informasi Control of Information Power
Kekuasaan ini ada dan berasal dari kelebihan atas suatu pengetahuan dimana orang lain tidak mempunyai. Cara ini dipergunakan dengan pemberian atau penahanan informasi
yang dibutuhkan oleh orang lain maka mau tidak mau harus tunduk secara terbatas pada kekuasaan pemilik informasi. Pemilik informasi dapat mengatur sesuatu yang berkenaan
dengan peredaran informasi, atas legitimasi kekuasaan yang dimilikinya. 5
Kekuasaan Panutan Referent Power Kekuasaan ini muncul dengan didasarkan atas pemahaman secara kultural dari orang-
orang dngan berstatus sebagai pemimpin. Masyarakat menjadikan pemimpin itu sebagai panutan simbol dari perilaku mereka. Aspek kultural yang biasanya muncul dari
Universitas Sumatera Utara
pemahaman religiositas direfleksikan pada kharisma pribadi, keberanian, sifat simpatik dan sifat-sifat lain yang tidak ada pada kebanyakan orang. Hal itu menjadikan orang lain tunduk
pada kekuasaannya. 6
Kekuasaan Keahlian Expert Power Kekuasaan ini ada dan merupakan hasil dari tempahan yang lama muncul karena
suatu keahlian atau ilmu pengetahuan. Kelebihan ini menjadikan seorang pemimpin dan secara alamiah berkedudukan sebagai pemimpin dalam bidang keahliannya itu. Seorang
pemimpin merefleksikan kekuasaan dalam batas-batas keahliannya itu dan secara terbatas pula orang lain tunduk pada kekuasaan yang bersumber dari keahlian yang dimilikinya
karena ada kepentingan terhadap keahlian sang pemimpin. Menurut Charles F. Andrian ilmuan politik pada umumnya menggambarkan
distribusi kekuasaan itu ke dalam tiga bentuk, yakni model elite yang memerintah, model pluralis dan model populis. Model yang pertama, melukiskan kekuasan sebagai yang
dimiliki oleh sekelompok kecil orang yang disebut elite. Sedangkan model pluralis, yang menggambarkan kekuasaan sebagai yang dimiliki oleh berbagai kelompok sosial dalam
masyarakat dan berbagai lembaga-lembaga dalam pemerintahan. Dan kelompok populis, yang melukiskan kekuasaan sebagai yang dipegang oleh setiap individu warga Negara atau
rakyat secara kolektif.
16
16
Ibid., hal 56
Teori Elit
Universitas Sumatera Utara
Di dalam kehidupan bermasyarakat dapat ditemukan adanya perbedaan di antara umat manusia satu dengan yang lainnya. Perbedaan itu tidak hanya sebatas perbedaan yang
bersifat fisik, tetapi juga perbedaan lainnya seperti bakat keterampilan dan kekayaan. Perbedaan tersebut dapat dinyatakan sebagai titik awal bagi munculnya kelompok-
kelompok yang mempunyai keunggulan apabila dibandingkan dengan kelompok lainnya dalam suatu masyarakat yang sama. Anggota masyarakat yang mempunyai keunggulan
pada gilirannya akan tergabung dalam suatu kelompok yang lebih dikenal dengan sebutan
elit. Secara etimologi kata elite berasal bahasa Latin ‘‘Eligere’’ yang berarti terpilih.
Kata itu juga di gunakan di francis pada abad ke XIV yang mengandung pengertian yakni memilih.
17
Terminologi elit, sebagaimana diungkapkan oleh Vilfredo Pareto, Gaetano Mosca, Suzanne Keller pemikir yang tergolong dalam elite theoritis memang menunjukan pada
kelompok atau golongan yang ada di suatu masyarakat yang memiliki keunggulan atau superioritas apabila dibandingkan dengan kelompok atau golongan yang lainnya.
18
Kata elite pada abad XVII digunakan untuk menggambarkan barang-barang dengan kualitas sempurna, penggunaan kata itu kemudian diperluas untuk merujuk kelompok-
kelompok sosial yang unggul, misalnya unit-unit militer kelas satu atau tingkatan
17
Suzanne Keller. Penguasa dan Kelompok elit Peranan Elit dalam Masyarakat Modem. terjemahan Zahara D Noer .Jakarta: Rajawali Press.1995.hal.3
18
SP Varma. Teori Politik Modern. Jakarta: PT. Raja Grafindo, Persada.2001. hal 200
Universitas Sumatera Utara
bangsawan yang tinggi. Sehubungan dengan hal tersebut, maka teori elit memandang bahwa setiap masyarakat terbagi dalam dua kategori yang luas yaitu sekelompok kecil
manusia yang berkemampuan dan karenanya menduduki posisi untuk memerintah dan sejumlah besar massa yang ditakdirkan untuk diperintah.
