Tingkah laku dan karakteristik suara Dugong dugon di Sea World Indonesia, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta
Tingkah Laku dan Karakteristik Suara Dugong dugon
di Sea World Indonesia, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta
MUTA ALI KHALIFA
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
(2)
RINGKASAN
MUTA ALI KHALIFA. Tingkah Laku dan Karakteristik Suara Dugong dugon di Sea World Indonesia, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta. Dibimbing oleh MUJIZAT KAWAROE, ADRIANI SUNUDDIN, dan TOTOK HESTIRIANOTO.
Dugong (Dugong dugon) merupakan mamalia laut yang bersifat herbivora dan memiliki status rentan terhadap kepunahan dalam IUCN Red List of
Threatened Animals. Untuk memastikan keberlanjutan spesies tersebut di alam, dibutuhkan upaya pelestarian dengan konservasi baik secara in-situ maupun ex-situ. Upaya konservasi tersebut membutuhkan dukungan informasi dari
penelitian-penelitian mengenai kehidupan dugong, seperti tingkah laku,
karakteritik suara, pola makan, pola reproduksi, dan masih banyak lagi. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tingkah laku dan karakteristik suara dugong pada lingkungan buatan di Sea World Indonesia, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta.
Penelitian dilakukan dalam tiga tahap. Tahap 1 dilakukan pada tanggal 5-6 Februari 2010 di Sea World Indonesia, Taman Impian Jaya Ancol (SWI-TIJA), Jakarta. Penelitian Tahap 1 dilakukan selama 24 jam, bertujuan untuk mengetahui pola harian dan tingkah laku dugong. Penelitian Tahap 2 dilakukan pada 19, 25-27 Februari 2010 serta 4-5 dan 11-12 Maret 2010, dengan 2 periode pengamatan, yaitu pagi hari (jam 06:00-09:00) dan malam hari (jam 18:30- 21:00). Pada kegiatan ini dilakukan perekaman tingkah laku dan suara secara bersamaan. Tingkah laku direkam menggunakan Handy cam yang dicatat pada datasheet, sedangkan data suara direkam menggunakan OmnidirectionalHydrophone yang dihubungkan ke laptop berperangkat lunak Wavelab 6. Tahap 3 dilakukan pada bulan April 2010-Januari 2011 di Kampus IPB Dramaga. Tahap ini merupakan tahap pengolahan data mentah menjadi informasi yang diinginkan. Rekaman video tingkah laku disusun berdasarkan waktu kejadian, kemudian dibuat
persentase penggunaan waktu untuk satu tingkah laku yang dilakukan. Rekaman suara diolah menjadi informasi mengenai karakteristik suara yang ditemukan.
SWI-TIJA merawat seekor dugong betina berumur ±8 tahun dengan panjang tubuh 218 cm dan bobot 169 kg. Ada tujuh tingkah laku dugong yang ditemukan yaitu, makan (disuapi oleh petugas, makan dasar dan makan
permukaan), bernafas, istirahat, jelajah, menggaruk, flatus dan defekasi. Pada malam hari, dugong lebih aktif melakukan kegiatan makan, baik makan di dasar maupun di permukaan. Pada pagi hari, tingkah laku dugong didominasi oleh istirahat dan jelajah. Terdapat sepuluh potongan suara yang ditemukan yang kemudian diklasifikasikan menjadi 5 tipe suara, yaitu chirp, bark tipe 1, bark tipe 2, thrill dan snore. Suara yang ditemukan berada pada frekuensi 250-7.500 Hz. Dari penelitian ini, diketahui bahwa dugong mengeluarkan suara karena adanya stimuli dari luar, seperti adanya orang dan benda asing yang masuk ke dalam akuarium. Informasi tingkah laku dan karakteristik suara ini dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan perawatan dalam konservasi ex-situ dugong.
(3)
Tingkah Laku dan Karakteristik Suara Dugong dugon
di Sea World Indonesia, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta
MUTA ALI KHALIFA
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
(4)
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
Tingkah Laku dan Karakteristik Suara
Dugong dugon di Sea
World Indoensia, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2011
Muta Ali Khalifa C54061472
(5)
©
Hak cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian/seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
(6)
SKRIPSI
Judul Penelitian: TINGKAH LAKU DAN KARAKTERISTIK SUARA Dugong dugon DI SEA WORLD INDONESIA, TAMAN IMPIAN JAYA ANCOL, JAKARTA
Nama Mahasiswa: Muta Ali Khalifa
NIM: C54061472
Departemen: Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I
Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si NIP. 19651213 199403 2 002
Dosen Pembimbing II Dosen Pembimbing III
Adriani Sunuddin. S.Pi, M.Si Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc.
NIP. 19790206 200604 2 013 NIP. 19620324 198603 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
Tanggal Ujian: 13 Juni 2011
Prof.Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Si NIP. 19580909 198303 1 003
(7)
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas semua rahmat dan karunia yang telah diberikan-Nya serta shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW atas teladan yang beliau ajarkan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Tingkah Laku dan Karakteristik Suara Dugong dugon di Sea World Indonesia, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana. Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si. selaku dosen
pembibing pertama, Ibu Adriani Sunuddin, S.Pi, M.Si. selaku pembimbing kedua dan Bapak Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc. selaku dosen pembimbing ketiga yang telah memberikan masukan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, dikarenakan keterbatasan yang dimiliki penulis. Namun demikian penulis mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak.
Bogor, Agustus 2011
(8)
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si., Ibu Adriani Sunuddin, S.Pi, M.Si. dan Bapak Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc., masing-masing selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, masukan, dan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Ibu Dr. Ir. Sri Pujiyati, M.Si. selaku dosen penguji tamu dan Bapak Dr. Ir. Henry M Manik, MT. selaku Komisi Pendidikan S1 ITK atas saran, masukan dan perbaikan yang telah diberikan.
3. Para staf Tata Usaha ITK, atas arahan dan bantuan yang telah diberikan selama ini.
4. Keluarga tercinta, Bapak (H. Daelami), Ibu (Hj. Umi Hartini), Kakak (Nur Ida Dewi Asti, S.Si), dan Adik (Ahmad Syauqi) atas doa, kasih sayang, dukungan, dan motivasi yang telah diberikan selama ini.
5. Bapak Dodi Hardiana, Ibu Drh. Wisnu dan para staff kurator Sea World Indonesia yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, dan saran kepada penulis selama proses pengambilan data di Sea World Indonesia.
6. Chigo Ovaria Sudjarwadi, S.IK, Enda, S.IK, Winda Dewi Ningrum, A.Md, Vita Afrianti Anhar, A.Md, Fitriyah Anggraeni, S.IK, Syahroni, Hendra Prasetya, Shidiq atas bantuan, saran serta motivasi kepada penulis mulai dari pengambilan data sampai dengan penulisan skripsi ini.
