Siti Soetami, Hukum Administrasi Negara, Cetakan I,Semarang : Badan Penerbit Universitas

45 dalam perundang-undangan administrasi dapat dimasukkan dalam lingkungan hukum pidana 37 . Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perundang-undangan hukum pidana tidak hanya bersifat otonom tetapi dapat bersifat komplementer yaitu membantu menegakkan hukum administrasi dan cabang hukum lainnya. Sehubungan dengan sifat perundang-undangan hukum pidana tersebut, Sudarto membedakan peraturan perundangan-undangan hukum pidana menurut sifatnya yaitu: a. undang-undang pidana “dalam arti sesungguhnya”, ialah “undang-undang, yang menurut tujuannya, bermaksud mengatur hak memberi pidana dari negara, jaminan dari ketertiban hukum”, misalnya KUHP, Ordonansi lalu- lintas jalan raya 1933. b. peraturan-peraturan hukum pidana dalam undang-undang tersendiri, ialah peraturan-peraturan, yang hanya dimaksudkan untuk memberi sangsi sic. seharusnya sanksi. pen pidana terhadap aturan-aturan mengenai salah satu bidang yang terletak di luar hukum pidana, misalnya Undang-Undang tentang penyelesaian perselisihan perburuhan UU No. 16 Drt tahun 1951, Undang- Undang Pokok Agraria UU No. 5 Tahun 1960. Peraturan perundang- undangan ini dimasukkan dalam pengertian “undang-undang pidana khusus” 38 . Selanjutnya Sudarto mengkualifikasikan undang-undang pidana khusus dalam tiga 3 kelompok yaitu : 1. Undang-undang yang tidak dikodifikasikan, misalnya Undang-Undang Lalu Lintas Jalan Raya UU No. 3 tahun 1965, Undang-Undang tentang Narkotika UU No. 9 tahun 1976, Undang-Undang Tindak Pidana Imigrasi UU No. 8 Drt tahun 1955, Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi UU no. 3 tahun 1971, Undang-Undang tentang pemberantasan Kegiatan Subversi UU No. 11 Drt tahun 1963. 37

