Syarat sahnya Perjanjian Suatu perjanjian harus memenuhi syarat-syarat seperti yang diatur

kekayaan harta benda, maka pada umumnya obyek dari perbuatan hukum dalam perjanjian dapat dikatakan hampir selalu berupa suatu harta benda.

8. Syarat sahnya Perjanjian Suatu perjanjian harus memenuhi syarat-syarat seperti yang diatur

dalam Pasal 1320 KUH Perdata agar dinyatakan sah dan mempunyai akibat hukum. Adapun syarat-syarat sahnya perjanjian adalah sebagai berikut : 1. Adanya kesepakatan diantara para pihak, 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, 3. Suatu hal tertentu, 4. dan suatu sebab yang halal. Syarat adanya “kesepakatan diantara para pihak dan kecakapan untuk membuat suatu perikatan” merupakan syarat subyektif, sedangkan syarat adanya “suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal” merupakan syarat obyektif dari suatu perjanjian. Syarat subyektif dalam perjanjian merupakan syarat mengenai para pihak atau orangnya dalam perjanjian, yang apabila syarat tersebut tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan atau dapat dimintakan pembatalannya oleh pihsk yang lemah yaitu pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakat secara tidak bebas. Sedangkan syarat obyektif dalam perjanjian merupakan syarat mengenai obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan tersebut. Apabila syarat obyektif tersebut tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum, yang artinya perjanjian tersebut tanpa dimintakan pembatalannya oleh hakim sudah batal dengan sendirinya. Keempat syarat tersebut perlu diuraikan lebih lanjut, sebagai berikut : 1. Adanya kesepakatan di antara para pihak Kesepakatan di antara para pihak mempunyai makna, bahwa kedua belah pihak dalam mengikatkan diri telah terdapat persesuaian kehendak atau kemauan di mana tidak ada paksaan, kekeliruan maupun suatu paksaan. Persetujuan mana dapat dinyatakan secara tegas maupun secara diam-diam. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian Dalam suatu perjanjian, para pihak yang sepakat melakukan suatu perjanjian disyaratkan telah dewasa, karena pada umumnya orang dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum apabila ia sudah dewasa, artinya telah berumur 21 tahun atau sudah kawin walaupun belum berumur 21 tahun. 20 Dalam Pasal 1330 KUH Perdata ditentukan bahwa seseorang dikatakan tidak cakap membuat perjanjian, yaitu : a. belum dewasa b. mereka yang ditaruh di bawah pengampuan c. orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang- undang telah dilarang membuat perjanjian tertentu. Ketentuan mengenai seorang perempuan bersuami tidak diperbolehkan melakukan perbuatan hukum tanpa dibantu dan 20 Abdulkadir Muhammad, op. cit, halaman 92 seijin suaminya, telah berubah dengan adanya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 yang diperkuat dengan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sehingga wanita yang telah bersuami sekarang ini dapat melakukan perbuatan hukum dalam perjanjian tanpa harus dibantu dan ijin dari suami. 3. Suatu hal tertentu Sahnya perjanjian, yaitu “bahwa perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu yang merupakan pokok perjanjian, yaitu obyek perjanjian.” 21 Suatu hal tertentu dapat dikatakan sebagai obyek dari perikatan atau isi dari perikatan, yaitu prestasi yang harus dilakukan debitor. Hal atau prestasi itu harus tertentu dan dapat ditentukan menurut ukuran yang obyektif. 4. Suatu sebab yang halal Suatu sebab yang halal yang dimaksud dalam Pasal 1320 KUH Perdata adalah dalam hal “isi perjanjian itu sendiri” yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak, apakah bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan atau tidak. Di dalam Pasal 1335 KUH Perdata disebutkan bahwa apabila suatu persetujuan dibuat tanpa causa atau sebab, maka perjanjian dianggap tidak pernah ada.

9. Jenis-jenis perjanjian