(9)
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar belakang ... 1
1.2. Tujuan ... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1. Biologi Dugong ... 3
2.2. Tingkah Laku Dugong ... 5
2.3. Bioakustik ... 6
2.4. Karakteristik Suara Mamalia Laut ... 7
3. METODE ... 9
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 9
3.2. Alat dan Bahan Penelitian ... 9
3.3. Jenis Data yang Dikumpulkan ... 9
3.4. Metode Pengambilan Data ... 10
3.4.1. Data Primer ... 10
3.4.1.1. Pola Harian Dugong (Penelitian awal) ... 10
3.4.1.2. Data Suara dan Tingkah Laku ... 11
3.4.1.3. Pakan yang Diberikan ... 13
3.4.1.4. Morfometrik dan Bobot Dugong ... 13
3.4.2. Data Sekunder ... 13
3.5. Metode Pengolahan Data ... 14
3.5.1. Metode Pengolahan Data Tingkah Laku... 14
3.5.2. Metode Pengolahan Data Akustik / Suara ... 14
3.5.2.1. Pengurangan Suara Latar dan Gangguan ... 15
3.5.2.2. Pengurangan Suara Desah ... 16
3.5.2.3. Pemotongan Data Suara ... 16
3.5.2.4. Analisis Fast Fourier Transform (FFT) ... 16
3.6. Metode Analisis Data ... 17
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18
4.1. Kondisi Lokasi dan Obyek Penelitian ... 18
4.2. Tingkah Laku Dugong ... 20
4.3. Karakteristik Suara Dugong ... 38
4.4. Peranan Studi Tingkah Laku dan Karakteristik Suara untuk Konservasi Ex-Situ Dugong ... 49
(10)
vi
5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 51
5.1. Kesimpulan ... 51
5.2. Saran ... 51
DAFTAR PUSTAKA ... 52
(11)
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Morfologi dugong (Berta et al., 2006) ... 4
2. Peta perairan daerah persebaran dugong (Jefferson et al, 1994) ... 4
3. Bagian larynx yang menghasilkan suara pada ordo sirenia (Reidenberg and Laitman, 2010) ... 8
4. Skema pengambilan data tahap 2 ... 12
5. Visualisasi 3 dimensi akuarium dugong ... 19
6. Tingkah laku makan dengan disuapi oleh petugas... 27
7. Tingkah laku makan dengan lamun di dasar perairan ... 28
8. Pergerakan dugong di dalam akuarium selama makan dasar (tampak atas) ... 29
9. Tingkah laku makan dengan lamun di permukaan air ... 30
10.Pergerakan dugong di dalam akuarium selama makan permukaan (tampak atas) ... 31
11.Tingkah laku bernafas ... 34
12.Tingkah laku istirahat ... 34
13.Tingkah laku jelajah ... 35
14.Tingkah laku menggaruk ... 36
15.Tingkah laku flatus ... 37
16.Tingkah laku defekasi ... 38
17.(a) Sonogram dan (b) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Chirp ... 40
18.(a) Sonogram dan (b) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Bark Tipe 1 ... 41
19.(a) Sonogram dan (b) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Bark Tipe 2 tanggal 19 Februari 2010 ... 42
(12)
viii
20.(a) Sonogram dan (b) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Bark Tipe 2
tanggal 26 Maret 2010 ... 43
21.(a) Sonogram dan (b) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Trill Tanggal 19
Februari 2010 pukul 08:12:18 WIB ... 44 (c) Sonogram dan (d) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Trill Tanggal 19
Februari 2010 pukul 08:22:54 WIB ; (e) Sonogram dan (f) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Trill Tanggal 19 Februari 2010
pukul 08:41:34 WIB ... 45 (g) Sonogram dan (h) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Trill Tanggal 19 Februari 2010 pukul 08:44:01 WIB ; (i) Sonogram dan (j) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Trill Tanggal 19 Februari 2010
pukul 08:46:03 WIB ... 46 22.(a) Sonogram dan (b) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Snore ... 48
(13)
ix
DAFTAR TABEL
halaman
1. Kisaran frekuensi suara beberapa jenis mamalia laut
(Siahainenia, 2008) ... 7
2. Kegiatan pengamatan tingkah laku harian dugong ... 10
3. Persentase penggunaan waktu oleh dugong berdasarkan tingkah laku yang ditunjukkan pada pagi hari (dalam %) ... 21
4. Hasil uji nilai tengah berpasangan untuk tingkah laku pagi hari ... 23
5. Persentase penggunaan waktu oleh dugong berdasarkan tingkah laku yang ditunjukkan pada malam hari (dalam %) ... 23
6. Hasil uji nilai tengah berpasangan untuk tingkah laku malam hari ... 24
7. Pola pemberian pakan pada dugong ... 26
(14)
x
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
1. Alat Yang Digunakan Dalam Pengambilan dan Pengolahan Data ... 55
2. Diagram Alir Proses Pengolahan Data ... 56
3. Pengaturan Standar untuk Noise Reduction dan Hiss Reduction ... 57
4. Tabel Kegiatan Harian Dugong ... 58
(15)
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas semua rahmat dan karunia yang telah diberikan-Nya serta shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW atas teladan yang beliau ajarkan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Tingkah Laku dan Karakteristik Suara Dugong dugon di Sea World Indonesia, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana. Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si. selaku dosen
pembibing pertama, Ibu Adriani Sunuddin, S.Pi, M.Si. selaku pembimbing kedua dan Bapak Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc. selaku dosen pembimbing ketiga yang telah memberikan masukan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, dikarenakan keterbatasan yang dimiliki penulis. Namun demikian penulis mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak.
Bogor, Agustus 2011
(16)
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si., Ibu Adriani Sunuddin, S.Pi, M.Si. dan Bapak Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc., masing-masing selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, masukan, dan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Ibu Dr. Ir. Sri Pujiyati, M.Si. selaku dosen penguji tamu dan Bapak Dr. Ir. Henry M Manik, MT. selaku Komisi Pendidikan S1 ITK atas saran, masukan dan perbaikan yang telah diberikan.
3. Para staf Tata Usaha ITK, atas arahan dan bantuan yang telah diberikan selama ini.
4. Keluarga tercinta, Bapak (H. Daelami), Ibu (Hj. Umi Hartini), Kakak (Nur Ida Dewi Asti, S.Si), dan Adik (Ahmad Syauqi) atas doa, kasih sayang, dukungan, dan motivasi yang telah diberikan selama ini.
5. Bapak Dodi Hardiana, Ibu Drh. Wisnu dan para staff kurator Sea World Indonesia yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, dan saran kepada penulis selama proses pengambilan data di Sea World Indonesia.
6. Chigo Ovaria Sudjarwadi, S.IK, Enda, S.IK, Winda Dewi Ningrum, A.Md, Vita Afrianti Anhar, A.Md, Fitriyah Anggraeni, S.IK, Syahroni, Hendra Prasetya, Shidiq atas bantuan, saran serta motivasi kepada penulis mulai dari pengambilan data sampai dengan penulisan skripsi ini.
(17)
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar belakang ... 1
1.2. Tujuan ... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1. Biologi Dugong ... 3
2.2. Tingkah Laku Dugong ... 5
2.3. Bioakustik ... 6
2.4. Karakteristik Suara Mamalia Laut ... 7
3. METODE ... 9
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 9
3.2. Alat dan Bahan Penelitian ... 9
3.3. Jenis Data yang Dikumpulkan ... 9
3.4. Metode Pengambilan Data ... 10
3.4.1. Data Primer ... 10
3.4.1.1. Pola Harian Dugong (Penelitian awal) ... 10
3.4.1.2. Data Suara dan Tingkah Laku ... 11
3.4.1.3. Pakan yang Diberikan ... 13
3.4.1.4. Morfometrik dan Bobot Dugong ... 13
3.4.2. Data Sekunder ... 13
3.5. Metode Pengolahan Data ... 14
3.5.1. Metode Pengolahan Data Tingkah Laku... 14
3.5.2. Metode Pengolahan Data Akustik / Suara ... 14
3.5.2.1. Pengurangan Suara Latar dan Gangguan ... 15
3.5.2.2. Pengurangan Suara Desah ... 16
3.5.2.3. Pemotongan Data Suara ... 16
3.5.2.4. Analisis Fast Fourier Transform (FFT) ... 16
3.6. Metode Analisis Data ... 17
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18
4.1. Kondisi Lokasi dan Obyek Penelitian ... 18
4.2. Tingkah Laku Dugong ... 20
4.3. Karakteristik Suara Dugong ... 38
4.4. Peranan Studi Tingkah Laku dan Karakteristik Suara untuk Konservasi Ex-Situ Dugong ... 49
(18)
vi
5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 51
5.1. Kesimpulan ... 51
5.2. Saran ... 51
DAFTAR PUSTAKA ... 52
(19)
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Morfologi dugong (Berta et al., 2006) ... 4
