26 keharusan karena akan dapat diketahui berbagai kelemahan dan seberapa jauh perlu
adanya perubahan.
C. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas maka permasalahan pokok dalam penelitian ini berkisar pada masalah kebijakan formulasi hukum pidana administrasi
dalam bidang kesehatan. Dengan demikian dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana kebijakan formulasi hukum pidana administrasi dalam bidang kesehatan selama ini ?
2. Bagaimana prospek kebijakan formulasi hukum pidana administrasi dalam bidang kesehatan di masa datang ?
D. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui kebijakan formulasi hukum pidana administrasi dalam
bidang kesehatan yang selama ini dirumuskan dalam peraturan perundang- undangan yang mencakup masalah penentuan perbuatan apa yang seharusnya
dijadikan tindak pidana, pertanggungjawaban pidana dan masalah penentuan sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan kepada si pelanggar.
27 2. Untuk mengetahui kebijakan formulasi hukum pidana administrasi dalam
bidang kesehatan yang seyogyanya ditempuh pada masa mendatang. Hal ini berkaitan dengan pembaharuan hukum pidana.
E. KEGUNAAN PENELITIAN
1. Kegunaan teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bagi usaha
pembaharuan hukum pidana khususnya memberikan sumbangan pemikiran untuk pengembangan kebijakan formulasi hukum pidana administrasi
khususnya dalam bidang kesehatan. 2. Kegunaan
praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan
manfaat bagi pembuat kebijakan dan penegak hukum.
F. KERANGKA TEORITIS
Usaha pembentukan peraturan hukum pidana dalam hukum administrasi khususnya dibidang kesehatan merupakan masalah kebijakan hukum pidana atau
politik hukum pidana. Pengertian politik hukum pidana ialah kebijaksanaan dari negara dengan perantaraan badan-badan yang berwenang untuk menetapkan
peraturan perundangan yang dikehendaki dan diperkirakan dapat digunakan untuk mengekspresikan norma yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai
tujuan yang dicita-citakan. Melaksanakan politik hukum pidana berarti berusaha
28 mewujudkan peraturan perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan
situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang, merupakan proses sosial dan proses politik yang sangat penting dan mempunyai pengaruh yang luas
karena akan memberi bentuk dan mengendalikan masyarakat agar tidak melakukan perbuatan yang bersifat kriminal. Undang-undang hukum pidana digunakan oleh
penguasa untuk mencapai dan mewujudkan tujuan-tujuan tertentu. Disamping itu dapat pula dikatakan bahwa undang-undang itu mempunyai fungsi untuk
mengekspresikan nilai-nilai dan fungsi instrumental untuk kesejahteraan sosial
18
. Usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana yang baik pada
hakekatnya tidak dapat dilepaskan dari tujuan penanggulangan kejahatan. Jadi kebijakan atau politik hukum pidana juga merupakan bagian dari politik kriminal.
Dengan perkataan lain, dilihat dari sudut politik kriminal, maka politik hukum pidana identik dengan pengertian “kebijakan penanggulangan kejahatan dengan
hukum pidana”. Usaha penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana pada hakekatnya juga merupakan bagian dari usaha penegakan hukum khususnya
penegakan hukum pidana. Oleh karena itu sering pula dikatakan bahwa politik atau kebijakan hukum pidana merupakan bagian pula dari kebijakan penegakan hukum
law enforcement policy
19
.
18
Aruan Sakidjo dan Bambang Poernomo, Hukum Pidana Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Kodifikasi
, Cetakan Pertama, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1990, halaman 55-56.
19
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Cetakan Kedua edisi Revisi,
Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2002, halaman 26-27.
29 Usaha penanggulangan kejahatan lewat pembuatan undang-undang hukum
pidana pada hakekatnya juga merupakan bagian integral dari usaha perlindungan masyarakat social welfare. Oleh karena itu wajar pulalah apabila kebijakan atau
politik hukum pidana juga merupakan bagian integral dari kebijakan atau politik sosial social policy. Kebijakan sosial social policy dapat diartikan sebagai usaha
yang rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dan sekaligus mencakup perlindungan masyarakat. Jadi di dalam pengertian “social policy” sekaligus tercakup
di dalamnya “social welfare policy” dan “social defence policy”. Apabila dilihat dalam arti luas, kebijakan hukum pidana dapat mencakup ruang lingkup kebijakan di
bidang hukum pidana materiil, dibidang hukum pidana formal dan dibidang hukum pelaksanaan pidana
20
. Apabila dihubungan dengan kebijakan formulasi hukum pidana maka termasuk ruang lingkup kebijakan dibidang hukum pidana materiil.
