O KCl % % ppm Ca Mg K Na KTK % Al H Fe Cu Zn Mn Pasir Debu Liat fraksi liat dan debu karena sudah terbuka.

H 2 O KCl % % ppm Ca Mg K Na KTK % Al H Fe Cu Zn Mn Pasir Debu Liat fraksi liat dan debu karena sudah terbuka.

1 Htn 6,25 5,35 7,2 0,18 20,02 5,32 4,8 0,1 0,25 25,58 tr 0,04 4,8 0,07 0,65 1,02 36,94 60,37 2,69 *)

b. Apabila fraksi liat banyak yang tercuci, maka kemampuan tanah untuk mengikat unsur hara menjadi

2 TnhTb 6,45 5,6 0,95 0,13 5,49 0,56 0,42 0,01 0,01 0,3

tr 0,04 26,68 0,35 1,25 0,54 99,05 0,91 0,04 **)

sangat berkurang dan berakibat menurunnya

Keterangan:

kesuburan tanah.

c. Lapisan serasah, humus dan bahan organik lainnya

HTN : Lokasi kawasan Hutan Lindung *

sering dibuang dari lokasi penambangan sehingga

TNHTB : Lokasi pertambangan (tanah terbuka) **

memperburuk kondisi tanah. Sedangkan peranan bahan organik (Fisher dan Binkley, 1999) adalah:

Liat : Semua tipe 1:1 (kaolinit) analisis tanah 1 dan 2

- Melindungi unsur hara dari pencucian - Melindungi tanah dari perubahan keasaman - Pada tanah berpasir, KTK berada pada fraksi

d. Hilangnya komposisi dan struktur vegetasi pada hutan organik (dalam bagan organik) alam yang telah dilakukan penambangan (menjadi

- Memperbaiki struktur tanah

tanah terbuka) meliputi famili antara lain Clusiaceae, - Memperbaiki penyerapan dan daya simpan air Malvaceae,

- Melindungi permukaan tanah dari erosi Dipterocarpaceae, Apocynaceae, Ixonanthaceae,

- Tempat aktifitas mikroba (dekomposer). Combretaceae,

d. pH tanah turun (tanah bersifat masam). Tanah podsol Sapindaceae dan Euphorbiaceae.

Rhizophoraceae,

Theaceae,

bereaksi masam, terlebih lagi bila dibuka dan tidak

e. Hilangnya kehidupan flora lainnya seperti jenis efipit, mengandung bahan organik. Reaksi masam dapat saprofit, herba, perdu dan lain-lain

disebabkan curah hujan yang tinggi sehingga basa-

f. Hilangnya satwa yang mendiami hutan alam tersebut basa tercuci. (kehilangan unsur-unsur seperti Ca, Mg,

g. Hilangnya ekosistem hutan alam yang komplek dan 3+ Na, K. Kemasaman tanah disebabkan oleh Al dan

kaya biodiversity + H .

h. Perubahan lanskap dari hutan alam yang hijau, segar

Proses hidrolisis:

dengan nilai estetika tinggi menjadi hamparan yang + Al + H2O ↔ Al(OH) +H kosong, tandus dan gersang dengan nilai estetika yang

Proses dilanjutkan :

sangat rendah (jelek). 2+ [Al (OH)2 6] ↔ [Al (OH)(OH2) 5] +

[Al (OH)(OH2) 5] 2+

↔ [Al (OH)2(OH2) 4] + +H

k. Loss biomassa dan nutrient (Fisher dan Binkley,

[Al (OH)2(OH2) 4] ↔ [Al (OH)3(OH2)3] + H l. Terkadang terdapat toxic dibeberapa tempat, seperti [Al (OH)(OH2)]2-

kandungan logam berat yang melebihi ambang batas

+H ↔ [Al (OH)6] +

(Czapowskyj, 1973) m. Dapat terjadi water lock (Fisher, 1999)

Tanah masam umumnya mempunyai kelarutan Al, n. Kapasitas infiltrasi rendah karena pori-pori tanah Mn dan Fe yang tinggi, dapat bersifat racun serta

tertutup (agregat tanah rusak).

dapat mengikat P sehingga unsur P menjadi kurang tersedia. Tanah masam juga rendah unsur Mo

pH tanah

sehingga pembentukan bintil akar menjadi rendah.

e. Tanah berifat asam (H+) dan kandungan Fe, Al, Mn, Zn, Cu dan Co meningkat. Unsur P sering terikat oleh Fe dan Al.

f. Pada kondisi tanah yang asam banyak unsur-unsur hara yang berada dalam kondisi ada namun tidak tersedia untuk tanaman karena terikat. Sebagian besar

unsur hara berada dalam kondisi tersedia apabila pH Unsur

hara

tanah mendekati netral, seperti N, Ca, Mg, P, K, S,

terse

Mo dan Bo. Hampir semua unsur berada dalam

dia

keadaan tersedia apabila tanah bersifat relatif basa, seperti terlihat pada Gambar 46, namun unsur-unsur Fe, Mn, Zn, Cu, Co justru berada dalam keadaan tersedia apabila tanah bersifat masam. Hal inilah yang menyebabkan tanah masam banyak mengandung Firit (Fe) yang bersifat racun.

g. Perubahan struktur tanah akibat penambangan. Agregat tanah mengalami kerusakan akibat pengaruh iklim dan tumbukan air hujan dan lebih rentan mengalami

kerusakan sehingga

memperbesar

leaching dan erosi tanah, serta memperburuk struktur tanah

h. Menjadi lahan marginal Gambar 46. Keefektifan penyerapan unsur hara pada pH

i. Menjadi lahan kritis

tertentu

j. Rentan leaching dan erosi oleh air maupun angin

3. Perubahan hayati tanah (biologi tanah)

atau: Kehilangan N pada lahan seluas 1500 ha sebesar:

a. Hilangnya mikroorganisme tanah yang sangat 6 0,34/100 x 2 x 10 kg/ha x 1500 ha = 10.200.000 kg = berperan dalam dekomposisi serasah dan bahan

10.200 ton

organik.

b. Hilangnya Rhizobium yang dapat mengikat Nitrogen 2 b. Kehilangan P pada plot 20 m x 20 m ( = 400 m ) sebesar: bebas dari udara

c. Hilangnya Ascus sperillus yang dapat mengikat 3 0,05/100 x (0,2 m x 20 m x 20 m) = 0,04 m per 400

2 Nitrogen dan Phosfor 2 m = 40 kg per 400 m

d. Hilangnya mikorisa yang dapat membantu tanaman Jadi kehilangan P pada lahan seluas 1500 ha sebesar:

2 memperoleh Phosfor dari tanah 2 (40 kg x 15.000.000 m ) / 400 m = 1.500.000 kg = 1.500

e. Hilangnya berbagai jenis (dekomposer) seperti

ton

serangga, cacing, jamur dan bakteri yang dapat

atau:

menguraikan bahan organik 

Kehilangan P pada lahan seluas 1500 ha sebesar: bentuk tidak tersedia menjadi tersedia

Mengubah dari

0,05/100 x 2 x 10 6 kg/ha x 1500 ha

= 1.500.000 kg =

f. Hilangnya

berkembang biak mikroorganisme serta kehidupan yang lain.

c. Kehilangan K pada plot 20 m x 20 m ( = 400 m 2 ) sebesar:

0,17/100 x (0,2 m x 20 m x 20 m)

= 0,136 m 3 per

400 m 2 = 136 kg per 400 m 2

Jadi kehilangan K pada lahan seluas 1500 ha sebesar: (136 kg x 15.000.000 m 2 ) / 400 m 2 = 5.100.000 kg = Hasil analisis laboratorium terhadap biomassa hutan alam

4. Kehilangan unsur hara akibat penambangan

5.100 ton

(kayu) didapatkan kadar nutrisi rata-rata:

N= 0,34 %; P=

atau:

0,05%; K= 0,17%; Ca= 0,74% dan Mg= 0,24%. Luas areal Kehilangan K pada lahan seluas 1500 ha sebesar: yang terbuka akibat penambangan 1500 ha, dimana 1 ha =

= 5.100.000 kg = 2x10 6 kg.

0,17/100 x 2 x 10 6 kg/ha x 1500 ha

5.100 ton.