2. Peta perairan daerah persebaran dugong (Jefferson et al, 1994) ... 4
3. Bagian larynx yang menghasilkan suara pada ordo sirenia (Reidenberg and Laitman, 2010) ... 8
4. Skema pengambilan data tahap 2 ... 12
5. Visualisasi 3 dimensi akuarium dugong ... 19
6. Tingkah laku makan dengan disuapi oleh petugas... 27
7. Tingkah laku makan dengan lamun di dasar perairan ... 28
8. Pergerakan dugong di dalam akuarium selama makan dasar (tampak atas) ... 29
9. Tingkah laku makan dengan lamun di permukaan air ... 30
10.Pergerakan dugong di dalam akuarium selama makan permukaan (tampak atas) ... 31
11.Tingkah laku bernafas ... 34
12.Tingkah laku istirahat ... 34
13.Tingkah laku jelajah ... 35
14.Tingkah laku menggaruk ... 36
15.Tingkah laku flatus ... 37
16.Tingkah laku defekasi ... 38
17.(a) Sonogram dan (b) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Chirp ... 40
18.(a) Sonogram dan (b) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Bark Tipe 1 ... 41
19.(a) Sonogram dan (b) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Bark Tipe 2 tanggal 19 Februari 2010 ... 42
(20)
viii
20.(a) Sonogram dan (b) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Bark Tipe 2
tanggal 26 Maret 2010 ... 43
21.(a) Sonogram dan (b) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Trill Tanggal 19
Februari 2010 pukul 08:12:18 WIB ... 44 (c) Sonogram dan (d) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Trill Tanggal 19
Februari 2010 pukul 08:22:54 WIB ; (e) Sonogram dan (f) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Trill Tanggal 19 Februari 2010
pukul 08:41:34 WIB ... 45 (g) Sonogram dan (h) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Trill Tanggal 19 Februari 2010 pukul 08:44:01 WIB ; (i) Sonogram dan (j) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Trill Tanggal 19 Februari 2010
pukul 08:46:03 WIB ... 46 22.(a) Sonogram dan (b) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Snore ... 48
(21)
ix
DAFTAR TABEL
halaman
1. Kisaran frekuensi suara beberapa jenis mamalia laut
(Siahainenia, 2008) ... 7
2. Kegiatan pengamatan tingkah laku harian dugong ... 10
3. Persentase penggunaan waktu oleh dugong berdasarkan tingkah laku yang ditunjukkan pada pagi hari (dalam %) ... 21
4. Hasil uji nilai tengah berpasangan untuk tingkah laku pagi hari ... 23
5. Persentase penggunaan waktu oleh dugong berdasarkan tingkah laku yang ditunjukkan pada malam hari (dalam %) ... 23
6. Hasil uji nilai tengah berpasangan untuk tingkah laku malam hari ... 24
7. Pola pemberian pakan pada dugong ... 26
(22)
x
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
1. Alat Yang Digunakan Dalam Pengambilan dan Pengolahan Data ... 55
2. Diagram Alir Proses Pengolahan Data ... 56
3. Pengaturan Standar untuk Noise Reduction dan Hiss Reduction ... 57 4. Tabel Kegiatan Harian Dugong ... 58
(23)
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mamalia merupakan salah satu kelas hewan yang mendiami lautan. Ciri
khas dari kelas mamalia adalah adanya kelenjar mammae yang digunakan untuk menyusui anaknya. Anggota dari kelas ini yang hidup di lautan diantaranya
adalah paus dan lumba-lumba (cetacea), sapi laut (sirenia), pinnipedia dan
karnivora. Ordo Sirenia (sapi laut) adalah mamalia laut herbivora berukuran besar.
Salah satu spesies dari ordo sapi laut adalah dugong. Spesies ini hidup di daerah
perairan pantai tropis, tepatnya di padang lamun. Hal tersebut dikarenakan
makanan dari dugong adalah lebih dari 90% lamun dan sisanya adalah beberapa
jenis algae (seaweed) (Marsh, 1982 in Azkab, 1998).
Spesies ini berstatus rentan terhadap kepunahan dalam IUCN Red List of Threatened Animals (Marsh et al., 1994). Di Indonesia, pada tahun 1970’an populasi dugong mencapai 10.000 ekor. Pada tahun 1994, populasi hanya tinggal
1.000 ekor (Marsh et al., 2002). Status tersebut disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya pencemaran pada habitat, penangkapan, kecelakaan, dan sebagainya
(Reeves and Reijnder, 2003).
Kondisi tersebut mengharuskan diadakannya sebuah upaya yang dapat
melindungi dugong agar tidak cepat menjadi punah. Upaya yang dilakukan untuk
melindungi suatu spesies ataupun ekosistem disebut konservasi (Indrawan et al., 2007). Menurut Diana (2007), konservasi dugong dapat dilakukan dengan tiga
pendekatan, yaitu pendekatan ekologi, sosial budaya dan ekonomi, dan
(24)
2
melakukan konservasi ex-situ dugong, salah satunya di Sea World Indonesia, Taman Impian Jaya Ancol (SWI-TIJA), Jakarta yang menggunakan akuarium
raksasa untuk merawat dugong. Konservasi ex-situ suatu spesies dapat dilakukan karena adanya pengetahuan mengenai kondisi lingkungan, makanan, tingkah laku,
dan sebagainya. Oleh karena itu, diperlukan berbagai studi mengenai dugong.
Salah satu studi yang diperlukan untuk mendukung kegiatan konservasi
adalah tingkah laku. Tingkah laku dugong membantu dalam pengambilan
berbagai keputusan pada konservasi ex-situ, seperti bentuk kolam, makanan, dan sebagainya. Penelitian tentang tingkah laku dugong yang dilakukan berkaitan
dengan makanan, pola makan, kondisi lingkungan, karakteristik suara dan
sebagainya. Menurut Anderson dan Barclay (1995), Dugong berkomunikasi
dengan mengeluarkan suara berupa decitan halus. Suara tersebut terkait dengan
tingkah laku yang dilakukan oleh dugong tersebut. Keterkaitan antara
karakteristik suara terhadap tingkah laku dugong, dapat dijadikan sebagai acuan
informasi dalam tindakan-tindakan yang terkait dengan konservasi mamalia laut
tersebut, baik di ekosistem alami maupun ekosistem buatan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan tingkah laku dan
(25)
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biologi Dugong
Dugong adalah anggota dari kelas mammalia yang hidup di laut. Dugong
berasal dari Famili Dugongidae, yang hanya terdiri dari 2 spesies dan satu spesies
lainnya telah punah (Hydrodamalis gigas). Klasifikasi dugong adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Sirenia
Famili : Dugongidae
Marga : Dugong
Spesies : D. dugon (Muller, 1766 in Berta et al.., 2006)
Dugong memiliki panjang tubuh berkisar antara 240-406 cm dengan berat
230-908 kg (Berta et al.., 2006). Warna kulit dugong bervariasi, tetapi biasanya berwarna kelabu dan beberapa lebih terang. Kulit dugong tebal, keras, berkerut
dan ditutupi bulu-bulu kecil. Lengan depan termodifikasi menjadi sirip pektoral
dengan panjang 35-45 cm, yang digunakan sebagai pendorong pada dugong
muda. Dugong dewasa bergerak dengan menggerakkan ekor dengan sirip
(26)
4
Gambar 1. Morfologi dugong (Berta et al.., 2006)
Dugong hidup di daerah perairan pesisir tropis dan subtropis dari Afrika
Timur menuju perairan Indo Pasifik di Kepulauan Solomon dan Vanuatu, secara
melintang bentang sebaran dugong terletak antara 26° Lintang Utara dan 27°
Lintang Selatan. Distribusi dugong berada di perairan lebih dari 40 negara.
Daerah sebaran dugong dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Peta perairan daerah persebaran dugong (Jefferson et al.., 1994)
Menurut Marsh (1982) dalamAzkab (1998), makanan utama dugong
adalah lamun. Menurut penelitian, lebih dari 90% isi perut adalah lamun dan
sisanya adalah beberapa jenis alga (seaweed). Adapun jenis-jenis lamun yang
(27)
5
disukai adalah Halodule uninervis, H. pinifolia, Syringodium isoetifolium, Halophila ovalis, H. spinulosa, Cymodocea rotundata, C. serrulata, Thalassia hemprichii dan Zostera capricorni.
Azkab (1998) menjelaskan bahwa morfologi bagian mulut menunjukkan
bahwa dugong adalah pemakan dasar. Kepala dugong bulat dan besar, sehingga
dapat disesuaikan dengan kebutuhan menjadi pemakan tumbuhan dasar perairan.
Hidung ke bawah sehingga moncongnya mendatar. Pada bagian moncong
(rostrum) terdapat penebalan kulit. Bulu-bulu pada hidung tumbuh dengan baik dan diperkirakan sebagai sensor lokasi lamun. Gigi premaxilla dugong lebih
besar, panjang dan tinggi. Lambung dugong mempunyai banyak bakteri untuk
menghancurkan dinding sel lamun. Panjang usus dewasa mencapai 30 meter.
