Pendekatan integral antara kebijakan penal dan non penal

70 kebijakan penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum pidana, yaitu: a. Pendekatan integral antara kebijakan penal dan non penal b. Pendekatan integral antara pendekatan kebijakan dan pendekatan nilai 93 .

a. Pendekatan integral antara kebijakan penal dan non penal

Masalah kejahatan merupakan masalah sosial yang sangat kompleks sifatnya karena penyebab terjadinya kejahatan tidak hanya satu faktor saja seperti faktor ekonomi tetapi disebabkan karena berbagai faktor dan kejahatan selalu ada selama manusia itu masih ada, sehingga bisa dikatakan masalah kejahatan merupakan masalah kemanusiaan. Faktor ekonomi tidak bisa dijadikan ukuran sebagai satu-satunya penyebab terjadinya kejahatan. Hal ini karena meningkatnya kehidupan perekonomian masyarakat tetap saja akan diikuti dengan tingkat kejahatan yang lebih canggih dengan menggunakan sarana yang lebih canggih pula seperti penggunaan komputer dan telepon seluler untuk kejahatan. Oleh karena itu untuk mengatasi segi-segi negatif dari tingkah laku manusia ini yang dapat mengganggu kesejahteraan masyarakat maka harus dilakukan secara terpadu atau integral dari semua aspek kehidupan masyarakat dan semua sarana yang ada dalam kehidupan masyarakat. 93 Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif …, Op.Cit., halaman 33. 71 Dalam hal ini apabila sarana hukum pidana dilibatkan untuk menanggulangi masalah kejahatan, maka sarana yang lain harus dilibatkan. Penegakan hukum pidana bukan merupakan satu-satunya sarana untuk dapat menyelesaikan atau menanggulangi kejahatan secara tuntas. Hal ini wajar karena pada hakikatnya kejahatan itu merupakan “masalah kemanusiaan” dan “masalah sosial”, yang tidak dapat diatasi semata-mata dengan hukum pidana. Sebagai suatu masalah sosial, kejahatan merupakan suatu fenomena kemasyarakatan yang dinamis, yang selalu tumbuh dan terkait dengan fenomena dan struktur kemasyarakatan lainnya yang sangat kompleks. Oleh karena itu ada yang menyebutnya sebagai sosio-political problem. Masalah kejahatan yang sifatnya sangat kompleks ini juga telah dibicarakan dalam Konggres PBB ke-IV mengenai Prevention of Crime and The Treatment of Offenders dengan tema “Kejahatan dan Pembangunan” Crime and Development dan Kongres ke-IV membicarakan tema sentral “Pencegahan Kejahatan dan Kualitas Kehidupan” Crime Prevention and The Quality of Live 94 . Oleh karena itu dalam menanggulangi masalah kejahatan yang sangat kompleks harus dibarengi dengan langkah-langkah secara bersama-sama dengan bidang-bidang kehidupan masyarakat lainnya seperti politik, sosial budaya, pertahanan keamanan dan sebagainya atau dikenal dengan kebijakan non-penal. 94 Muladi, Kapita Selekta …., Op.Cit., halaman 7. 72 Kebijakan non-penal dan kebijakan penal harus dilakukan secara bersama-sama. Dengan demikian penanggulangan kejahatan jangan diartikan secara sempit yaitu hanya melihat kebijakan kriminal sebagai upaya melakukan pencegahan kejahatan tanpa menggunakan sarana penal tetapi harus diartikan secara luas yaitu dengan menggunakan sarana penal dan sarana non-penal. Hal ini telah dinyatakan oleh G. Peter Hoefnagels bahwa criminal policy atau kebijakan kriminal dapat ditempuh dengan cara : 1 influencing views of society on crime and punishment, 2 criminal law application and 3 prevention without punishment 95 . Menurut Barda Nawawi Arief dalam menanggapi apa yang diutarakan oleh G. Peter Hoefnagels bahwa cara pertama merupakan penggunaan sarana “penal” hukum pidana sedangkan cara kedua dan ketiga merupakan penggunaan sarana “non-penal” bukan atau di luar hukum pidana. Secara kasar dapatlah dibedakan bahwa upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur “penal” lebih menitikberatkan pada sifat “represive” penindasan atau pemberantasan atau penumpasan sesudah kejahatan terjadi, sedangkan jalur non-penal lebih menitikberatkan pada sifat “preventive” pencegahan atau penangkalan atau pengendalian sebelum kejahatan terjadi. Dikatakan sebagai perbedaan secara kasar karena tindakan represif pada hakekatnya juga dapat dilihat sebagai tindakan preventif dalam 95

G. Peter Hoefnagels, Loc.Cit.