Kandungan nutrisi yang hilang akibat diambil kayunya dari ekosistem hutan alam tersebut adalah jumlah unsur hara yang 2 d. Kehilangan Ca pada plot 20 m x 20 m ( = 400 m )

terdapat dalam biomass hutan (kayu), yaitu:

sebesar:

a. 3 Kehilangan N pada plot 20 m x 20 m ( = 400 m ) sebesar: 0,74/100 x (0,2 m x 20 m x 20 m) = 0,592 m per

3 2 0,34/100 x (0,2 m x 20 m x 20 m) 2 = 0,272 m per 400 m = 592 kg per 400 m

2 400 m 2 = 272 kg per 400 m Jadi kehilangan Ca pada lahan seluas 1500 ha sebesar:

2 Jadi kehilangan N pada lahan seluas 1500 ha sebesar: 2 (592 kg x 15.000.000 m ) / 400 m = 22.200.000 kg =

2 (272 kg x 15.000.000 m 2 ) / 400 m = 10.200.000 kg =

22.200 ton

10.200 ton

atau:

Kehilangan Ca pada lahan seluas 1500 ha sebesar: Tabel 4. Asumsi harga pupuk sesuai kondisi pasar 0,74/100 x 2 x 10 6 kg/ha x 1500 ha = 22.200.000 kg

= 22.200 ton

Pupuk Kandung Harga Harga per Pabrik

an

(Rp/kg

sak

e. 2 Kehilangan Mg pada plot 20 m x 20 m ( = 400 m )

(Rp/50 kg) sebesar:

68.000 PT Kujang 0,24/100 x (0,2 m x 20 m x 20 m) 3 = 0,192 m per

350.000 Petrokimia Jadi kehilangan Mg pada lahan seluas 1500 ha sebesar:

3 KCl

K = 60% 8.000

4 Ca Ca 40.000

- PT

2 (192 kg x 15.000.000 m 2 ) / 400 m = 7.200.000 kg =

30.000 Petrokimia 7.200 ton

5 MgSO 4 =100%

Grow more atau:

(Dolomi

Mg =

- Kehilangan Mg pada lahan seluas 1500 ha sebesar:

t)

0,24/100 x 2 x 10 6 kg/ha x 1500 ha

Dalam hitungan ini, harga pupuk menggunakan harga per sak (harga/50 kg) karena dalam aplikasi lebih rasional (lebih murah). kecuali harga Ca

5. Biaya untuk mengembalikan kondisi tanah seperti

menggunakan satuan kg karena tidak tersedia harga

semula

per sak.

Keperluan pemupukan dilapangan berdasarkan Kerusakan yang ditimbulkan akibat penambangan (Tabel

jumlah kandungan unsur hara (bukan berdasarkan

3) dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Kerusakan jenis pupuk), karena jumlah unsur hara yang manfaat lingkungan, tata air, estetika, serapan karbon, emisi

diambil harus sama dengan jumlah unsur hara yang oksigen, sosial ekonomi masyarakat setempat dan lain-lain.

dikembalikan. Misalnya jumlah unsur hara N yang Kerusakan sifat kimia berupa kesuburan tanah dapat dihitung

diambil x kg maka harus mengembalikan unsur berdasarkan tingkat kehilangan unsur-unsur hara akibat

hara N sejumlah x kg pula.

penambangan, yang diganti menggunakan pupuk buatan. Biaya Asumsi: Untuk mendapatkan 1 kg pupuk dengan yang harus dikeluarkan untuk mengembalikan hara tanah

kandungan N = 100% maka diperlukan biaya untuk melalui pemupukan dapat dihitung berdasarkan harga pasar

membeli pupuk Urea sebesar Rp.3.696,-/kg (Tabel 4 dan Tabel 5).

(diperoleh dari = Rp. 1700,-/0,46) atau Rp. 147.826,-/sak (diperoleh dari = Rp. 68.000,-/0,46). Dengan perhitungan seperti di atas, asumsi harga pupuk dengan kandungan unsur hara 100% disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Perhitungan biaya pupuk dengan kandungan 100%

d. Biaya mengganti Ca yang hilang dalam areal seluas 1500 ha:

No Pupuk

Asumsi harga pupuk

- Jumlah Ca yang hilang 22.200.000 kg

dengan kandungan hara 100%

Biaya pupuk Ca : (22.200.000 kg) x

1 Urea

Rp. 147.826/sak

Rp. 40.000,- = Rp. 888.000.000.000,-

2 TSP

Rp. 305.556/sak

3 KCl

Rp. 583.333/sak

e. Biaya mengganti Mg yang hilang dalam areal seluas 1500

4 Ca Rp. 40.000/kg

ha:

- Jumlah Mg yang hilang 7.200.000 kg (Dolomit)

5 MgSO 4 Rp. 150.000/sak

- Biaya pupuk Mg : (7.200.000 kg/50) x Rp. 150.000,- Catatan: 1 sak = 50 kg

= Rp. 21.600.000.000,-

Sesuai dengan prinsip keseimbangan, bahwa jumlah Jadi biaya yang diperlukan untuk mengganti kehilangan unsur pengembalian unsur hara harus sama dengan jumlah unsur hara

hara N, P, K, Ca dan Mg pada konversi hutan alam menjadi yang diambil, maka biaya penggantian hara dalam lahan yang

areal pertambangan pasir (galian C) seluas 1.500 ha sebesar: terdegradasi akibat penambangan dapat dihitung sebagai

Rp. 30.156.504.000,- + Rp. 9.166.680.000,- + Rp. berikut:

59.499.966.000,- + Rp. 888.000.000.000,- + Rp. 21.600.000.000,- = Rp. 1.008.423.150.000,-

atau Rp.

a. Biaya mengganti N yang hilang dalam areal seluas 1500

672.282.100,- per ha.

ha: - Jumlah N yang hilang 10.200.000 kg - Biaya pupuk N : (10.200.000 kg/50) x

6. Penambahan bahan organik

Rp. 147.826,- = Rp. 30.156.504.000,- Bahan organik tanah berperan dalam mengatur interaksi

b. Biaya mengganti P yang hilang dalam areal seluas 1500 komponen abiotik dan biotik dalam ekosistem tanah. ha:

Kandungan bahan organik dalam bentuk C-organik di tanah - Jumlah P yang hilang 1.500.000 kg

harus dipertahankan minimal 2 persen. Keberadaan bahan - Biaya pupuk P : (1.500.000 kg/50) x Rp. 305.556,-

organik senantiasa dikontrol untuk mempertahankan kualitras = Rp. 9.166.680.000,-

tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah perlu dilakukan karena keberadaannya sering menurun akibat proses

c. Biaya mengganti K yang hilang dalam areal seluas 1500 dekomposisi dan mineralisasi. Kandungan bahan organik ha:

antara lain sangat erat berkaitan dengan KTK (Kapasitas Tukar - Jumlah K yang hilang 5.100.000 kg

Kation). Tanpa pemberian bahan organik dapat mengakibatkan - Biaya pupuk K : (5.100.000 kg/50) x Rp. 583.333,-

degradasi kimia, fisik, dan biologi tanah yang dapat merusak = Rp. 59.499.966.000,-

agregat tanah dan menyebabkan terjadinya pemadatan tanah.

C-organik diperlukan oleh mikroorganisme sebagai unsur 6 = 0,04/100 x 2 x 10 kg/ha = 800 kg kaolinit/ha hara dan pengkondisi sifat fisik tanah yang mempengaruhi

Kaolinit dapat menyerap 1% bahan organik, jadi bahan karakteristik agregat dan air tanah. Seringkali ada hubungan

organik yang dapat ditambahkan pada tanah 2 sebesar: langsung antara persentase C-organik total dan karbon dari

= 1/100 x 800 kg/ha = 8 kg bahan organik/ ha. biomassa mikroba yang ditemukan dalam tanah pada zona iklim yang sama. C-organik juga berhubungan dengan aktivitas enzim tanah. Dekomposisi bahan organik menghasilkan asam-

7. Kejenuhan basa

asam organik dan apabila ditambahkan ke dalam tanah akan meningkatkan kandungan senyawa organik dalam tanah yang

Kejenuhan basa selalu dihubungkan dengan kesuburan dicirikan dengan meningkatnya kandungan C-organik tanah.

tanah. Kemudahan dalam melepaskan ion yang dijerat untuk Kandungan C-organik pada setiap tanah bervariasi, mulai dari

tanaman tergantung pada derajat kejenuhan basa. Kejenuhan kurang dari 1% pada tanah berpasir sampai lebih dari 20 %

basa adalah perbandingan jumlah kation basa yang pada tanah berlumpur. Warna tanah dapat menunjukkan

dipertukarkan dengan kapasitas tukar kation yang dinyatakan kandungan C-organik. Makin cerah warna tanah, maka

dalam persen (%). Kejenuhan basa rendah bila tanah kandungan C-organiknya makin rendah. Pada tanah podsolik

memepunyai kemasaman tinggi dan sebaliknya kejenuhan basa merah kuning dan ultisol yang berwarna merah banyak

tinggi bila mendekati 100% atau tanah bersifal alkalis. mengandung zat besi namun rendah kandungan C-organiknya.