Dugong mempunyai kebiasaan makan yang rakus, dugong dewasa dapat
menghabiskan 25-30 kg lamun basah tiap harinya. Dugong yang terdapat di
Ancol menghabiskan 30-40 kg lamun basah tiap harinya dan di kolam
penampungan di Australia dapat menghabiskan 50-55 kg lamun basah per hari
(Azkab, 1998).
2.2 Tingkah Laku Dugong
Dugong merupakan hewan yang pemalu. Di habitat alami, sulit sekali
menemukannya. Hal itu terjadi karena saat dugong merasa ada gangguan ataupun
kehadiran sesuatu yang lain di sekitarnya, maka dengan cepat dugong akan
menyelam menghilang di antara padang lamun atau pergi menjauh (Grzimek,
1975).
Dugong merupakan hewan mamalia yang bernafas menggunakan
(28)
6
Jefferson et al.. (1994), dugong memiliki kemampuan menahan nafas ketika menyelam selama 8 menit. Pengambilan nafas dilakukan dengan menggunakan
dua lubang hidung yang terdapat pada moncong mulutnya sekitar 2 detik
(Grzimek, 1975).
Dugong memakan lamun yang berada di dasar perairan, sehingga dugong
termasuk dalam hewan air pemakan dasar perairan. Dugong juga termasuk hewan
yang makan di malam hari. Perilaku makan dari dugong adalah dengan menyapu
padang lamun dengan memanfaatkan bentuk kepalanya (Jefferson et al., 1994). Menurut Grzimek (1975), dugong dapat berenang dengan kecepatan 8-10
km/jam. Dugong berenang dengan gerakan mengombak ekor dan tubuhnya ke
atas dan ke bawah untuk membuat gaya dorong ke depan. Pengaturan arah
berenang menggunakan kepala dan flipper-nya.
2.3 Bioakustik
Gelombang cahaya memiliki keterbatasan jarak merambat di dalam air,
terutama di daerah yang mengandung partikel terlarut yang padat. Hal tersebut
mengurangi kemampuan melihat yang memanfaatkan gelombang cahaya. Oleh
karena itu, biota air harus mempunyai kemampuan lain untuk mengetahui kondisi
sekitar, berkomunikasi dan mengetahui posisi mangsa atau pemangsa.
Menurut MacLennan (1992), gelombang suara dapat merambat di dalam
air lebih baik daripada gelombang cahaya. Kemampuan gelombang suara tersebut
dimanfaatkan oleh biota-biota air untuk mengetahui kondisi sekitar, komunikasi
dan mengetahui posisi mangsa atau pemangsa. Oleh karena itu, biota-biota air
mempunyai organ-organ khusus yang dapat menghasilkan suara dan menangkap
(29)
7
2.4 Karakteristik Suara Mamalia Laut
Menurut Nybakken (1992), sifat rambat gelombang suara yang lebih baik
di dalam air tersebut banyak dimanfaatkan juga oleh mamalia laut dalam
berkomunikasi. Reidenberg and Laitman (2010) menyatakan Suara yang
digunakan mamalia laut untuk berkomunikasi dihasilkan oleh organ-organ
tertentu, misal larynx ataupun melon (khususnya pada cetacea bergigi). Tabel 1
menunjukkan kisaran frekuensi suara yang dihasilkan dari beberapa jenis mamalia
laut.
Tabel 1. Kisaran frekuensi suara beberapa jenis mamalia laut (Siahainenia, 2008).
Spesies Frek Min
(kHz)
Frek Maks
(kHz) Referensi
Bottlenose dolphin (Tursiop truncatus)
50 115 Jonson
(1967) Killer whale
(Orcineus orca)
15 31 Hall and Jhonson
(1972) River Dolphin
(Inia geoffrensis)
30 100 Jacobs and Hall
(1972) Ringed Seal
(Pusa hispida)
40 55 Terhune and
Ronald (1975) Hawaiian monk seal
(Monacus schauinsland)
16,2 30 Thomas et al..
(1990) West Indian manatee
(Trichechus manatus)
18 30 Gerstein et al..
(1999)
Dugong berkomunikasi melalui decitan halus atau seperti kicauan burung
yang memiliki kisaran frekuensi sekitar 3-18 kHz dengan durasi 6 detik. Hal ini
dilakukan sebagai salah satu tingkah laku terestrial atau untuk melindungi
anaknya. Selain itu, dengan mengeluarkan suara, dugong dapat saling
berkomunikasi. Dugong juga berkomunikasi dengan mengeluarkan suara bergetar
(30)
8
Gambar 3. Bagian larynx yang menghasilkan suara pada ordo Sirenia (Reidenberg and Laitman, 2010)
Suara dugong memiliki 2-4 harmoni, bahkan dapat lebih dari itu. Dugong
juga berkomunikasi melalui salakan yang lebih keras dengan frekuensi 500-2.200
Hz dengan durasi 3-12 detik. Para ilmuwan meyakini bahwa dugong
menghasilkan suara-suara tersebut dari bagian depan kepalanya, lebih tepatnya
pada bagian larynx (Anderson and Barclay, 1995). Bagian larynx yang menghasilkan suara pada ordo Sirenia dapat ditunjukkan daerah yang dibatasi
(31)
9 3. METODE
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap. Tahap pertama, tahap
penelitian awal untuk mengamati pola tingkah laku harian dilakukan pada tanggal
5-6 Februari 2010 di Sea World Indonesia, Taman Impian Jaya Ancol
(SWI-TIJA), Jakarta. Tahap kedua, tahap pengambilan data suara dan tingkah laku
dilakukan pada tanggal 19, 25-27 Februari 2010 serta 4-5 dan 11-12 Maret 2010
di (SWI-TIJA), Jakarta. Tahap ketiga, tahap pengolahan data yang dilakukan
pada bulan April-Januari 2010 dilakukan di Kampus IPB Dramaga.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang dibutuhkan dalam pengambilan dan pengolahan data terdapat
dalam Lampiran 1. Bahan yang digunakan adalah seekor dugong yang dipelihara
dalam akuarium raksasa di SWI-TIJA, Jakarta.
3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung, sedangkan data
sekunder didapatkan dari studi literatur dan pihak kurator SWI.
Data primer yang dikumpulkan mencakup :
1. Tingkah laku harian (penelitian awal). Penelitian awal bertujuan untuk
mengetahui pola harian dugong yang akan digunakan sebagai referensi
dalam penelitian utama.
2. Tingkah laku dan suara dugong pada penelitian utama.
(32)
10
4. Morfometrik dan bobot dugong.
Data sekunder yang dikumpulkan mencakup :
1. Data kualitas air yang rutin dilakukan oleh petugas kurator SWI setiap 2
minggu sekali.
2. Pola harian dugong diperoleh dengan mewawancarai kurator untuk
dijadikan pedoman dalam pengamatan awal.
3.4 Metode Pengambilan Data 3.4.1 Data Primer
3.4.1.1 Pola Harian Dugong (Penelitian Awal)
Pola harian dugongdidapatkan dengan melakukan pengamatan langsung
di depan akuarium dugong SWI. Pengamatan dilakukan selama 24 jam dengan
beberapa kali istirahat pada tanggal 5-6 Februari 2010. Pola pengamatan dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kegiatan pengamatan tingkah laku harian dugong
Waktu Keterangan Waktu Keterangan
5 Februari 2010 6 Februari 2010
10.00 – 11.30 Pengamatan dan
wawancara 00.00 – 01.00 Pengamatan 11.30 – 13.00 Istirahat 01.00 – 02.00 Istirahat 13.00 – 15.30 Pengamatan 02.00 – 02.30 Pengamatan 15.30 – 16.00 Istirahat 02.30 – 03.30 Istirahat 16.00 – 17.30 Pengamatan 03.30 – 04.00 Pengamatan 17.30 – 19.30 Istirahat 04.00 – 06.30 Istirahat 19.30 – 21.30 Pengamatan dan
wawancara 06.30 – 08.00 Pengamatan 21.30 – 24.00 Pengamatan 08.00 – 08.30 Istirahat
08.30 – 10.00 Pengamatan
(33)
11
Hasil dari pengamatan ini didapatkan beberapa tingkah laku dari dugong
yang ditampilkan dalam sebuah ethogram dan pola tingkah laku harian dugong.
