Advokasi HAM Internasional

BAB IV: Advokasi HAM Internasional

Agenda diplomatik pemerintah Indonesia masih terus berjalan dengan banyak ragam pembicaraan dan kerjasama, namun mengabaikan kemajuan pada agenda HAM itu sendiri. 13 Mei 2012, pemerintah Indonesia berkesempatan bertemu muka dengan pemimpin kedua tertinggi di Korea Utara, Kim Yong-Nam dengan fokus pembicaraan terkait pada program nuklir dan peluncuran roket, tanpa agenda membahas tentang serangkaian pelanggaran HAM yang masif terjadi pada rakyat di Korea Utara. Hal yang sama antara pemerintah Indonesia dan Sudan bersepakat melakukan peningkatan kerjasama dalam berbagai bidang mulai dari ekonomi hingga isu Suriah termasuk juga penandatangan MOU terkait peningkatan hubungan kerjasama dan pengembangan wawasan peradilan dan perundang-undangan di kedua negara tersebut. Hal ini bertentangan denga realita dimana pemerintah Sudan sendiri memiliki kredebilitas yang buruk dalam penghormatan HAM yaitu tidak mengakui keberadaan Pengadilan Kriminal Internasional/ICC (International Criminal Court) dan masih menerapkan hukuman mati sebagai bagian dari pidana nasionalnya. Sebagai bagian dari subyek internasional, KontraS menilai pemerintah Indonesia memiliki kewajiban untuk ikut serta menjaga perdamaian dunia seperti terurai dalam Konstitusi RI. Untuk itu Indonesia harus berperan aktif dalam menginisiasi, menciptakan serta mewujudkan langkah-langkah progresif diantara negara-negara lain dalam rangka mencapai satu perdamaian dunia, salah satunya adalah perdamaian bagi masyarakat.

Ditingkat regional, kelompok masyarakat sipil menolak pengesahan Deklarasi HAM Asean, mengingat AHRD tersebut bertentangan dengan standar dan nilai HAM internasional. Prinsip umum di ADHR telah memberikan pembatasan dan persyaratan lebih luas bagi negara dalam pemenuhan hak, kebijakan menyeluruh untuk menahan pemenuhan setiap atau semua hak dalam deklarasi yang kabur dan mendasar termasuk konteks nasional dan regional, perbedaan latar belakang agama, budaya dan sejarah. Hal ini mencerminkan pandangan bahwa kepentingan pemerintah lebih diutamakan daripada hak-hak rakyat, dimana hal ini kontradiksi langsung dengan prinsip universal hak asasi manusia. Selain itu, beberapa ketentuan perlindungan hak asasi manusia tunduk pada hukum nasional, termasuk hak untuk hidup, hak untuk mencari suaka dan hak untuk membentuk keluarga. Hal ini memungkinkan negara menghindari kewajibannya terhadap hak asasi manusia dengan memberlakukan undang-undang yang akan membatasi hak-hak tersebut. Ketentuaan non diskriminasi memberikan batasan atas alasan-alasan yang dilarang untuk prinsip non diskriminasi. Kegagalan untuk melindungi hak-hak kelompok khusus seperti hak individu, kelompok dan orang-orang yang mana hak tersebut diarahkan pada serangan yang sistematik dan sering terjadi di Asean seperti hak perempuan, anak, orang tua, cacat, pekerja buruh migrant, LGBT, masyarakat adat dll. Ketentuan untuk hak-hak khusus yang tidak jelas, lemah atau kemudian jauh dibawah standar internasional, formulasi beberapa hak lain minim kejelasan, ketelitian, atau gagal untuk melindungi hak sepenuhnya termasuk diantaranya hak untuk hidup,

kebebasan dari penghilangan paksa, hak atas kesehatan dan lainnya. 48

Tantangan lain dikalangan komunitas muslim internasional adalah terbentuknya komisi HAM OKI. Komisi ini dibentuk sebagai hasil inisiatif para anggota OKI salah satunya Indonesia pada desember 2011 lalu. Pertemuan IPHRC (Independent Permanent Human Rights Commission) pertama berkesempatan dilakukan di Jakarta februari 2012 lalu. Pembentukan komisi ini menjadi point penting bagi negara-negara islam di dunia yang telah membuka pintu atas nilai-nilai dan prinsip HAM. Sedikitnya pembentukan komisi ini mengindikasikan perubahan konstelasi politik diantara negara-negara muslin di dunia.

Sementara itu, sidang Universal Periodik Review (UPR) tahun 2012 banyak menyorot isu-isu HAM aktual di Indonesia. Hal ini terbukti dari pertanyaan-pertanyaan dan rekomendasi-rekomendasi yang disampaikan oleh negara-negara yang hadir pada sidang Universal Periodical Review (UPR) 2nd Cycle di Jenewa pada 23 Mei 2012 kepada Delegasi Indonesia. Sepanjang 3 jam sidang berlangsung dan 3 kali sesi tanya jawab, secara umum Dewan HAM PBB mengapresiasi modalitas institutional HAM yang dimiliki Indonesia (seperti adanya aturan

48 Siaran pers bersama KontraS, AI, SUARAM, Asian Forum for Human Rights and Development, International Gay and Lesbian Human Rights Commission, September 2012 48 Siaran pers bersama KontraS, AI, SUARAM, Asian Forum for Human Rights and Development, International Gay and Lesbian Human Rights Commission, September 2012

*****