Hubungan kejenuhan basa dan keasaman tanah dapat Nilai persentase karbon atau C-organik tanah dibagi menjadi 5

dipengaruhi oleh sifat koloid tanah dan kation-kation yang kelompok, yaitu sangat rendah bila C(%) <1,00; rendah bila

diserap. Tanah dengan kejenuhan basa sama namun C(%) sebesar 1,00 s/d 2,00; sedang bila C(%) sebesar 2,01 s/d

mempunyai komposisi koloid berlainan, maka akan 3,00; tinggi bila C(%) sebesar 3,01 s/d 5,00 dan sangat tinggi

memberikan nilai pH tanah yang berbeda. Hal ini disebabkan bila C(%) lebih dari 5,00.

oleh perbedaan derajat disosiasi ion H + yang diserap pada Berdasarkan Tabel 3, bahan organik yang dapat

permukaan koloid.

ditambahkan pada tanah 1 dan tanah 2 sesuai dengan jenis Nilai prosentase kejenuhan basa tanah dibagi dalam 5 liatnya. Liat pada tanah 1 dan tanah 2: semua tipe 1:1

kelompok, yaitu sangat rendah bila kejenuhan basa < 20%, (kaolinit), jadi bahan organik yang bisa ditambahkan sebesar:

rendah bila berada pada kisaran 20% s/d 35%, sedang bila 36% s/d 50%, tinggi bila 51% s/d 70% dan sangat

a. Pada tanah 1 mengandung liat (kaolinit): 2,69 %

tinggi bila > 70%.

Kandungan kaolinit per hektar pada tanah 1: Berdasarkan Tabel 3, kejenuhan basa pada tanah 1 dan = 2,69/100 x 2 x 10 6 kg/ha = 53.800 kg kaolinit/ha tanah 2 dapat dihuting dengan formula sebagai berikut:

Kaolinit dapat menyerap 1% bahan organik, jadi bahan organik yang dapat ditambahkan pada tanah 1 sebesar:

Jumlah kation basa (me/100 gr) = 1/100 x 53.800 kg/ha = 538 kg bahan organik/ ha.

Kejenuhan Basa= ----------------------------------------- x 100% KTK (me/100 gr)

a. Pada tanah 2 mengandung liat (kaolinit): 0,04 % Kandungan kaolinit per hektar pada tanah 2:

1 me/100 gr sedangkan KTK tanah hanya = 0,30 me/100 gr.

a. Kejenuhan basa tanah 1: Fenomena ini disebabkan beberapa hal, antara lain: -

Kandungan kation basa: Ca, Mg, K dan Na disamping Jumlah kation basa (Ca,Mg,K,Na) tanah 1 (me/100 gr)

sangat sedikit juga keberadaannya tidak efektif pada =----------------------------------------------------------------- x100%

tanah bekas tambang pasir (tanah 2). KTK tanah 1 (me/100 gr)

Adanya peningkatan kandungan Fe dari 4,80 ppm (pada tanah 1) menjadi 26,68 ppm (pada tanah 2 = tanah

(5,32 + 4,8 + 0,10 + 0,25) me/100 gr

bekas tambang pasir, galian C)

=---------------------------------------------------------------- x 100%

Kandungan liat pada tanah 2 sangat sedikit, yaitu hanya 25,58 me/100 gr

0,04 %. Apabila kandungan liat sangat sedikit maka sangat sedikit pula unsur hara yang dapat disimpan

= 40,9304 % dalam tanah. Unsur hara yang tidak dapat disimpan (diikat) akan mudah hanyut dan tercuci oleh aliran air

Menurut Wasis (2009), kejenuhan basa tanah organik yang

(leaching dan erosi).

baik apabila berada pada kisaran angka 30% ke atas. Dengan

Kandungan bahan organik pada tanah 2 yang sangat demikian kejenuhan basa tanah 1 adalah tergolong baik dan

sedikit, hanya 0,95%. Bahan organik dapat menjadi dapat digunakan untuk tujuan penanaman.

sumber unsur hara dalam tanah.

Pada lokasi pertambangan sering tereksplor logam berat

b. Kejenuhan basa tanah 2

yang dapat bersifat racun.

Berdasarkan Tabel 1, kejenuhan basa pada tanah 1 dan

8. Kondisi KTK tanah

tanah 2 dapat dihuting dengan formula sebagai berikut: Kapasitas Tukar Kation (KTK) adalah jumlah kation yang dapat dipertukarkan dari suatu permukaan koloid dan Jumlah kation basa (Ca, Mg, K, Na) tanah 2 (me/100 gr)

dinyatakan dengan mili ekivalen per 100 gr (me/100 gr). =-------------------------------------------------------------------

Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang x100%

KTK tanah 2 (me/100 gr)

sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi

(0,56 + 0,42 + 0,01 + 0,01) me/100 gr mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan =-----------------------------------------------------------------x 100%

kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir 0,30 me/100 gr

(Hardjowogeno 2003). Nilai KTK tanah sangat beragam dan tergantung pada sifat dan ciri tanah itu sendiri. Besar kecilnya

= 333,3333 % KTK tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah atau keasaman tanah, tekstur atau jumlah liat, jenis mineral tanah, bahan organik,

Angka 333,3333 % tidak masuk akal, karena kejenuhan pengapuran dan pemupukan. Makin asam suatu tanah (makin basanya di atas 100%. Jumlah kation basa Ca, Mg, K dan Na =

rendah pH tanah) maka KTK tanah akan semakin rendah, rendah pH tanah) maka KTK tanah akan semakin rendah,

H 3+ dari tanaman atau Al . Kation-kation yang terjerap dalam habis. Sebaliknya kandungan Fe meningkat tajam (dari 4,8 tanah akan dapat dilepaskan dari tanah dan ditukar tempatnya

ppm menjadi 26,68%) yang dapat mengikat keberadaan P. oleh ion-ion H+ yang dilepaskan oleh akar tanaman. Kation-

Alasan lainnya:

kation yang berupa unsur hara itu kemudian larut dalam air

Pada tanah 2, Kandungan kation basa: Ca, Mg, K dan tanah dan diisap oleh tanaman.

Na disamping sangat sedikit juga keberadaannya tidak Keberadaan KTK tanah sangat beragam, karena jumlah

efektif pada tanah bekas tambang pasir. humus dan liat serta macam liat (liat kaolinit, liat monmorilonit

Adanya peningkatan kandungan Fe dari 4,80 ppm dll)

(pada tanah 1) menjadi 26,68 ppm (pada tanah 2 = tanah Nilai KTK tanah (me/100g) dapat dibagi menjadi 5 kategori,

yang dijumpai

bekas tambang pasir, galian C)

yaitu:

Kandungan liat pada tanah 2 sangat sedikit, yaitu hanya

a. Sangat rendah, bila nilai KTK (me/100g): < 5 0,04 %. Apabila kandungan liat sangat sedikit maka

b. Rendah, bila nilai KTK (me/100 g): 5 s/d 16 sangat sedikit pula unsur hara yang dapat disimpan

c. Sedang, bila nilai KTK (me/100 g): 17 s/d 24 dalam tanah. Unsur hara yang tidak dapat disimpan

d. Tinggi, bila nilai KTK (me/100 g): 25 s/d 40 (diikat) akan mudah hanyut dan tercuci oleh aliran air

e. Sangat tinggi, bila nilai KTK (me/100g) > 40.

(leaching dan erosi).

Kandungan bahan organik pada tanah 2 yang sangat terdapat berbedaan. Kapasitas Tukar Kation (KTK) pada tanah

Berdasarkan Tabel 1, kondisi KTK tanah 1 dan tanah 2

sedikit, hanya 0,95%. Bahan organik dapat menjadi

1 lebih besar dari tanah 2. Pada tanah 1 mempunyai KTK

sumber unsur hara dalam tanah.

25,58 me/100 gr sedangkan pada tanah 1 hanya 0,30 me/100 gr.

Pada areal penambangan sering muncul logam berat. Pada areal yang mengalami kerusakan berat sering

muncul sifat toksin pada tanah (Fisher dan Binkley, Tanah 1

Dengan curah hujan yang tinggi di lokasi pengamatan, akan banyak menghasilkan aliran permukaan (Run off).