Data tersebut dijadikan acuan dalam pengamatan selanjutnya yang memerlukan
waktu saat dugong beraktivitas. Hal itu terjadi karena sebagian besar tingkah laku
dugong di SWI digunakan untuk istirahat dan makan saja.
3.4.1.2 Data Suara dan Tingkah Laku
Tahap ini, pengambilan data suara dan tingkah laku dilakukan secara
bersamaan. Hal ini dimaksudkan untuk melihat hubungan antara tingkah laku dan
karakteristik suaranya. Pengambilan data dilakukan 2 kali dalam sehari, yaitu
pada pagi hari (jam 06.00-jam 09.00 WIB) dan malam hari (jam 18.30-jam 21.00
WIB). Pemilihan waktu pengamatan ini dipilih berdasarkan hasil pengamatan
awal yang diketahui pada waktu tersebut dapat mewakili seluruh tingkah laku
dalam satu hari. Pengamatan dilakukan selama 7 hari dengan pola istirahat dan
pengamatan secara bergilir tiap 15 menit.
Pengambilan data tingkah laku dilakukan dengan menggunakan handy cam dan data sheet. Tingkah laku direkam dalam video dengan menggunakan handy cam dari bagian depan akuarium dan juga dicatat pada data sheet. Posisi pengamat tingkah laku dan perekam data suara dapat dilihat pada Gambar 4.
(34)
12
Gambar 4. Skema pengambilan data tahap 2
Pengambilan data suara menggunakan omnidirectionalhydrophone, amplifier, headphone, laptop dan perangkat lunak Wavelab 6. Omnidirectional hydrophone disambungkan dengan amplifier yang dihubungkan ke laptop yang sedang mengoperasikan perangkat lunak Wavelab 6. Omnidirectional
hydrophone dimasukkan ke dalam air dengan diikatkan ke sebuah tongkat hingga kedalaman sekitar 2,5 meter dan diletakkan pada tempat yang dirasa tidak dapat
dijangkau oleh dugong (Gambar 4). Perekaman dilakukan oleh perangkat lunak
Wavelab 6. Pada tampilan utama Wavelab 6, hal pertama adalah buat dalam status
monitor audio input (memilih menu analysis kemudian monitor audio input). Perekaman dilakukan dengan memilih menu record pada toolbar yang
ditunjukkan dengan simbol lingkaran penuh berwarna merah. Jendela menu
record akan terbuka dan pilih tombol record untuk memulai perekaman. Jika perekaman selesai maka pilih tombol stop. Hasil perekaman akan tampil dan disimpan dalam bentuk *. WAV.
Keterangan :
Pengamat Tingkah Laku Omnidirectional Hydrophone Pengambil rekaman Suara
(35)
13
3.4.1.3 Pakan yang Diberikan
Pakan yang diberikan merupakan tumbuhan laut yang dikenal dengan
nama lamun. Lamun segar yang diberikan berasal dari Banten dan diantarkan
setiap 2 hari sekali kemudian disimpan di kolam air asin dalam ruangan yang
suhunya stabil untuk menjaga kualitas kesegaran dari lamun tersebut.
Jenis lamun yang diberikan sebagai pakan dugong kemudian diidentifikasi
di Laboratorium Kering Biologi Laut, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3.4.1.4 Morfometrik dan Bobot Dugong
Data morfometrik dan bobot dugong diperoleh ketika dilakukan
pengecekan kesehatan dugong yang dilakukan berkala setiap 6 bulan. Pengecekan
periode ini dilakukan pada tanggal 30 Maret 2010. Pengecekan kesehatan
dilakukan oleh para kurator dan di bawah pengawasan Prof. Agik Suprayogi dari
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (FKH-IPB). Data
morfometrik yang diambil mencakup, panjang total, panjang cagak, lingkar dagu,
lingkar leher, lingkar dada, lingkar perut, panjang pusar, panjang genital, jarak
antar lubang genital dan anus, lebar ekor.
3.4.2 Data Sekunder
Data Sekunder mencakup data kualitas air akuarium dan pola tingkah laku
harian dugong. Data kualitas air akuarium didapatkan dari petugas bagian
kuratorial SWI yang melakukan pengecekan tiap 2 kali seminggu (Senin dan
Kamis). Pola tingkah laku harian didapatkan dengan melakukan wawancara
(36)
14
% Perilaku = Detik perilaku x 100% Total Detik Pengamatan
3.5. Metode Pengolahan Data
Pengolahan data pada penelitian ini mencakup dua proses utama,
pengolahan data tingkah laku dan pengolahan data suara. Lampiran 1
menunjukkan diagram alir proses pengolahan data.
3.5.1. Metode Pengolahan Data Tingkah Laku
Pengamatan awal dilakukan dengan mengamati tingakh laku dugong
selama 24 jam. Hasil dari pengamatan ini berupa pola harian dari tingkah laku
dugong dan definisi tingkah laku. Pola harian dimasukkan ke dalam tabel dan
definisi tingkah laku dimasukkan dalam sebuah ethogram.
Jenis-jenistingkah laku yang diperoleh dari penelitian awal dijadikan
acuan dalam penelitian utama. Tingkah laku dugong yang diamati meliputi,
makan, bernafas, istirahat, jelajah, menggaruk, flatus dan defekasi.
Penelitian utama, merekam tingkah laku dengan menggunakan handy cam. Rekaman itu kemudian diurutkan berdasarkan waktu kejadian tingkah laku yang
terekam, sehingga dapat diketahui penggunaan waktu untuk melakukan satu
tingkah laku. Waktu yang digunakan untuk melakukan satu tingkah laku itu
kemudian dihitung persentasenya berdasarkan keseluruhan waktu pengamatan.
Rumusnya adalah :
………..(1)
3.5.2. Metode Pengolahan Data Akustik/Suara
Data yang diperoleh dari hasil perekaman berbentuk *.WAV. Rekaman
(37)
15
Reduction) dan pengurangan suara desah (Hiss Reduction) menggunakan perangkat lunak Cool Edit Pro 2.1.
Rekaman suara yang telah dikurangi suara gangguan dan suara desahnya
kemudian dipotong sesuai dengan ditemukannya suara dugong. Potongan suara
itu kemudian dikonversi menjadi data numerik dengan menggunakan FFT analysis pada perangkat lunak Wavelab 6. Data numerik disimpan dalam bentuk *.txt.
Data numerik tersebut kemudian diolah menggunakan perangkat lunak
Microsoft Excel. Hasil yang diperoleh ditampilkan dalam grafik sebaran
frekuensi suara dengan menggunakan MATLAB. Informasi yang didapatkan
berupa rentang frekuensi yang digunakan, intensitas suara dan lama terjadinya
suara. Berdasarkan informasi tersebut, dilakukan klasifikasi tipe suara.
(1) Pengurangan Suara Latar dan Gangguan
Suara latar dan gangguan disebabkan adanya suara mesin pompa air, suara
aliran air masuk dan suara lainnya. Suara ini dihilangkan dengan menggunakan
perangkat lunak Cool Edit Pro 2.1.
Proses diawali dengan membuka data suara yang berekstensi *.WAV.
Semua data yang tampil di waveform view disorot. Pilih menu effect kemudian pilih Noise Reduction. Tampilan menu Noise Reduction yang tampil, pilih get profile from selection. Hilangkan titik warna kuning yang tampil pada jendela profil suara dengan cara mengatur noise reduction level. Pengaturan untuk noise reduction menggunakan pengaturan standar yang disiapkan perangkat lunak Cool Edit Pro 2.1. Tampilan pengaturan standar noise reduction dapat dilihat pada Lampiran 3.
(38)
16
(2) Pengurangan Suara Desah
Suara yang telah dikurangi suara latar dan gangguannya kemudian
dilakukan pengurangan suara desah (hiss reduction) untuk semakin memperjelas suara utamanya. Proses ini menggunakan perangkat lunak Cool Edit Pro 2.1. Tampilan hasil dari noise reduction disorot kemudian pilih menu effect kemudian noise reduction dengan sub menu hiss reduction. Menu hiss reduction yang tampil, kemudian pilih tombol dengan tulisan get noise floor. Noise floor adjust diatur untuk mendapatkan suara yang paling jelas dan keras. Pengaturan untuk
hiss reduction menggunakan pengaturan standar yang disiapkan perangkat lunak Cool Edit Pro 2.1. Tampilan pengaturan standar hiss reduction dapat dilihat pada Lampiran 3.