19
Elit sering diartikan sebagai sekumpulan orang sebagai individu yang superior, yang berada dengan massa yang menguasai jaringan-jaringan kekuasaan adalah kelompok yang
berada di lingkaran kekuasaan maupun yang sedang berkuasa. Mosca dan Pareto dalam membagi stratifikasi masyarakat ke dalam dua kategori yaitu:
20
1. Elit yang memerintah governing elite. Kelas ini terdiri dari individu-individu yang
secara langsung atau tak langsung mengendalikan dan memainkan peranan yang besar dalam pemerintahan.
2. Elit yang tidak memerintah non-elite. Kelas ini terdiri dari individu-individu di
luar sirkulasi pemerintahan. Elit berdasarkan kajian teoritis yang dibangun awal-awalnya oleh Mosca dalam The
Rulling Class, Pareto dan Michels mempunyai beberapa prinsip umum yaitu :
21
1. Adanya kekuasaan politik, seperti juga barang-barang sosial lainnya di distribusikan
dengan tidak merata. Gagasan Pareto tentang orang berdasarkan pemilikan akan barang yang berwujud kekayaan, kecakapan atau kekuasaan politik merupakan hal
yang menunjukkan prinsip itu.
19
T.B. Bottomore. Elite dan Masyarakat. Jakarta: Akbar Tandjung Institute, 2006 hal. 1
20
SP Varma. Teori Politik Modern. Jakarta: PT. Raja Grafindo, Persada.2001. hal 202
21
Mas’oed Mohtar dan Colin Mac Andrews, Perbandingan Sistem Politik.Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1986. Hal 78-79
Universitas Sumatera Utara
2. Secara umum masyarakat dikategorikan ke dalam dua kelompok, mereka yang
memiliki kekuasaan politik penting dan mereka yang tidak memilikinya. 3.
Elit bersifat homogen, bersatu, dan memiliki kesadaran kelompok. Elit itu bukan merupakan penjumlahan orang saja tetapi individu yang berada dalam komunitas
elit itu saling mengenal satu dengan yang lainnya, memiliki latar belakang yang sama walaupun memiliki pandangan yang berbeda, memiliki nila-nilai yang sama
dan kepentingan yang sama. dan anggotanya berasal dari satu lapisan masyarakat yang sangat terbatas
4. Elit mengatur sendiri kelangsungan hidupnya dan anggotanya berasal dari satu
lapisan masyarakat yang sangat terbatas 5.
Elit besifat otonom dan kebal akan gugatan dari siapapun yang diluar kelompoknya mengenai keputusan-keputusan yang dibuatnya. Semua persoalan politik penting
diselesaikan menurut kepentingan atau tindakan kelompok. Secara universal, Pareto dan Mosca memberikan konsep-konsep mengenai elit
bahwa dalam setiap masyarakat senantiasa ada dan harus ada suatu kelompok minoritas yang memerintah masyarakat itu. Kelompok kecil itu merupakan kelas politik elit yang
menduduki jabatan komando yang memerintah dan memegang kendali atas pemegang keputusan politik.
22
Perbedaan antara konsepsi Pareto dan Mosca ialah bahwa elit politik itu dibedakan dari elit-elit lain yang kurang dekat dihubungkan dengan penggunaan kekuasaan, meskipun
22
T.B. Bottomore. Elite dan Masyarakat. Jakarta: Akbar Tandjung Institute, 2006 hal. 8
Universitas Sumatera Utara
mereka mungkin memiliki pengaruh sosial yang besar. Seperti halnya yang dapat kita lihat dengan seketika, gagasan tentang elit pada mulanya dipertentangkan dengan gagasan
tentang sosial. Elit sering diartikan sebagai individu-individu yang superior, yang berbeda dengan
massa yang menguasai struktur dan jaringan-jaringan kekuasaan atau kelompok-kelompok sosial yang berada dalam lingkaran kekuasaan maupun yang sedang melaksanakan
kekuasaan. Menurut Pareto menyebutkan bahwa elit politik terdiri dari dua komponen yaitu :
1. Elit Politik Lokal merupakan individu-individu yang menduduki jabatan politik
kekuasaan di eksekutif dan legislatif yang dipilih melalui pemilu dan dipilih dalam proses yang demokratis di tingkat lokal. Mereka yang menduduki jabatan politik
tinggi di tingkat lokal yang membuat kebijakan-kebijakan politik. Elit politik itu seperti: Gubernur, Bupati dan Walikota, Pimpinan DPRD, para anggota DPRD, dan
pemimpin-pemimpin partai politik. 2.
Elit Non-Politik Lokal adalah seseorang atau individu yang menduduki jabatan strategis dan mempunyai pengaruh untuk memerintah orang lain dalam lingkup
masyarakat. Elit non-politik ini seperti: elit keagamanaan, elit organisasi
kemasyarakatan dan kepemudaan serta profesi dan lain sebagainya.