Usaha penanggulangan kejahatan lewat pembuatan undang-undang hukum pidana harus memperhatikan fungsi dari hukum pada umumnya yaitu sebagai
penyelenggara kesejahteraan. Oleh karena itu dalam menetapkan peraturan-peraturan hukum pidana harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
sehingga hukum yang beroperasi dalam suatu masyarakat merupakan pengejawantahan cita hukum yang dianut dalam masyarakat yang bersangkutan.
Cita hukum adalah gagasan, karsa, cipta dan pikiran berkenaan dengan hukum atau persepsi tentang makna hukum, yang dalam intinya terdiri atas tiga unsur yaitu
keadilan, kehasilgunaan doelmatigheid dan kepastian hukum. Cita hukum itu
20
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai …, Op.Cit., halaman 29-30.
30 terbentuk dalam pikiran dan sanubari manusia sebagai produk berpadunya pandangan
hidup, keyakinan keagamaan dan kenyataan kemasyarakatan yang diproyeksikan pada proses pengkaidahan perilaku warga masyarakat yang mewujudkan tiga unsur
tersebut. Dalam dinamika kehidupan kemasyarakatan, cita hukum itu akan mempengaruhi dan berfungsi sebagai asas umum yang mempedomani guiding
principle, norma kritik kaidah evaluasi dan faktor yang memotivasi dalam penyelenggaraan hukum pembentukan, peneman, penerapan hukum dan perilaku
hukum. Cita hukum Bangsa Indonesia adalah Pancasila
21
. Menurut Sahetapy yang dikutip Teguh P.dan Abdul H.B., peranan hukum
dengan pendekatan fungsional tidak sama dengan hukum yang berperan sebagai suatu alat instrumen belaka. Di dalam pendekatan secara fungsional, penerapan hukum
harus diarahkan untuk mencapai tujuan darimana hukum itu berasal. Jika hukum di Indonesia bersumber pada Pancasila maka setiap produk perundang-undangan tidak
mungkin terlepas dari sumbernya, yakni darimana hukum dijiwai, dipersepsikan dan dalam penjabarannya atau diwujudkan dalam bentk manifestasinya harus selalu
bernafaskan Pancasila. Jika tidak, hukum itu tidak lagi berfungsi dalam arti sebenarnya sehingga lebih tepat disebut sebagai instrument. Hukum dalam pengertian
21
Bernard Arief Sidharta, Refleksi tentang Struktur Ilmu Hukum Sebuah Penelitian tentang Fundasi Kefilsafatan dan Sifat Keilmuan Ilmu Hukum sebagai Landasan Pengembangan Ilmu
Hukum Naisonal Indonesia , Cetakan II, Bandung : CV. Mandar Maju, 2000, halaman 181.
31 ini hanya demi kepentingan tertentu yang sama sekali tidak dijiwai oleh semangat dan
idealisme Pancasila
22
. Dengan demikian usaha dan kebijakan pembuatan peraturan hukum pidana
tidak dapat dilepaskan dari tujuan negara sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum dan harus berdasarkan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Pancasila bagi Bangsa Indonesia
digambarkan Notonegoro sebagai pedoman bagi hidup kenegaraan dan hukum Republik Indonesia dalam konkretonya dan tidak sekedar cita-cita dalam
abstraktonya. Pancasila tidak tinggal cita-cita dalam angan-angan, akan tetapi telah mempunyai bentuk dan isi yang formal dan material untuk menjadi pedoman bagi
hidup kenegaraan dan hukum Indonesia dan konkretonya. Menurut pendapat Notonegoro, Undang-Undang Dasar 1945 dengan Pembukaan merupakan kesatuan,
yang berarti bahwa tafsir Undang-Undang Dasar 1945 harus dilihat dari sudut Pembukaan dan pelaksanaan Undang-undang Dasar 1945 kedalam undang-undang
harus mengingat dasar-dasar yang tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 itu, jadi yang terkandung di dalam Pancasila
23
. Bertolak pada pandangan tersebut maka kebijakan pembuatan peraturan
hukum pidana harus dapat memberikan kesejahteraan bagi seluruh bangsa Indonesia
22
Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana Kajian Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi
, Cetakan I, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005, halaman 14.
23
Soejadi, Pancasila Sebagai Sumber Tertib Hukum Indonesia, Yogyakarta : Lukman Offset,
1999, halaman 84.
32 yang mencakup juga perlindungan masyarakat dari segala gangguan yang dapat
mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian penggunaan hukum pidana dalam berbagai peraturan perundang-undangan dalam bidang hukum
administrasi khususnya dalam bidang kesehatan harus pula memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain pembuatan undang-undang pidana harus
senantiasa mewujudkan atau merupakan penjabaran nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
G. METODE PENELITIAN