(3) Pemotongan Data Suara
Rekaman suara yang telah selesai melalui proses noise reduction dan hiss reduction kemudian dilakukan pemotongan suara sesuai dengan suara yang ditemukan. Proses pemotongan suara ini diawali dengan mendengarkan semua
rekaman. Jika ditemukan suara yang dimaksud maka suara tersebut dipotong
sesuai dengan lamanya waktu suaranya. Proses ini menggunakan perangkat lunak
Wavelab 6. Suara yang ditemukan disorot kemudian copy dan paste pada sheet baru.
(4) Analisis Fast Fourier Transform (FFT)
Menurut Nordmark (2005), Analisis FFT digunakan untuk menunjukkan
grafik frekuensi yang berkelanjutan, dengan sangat tepat dan detail frekuensi real-time. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Wavelab 6.
(39)
17
Analisis FFT digunakan untuk file hasil pemotongan suara. File potongan
suara disorot. Menu yang digunakan adalah analysis, kemudian spectrum analyser(FFT) dan akan memunculkan jendela menu FFT meter. Jendela menu FFT meter yang tampil akan memperlihatkan grafik frekuensi secara real-time.
Percobaan kali ini diambil grafik tiap 20 ms sepanjang data. Kursor
diarahkan ke bagian yang dituju pada wave sheet. Grafik yang didapatkan kemudian dikonversi menjadi data numerik dengan menggunakan menu option dan export FFT data as ASCII pada FFT meter. Data numerik yang didapatkan berekstensi *.txt. Data ini kemudian diolah menggunakan perangkat Microsoft
Excel dan MATLAB untuk mendapatkan grafik sebaran frekuensi suara. Sebaran
frekuensi suara yang ditemukan menjadi acuan dalam klasifikasi jenis suara.
3.5. Metode Analisis Data
Uji nilai tengah berpasangan digunakan untuk melihat dominasi tingkah
laku dugong yang diamati. Menurut Walpole (1997), Uji nilai tengah
berpasangan menggunakan rumus:
………..(2) v = n-1; α = 0,05
Wilayah kritik : t < - tα dan t > tα atau p-value > α Hipotesis : Ho : variabel1 = variabel2
H1 : variabel1≠ variabel2
Uji nilai tengah berpasangan ini dilakukan dengan menggunakan software
MINITAB. Untuk melakukan uji ini digunakan menu basic statistic kemudian pilih paired t-test. Variabel yang digunakan adalah dua tingkah laku yang memiliki nilai persentase terbesar.
n s
d hit d
d
(40)
18
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Tempat dan Obyek Penelitian
Pengambilan data suara dan pengamatan dilakukan di sebuah akuarium
besar yang dimiliki oleh PT. Sea World Indonesia. Sea World Indonesia (SWI)
berada di dalam Taman Impian Jaya Ancol (TIJA), Jakarta. SWI merupakan tempat wisata yang menerapkan konsep “Wisata Didik”. Konsep tersebut diturunkan dalam 3 misi: Pendidikan, Konservasi dan Rekreasi.
Sesuai dengan salah satu misi dari SWI yaitu Konservasi, maka SWI
melakukan penangkaran biota-biota laut yang terancam punah salah satunya
adalah dugong. Hal ini dilakukan dengan upaya pelestarian dari biota tersebut dan
pendidikan konservasi kepada masyarakat. Pendidikan konservasi tersebut berupa
penjelasan kepada pengunjung SWI mengenai profil biota, status biota dan upaya
konservasinya.
Dugong hidup dalam sebuah akuarium besar berbentuk lingkaran.
Akuarium memiliki diameter 10 meter dengan 2 kedalaman, yaitu 2 m untuk
bagian belakang dan 5 meter untuk bagian depan. Bagian belakang yang lebih
dangkal merupakan tempat untuk istirahat bagi dugong dan lebih tertutup
sehingga lebih gelap dibandingkan bagian depan. Visualisasi 3 dimensi dari
(41)
19
Gambar 5. Visualisasi 3 Dimensi Akuarium Dugong
Dasar akuarium dilapisi dengan pasir silika agar sesuai dengan habitat asli
dari dugong yaitu padang lamun yang memiliki substrat pasir. Pasir silika juga
berfungsi penyaring (filter) yang dapat mengikat kotoran-kotoran yang berada di dalam akuarium. Menurut Setiawati (2008), penggunaan pasir sebagai filter
cukup efektif untuk menjaga sistem lingkungan buatan dari bakteri yang
merugikan bagi biota.
Menurut Ningrum (2010), pada bagian bawah akuarium terdapat pipa-pipa
berukuran 2 inchi yang berfungsi sebagai output air akuarium. Pipa-pipa tersebut
dilapisi jaring dengan mesh size 0,5 mikron. Jaring tersebut berfungsi agar pasir dan kotoran tidak tersedot ke dalam pipa yang akhirnya menyebabkan
tersumbatnya aliran air.
Air yang digunakan di akuarium berasal dari Teluk Jakarta yang diambil
menggunakan pipa bawah tanah sejauh 10 km dari tepi pantai. Air tersebut
kemudian diproses terlebih dahulu untuk menghilangkan berbagai macam kotoran
dan disesuaikan dengan standar lingkungan dari biota tersebut. Kualitas air
akuarium selalu dijaga oleh petugas. Hal tersebut dapat dilihat dari pengukuran
(42)
20
SWI memiliki seekor mamalia laut dari jenis Dugong dugon (Muller, 1776). Dugong ini berjenis kelamin betina dan diberi nama dugong. Menurut
petugas kurator SWI, saat ini dugong tersebut berumur sekitar 8 tahun dan
memiliki panjang tubuh 218 cm serta berat 169 kg. Dugong tersebut ditemukan
pada tahun 2007 di perairan Buton, Sulawesi. Dugong tidak sengaja tersangkut
pada jaring nelayan yang sedang melakukan operasi penangkapan ikan. Dugong
tersebut diselamatkan dan dirawat oleh warga setempat untuk sementara, sampai
akhirnya dibawa ke SWI.
4.2 Tingkah Laku Dugong
Hasil pengamatan awal menunjukkan pola tingkah laku harian dan definisi
tingkah laku dugong. Pola tingkah laku harian dugong yang didapatkan
ditampilkan dalam bentuk tabel (Lampiran 4), sedangkan definisi tingkah laku
ditampilkan dalam bentuk ethogram (Lampiran 5).
Berdasarkan hasil pengamatan awal, diambil keputusan untuk waktu untuk
pengambilan data utama dilakukan pada dua waktu. Waktu pertama dilakukan
pada jam 18:30-21:00 WIB untuk mewakili waktu malam dan kedua pada jam
06:00-09:00 WIB untuk mewakili waktu pagi dan siang. Waktu-waktu tersebut
dipilih karena pada saat itu dugong melakukan tingkah laku yang dapat mewakili
tingkah laku selama satu hari.
Pengamatan tingkah laku pagi hari dilakukan selama 7 hari pengamatan,
namun yang berhasil dianalisis hanya 6 hari pengamatan, yaitu 19, 26-27 Februari
dan 4, 11-12 Maret 2010. Tiap hari pengamatan dilakukan 4 kali ulangan
pengamatan dengan pola pengambilan data-istirahat bergilir setiap 15 menit.
(43)
21
tingkah laku. Hasil tersebut kemudian dibuat persentase penggunaan waktu untuk
melakukan tiap tingkah laku dugong terhadap keseluruhan waktu pengamatan.