Sumber: Tabel 1

Pada tanah 2 aliran permukaan lebih tinggi karena lahan sudah tidak ada vegetasi sehingga kapasitas infiltrasi

Perbedaan itu terjadi karena pada tanah 1 merupakan rendah, maka proses pencucian unsur hara, terutama kawasan hutan lindung (hutan alam) yang masih mempunyai

basa sangat tinggi.

sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang baik, sedangkan pada tanah 2 sudah terbuka, yang merupakan areal bekas

Perbandingan tanah 1 dan tanah 2 sehingga bisa menimbulkan pertambangan pasir (Galian C).

perbedaan KTK:

Terjadi perbedaan kandungan unsur hara pada tanah 1 dan

a. Pada tanah 1:

tanah 2, karena sejumlah besar unsur hara pada tanah 2, - Masih tertutup / terlindungi oleh hutan alam terutama kation basa K, Na, Ca, Mg serta unsur N dan P telah

- Kandungan liat= 2,69 %, debu= 60,37% dan pair diambil atau hilang akibat leaching dan erosi dan sulit

36,94%. Dominasi oleh debu.

Meskipun sedikit liat masih dapat mendukung - Kandungan Fe sangat tinggi, sebesar 26,68 ppm yang penyimpanan unsur hara

berpotensi mengikat unsur P sehingga keberadaannya - Kandungan Fe masih rendah, sebesar 4,8 ppm

menjadi kurang/tidak tersedia.

- Kation basa Ca, K, Mg, Na dan KTK masih baik. - Kation basa Ca, K, Mg, Na dan KTK masih baik. - Terdapat peredaran unsur hara dari biomass ke tanah 1

- Tidak ada peredaran unsur hara dari biomass (vegetasi) dan sebaliknya

- Terjadi siklus hara terbuka dan kehilangan unsur hara - Terjadi siklus hara tertutup

relatif besar

- Banyak terjadi suplai unsur hara dari serasah, humus - Tidak ada suplai unsur hara dari bahan organik dan bahan organik lain, termasuk sisa tumbuhan dan

- Sangat sedikit terjadi aktifitas mikroorganisme dan binatang mati

dekomposer karena terbuka, relatif panas dan - Aktifitas mikroorganisme dan dekomposer relatif tinggi,

kandungan bahan organik yang sangat sedikit atau tidak yang dapat mengurai senyawa komplek menjadi

ada.

sederhana sehingga tersedia bagi tanaman. - Tanah tidak terlindungi dari panas dan curah hujan yang - Tanah terlindungi oleh hutan dengan stratifikasi

tinggi

vegetasi secara vertikal (tajuk) dan horisontal yang - Kapasitas infiltrasi rendah karena agregat tanah rusak lengkap dari tumbuhan bawah, herba, perdu, tingkat

- Run off, leaching dan erosi tinggi

semai, pancang, tiang dan pohon. Terdapat pula lapisan - Kerusakan sifat kimia, fisik dan biologi tanah bahan organik berupa serasah dan humus.

- Tidak ada lapisan perakaran pohon - Kapasitas infiltrasi tinggi

- Sifat fisik, kimia dan biologi tanah mengalami - Run off, leaching dan erosi sangat sedikit

kerusakan.

- Perakaran pohon membentuk lapisan tanah yang lebih dalam dan lebih kaya bahan organik serta habitat/

9. Kandungan unsur hara tanah

kehidupan flora dan fauna tertentu, terutama mikroba, cacing, serangga kecil dan lain-lain, dibanding tidak ada

Berdasar pada Tabel 3, dapat dihitung kandungan hara N, perakaran.

P, K, Ca, Mg, Na, H, Al, Fe, Cu, Mn, Zn pada tanah 1 dan - Sifat fisik, kimia dan biologi tanah masih baik

tanah 2, sebagai berikut:

b. Pada tanah 2:

1. Pada tanah 1:

- Tanah terbuka akibat penambangan pasir (Galian C) - Kandungan liat hanya = 0,04 %, debu= 0,91% dan pair

a. Kandungan N per hektar:

99,05. Dominasi oleh pasir yang tidak bisa 6 = 0,18/100 x 2 x 10 kg = 3.600 kg N/ha menyimpan/mengikat unsur hara sehingga unsur hara

sangat rentan tercuci (;eaching) dan ter-erosi.

b. Kandungan P per hektar:

6 - 6 Kandungan liat sangat kecil, hanya 0,04% yang sangat = 20,02/10 x 2 x 10 kg = 40,04 kg P/ha kecil berperan dalam penyimpanan unsur hara

= 11,494 mg Na x 10 7

c. Kandungan K:

= 114,94 kg Na/ha

= 0,10 me K/100 gr = 39,09/1 x 0,10 mg K/100 gr

g. Kandungan H:

= 3,909 mg K/100 gr

= 0,04 me H/100 gr = 1,01/1 x 0,04 mg H/100 gr

Kandungan K per hektar:

= 0,0404 mg H/100 gr

= 3,909 mg K/100 gr x 2 x 10 9 gr = 7,818 mg K x 10 7

Kandungan H per hektar:

= 78,18 kg K/ha 9 = 0,0404 mg H/100 gr x 2 x 10 gr

= 0,0808 mg H x 10 7

d. Kandungan Ca:

= 0,808 kg H/ha

= 5,32 me Ca/100 gr = 40,08/2 x 5,32 mg Ca/100 gr

h. Kandungan Al=KTK – (Jumlah ion Ca,Mg,K,Na,H) = 106,61 mg Ca/100 gr

Kandungan Al = tidak terukur (tr) Kandungan Ca per hektar:

i. Kandungan Fe:

= 4,80/10 6 x 2 x 10 6 kg = 9,6 kg Fe/ha = 213,22 mg Ca x 10 7 = 2132,2 kg Ca/ha

= 106,61 mg Ca/100 gr x 2 x 10 9 gr

j. Kandungan Cu:

= 0,07/10 6 x 2 x 10 6 kg = 0,14 kg Cu/ha

e. Kandungan Mg: = 4,80 me Mg/100 gr

k. Kandungan Mn:

= 24,31/2 x 4,80 mg Mg/100 gr = 1,02/10 6 x 2 x 10 6 kg = 2,04 kg Mn/ha = 58,34 mg Mg/100 gr Kandungan Mg per hektar:

l. Kandungan Zn:

6 = 58,34 mg Mg/100 gr x 2 x 10 6 gr = 0,65/10 x 2 x 10 kg = 1,3 kg Zn/ha = 116,68 mg Mg x 10 7

= 1166,8 kg Mg/ha

2. Pada tanah 2

f. Kandungan Na:

a. Kandungan N per hektar:

= 0,25 me Na/100 gr 6 = 0,13/100 x 2 x 10 kg = 2.600 kg N/ha = 22,99/1 x 0,25 mg Na/100 gr

= 5,747 mg Na/100 gr

b. Kandungan P per hektar:

6 Kandungan Na per hektar: 6 = 5,49/10 x 2 x 10 kg = 10,98 kg P/ha = 5,747 mg Na/100 gr x 2 x 10 9 gr 6 Kandungan Na per hektar: 6 = 5,49/10 x 2 x 10 kg = 10,98 kg P/ha = 5,747 mg Na/100 gr x 2 x 10 9 gr

g. Kandungan H:

= 0,01 me K/100 gr

= 0,04 me H/100 gr

= 39,09/1 x 0,01 mg K/100 gr

= 1,01/1 x 0,04 mg H/100 gr

= 0,3909 mg K/100 gr

= 0,0404 mg H/100 gr

Kandungan K per hektar: = 0,3909 mg K/100 gr x 2 x 10 9 gr

Kandungan H per hektar:

= 0,7818 mg K x 10 9 = 0,0404 mg H/100 gr x 2 x 10 gr = 7,818 kg K/ha 7 = 0,0808 mg H x 10

= 0,808 kg H/ha

d. Kandungan Ca: = 0,56 me Ca/100 gr

h. Kandungan Al=KTK - (Jumlah ion Ca,Mg,K,Na,H) = 40,08/2 x 0,56 mg Ca/100 gr

Kandungan Al = tidak terukur (tr) = 11,2224 mg Ca/100 gr Kandungan Ca per hektar:

i. Kandungan Fe:

= 26,68/10 6 x 2 x 10 6 kg = 53,36 kg Fe/ha = 22,4448 mg Ca x 10 7 = 224,448 kg Ca/ha

= 11,2224 mg Ca/100 gr x 2 x 10 9 gr

j. Kandungan Cu:

= 0,35/10 6 x 2 x 10 6 kg = 0,7 kg Cu/ha

e. Kandungan Mg: = 0,42 me Mg/100 gr

k. Kandungan Mn:

= 24,31/2 x 0,42 mg Mg/100 gr = 0,54/10 6 x 2 x 10 6 kg = 1,08 kg Mn/ha = 5,1051 mg Mg/100 gr Kandungan Mg per hektar:

l. Kandungan Zn:

= 1,25/10 6 x 2 x 10 6 kg = 2,5 kg Zn/ha = 10,2102 mg Mg x 10 7 = 102,102 kg Mg/ha