A. Siti Soetami, Hukum Administrasi Negara, Cetakan I,Semarang : Badan Penerbit Universitas

Diponegoro, 1993, halaman 16. 38 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Cetakan II, Bandung : Alumni, 1986, halaman 59-60. 46 2. Peraturan-peraturan hukum administratif yang memuat sangsi sic. seharusnya sanksi. pen pidana, misalnya Undang-Undang tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan UU no. 16 Drt tahun 1951, Undang-Undang Pokok Agraria UU No. 5 tahun 1960. 3. Undang-undang yang memuat hukum pidana khusus ius singulare, ius speciale yang memuat delik-delik untuk kelompok orang tertentu atau berhubungan dengan perbuatan tertentu, misalnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tentara, Undang-Undang tentang Pajak Penjualan, Undang- Undang Tindak Pidana Ekonomi Sudarto menyimpulkan bahwa undang-undang pidana khusus adalah undang-undang pidana selain Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang merupakan induk peraturan hukum pidana 39 . Kelompok b sebagaimana dinyatakan oleh Sudarto di atas, menurut penulis lebih banyak mengatur hal-hal yang berkaitan dengan kekuasaan mengatur dari pemerintah. Jadi kelompok b ini akan terlihat atau kemungkinan besar hukum pidana mengatur bidang tersebut antara lain hukum pidana membantu menegakkan hukum di luar hukum pidana seperti hukum administrasi. Dengan adanya undang-undang pidana khusus ini maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan antara hukum administrasi dengan hukum pidana. Keterkaitan hukum administrasi negara dengan hukum pidana juga digambarkan oleh T.H.Ranidajita yang menyatakan hubungan hukum administrasi dengan hukum pidana sangat erat disamping keduanya merupakan hukum publik dimana didalamnya ada unsur-unsur : a. pemerintah b. yang diperintah atau yang dikenai suatu kewajiban 39 Ibid, halaman 63-64. 47 c. suatu paksaan dari pemerintah terhadap yang diperintah 40 . Hubungan antara hukum pidana dengan hukum administrasi, penulis mengaitkan dengan perkembangan hukum pidana nasional. Muladi memberikan gambaran perkembangan hukum pidana nasional yang sampai saat ini mengikuti pelbagai pendekatan sebagai berikut : a. Pendekatan evolusioner melalui pelbagai amandemen pasal-pasal tertentu baik yang berupa kriminalisasi misalnya Pasal 156a KUHP jo UU No. 1 Tahun 1965 maupun dekriminalisasi sebagai konsekuensi Pasal V UU No. 1 Tahun 1946; b. Pendekatan semi-global dengan munculnya pelbagai tindak pidana khusus di luar KUHP seperti UU Tindak Pidana Korupsi, UU tentang Pencucian Uang, Tindak Pidana Terorisme dan sebagainya, mengingat kekhususan-kekhususan pengaturan baik di bidang hukum pidana materiil maupun hukum pidana formil; c. Pendekatan kompromis, dengan pengaturan suatu Bab baru dalam KUHP akibat ratifikasi konvensi internasional yang signifikan misalnya Bab XXIX A KUHP jo UU No. 4 Tahun 1976 sebagai konsekuensi ratifikasi terhadap Konvensi-Konvensi Montreal, Tokyo dan Konvensi The Haque tentang Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan Terhadap Sarana Penerbangan; d. Pendekatan Komplementer dengan munculnya hukum pidana administratif administrative penal law dimana sanksi hukum pidana digunakan untuk memperkuat sanksi hukum administrasi UU Pers, UU tentang HAKI, UU perlindungan Konsumen dan sebagainya 41 . Berkaitan dengan pendekatan komplementer ini, Muladi menyatakan bahwa kecenderungan perundang-undangan hukum administrasi mencantumkan sanksi pidana adalah untuk memperkuat sanksi administrasi administrative penal law. Sanksi pidana tersebut didayagunakan apabila sanksi administratif sudah tidak 40 T.H.Ranidajita, Op.Cit, halaman 21. 41 Muladi, Beberapa Catatan Berkaitan Dengan RUU KUHP Baru, Disampaikan pada Seminar Nasional RUU KUHP Nasional diselenggarakan oleh Universitas Internasional Batam 17 Januari 2004. halaman 2. 48 mempan khususnya berkaitan dengan pelaku tindak pidana yang sudah keterlaluan dan menimbulkan kerugian besar misalnya dalam bidang perpajakan, lingkungan hidup, hak cipta dan lain-lain 42 . Keterkaitan hukum administrasi dengan hukum pidana dapat dipahami karena keduanya merupakan hukum publik dan dalam proses penegakan hukum, sanksi pidana hukum pidana dipergunakan untuk memperkuat sanksi dalam hukum administrasi negara. Di dalam Hukum Administrasi Negara, pemerintah menduduki peranan penting karena pemerintah menjalankan roda pembangunan dan memberikan pelayanan umum public service. Di dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan menuntut terciptanya suasana tertib, termasuk tertib hukum. Pembangunan negara merupakan bagian mendasar dari pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan karena hal tersebut tidak terlepas dari upaya pemberian pelayanan pada masyarakat dan para warga. Di dalam rangka mewujudkan suasana tertib itu, maka pelbagai program dan kebijaksanaan pembangunan negara perlu didukung dan ditegakkan oleh seperangkat kaidah peraturan perundang-undangan yang antara lain memuat aturan dan pola perilaku-perilaku tertentu, berupa larangan-larangan, kewjaiban-kewajiban dan anjuran-anjuran. Tiada gunanya memberlakukan kaidah-kaidah hukum manakala kaidah-kaidah itu tidak dapat dipaksakan melalui sanksi dan menegakkan kaidah- kaidah dimaksud secara prosedural hukum acara. Salah satu upaya pemaksaan 42 Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Cetakan II, Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2002, halaman 42. 49 hukum law enforcement itu adalah melalui pemberlakuan sanksi pidana terhadap pihak pelanggar mengingat sanksi pidana membawa serta akibat hukum yang terpaut dengan kemerdekaan pribadi berupa pidana penjara, kurungan dan harta benda antara lain berupa pengenaan denda dari pelanggar yang bersangkutan. Itulah sebabnya, hampir pada pelbagai ketentuan kaidah peraturan perundang-undangan termasuk utamanya dibidang pemerintahan dan pembangunan negara selalu disertai dengan pemberlakuan sanksi pidana, berupa pidana penjara, kurungan, denda dan semacamnya 43 .

C. Hukum Pidana Administrasi