Persentase penggunaan waktu tingkah laku dugong dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Persentase Penggunaan Waktu oleh Dugong Berdasarkan Tingkah Laku yang Ditunjukkan pada Pagi Hari (dalam %)
Tanggal
Tingkah Laku
I Md Mp FI FJ FMp FDMp DMp DJ J M B 19-Feb-10 75,26 - 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 23,89 0,00 0,85 26-Feb-10 59,17 - 3,33 0,19 0,17 0,00 0,00 0,00 0,00 31,11 5,83 0,19 27-Feb-10 43,36 - 30,72 0,00 0,00 0,25 0,28 2,36 0,19 22,67 0,00 0,17 4-Mar-10 50,28 - 9,42 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 38,22 1,86 0,22 11-Mar-10 38,22 - 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 61,64 0,00 0,14 12-Mar-10 36,89 - 0,00 0,22 0,22 0,00 0,00 0,00 0,00 48,86 13,39 0,42
(Keterangan : B= Bernapas, M=Menggaruk, J=Jelajah, DJ= Defekasi-Jelajah, DMp=Defekasi-Makan permukaan, FDMp=Flatus-Defekasi-DMp=Defekasi-Makan permukaan, FMp=Flatus-DMp=Defekasi-Makan permukaan, FJ= Flatus-Jelajah, FI=Flatus-Istirahat, Mp=Makan Permukaan, Md= Makan Dasar, I=Istirahat)
Tabel 4 menunjukkan pada pagi hari dugong melakukan semua tingkah
laku. Namun, kegiatan makan hanya dilakukan di permukaan. Hal ini disebabkan
tidak adanya aktifitas pemberian pakan oleh petugas di pagi hari. Lamun yang
dimakan adalah lamun sisa dari lamun yang diberikan hari sebelumnya. Tingkah
laku makan permukaan terekam pada tanggal 26 Februari (3,33%), 27 Februari
(30,72%) dan 4 Maret 2010 (9,42%). Persentase tingkah laku makan permukaan
menunjukkan bahwa pada pagi hari dugong tidak terlalu aktif makan.
Tingkah laku dugong untuk bernafas ke permukaan memiliki persentase
penggunaan waktu antara 0,14-0,85%. Tingkah laku yang tidak terlalu aktif di
pagi hari dapat menghemat penggunaan udara dalam tubuh dibandingkan ketika
aktifitas dugong lebih tinggi. Untuk tingkah laku flatus dan defekasi, umumnya
(44)
22
pagi hari didapatkan tingkah laku flatus-istirahat, flatus-jelajah, flatus-makan
permukaan, flatus dan defekasi-Makan permukaan, defekasi-makan permukaan,
defekasi-jelajah. Dugong melakukan tingkah laku flatus pada tanggal 26, 27
Februari 2010 dan 12 Maret 2010 serta melakukan tingkah laku defekasi pada
tanggal 27 Februari 2010.
Pagi hari, ditemukan dugong melakukan tingkah laku menggaruk.
Dugong melakukan tingkah laku ini untuk menghilangkan bakteri ataupun
kotoran yang menempel pada tubuhnya. Tingkah laku menggaruk dilakukan pada
tanggal 26 Februari, 4 dan 12 Maret 2010. Tingkah laku istirahat dan jelajah
cukup dominan ditemukan di pagi hari. Hal ini dapat dilihat dari persentase
istirahat antara 36,89-75,26%, sementara tingkah laku jelajah antara
23,89-61,64%. Tingkah laku istirahat dominan pada tanggal 19, 26 Februari dan 4
Maret 2010. Tingkah laku jelajah dominan pada tanggal 11 dan 12 Maret 2010.
Tingkah laku istirahat yang cukup dominan di pagi hari menunjukkan bahwa
dugong tidak terlalu aktif di pagi hari, sedangkan tingkah laku jelajah dilakukan
pada saat ada penyelam membersihkan akuarium.
Dua tingkah laku yang paling dominan adalah istirahat dan jelajah. Uji
nilai tengah berpasangan dilakukan untuk melihat tipe tingkah laku yang dominan,
dan hasilnya dapat dilihat di Tabel 4. Berdasarkan hasil uji ini diketahui bahwa
dominasi tingkah laku istirahat tidak berbeda nyata dengan tingkah laku jelajah,
sehingga diketahui bahwa tingkah laku yang dominan di pagi hari adalah tingkah
(45)
23
Tabel 4. Hasil Uji Nilai Tengah Berpasangan untuk Tingkah Laku Pagi Hari
Hipotesis t-value t-tabel α P-Value Hasil H0 : I = J
HI : I ≠ J 1,15 2,015 0,05 0,302 Terima H0
Pengamatan malam hari dilakukan sebanyak 7 hari pengamatan, yaitu 19,
25-26 Februari dan 4-5, 11-12 Maret 2010. Pengambilan dan pengolahan data
tingkah laku malam hari sama dengan tingkah laku pagi hari. Persentase
penggunaan waktu tingkah laku pada malam hari dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Persentase Penggunaan Waktu oleh Dugong Berdasarkan Tingkah Laku yang Ditunjukkan pada Malam Hari (dalam %)
(Keterangan: B= Bernapas, M=Menggaruk, J=Jelajah, DMp=Defekasi-Makan permukaan, FDMp=Flatus-Defekasi-Makan permukaan, FJ= Flatus-Jelajah, FMp=Flatus-Makan permukaan, FI=Flatus-Istirahat, Mp=Makan Permukaan, Md= Makan Dasar, I=Istirahat)
Hasil pengamatan malam hari yang ditunjukkan pada Tabel 6 diketahui
bahwa terdapat satu tingkah laku yang tidak dilakukan selama pengamatan malam
hari yaitu tingkah laku menggaruk. Hal tersebut ditunjukkan dengan angka 0%
pada tiap hari pengamatan.
Tingkah laku flatus dan defekasi dilakukan berbarengan dengan tingkah
laku yang lain, yaitu defekasi dan makan permukaan, flatus-defekasi dan makan
permukaan, flatus dan jelajah, flatus dan istirahat, flatus dan makan permukaan.
Tanggal
Tingkah Laku
I Md Mp FI FMp FJ FDMp DMp J M B 19-02-10 41,06 - 33,44 0,50 0,42 0,08 0,00 0,00 24,42 0,00 0,58 25-02-10 5,61 - 65,92 1,39 1,14 0,00 0,25 13,83 12,78 0,00 0,47 26-02-10 0,00 21,44 53,03 0,47 0,61 0,00 0,00 0,00 23,03 0,00 1,42 4-03-10 19,70 22,89 23,52 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 32,15 0,00 1,74 5-03-10 4,64 14,44 68,44 0,00 0,47 0,00 0,00 0,00 11,33 0,00 1,14 11-03-10 7,94 14,33 52,31 0,06 0,31 0,00 0,00 0,00 24,31 0,00 0,75 12-03-10 5,69 20,22 49,03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 23,78 0,00 1,28
(46)
24
Dugong tidak melakukan tingkah laku flatus pada tanggal 4 dan 12 Maret 2010
dan tingkah laku defekasi hanya pada tanggal 25 Februari 2010.
Rata-rata nilai persentase terbesar pada malam hari adalah pada tingkah
laku makan permukaan (49,38%) dan jelajah (21,69 %). Uji nilai tengah
dilakukan untuk melihat tingkah laku yang lebih mendominasi. Hasil uji nilai
tengah dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Uji Nilai Tengah Berpasangan untuk Tingkah Laku Malam Hari
Hipotesis t-value t-tabel α P-Value Hasil H0 : Mp = J
HI : Mp ≠ J 3,18 1,943 0,05 0,019 Tolak H0
Berdasarkan Tabel 7, diketahui bahwa makan permukaan berbeda secara
nyata dengan jelajah dan nilai makan permukaan lebih besar dari jelajah, sehingga
tingkah laku yang lebih dominan adalah makan permukaan. Hal ini menunjukkan
bahwa dugong lebih aktif makan pada malam hari.
Tingkah laku makan dilakukan dengan dua variasi yaitu makan permukaan
dan makan dasar, variasi makan dengan disuapi oleh petugas tidak dilakukan
karena pada malam hari tidak ada petugas yang bertugas untuk menyelam dan
memberi makan. Pada tanggal 19 dan 25 Februari 2010, tidak ada tingkah laku
makan dasar karena tidak adanya penjepit lamun yang tersedia.
Pada tanggal 19 Februari dan 4 Maret 2010, persentase untuk tingkah laku
makan lebih kecil dibandingkan pada hari lain. Hal ini disebabkan pada tanggal
tersebut kesegaran lamun menurun, sehingga nafsu makan dugong pun ikut
menurun. Kesegaran lamun menurun ketika menginjak hari kedua penyimpanan
(47)
25
Tingkah laku lain yang teramati, adalah istirahat dan bernafas. Tingkah
laku istirahat memiliki antara 4-20%, kecuali pada tanggal 19 Februari 2010 yang
mencapai 41,06%. Tingkah laku mengambil nafas di permukaan antara 0,5-1,8%,
selain dengan tingkah laku bernafas untuk mendapatkan udara juga dilakukan
pengambilan nafas ketika melakukan tingkah laku makan di permukaan.
