Situasi Khusus Buruh Industri Garmen: Upah Buruh Murah Tidak Se- banding dengan Nilai Investasi, Subsidi dan Proi t Pengusaha.

D. Situasi Khusus Buruh Industri Garmen: Upah Buruh Murah Tidak Se- banding dengan Nilai Investasi, Subsidi dan Proi t Pengusaha.

Dengan penjelasan umum demikian, mari kita melihat situasi khusus di industri garmendi Indonesia. Industri garmenyang secara umum berkembang di Indonesia sejak tahun 1980-an adalah industri yang berkembang melalui sub-kontrak yang ditawarkan oleh kapitalis monopoli asing pemegang brand-brand utama kepada borjuasi komprador di Indonesia untuk tujuan pasar luar negeri.

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dan alas kaki merupakan sektor strategis bagi kegiatan ekspor Indonesia karena menyumbang devisa cukup besar dan mampu menyerap banyak tenaga kerja. Sejak tahun 2000 hingga sekarang, Indonesia juga masuk dalam ranking 17 negara terbesar produsen TPT dunia. Data Badan Pusat Statistik mengungkapkan industri TPT mempekerjakan 1,47 juta orang pada 2011 atau naik 4,78% dari jumlah tenaga kerja pada tahun sebelumnya 1,4 juta orang. Adapun nilai investasi di industri TPT pada 2011 mencapai 151,77 triliun atau naik 1,26% dari tahun sebelumnya Rp 149,88 triliun. Kinerja TPT juga memberikan konstribusi bagi pertumbuhan ekonomi sebesar 2,18 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan 8,01 persen terhadap industri pengolahan pada tahun 2010 (BPS, 2008). Lebih fantastis lagi, TPT memberikan kontribusi ekspor terbesar non-migas selama 20 tahun terakhir.

Pada Tahun 2011, ekspor TPT Indonesia mampu mencapai sebesar US$ 13,23 miliar dengan penyerapan tenaga kerja langsung dan tidak langsung sekitar 3 juta orang. Berdasarkan data Kemenakertrans 2013, perusahaan sektor padat karya yang bergerak di bidang tekstil dan produk tekstil, alas kaki dan mainan berjumlah 2.510 perusahaan dengan buruh sebanyak 1.593.792 orang.

Berbagai regulasi pemerintah juga diputuskan untuk mendukung industri ini. Menurut data Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri (BPKIMI), Kementerian Perindustrian telah mengalokasikan anggaran sekitar Rp 1,10 triliun untuk program restrukturisasi mesin/peralatan industri TPTsejak 2007-2011. Sedangkan untuk tahun 2012. Kemenperin menyediakan dana sebesar Rp.172 Miliar untuk mendorong industri TPT serta indutri alas kaki melakukan revitalisasi dan restrukturisasi mesin tua. Pemerintah menetapkan untuk melanjutkan program serupa pada tahun anggaran dengan pagu anggaran sebesar Rp. 106,5 milyar pada tahun 2014 ini.

Upah dan Kondisi Kerja Layak Bagi Buruh Garmen sebagai Hak Fundamental

Saksi Ahli I: Ekonomi Politik dan Upah Melalui program restrukturisasi mesin TPT dan industri alas kaki itu,

setiap perusahaan TPT dan industri alas kaki yang melakukan restrukturisasi mesin dengan membeli mesin-mesin dari luar negeri akan mendapat insentif sebesar 10% dari dana pembelian mesin-mesin tersebut. Sedangkan jika perusahaan TPT dan industri alas kaki membeli mesin-mesin dari industri di dalam negeri, maka perusahaan-perusahaan itu akan mendapat intensif sebesar 15% dari dana pembelian mesin-mesin itu.

Namun kebijakan ini sangat kontras dengan apa yang diterima oleh buruh. Mayoritas buruh TPT dan Sepatu Indonesia adalah buruh yang diupah sesuai dengan UMK yang jauh dari layak untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup keluarga buruh setiap bulannya. Dengan kondisi upah yang jauh dari layak ini, pemerintah masih juga memberi hak istimewa bagi pengusaha dengan fasilitas penangguhan upah. Pada tahun 2013, sebanyak 949 perusahaan di Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Banten, dan Jawa Barat mengajukan penangguhan pelaksanaan upah minimum 2013. Sekitar 489 perusahaan mendapatkan penangguhan upah dengan rentang waktu 6 bulan, 8 bulan, hingga 12 bulan. Buruh, selama waktu tidak mendapatkan upah sesuai ketentutan, negara tidak memberikan subsidi bagi dei sit upah buruh yang dialami akibat ketentuan yang telah dibuat oleh pemerintah sendiri.

Dalam tataran kebijakan dan berbagai praktek, Undang-undang, Kepres, Inpres, Permen, hingga SK Gubernur dan Bupati; negara dan pemerintah berperan menjadi faktor pokok yang menghancurkan industri nasional dan memerosotkan kehidupan buruh dan rakyat Indonesia sendiri.