Menurut Pareto dan Mosca secara prinsip mereka menyatakan pendapat bahwa disetiap sistem masyarakat baik struktur masyarakat yang masih bersifat tradisional ataupun
Universitas Sumatera Utara
tatanan masyarakat modern, pasti ditemukan sekelompok kecil minoritas individu yang memerintah anggota masyarakat lainnya.
Elit politik yang dimaksud adalah individu atau kelompok elit yang memiliki pengaruh dalam proses pengambilan keputusan politik. Pertama, ahli yang beranggapan
bahwa golongan elite itu adalah tunggal yang biasa disebut elit politik Aristoteles, Gaetano Mosca dan Pareto. Kedua, ahli yang beranggapan bahwa ada sejumlah kaum elit yang
berkoeksistensi, berbagi kekuasaan, tanggung jawab, dan hak-hak atau imbalan. ahlinya adalah Saint Simon, Karl Mainnheim, dan Raymond Aron.
23
Menurut Aristoteles, elit adalah sejumlah kecil individu yang memikul semua atau hampir semua tanggung jawab kemasyarakatan. Definisi elit yang dikemukakan oleh
Aristoteles merupakan penegasan lebih lanjut dari pernyataan Plato tentang dalil inti teori demokrasi elitis klasik bahwa di setiap masyarakat, suatu minoritas membuat keputusan-
keputusan besar. Konsep teoritis yang dikemukakan oleh Plato dan Aristoteles kemudian diperluas kajiannya oleh dua sosiolog politik Italias, yakni Vilpredo Pareto dan Gaetano
Mosca.
24
Pareto menyatakan bahwa setiap masyarakat diperintah oleh sekelompok kecil orang yang mempunyai kualitas yang diperlukan dalam kehidupan sosial dan politik.
Kelompok kessil itu disebut dengan elit, yang mampu menjangkau pusat kekuasaan. Elit
23
Lihat Jayadi Nas, Konflik Elit Di Sulawesi Selatan Analisis Pemerintahan dan Politik Lokal, Hal. 33.
24
Ibid. Hal. 34
Universitas Sumatera Utara
adalah orang-orang berhasil yang mampu menduduki jabatan tinggi dalam lapisan masyarakat.
Pandangan yang lebih luwes dikemukakan oleh Dwaine Marvick. Menurutnya ada dua tradisi akademik tentang elit. Pertama, dalam tradisi yang lebih tua, elit diperlukan
sebagai sosok khusus yang menjalankan misi historis, memenuhi kebutuhan mendesak, melahirkan bakat-bakat unggul, atau menampilkan kualitas tersendiri. Elit dipandang
sebagai kelompok pencipta tatanan yang kemudian dianut oleh semua pihak. Ke dua, dalam tradisi yang lebih baru, elit dilihat sebagai kelompok, baik kelompok yang menghimpun
yang menghimpun para petinggi pemerintahan atau penguasa di berbagai sektor dan tempat. Pengertian elit dipadankan dengan pemimpin, pembuat keputusan, atau pihak
berpengaruh yang selalu menjadi figur sentral. Lipset dan Solari menunjukkan bahwa elit adalah mereka yang menempati posisi
di dalam masyarakat di puncak struktur-struktur sosial yang terpenting, yaitu posisi tinggi di dalam ekonomi pemerintahan, aparat kemiliteran, politik, agama, pengajaran dan
pekerjaan-pekerjaan. Pernyataan seiring dikemukakan oleh Czudnowski bahwa elit adalah mereka yang mengatur segala sesuatunya, ataua aktor-aktor kunci yang memainkan peran
utama yang fungsional dan terstruktur dalam berbagai lingkup institusional, keagamaan, militer, akademis, industri, komunikasi dan sebagainya.
25
25
Ibid. Hal. 36
Universitas Sumatera Utara
Schrool menyatakan bahwa elit menjadi golongan utama dalam masyarakat yang didasarkan pada posisi mereka yang tinggi dalam struktur masyarakat. Posisi yang tinggi
tersebut terdapat pada puncak struktur masyarakat, yaitu posisi tinggi dalam bidang ekonomi, pemerintahan, kemiliteran, politik, agama, pengajaran dan pekerjaan bebas.
26
Pandangan ilmuwan sosial di atas menunjukkan bahwa elit memiliki pengaruh dalam proses pengambilan keputusan. Pengaruh yang memilikibersumber dari
penghargaan masyarakat terhadap kelebihan elit yang dikatakan sebagai sumber kekuasaan. Menurut Miriam Budiardjo, sumber-sumber kekuasaan itu bisa berupa keududukan, status
kekayaan, kepercayaan, agama, kekerabatan, kepandaian dan keterampilan. Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Charles F. Andrain yang menyebutnya sebagai sumber daya
kekuasaan, yakni : sumber daya fisik, ekonomi, normatif, personal dan keahlian.
27
6. Metode Penelitian