= 5,1051 mg Mg/100 gr x 2 x 10 9 gr

Berdasarkan Tabel 3, terdapat perbedaan kandungan unsur hara (kg/hektar) pada tanah 1 dan tanah 2 karena sejumlah

f. Kandungan Na: besar unsur hara pada tanah 2, terutama kation basa K, Na, Ca, = 0,01 me Na/100 gr

Mg serta unsur N dan P telah diambil atau hilang akibat = 22,99/1 x 0,01 mg Na/100 gr

leaching dan erosi dan sulit mengalami recovery karena = 0,2299 mg Na/100 gr

penutupan lahan telah rusak / habis. Sebaliknya kandungan Fe Kandungan Na per hektar:

meningkat tajam yang dapat mengikat keberadaan P. = 0,2299 mg Na/100 gr x 2 x 10 9 gr

= 0,4598 mg Na x 10 7 = 4,598 kg Na/ha

- Run off, leaching dan erosi sangat sedikit Tabel 6. Keberadaan unsur-unsur pada tanah 1 dan tanah 2

- Perakaran pohon membentuk lapisan tanah yang lebih dalam dan lebih kaya bahan organik serta habitat/

kehidupan flora dan fauna tertentu, terutama mikroba,

ah l

cacing, serangga kecil dan lain-lain, dibanding tidak ada

2 26 10. 7.8 224. 102. 4.6 0. tr 53. 0. 1. 2. - Sifat fisik, kimia dan biologi tanah masih baik

Sumber: Tabel 3

b. Pada tanah 2:

- Tanah terbuka akibat penambangan pasir (Galian C) Secara umum, perbedaan kandungan hara pada tanah 1 dan

- Kandungan liat hanya = 0,04 %, debu= 0,91% dan pair tanah 2 disebabkan oleh perbedaan keadaan biogeokimia pada

99,05. Dominasi oleh pasir yang tidak bisa tanah 1 dan tanah 2 tersebut, yaitu:

menyimpan/mengikat unsur hara sehingga unsur hara

a. Pada tanah 1: sangat rentan tercuci (;eaching) dan ter-erosi. - Masih tertutup / terlindungi oleh hutan alam

- Kandungan liat sangat kecil, hanya 0,04% yang sangat - Kandungan liat= 2,69 %, debu= 60,37% dan pair

kecil berperan dalam penyimpanan unsur hara 36,94%. Dominasi oleh debu.

- Kandungan Fe sangat tinggi, sebesar 26,68 ppm yang Meskipun sedikit liat masih dapat mendukung

berpotensi mengikat unsur P sehingga keberadaannya penyimpanan unsur hara

menjadi kurang/tidak tersedia.

- Kandungan Fe masih rendah, sebesar 4,8 ppm - Kation basa Ca, K, Mg, Na dan KTK masih baik. - Kation basa Ca, K, Mg, Na dan KTK masih baik.

- Tidak ada peredaran unsur hara dari biomass (vegetasi) - Terdapat peredaran unsur hara dari biomass ke tanah 1

- Terjadi siklus hara terbuka dan kehilangan unsur hara dan sebaliknya

relatif besar

- Terjadi siklus hara tertutup - Tidak ada suplai unsur hara dari bahan organik - Banyak terjadi suplai unsur hara dari serasah, humus

- Sangat sedikit terjadi aktifitas mikroorganisme dan dan bahan organik lain, termasuk sisa tumbuhan dan

dekomposer karena terbuka, relatif panas dan binatang mati

kandungan bahan organik yang sangat sedikit atau tidak - Aktifitas mikroorganisme dan dekomposer relatif tinggi,

ada.

yang dapat mengurai senyawa komplek menjadi - Tanah tidak terlindungi dari panas dan curah hujan yang sederhana sehingga tersedia bagi tanaman.

tinggi

- Tanah terlindungi oleh hutan dengan stratifikasi - Kapasitas infiltrasi rendah karena agregat tanah rusak vegetasi secara vertikal (tajuk) dan horisontal yang

- Run off, leaching dan erosi tinggi

lengkap dari tumbuhan bawah, herba, perdu, tingkat - Kerusakan sifat kimia, fisik dan biologi tanah semai, pancang, tiang dan pohon. Terdapat pula lapisan

- Tidak ada lapisan perakaran pohon bahan organik berupa serasah dan humus.

- Sifat fisik, kimia dan biologi tanah mengalami - Kapasitas infiltrasi tinggi

kerusakan

- Tidak ada lagi yang menyuplai K dari sisa-sisa bahan Berdasarkan Tabel 3 dan Tabel 6, terlihat adanya

organik (serasah) dan sisa-sisa binatang. perbedaan kandungan hara pada tanah 1 dan tanah 2.

- Kandungan liat yang rendah, hanya 0,04 %, sehingga Perubahan hutan alam (tanah 1) menjadi areal pertambangan

rendah pula unsur K yang tersimpan dalam tanah pasir, galian c (tanah 2) menyebabkan:

d. Kandungan Ca menurun dari 2132,2 kg/ha menjadi 224,5

a. Kandungan N turun dari 3600 kg/ha menjadi 2600 kg/ha

kg/ha karena:

karena

- Ca terikat (fiksasi) oleh tanah.

- Pencucian (leaching) oleh aliran air dan erosi. - Ca hilang karena pencucian (leaching) - Denitrifikasi, pada proses reduksi NO3-  NO, N2O

- Ca hilang karena perkolasi (penelitian di Cornell) dan N2 yang menguap.

- Ca hilang karena erosi

- Volatilisasi, dimana NH3 dari permukaan tanah hilang - Tidak ada lagi yang menyuplai Ca dari sisa-sisa bahan karena suhu tinggi

organik (serasah) dan (terutama) sisa-sisa binatang. NH4(OH)  NH3 + H2O. Pada tekstur pasir,

- Kandungan liat yang rendah, hanya 0,04 %, sehingga kehilangan N melalui volatilisasi cukup tinggi

rendah pula unsur Ca yang tersimpan dalam tanah - Tidak ada lagi yang menyuplai N dari sisa-sisa bahan

e. Kandungan Mg menurun dari 1.166,8 kg/ha menjadi 102,1 organik (serasah) dan sisa-sisa binatang.

kg/ha karena:

Biomassa sangat sedikit karena sudah tidak ada lagi

- Mg terikat (fiksasi) oleh tanah.

vegetasi yang menyuplai, sehingga N juga menurun. - Mg hilang karena pencucian (leaching) Pada kegiatan penambangan (termasuk penambangan

- Mg hilang karena perkolasi (penelitian di Cornell) pasir, galian C) dimana sejumlah bahan organik (kayu)

- Mg hilang karena erosi

diambil dan sisanya (limbah) dibuang. - Tidak ada lagi yang menyuplai Mg dari sisa-sisa bahan

b. Kandungan P menurun dari 40,04 kg/ha menjadi 10,98 organik (serasah) dan (terutama) sisa-sisa binatang. kg/ha karena:

- Kandungan liat yang rendah, hanya 0,04 %, sehingga - P terikat oleh tanah. Kandungan Fe meningkat tajam

rendah pula unsur Ca yang tersimpan dalam tanah pada tanah 2, dari 4,8 ppm menjadi 26,68 ppm sehingga

f. Kandungan Na menurun dari 114,9 kg/ha menjadi 4,6 kg/ha makin banyak P yang terikat oleh Fe (menjadi tidak

karena, Na mempunyai kemiripan dengan K, kedua tersedia). + membentuk kation 1 .

- P hilang karena pencucian (leaching)

- Na terikat (fiksasi) oleh tanah.

- P hilang karena erosi - Na hilang karena pencucian (leaching) - Tidak ada lagi yang menyuplai P dari sisa-sisa bahan

- Na hilang karena erosi

organik (serasah) dan sisa-sisa binatang. - Tidak ada lagi yang menyuplai Na dari sisa-sisa bahan

c. Kandungan K menurun dari 78,18 kg/ha menjadi 7,82 organik (serasah) dan sisa-sisa binatang. kg/ha karena:

- Kandungan liat yang rendah, hanya 0,04 %, sehingga - K terikat (fiksasi) oleh tanah.

rendah pula unsur Na yang tersimpan dalam tanah - K hilang karena pencucian (leaching) - K hilang karena erosi

2. Untuk mempercepat pemulihan dilakukan reklamasi lahan

g. Kandungan H tetap, sebesar 0,81 kg/ha, karena:

dan reboisasi

- Pada tanah 1 dan tanah 2 keduanya mempunyai pH

3. Berdasarkan perhitungan unsur hara yang keluar melalui yang relatif sama. Pada tanah 1: pH 1:1 H2O sebesar

biomassa yang hilang, diperlukan penggantian unsur hara 6,25 dan KCl sebesar 5,35, sedangkan pada tanah 2: pH

berupa pupuk dengan biaya Rp. 1.008.423.150.000,- per 1:1 H2O sebesar 6,46 dan KCl sebesar 5,60. Meskipun

1500 ha (atau Rp. 672.282.100,-/ha) belum termasuk biaya demikian komposisi dan kandungan unsur hara pada

pembibitan, penanaman dan pemeliharaan. tanah 1 dan tanah 2 sangat berbeda.

