Kekerasan disektor Sumber Daya Alam; Berdarah diatas Berkah

9. Kekerasan disektor Sumber Daya Alam; Berdarah diatas Berkah

Permasalahan Sumber Daya Alam tiap tahun semakin menjadi beban dan berakibat pada kekerasan yang semakin parah. Pasalnya, konflik Sumber Daya Alam dalam dua tahun terakhir mengalami trend peningkatan yang cukup signifikan. Ditahun 2011 KontraS merekam sebanyak 57 kasus disektor SDA dimana pelaku kekerasan terdiri dari POLRI, TNI, pegawai perusahaan hingga preman. Dengan perincian jumlah pelaku sebanyak 49 dari unsur Kepolisian, 19 dari unsur TNI, 8 dari pihak perusahaan baik karyawan maupun keamanan perusahaan dan 11 orang tidak dikenal serta 1 orang warga. Akibat konflik lahan dan tindakan kekerasan tersebut telah menyebabkan 29 orang meninggal, 63 orang luka tembak, 240 orang mendapatkan luka akibat penganiayaan dan penyiksaan, 233 orang telah ditahan dan 3 orang mendapatkan intimidasi.

Kemudian bila dibandingkan dengan tahun 2012 terkait jumlah kekerasan yang menimpa korban disektor SDA mengalami kenaikan. Ini bisa dilihat dari data hasil monitoring KontraS sebanyak 151 peristiwakekerasan disektor SDA dengan pelaku kekerasan variatif yakni dari kepolisian sebesar 51 orang, TNI sebesar 13 orang, warga sebanyak 57 orang dan 2 orang tak dikenal serta pihak perusahaan 28 orang. Bila dilihat dari akibat yang ditimbulkan oleh kekerasan pada sektor SDA maka nampak jumlah orang yang tewas sebanyak 20 orang, luka-luka sejumlah 182 orang, ditahan sebanyak 236 orang dan lain-lain (intimidasi, salah tangkap, dsb) sebesar 51 orang. Kemudian jenis kekerasan mulai meluas diantaranya : Penganiayaan, Bentrokan fisik, Penembakan, Penangkapan, Okupasi paksa, pengrusakan, Kriminalisasi dan Perampasan.

Atas nama kepentingan, pihak aparat baik polisi maupun TNI melakukan cara-cara yang dipaksakan dan melanggar konstitusi sebagaimana pada laporan akhir tahun KontraS tahun 2011 menggambarkan terkait keberadaan tanah rampasan yang diklaim sepihak, dimana tanah rampasan tersebut berasal dari tanah peninggalan masa penjajahan jepang dan belanda. Kemudian diperparah dengan tindakan pemerintah yakni pihak BPN yang tidak berani menerbitkan sertifikat atas tanah tersebut dengan dalih terganjal peraturan di internal TNI. Situasi ini menimbulkan ketidakpastian hukum atas tanah Negara akibat ketidaktegasan pemerintah. Selain itu masih adanya bisnis keamanan yang dilakukan oleh aparat TNI terhadap tanah-tanah yang dikuasai oleh perusahaan secara illegal padahal lahan tersebut dimiliki oleh masyarakat adat dari turun temurun. Atas nama bisnis TNI yang diatur dalam UU 34/2004 tentang TNI dan Perpres 43/2009 tentang pengambilalihan Aktivitas Bisnis TNI perlu kiranya sebuah evaluasi atas peraturan tersebut karena hingga kini masih maraknya penyalahgunaan kewenangan TNI dalam praktek dilapangan sehingga terus menerus terjadi kekerasan yang menimpa warga pemilik atas lahan.

KontraS mencatat penyebab meningkatnya jumlah baik kualitas maupun kuantitas atas kekerasan di sector SDA karena reforma agraria tidak berjalan pada rezim pemerintahan saat ini sebagaimana mandat dalam TAP MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam selain itu KontraS mencatat penyebab meningkatnya jumlah baik kualitas maupun kuantitas atas kekerasan di sector SDA karena reforma agraria tidak berjalan pada rezim pemerintahan saat ini sebagaimana mandat dalam TAP MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam selain itu

Penyebab lain masih tingginya angka kekerasan pada sektor SDA akibat dari tumpang tindihnya peraturan perundang-undang yang mengakibatkan pada sisi penerapan sangat rentan penyalahgunaan kewenangan pihak-pihak terkait, misalnya Kepala Daerah mudah dalam mengeluarkan izin HGU tanpa melihat posisi tanah adat. Proses ini selalu di back up oleh aparat keamanan dengan dalih pengamanan objek vital. Sementara ditingkat nasional, sejak bulan Desember tahun 2011 pemerintah bersama DPR telah mngesahkan UU Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Dimana UU ini merupakan legitimasi Negara untuk melakukan apa yang dikehendakinya dalam penyediaan lahan tanpa melihat kearifan local karena masyarakat dipaksa untuk menyerahkan tanahnya melalui jalur pengadilan. Sementara janji reformas

agraria oleh Presiden sejak 2007 tidak dilaksanakan 35 . Akibat dari Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) tidak dilaksanakan oleh konflik SDA merebak dimana-mana.

35 Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) diamanatkan di UU Pokok Agraria tahun 1960 dan TAP MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan SDA.