“Banyak dewa dan manusia...”

Bait I: “Banyak dewa dan manusia...”

Di bait ini sebuah pertanyaan diajukan, yang mana sebelas bait berikutnya merupakan jawabannya� Pertanyaan tersebut diajukan oleh sesosok dewa yang dianggap pantas sebagai juru bicara dari dunia dewa� Dewa tersebut menceritakan kepada Buddha bukan hanya perdebatan-perdebatan tentang “berkah” yang umum terdapat di alam-alam surga tetapi juga perdebatan-perdebatan serupa yang terdapat di alam manusia, sehingga perdebatan-perdebatan tentang “berkah” ini mencakup tujuh alam bahagia (sugati) yang masih diliputi nafsu indra (kāmaloka), dan bahkan mungkin mencakup alam-alam lainnya�

Poin-poin yang disebutkan secara eksplisit maupun implisit adalah: 1� Bahwa para penghuni dunia dewa dan manusia menginginkan kebahagiaan

dan keselamatan, yang mana menurut mereka kebahagiaan dan keselamatan ini erat hubungannya dengan hal-hal yang mereka anggap sebagai suatu “pertanda baik” atau “membawa keberuntungan�”

2� Bahwa banyak di antara mereka telah merenungkan secara mendalam untuk jangka waktu yang lama tentang apa saja yang merupakan berkah-berkah atau pertanda-pertanda yang sesesungguhnya�

3� Bahwa refleksi mereka didasari atas keinginan yang kuat untuk memperoleh kesejahteraan pribadi, keselamatan dan kebahagiaan subjektif�

4� Bahwa terlepas dari usaha mereka yang tulus dan terus menerus, mereka tetap tidak dapat sepaham mengenai apa karakter sebenarnya dari

maṅgalam-uttamaṃ, Berkah Tertinggi� 5� Bahwa hanya Buddha, yang merupakan perwujudan dari Kebijaksanaan

Tertinggi, yang mampu menunjukkan titik terang dari hal yang selama ini diperdebatkan�

6� Bahwa, oleh karena itu, dewa tersebut menghampiri Buddha dengan membawa pertanyaan yang telah menjadi perdebatan di dunia dewa dan 6� Bahwa, oleh karena itu, dewa tersebut menghampiri Buddha dengan membawa pertanyaan yang telah menjadi perdebatan di dunia dewa dan

menguraikan dengan jelas kebenaran dari hal yang selama ini diperdebatkan, demi kesejahteraan para dewa dan manusia�

Dari poin-poin yang telah disebutkan diatas, dua buah isu yang berbeda muncul ke permukaan:

1� Bahwa kebahagiaan di dunia dewa dan manusia masih menyisakan banyak keinginan�

2� Bahwa penghuni di alam-alam ini memiliki keinginan yang kuat untuk mencapai kebahagiaan yang sempurna�

Di dalam dunia nafsu indra, suatu kebahagiaan terkondisikan oleh keinginan subjektif, efisiensi dari indra-indra dan keberadaan objek-objek yang sesuai.

Ketiga hal ini terkena perubahan yang terus-menerus, sehingga akibatnya kebahagiaan yang diperoleh melalui indra-indra sifatnya hanya sementara (sabbe kāmā anicā, “Semua kesenangan indra adalah tidak kekal”) dan oleh karena itu kepuasannya pun tidak berlangsung lama� Pemuasan indra pada kenyataannya hanya merupakan suatu tipu muslihat belaka, meskipun apabila kenyataan ini dipahami, maka pemahaman tersebut dapat membawa ke jalan pembebasan dari penderitaan� Jalan pembebasan ini adalah jalan keluar dari nafsu-nafsu indra� Akan tetapi ketika pemuasan ini tidak dipahami, pemuasan ini malah sebaliknya dapat semakin memperkuat nafsu keinginan akan kesenangan-kesenangan indra, berikut dengan ketidakpuasan, penyesalan atau kesedihan yang mana merupakan bahaya di dalamnya, yang akan datang mengikuti cepat atau lambat� Buddha telah berulang kali menjelaskan tentang nafsu indra, pemuasan, bahaya dan jalan keluar�

Berdasarkan fakta-fakta jelas ini, setiap orang pasti menarik kesimpulan- kesimpulan berikut ini:

1� Bahwa dalam alam-alam dewa dan manusia, semua makhluk ingin untuk menyempurnakan kebahagiaan mereka�

2� Bahwa kebahagiaan mereka, ketika didasari pada keinginan akan pemuasan indra, tidak akan pernah dapat mencapai kesempurnaannya�

Jadi kebahagiaan yang ada di dalam dunia nafsu indra, bahkan yang terbaik sekalipun, sifatnya hanya relatif dan maka dari itu kebahagiaan tersebut tetap terkena perubahan yang secara konstan terjadi�

Buddha dengan segera menyadari adanya dua aspek kepentingan, yakni kepentingan dari aspek yang sifatnya relatif dan kepentingan dari aspek yang sifatnya supra-duniawi, pada pertanyaan yang berkaitan tentang tindakan-tindakan yang membawa berkah atau pertanda-pertanda baik� Beliau memberikan sebuah jawaban dengan pertimbangan yang mendalam pada kedua aspek tersebut� Dengan interpretasi ulang dari pengertian tentang “mangala,” Buddha dengan berani mengesampingkan makna takhayul dari kata “mangala,” dengan memandang keberuntungan dari sudut pandang praktis� Mengawali jawabannya dengan cara yang sangat membumi, beliau dengan mantap sedikit demi sedikit meningkatkan skala penjelasannya tentang berkah-berkah atau pertanda-pertanda menuju skala yang lebih tinggi dan semakin tinggi, hingga akhirnya sampai pada kondisi supra-duniawi dari Nibbāna