4. Pada lahan dengan kondisi sangat kritis, dilakukan langkah-

h. Kandungan Al tidak bisa ditentukan (tidak terukur)

langkah sebagai berikut:

i. Kandungan Fe meningkat dari 9,6 kg/ha menjadi 53,36

5. Langkah-langkah pemulihan ekosistem tersebut: kg/ha karena:

a. Rehabilitasi :

- Penambangan dapat memunculkan logam berat dari Reklamasi, yaitu program pengurukan, penimbunan, dalam tanah (Fisher, 1999).

pengembalian tanah, pembuatan bangunan struktural - Fe mengalami oksidasi menjadi FeO2 (Ferri-oksida)

penahan erosi, tanggul, selokan, saluran irigasi dan dan FeO3 (Ferro-oksida)

drainase dan lain-lain

- Pada tanah marginal sering muncul Fe (yang lebih sulit

Revegetasi terdiri dari:

tercuci dibanding unsur lain sehingga keberadaannya - Restorasi, yaitu program pengembalian ekosistem terakumulasi dalam tanah).

persis seperti semula (menjadi hutan alam) - Sesuai pada kondisi tanah masam

- Reforestasi, yaitu program penghutanan kembali j. Kandungan Cu, Mn dan Zn mengalami fluktuasi, sesuai

- Afforestation, yaitu menanami areal yang 50 tahun dengan kondisi lapangan meskipun perubahannya tidak

yg lalu bukan hutan

nyata (relatif kecil) - Reboisasi, yaitu penanaman pada kawasan hutan - Kandungan Cu dan Zn meningkat masing-masing dari

- Penghijauan (Regreeny), yaitu program penanaman 0,14 kg/ha dan 1,3 kg/ha menjadi 0,7 kg/ha dan 2,5

- Bioremedy, merupakan program prakondisi lahan kg/ha, karena penambangan dapat memunculkan logam

yang sangat kritis, berpasir dan berbatu. Material berat dari dalam tanah (Fisher, 1999),

bioremedy dapat berupa campuran kompos, pupuk - Kandungan Mn menurun dari 2,04 kg/ha menjadi 1,08

organik dan an organik, alcosoft (penyimpan air), kg/ha

limbah terseleksi dan bibit rerumputan, cover crops Ekosistem hutan yang rusak akibat penambangan (Galian

dan lain-lain.

C) masih dapat dipulihkan seperti sedia kala meskipun dengan - Cover crops , yaitu penutupan permukaan tanah. biaya yang sangat mahal, tenaga yang banyak serta waktu yang

Program ini merupakan langkah awal sebelum sangat lama.

kegiatan penanaman pohon dilakukan (reboisasi)

1. Menurut penelitian para ahli, ekosistem hutan alam dapat yang bertujuan menciptakan prakondisi lahan. pulih dalam waktu 400 tahun, apabila kondisi tanah masih

Jenis yang digunakan dalam prakondisi adalah jenis memungkinkan ditumbuhi jenis pionir.

kacang-kacangan yang merambat (CC, PJ, CM), kacang-kacangan yang merambat (CC, PJ, CM),

b. Vegetasi muncul pertama rumputan, herba, semak dan - Penanaman jenis pionir. Pada areal yang tidak

sedikit pohon

mengalami kerusakan berat jenis pionir akan (Di Indonesia (alang-alang, kirinyu, rumput liar, semak tumbuh secara alami. Namun pada kondisi lahan

(melastoma).

yang rusak berat, sangat kritis, berpasir dan berbatu, Pionir: macaranga, trema, balik angin, jabon, laban dll). perlu dilakukan langkah awal dengan bioremedy,

c. Menghindari jenis yang mengeluarkan allelopathic cover crops dan penanaman jenis pionir seperti

d. Mengandung unsur Ca, Mg dan potasium (Czapowskyj, Macaranga

e. Mengandung Fe, Mn, Zn dan unsur logam lainnya -

Anthocephallus cadamba, Vitex pubescens dll.

f. Penanaman Legum untuk menambah N (Fisher dengan tanaman pertanian. Program ini sering

Agroforestry, program terpadu antara reboisasi

dan Binkley, 1999)

g. Pengapuran, dosis 10-90 ton/ha untuk prakondisi - Hydroseedling, merupakan peremajaan tanaman

disertai pengelolaan intensif

(Czapowskyj, 1973)

h. Penambangan kaolin dapat menurunkan N, P, K, Langkah-langkah revegetasi pada daerah tambang yang

menggunakan media khusus (air).

Ca (Marx, 1977)

kritis menurut Yadi (2006):

i.

Sampah, limbah domistik, serpihan dan limbah

a. Menentukan karakteristik tapak

kayu dapat memperbaiki

lahan kritis

b. Pemilihan jenis (Schoenholtz et al., 1992; Sort dan Alcaniz, 1996;

c. Produksi bibit

Parkins, 1997)

d. Persiapan lahan

j.

Inokulasi ektomikroiza lebih cepat dibanding

e. Soil amandment  pra kondisi lahan endomikorisa (Shetty, 1994; Allen, 1991;

f. Planting

Mehrotra, 1998).

g. Pemeliharaan Kehilangan hara Nitrogen (N) pada tanah dapat

h. Monitoring dst. disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:

a. Pencucian (leaching) oleh aliran air dan oleh erosi. Perlakuan lahan bekas tambang menurut Fisher dan

Makin kasar tekstur tanah makin banyak kehilangan Binkley (1999):

Nitrogen

a. Melapisi dengan tanah subur (reklamasi)

b. Denitrifikasi, pada proses reduksi NO3-  NO, N2O dan

b. Pengapuran dan pemupukan

N2 yang menguap.

c. Stabilisasi (prakondisi)

c. Volatilisasi, dimana NH3 dari permukaan tanah hilang

d. Penanaman

karena suhu tinggi NH4(OH)  NH3 + H2O. Pada tekstur pasir, kehilangan

Petunjuk perlakuan menurut Fisher dan Binkley (1999):

N melalui volatilisasi cukup tinggi

a. Tingkat perlakuan tergantung pada keadaan sifat fisik,

d. Kehilangan N dari tanaman dalam bentuk NH3 kimia, biologi

(volatilisasi NH3), terutama setelah berbunga (1,03-1,32

2 x10 -1 mg/m ) dan sebelum berbunga (0,34-0,89 x10

b. Suhu

mg/m 2 ). N naik menjelang berbunga dan turun setelah Makin rendah suhu (rata-rata tahunan) makin tinggi berbunga.

prosentase kandungan N dan sebaliknya, makin tinggi

e. Pada pemupukan: suhu makin rendah prosentase kandungan N (pada curah -

Makin dangkal penempatan pupuk Nitrogen dari

hujan yang tetap).

permukaan tanah makin tinggi prosentase

c. Makin tinggi bahan organik dalam tanah maka tinggi kehilangan (penempatan diatas permukaan

kadar N (seperti pada tanah histosol) tanah/kedalaman 0 cm akan terjadi kehilangan

d. Makin tinggi suatu daerah makin tinggi prosentase 28%)

kandungan N (sejalan dengan meningkatnya bahan -

Makin rendah kelengasan tanah makin tinggi

organik – C)

kehilangan Nitrogen. Pada keadaan jenuh air,

e. Makin tinggi kadar liat maka semakin tinggi kadar diatas kapasitas lapang – rongga makro terisi air,

Nitrogen (sejalan dengan meningkatnya bahan maka kehilangan Nitrogen menurun.

organik)

f. Pada kegiatan penebangan, dengan mengambil

Monmorilonit menyerap bahan organik 10% biomassa kayu, akan terjadi kehilangan sejumlah

dari bobotnya

Nitrogen (yang terdapat di dalam biomassa) dari

Kaolinit menyerap bahan organik 1% dari kawasan tersebut.

bobotnya. Makin tinggi jenis monmorilonit

g. Pada kebakaran hutan dan lahan, sejumlah Nitrogen makin tinggi kadar Nitrogen. (terutama yang terdapat di dalam bahan organik yang

f. Ketersediaan bahan organik (sisa tanaman, sisa terbakar) akan menguap.

tumbuhan pertanian, serasah, humus serta sisa

h. Pada kegiatan land clearing yang membuang sisa-sisa binatang) sebagai sumber Nitrogen yang penting. bahan organik (kayu, ranting, daun, serasah)

Apabila mekanisme siklus hara tertutup dalam hutan

i. Pada kegiatan konversi hutan menjadi lahan non alam dapat dipertahankan maka kehilangan N dari kehutanan (pemukiman dll) yang mengambil (kayu

ekosistem hutan alam tersebut relatif kecil. dll) dan membuang (sisa-sisa vegetasi) sejumlah

Nitrogen organik pada tanah sebesar 97-98%, besar bahan organik

dalam bentuk asam amino berkelompok/ protein, j. Pada kegiatan penambangan (termasuk penambangan

asam amino bebas, gula amino: gluko seamin pasir, galian C) dimana sejumlah bahan organik

dan galakta seamin, NH4-lignin: polimer quinin. (kayu) diambil dan sisanya (limbah) dibuang.

