Tinjauan Umum Tentang Jual Beli

pada perjanjian yang sifatnya sementara, misalnya perjanjian sewa menyewa, 5. Berakhirnya perjanjian, karena adanya putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap, 6. Berakhirnya perjanjian, karena tujuan dari perjanjian tersebut telah tercapai, 7. Berakhirnya perjanjian, karena adanya persetujuan dari para pihak yang membuat perjanjian tersebut.

B. Tinjauan Umum Tentang Jual Beli

Pengertian Jual-Beli dapat dilihat dalam Pasal 1457 KUH Perdata, yang menentukan bahwa, Jual-Beli adalah “persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.” Pengertian jual beli menurut Subekti, sebagai berikut : Jual-Beli adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu si penjual berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya si pembeli berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. 24 Dari pengertian tersebut dapat diketahui lebih lanjut bahwa dalam perjanjian Jual-Beli sekaligus membebankan dua kewajiban, yaitu : - Kewajiban pihak penjual untuk menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli. 24 R. Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung : Citra aditya Bakti, 1995, halaman 1 - Kewajiban pihak pembeli untuk membayar harga barang yang dibeli kepada penjual. Dalam Jual-Beli terdapat beberapa ketentuan umum yang diatur dalam KUH Perdata, ketentuan-ketentuan tersebut antara lain : 25 a. Hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada si pembeli, selama penyerahannya belum dilakukan menurut Pasal 612, Pasal 613, dan Pasal 616 Pasal 1459 KUH Perdata b. Jika pembelian dibuat dengan memberi uang muka, tidak dapatlah salah satu pihak meniadakan pembelian itu dengan menyuruh memiliki atau mengembalikan uang panjarnya. Pasal 1464 KUH Perdata c. Antara suami-istri tidak boleh terjadi jual beli, kecuali dalam tiga hal berikut : - Jika seorang suami atau seorang istri menyerahkan benda- benda kepada istri atau suami, dari siapa ia oleh pengadilan telah dipisahkan untuk memenuhi apa yang menjadi haknya istri atau suaminya itu menurut hukum; - Jika penyerahan yang dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya, juga dari siapa ia tidak dipisahkan, berdasarkan pada suatu alasan yang sah, misalnya untuk mengembalikan benda- benda si istri yang telah dijual atau uang yang menjadi kepunyaan si istri, demikian itu jika benda-benda atau uang tersebut dikecualikan dari persatuan; 25 Hasanuddin Rahman, Contract Drafting Seni Ketrampilan Merancang Kontrak Bisnis, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003, halaman 24-25 - Jika si istri menyerahkan barang-barang kepada suaminya untuk melunasi sejumlah uang yang ia telah janjikan kepada suaminya sebagai harta perkawinan, sekadar benda-benda itu dikecualikan dari persatuan Pasal 1467. Saat terjadinya perjanjian jual-beli pada saat tercapainya kata “sepakat” mengenai barang dan harga. Begitu pihak penjual dan pembeli telah setuju tentang barang dan harga, maka lahirlah perjanjian jual-beli. Sesuai dengan asas “konsesualisme” yang berlaku dalam hukum perjanjian, artinya hukum perjanjian dalam KUH Perdata menganut suatu asas bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup dengan kata sepakat saja dan bahwa perjanjian itu sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya consensus sebagaimana dimaksud diatas. Pasal 1458 KUH Perdata menegaskan adanya sifat konsensual dari perjanjian Jual-Beli, sebagai berikut “Jual-beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar.”

C. Pengertian Makam Modern