Sebagian besar N tanah dalam bentuk organik berasal dari tanaman dan hewan (98%), yang

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan hara N terdiri 5% dari bahan organik, 10% asam pada tanah adalah:

nukleat, 66-76% protein, 35-50% peptida

a. Curah hujan (mantap), 10-25% amida (tidak mantap) dan Makin banyak curah hujan makin tinggi prosentase

<10% amida gula amino.

kandungan N. Penelitian di Texas, Mississipi, Lousiana (isoterm 11 o C)

- Nitrogen organik dibentuk melalui dekomposisi

i. Tanah yang selalu tergenang air tidak terdapat bentuk sisa tumbuhan dan binatang serta sintesis sel

N an organik (tidak ada aerasi/ sirkulasi udara) jasad mikro.

j Endapan alamiah, seperti pada garam Chili (NaNO3), -

Dekomposisi protein, dapat berlangsung 

Guano

NH3. Asam amino melepas NH2 melalui proses k. Ketersediaan agihan geologik. N banyak terdapat diaminase, diaminase oksidatif, diaminase

pada batuan beku (97,82%). Penguraian N melalui reduktif, dikarboksilasi. Dekomposisi ini

pelapukan batuan beku. Pelapukan dipengaruhi oleh dilakukan

iklim, yaitu curah hujan, kelembaban, radiasi, suhu clastridium, seratia, micrococcus, fungi dan

dan tekanan

aktinomicetes. Melalui jalur NH3 tanah menjadi l. Adanya pengikatan N dari udara bebas oleh subur.

Rhizobium yang terdapat pada akar tanaman -

NH3  NO2 terjadi dalam keadaan Leguminoceae (kandungan N di atmosfir 1,96%) aerob oleh Nitrosomonas, Nitrosococcus,

m. Pengikatan oleh Ascus sperillus

Nitrosospera,

n. Ketersediaan batuan endapan purba (mengandung Nitrosogloea.

Nitrosocystis,

- NO2  NO3 oleh Nitrobacter, Nitrocystis

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan hara P pada -

Nitrifikasi, yang dapat berlangsung secara aerob

tanah adalah:

(ada O2) dengan bantuan jasad mikro

a. Tipe liat.

Nitrococcus, Nitrosobacter dan Nitrosomonas.

Tipe liat 1:1 memfiksasi P tinggi sehingga

g. Penambahan N secara kimia, melalui pemupukan: keberadaan P menjadi kurang tersedia N2  NH3  pupuk

Tipe liat 2:1 memfiksasi P rendah sehingga  NO -

keberadaan P menjadi tersedia/ dapat diserap

h. Nitrogen an organik pada tanah sebesar 2-3% terdapat

tanaman.

pada:

b. Keasaman tanah

- Udara tanah, larutan tanah dan terjerap Ketersediaan P maksimum pada pH 5,5 – 7,0. dipermukaan

(Apabila tanah terlalu asam maka P terikat oleh Fe, dipergunakan oleh tanaman penambat N

Al, Mn dan apabila terlalu basa P diikat oleh Ca, Na, (Leguminoceae dan Ascus) sehingga dapat

K, Mg). Terlihat pada Gambar 1 (di atas) menambah kandungan N pada tanaman (N

c. Waktu reaksi.

organik). Makin lama P dan tanah bersentuhan semakin banyak -

Senyawa an organik dalam bentuk gas seperti P terfiksasi oleh tanah. Pada penelitian dipadang N 2 O, NO, NH 3 ; dalam larutan tanah sebagai ion

rumput, maka lama umurnya makin tinggi kadar P

atau terikat seperti NH4 - , NO

2 , NO 3 dan

organik pada tanah.

senyawa antara NH -

4 dengan NO 2 yaitu NH 2 OH

d. Temperatur

- Penambatan N simbiotik

Tanah tropika memfiksasi P lebih tinggi dibanding

i. Mineralisasi menghasilkan P dipengaruhi suhu, pH, tanah iklim sedang (daerah temperate)

macam senyawa/bahan organik, dekomposer (bakteri,

e. Bahan organik

jamur, aktinomycetes).

Makin tinggi kandungan bahan organik dalam tanah makin tinggi pula kandungan P dan N. Kandungan P

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan hara pada berbanding lurus dengan C organik.

tanah adalah:

a. Tipe koloit tanah

Tipe 2:1 dapat memfiksasi K karena sifat Sisa tanaman

mengembang (bila basah – musim hujan) dan dan hewan

Pupuk

Mineral P

Perdagangan

tanah

mengkerut (bila kering – musim kemarau). Tipe ini dapat menyimpan K dan melepaskan perlahan.

Tipe 1:1 tidak dapat memfiksasi K sehingga K Bahan

P tersedia dalam

mudah tercuci (leaching)

organik

Kaolinit mengikat sedikit K dan tipe 2:1 tanah

tanah

mengikat K lebih banyak, contoh mika, ilit, vermikulit dan monmorilonit.

b. Suhu. Pada suhu tinggi jumlah Kalium yang dapat Terangkat

Hilang karena

Hilang

Pengi

ditukar juga tinggi (Kdd)

tanaman Pencucian

karena erosi

katan

c. Pembasahan dan pengeringan

dan hewan (leaching) Kalium dapat ditukar (Kdd) meningkat pada tanah yang kering. -

Dalam keadaan basah monmorilonit tidak Gambar 47. Neraca Posfor (P)

mengikat K. K terfiksasi bila dalam keadaan kering

f. Kehilangan P pada tanah tropika Ghana paling

Ilit mengikat K dalam keadaan basah, bila banyak terdapat pada lahan terbuka dengan suhu

kering 3 kali lebih banyak

tanah kedalaman 7,6 cm yang lebih tinggi (36oC) dan

Mika telah mengalami hancuran dan vermikulit kadar air yang rendah (21%).

mengikat K dalam keadaan basah dan kering

g. P organik lebih banyak terdapat di top soil dibanding

d. Keasaman tanah

sub soil. Fiksasi K semakin tinggi pada pH yang semakin

h. P organik (0,2-95%) dan dan sisanya P in organik. tinggi, sehingga Kalium dapat ditukar (Kdd) semakin -

Sumber utama P organik adalah limbah tanaman

rendah

dan binatang

e. Pelapukan. Pelapukan lanjut semakin tinggi maka -

Sumber P in organik padatan adalah AlP, FeP, Kalium dapat ditukar (Kdd) juga semakin tinggi

CaP dan larutan H2PO4 3- , HPO4 , PO4

f. Besarnya muatan antar lapisan

- Makin besar muatan antar lapisan makin besar Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan hara Ca kemampuan mengikat (fiksasi) K

dan Mg pada tanah adalah:

- Makin terpotong-potong mineral 2:1 muatan

a. Jumlah Ca dan Mg dapat ditukar antar lapisan kecil, maka makin kecil daya

Jumlah Ca dapat ditukar pada komplek fiksasi K

pertukaran 75-85%

Faktor-faktor yang mempengaruhi K tersedia:

Jumlah Mg dapat ditukar pada komplek pertukaran 12-18%

> Hancuran

b. Tipe koloit

- Kadar mineral K

Tipe 2:1 (monmorilonit) memerlukan kejenuhan - Permukaan spesifik (tekstur). Makin luas

Ca sebesar 70%

Tipe 1:1 memerlukan kejenuhan Ca sebesar 40- - Jumlah mineral K primer

permukaan makin banyak K dibebaskan

- Pasir dan debu untuk ketersediaan K jangka

c. Derajat kejenuhan unsur Ca atau Mg pada komplek panjang sedangkan mineral halus untuk

pertukaran (Makin tinggi kejenuhan basa maka makin ketersediaan tanaman musiman.

tinggi nutrisi. Ca dan Mg mempunyai valensi yang > Jumlah dan tipe liat

tinggi, lebih kuat, sehingga bisa menggantikan H) - Makin banyak liat makin banyak Kdd yang

d. Sifat ion-ion komplementer yang dijerat oleh liat. diikat. Kdd yang diikat liat merupakan tempat

Kation bervalensi 2 akan dijerat lebih kuat dibanding menimbun Kdd.

kation yang bervalensi 1.

- Tipe liat. Makin besar muatan antar lapisan

e. Keasaman tanah

makin sulit K dilepaskan. K lebih mudah

Penelitian slada: pada pH 6 pemberian Ca dibebaskan dari biotit dari pada vermikulit. Mg

kurang berpengaruh pada peningkatan produksi, merupakan kation terbaik untuk mengekstrak K

tetapi pada kondisi masam (pH rendah) antar lapisan

penambahan Ca sangat berpengaruh pada > Kation Lain

peningkatan produksi (Arnon dan Johnson, - Pada tanah masam banyak dijumpai Al yang

dipegang sangat kuat K.K tidak terlalu kuat

Penelitian panjang akar kedelai: pada pH 5,6 diretensi. Titik jerapan akan dimenangkan Al

pemberian Ca tidak berpengaruh signifikans, sehingga K lepas (run off- leaching –erosi)

namun pada pH 4,5 penambahan Ca akan - K dapat menggantikan Ca dari jerapan liat

menambah panjang akar kedelai (Lund, 1970). - Pengapuran dapat mengawetkan K

f. Sumber

- NH4 dapat menghalangi pembebasan K yang

apatit, dolomit, terikat, karena NH4 terikat seperti K. Ini terjadi

felsparplagioklas, hornblende, kalsit pada ilit dan vermikulit.

Mg:

amfibol, biotit, dolomit, hornblende, olivin, serpentin

mineral

Goldsmith FB, Harrison CM, Morton AJ. 1986. Description

DAFTAR PUSTAKA

and analysis of vegetation. Di Dalam: Moore PD, Chapman SB. Editor. Methods in Plant Ecology. Oxford:

Barnet, J.R. and G. Jeronimidis, 2003. Wood Quality and Its

Blackwell Scientific Publications.

Biological Basis. Blackwell Publishing, CRC Press, Halle, F., R.A.A. Oldeman and P.B.Tomlinson, 1978. Tropical Garsington Road, Oxford UK.

Trees and Forest, An Architectural Analysis. Springer Bella LE. 1971. A new competition model for individual trees.

Verlag Berlin-Heidelberg-New York. Forest Science 17:364-372

Hauhs M, Knauft FJ, Lange H. 2003. Algorithmic and Bosch CA. 1971. Redwoods: a population model. Science

interactive approaches to stand growth modelling. In Journal 172: 345-349.

Amaro A, Reed D, Soares P, editors. Modelling Forest Bossel H, Krieger H. 1991. Simulation model of natural

System . CABI Publishing.

tropical forest dynamics. Ecology Modelling 59:37-71. Haygreen, J.G. and Jim L.B., 1982. Forest Product and Wood Botkin DB, Janak JF, Wallis JR. 1972. Some ecological

Science, an Introduction. The Iowa State University consequences of a computer model of forest growth.

Press, Ames, Iowa 50010, USA.

Journal Ecology 60:849-872. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia III. Badan Brown S. 1997. Estimating biomass change of tropical forest a

Litbang Dephut. Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta. primer. FAO Forestry Paper No.134. FAO USA. Dephutbun, 1998. Buku Panduan Kehutanan Indonesia .

Husch B, Beers TW, Kershaw JA. 2003. Forest Mensuration. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan

John Wiley & Sons, Inc. New Jersey. Perkebunan Dephutbun, Jakarta.

Kebler, P.J.A et.al., 1992. Checklist for a Tree Flora of the Dephut dan Danida. 2001. Zona Benih Tanaman Hutan

Balikpapan-samarinda Area, East Kalimantan, Indonesia. Kalimantan Indonesia. Indonesia Forest Seed Project .

Tropenbos, Wageningen, Netherlands. Kerjasama Departemen Kehutanan RI dengan Danish

Kikuchi J. 1996. The growth and mycorhiza formation on International Development Assistance (Danida) Denmark,

naturally regeneration dipterocarps seedling in the logged Jakarta.

over forest in Jambi, Sumatra. In Sabarnurdin MS, [FAO] Food and Agriculture Organization. 1998. Topsoil

Suhardi, Okimori Y, editors. Ecological Approach for characterization for sustainable land management. Land

Productifity and Sustainability of Dipterocarps Forest . and Water Development Division. Soil Resources,

Prosiding. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Management and Conservation Service, FAO of UN,

dan Kansai Environment Engineering Center (KEEC)- Rome.

Kyoto. Pp:38-47.

Finkeldey, R., 1989. An Introduction to Tropical Forest Kumar, S., Matthias F., 2004. Molecular Genetic and Breeding Genetic. Institute of Forest Genetics and Forest Tree

of Forest Trees. Food Product Press. An Imprint of The Breeding, Gottingen, Germany.

Haworth Press, Inc. New York, London, Oxford. Friend AD, Schugart HH, Running SW. 1993. A Physiology-

Kozlowski, T.T. and Stephen G.P., 1997. Physiology of Wood Based Gap Model of Forest Dynamics. Ecology Vol.74

Plants. Second Edition. Academic Press. No.3 1993 pp.792-797.

Kumar S, Matthias F. 2004. Molecular Genetic and Breeding Radonsa PJ, Koprivica MJ, Lavadinovic VS. 2003. Modelling of Forest Trees. Food Product Press. An Imprint of The

current annual height increment of young Douglas-fir Haworth Press, Inc. New York, London, Oxford.

stands at different site. In Amaro A, Reed D, Soares P, editors. Modelling Forest System. CABI Publishing.

Landsberg JJ. 1986. Physiological Ecology of Forest Siswomartono, D. 1989. Ensiklopedi Konservasi Sumber Production. Academic Press, London.

Daya . Penerbit Erlangga, Jakarta.

Mac Kinnon, K., Gt. M. Hatta, H. Halim dan A. Mangalik, 2000. Ekologi Kalimantan. Prenhallindo, Jakarta.

Stuckle IC, Siregar CA, Supriyanto, Kartana J. 2001. Forest Health Monitoring to Monitor the Sustainability of

Mitlöhner R. 2009. Natural Resources in the Tropics.: The Indonesian Tropical Rain Forest. ITTO and Seameo Concepts of Forestry. Burckhardt Institute. Department

Biotrop.

Tropical Silviculture and Forest Ecology, University of Sutton, R.F., and R.W. Tinus. 1983. Root and Root System Göttinggen, Germany.

Terminology. Forest Science Monograph pp 137. Mojiol,A.R., Wahyudi, Narberty N. 2014. Growth Performance

Sutedjo, M. dan Kartasapoetra, 1991. Pengantar Ilmu Tanah. of Three Indigenous Tree Species (Cratoxylum

Terbentuknya Tanah dan Tanah Pertanian. Penerbit arborescens,

Rineka Cipta, Jakarta.

scorpioides) Planted at Burned Area in Klias Peat Tjitrosoepomo, G. 1994. Morfologi Tumbuhan. Gajah Mada Swamp Forest, Beaufort, Sabah, Malaysia. Jurnal of

University Press, Yogyakarta

Wetlands Environmental Management Vol.2, No.1, pp. Wahyudi, 1999. Teknik Inokulasi Mikoriza untuk Memacu 66-78. April 2014

Pertumbuhan Semai Meranti Merah (Shorea leprosula) di Persemaian yang Berdekatan dengan Hutan Alam

Muller-Dombois, Ellenberg H. 1974. Aims and Methods of Dipterocarpaceae. Buletin Kehutanan No.40 Tahun 1999. Vegetation Ecology. John Wiley and Sons, New York.

Fahutan UGM, Yogyakarta

Newman, M.F., P.F. Burgess and T.C. Whitmore, 1996. Wahyudi. 2012. Indonesian Tropical Forest, Biodiversity Borneo Island Light Hardwoods . CIFOR and Royal

Conservation and Ecotourism Development. In the Botanic Garden, Edinburgh.

Proceeding of the International German Alumni Summer School of Biodiversity Management and

Pamoengkas P. 2006. Kajian Aspek Vegetasi dan Kualitas Tourism Development. Cuvillier Verlag Goettingen, Tanah Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur. Studi

Germany.

Kasus di Areal PT Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah (Disertasi). Bogor: Program Pascasarjana IPB.

Pollet A, Nasrullah. 1994. Penggunaan Metode Statistika untuk Ilmu Hayati. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.