Hasil pengamatan menunjukkan dugong memiliki tujuh tingkah laku
utama, yaitu makan, bernafas, istirahat, jelajah, menggaruk, flatus dan defekasi.
Deskripsi secara lengkap dari tiap tingkah laku tersebut selama pengamatan
ditunjukkan sebagai berikut:
1. Tingkah laku makan
Tingkah laku makan merupakan kegiatan ketika dugong mengambil dan
memasukkan pakan yang diberikan ke dalam tubuhnya. Pakan yang diberikan
adalah lamun.
Lamun yang diberikan berasal dari Banten. Lamun segar diantarkan setiap
2 hari sekali ke SWI. Lamun segar disimpan di dalam sebuah kolam air asin pada
sebuah ruangan khusus. Ruangan tersebut menggunakan pengatur suhu ruangan
sehingga suhu ruangan stabil. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengurangi resiko
lamun membusuk.
Lamun yang diberikan sebagian besar terdiri dari jenis Syringodium isoetifolium, terdapat sebagian kecil terdapat lamun dari genus Cymodocea dan Halodule. Lamun yang terbanyak dikonsumsi adalah dari jenis S. isoetifolium. Hal tersebut terlihat dari hasil pembersihan sisa pakan yang diberikan. Sisa pakan
(48)
26
Pakan diberikan dalam sehari sebanyak 20 kg lamun. Lamun sebanyak 20
kg itu diberikan dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 4 kali dalam sehari.
Pola pemberian pakan pada dugong dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Pola Pemberian Pakan pada Dugong
No Waktu Pukul
(WIB) Bobot (kg) Cara Pemberian Pakan
1. Pagi 09.15 4 1 kg disuapi oleh petugas (feeding show),
3 kg di letakkan didasar akuarium
2. Siang 11.30 4 1 kg disuapi oleh petugas (feeding show),
3 kg diletakkan di dasar akuarium
3. Sore 14.30 4 1 kg disuapi oleh petugas (feeding show),
3 kg diletakkan di dasar akuarium
4. Malam 18.00 8 Diletakkan di permukaan
Tabel 7 menunjukkan pola pemberian pakan dugong yang dibagi menjadi
4 periode. Pada waktu malam, lamun yang diberikan jumlahnya lebih banyak.
Hal ini dikarenakan dugong lebih aktif pada malam hari. Lamun yang diberikan
pagi, siang dan sore seringkali tidak langsung dihabiskan tetapi dibiarkan
mengambang di permukaan air dan baru dimakan ketika malam.
Tabel 7 selain menunjukkan frekuensi pemberian pakan juga dapat dilihat
variasi pemberian pakan. Variasi pertama, disuapi oleh petugas pada pertunjukan
pemberian pakan (feeding show). Kedua, pakan yang diberikan diletakkan di dasar. Ketiga, pakan yang diberikan diletakkan di permukaan air. Variasi
pertama dan ketiga merupakan bentuk adaptasi pada lingkungan buatan,
sedangkan variasi kedua merupakan tingkah laku yang sesuai di habitat alami.
Variasi dalam pemberian pakan tersebut menyebabkan ada tiga pola
tingkah laku makan yang ditunjukkan oleh dugong. Variasi pertama berupa
(49)
27
penyesuaian dari dugong dengan lingkungan buatan dan merupakan hasil
pelatihan para petugas kurator SWI. Tingkah laku pada variasi ini diawali dengan
adanya petugas yang menyelam dengan membawa sebuah kantong berisikan
lamun. Dugong yang mengetahui hal tersebut kemudian berenang mendekati
petugas. Petugas memberikan pakan yang berada di dalam kantong secara
langsung dengan tangannya. Dugong mengambil lamun yang diberikan petugas
dan mengunyahnya sampai habis. Dugong menahan nafas ketika makan sekitar
3-5 menit, setelah itu dugong akan ke permukaan untuk mengambil nafas. Tingkah
laku makan dengan cara disuapi oleh petugas dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Tingkah Laku Makan dengan Disuapi oleh Petugas
Variasi kedua adalah tingkah laku makan dengan lamun diletakkan di
dasar. Lamun diikat dengan penjepit dan diberi pemberat, sehingga lamun
tenggelam ke dasar perairan. Variasi ini merupakan usaha penyesuaian dengan
habitat alami dugong, dimana lamun yang merupakan makanan dugong tumbuh di
dasar perairan.
Tingkah laku makan dasar dugong dimulai dengan menyelam ke dasar
akuarium yang didahului gerakan kepala menunduk ke arah dasar dan dibantu
(50)
28
oleh kedua tungkai depan. Di dasar akuarium dugong melakukan pencarian
dengan menggunakan bibir dan bulu-bulu disekitarnya untuk mendeteksi
keberadaan makanan. Posisi tubuh dari dugong adalah bagian bibir menyentuh
dasar dengan ekor diangkat dan tubuh membentuk sudut sekitar 30° dengan dasar.
Ketika memakan lamun yang di dasar, kepala dan tubuh dugong ditopang oleh
kedua tungkai depan dan ekor menyentuh dasar. Lamun diambil dengan
menggunakan gigi yang kemudian dikunyah untuk memudahkan masuk ke dalam
tenggorokan. Tingkah laku makan dengan lamun di dasar dapat dilihat pada
Gambar 7.
Gambar 7. Tingkah Laku Makan dengan Lamun di Dasar Perairan
Dugong yang merupakan hewan mamalia yang bernafas dengan paru-paru,
sehingga ketika melakukan makan di dasar harus menahan nafas dan pada waktu
tertentu akan mengambil nafas ke permukaan. Dugong dapat menahan nafas
selama 3-5 menit selama makan, kemudian akan mengambil nafas ke permukaan.
Pergerakan dugong ketika mengambil nafas ke permukaan selama melakukan
(51)
29
Gambar 8. Pergerakan Dugong di Dalam Akuarium Selama Makan Dasar (Tampak Atas)
Gambar 8(a) memperlihatkan dugong bergerak dari sumber makanan ke
arah bagian belakang akuarium dan kemudian memutari tiang yang berada di
dalam akuarium dan kemudian mendekati sumber makanan kembali. Gambar
8(b) menggambarkan dugong bergerak ke arah kiri depan akuarium yang
kemudian berputar kembali menuju sumber makanan. Gambar 8(c), dugong
bergerak ke arah kiri depan akuarium yang kemudian berputar kembali ke arah
sumber makanan. Gambar 8(d), dugong bergerak ke arah kanan belakang
akuarium menuju bagian tengah belakang dan kembali ke arah sumber makanan.
Gambar 8(e), dugong bergerak sedikit ke arah kanan belakang dan langsung
berputar kembali ke sumber makanan.
Secara keseluruhan diketahui dugong membuat sebuah gerakan berputar
360° searah dengan jarum jam terhadap sumber makanan. Selama proses
pergerakan ini dugong juga bergerak secara vertikal ke permukaan untuk
a b c
d e
Keterangan : Lamun di Dasar Lamun di Permukaan Arah Gerak
(52)
30
mengambil nafas dengan intensitas 2-3 kali selama melakukan pergerakan
tersebut.
Variasi ketiga adalah tingkah laku makan dengan lamun diletakkan di
permukaan perairan. Lamun diberikan dengan cara diletakkan di permukaan air.
Variasi ini merupakan adaptasi dengan lingkungan buatan. Pakan yang
mengapung di permukaan tersebut karena keterbatasan penjepit sehingga tidak
semua lamun dapat dijepit dan diletakkan di dasar ataupun lamun yang terlepas
dari penjepit kemudian mengapung di permukaan. Tingkah laku makan dengan
pakan di permukaan air diawali dengan berenang ke permukaan. Posisi kepala
menghadap ke permukaan dan tubuh didorong ke atas oleh gerakan ekor.
Makanan di permukaan diambil dengan menggunakan mulut. Lamun dikunyah di
dalam air. Setelah selesai mengunyah, dugong kembali ke permukaan untuk
mengambil makanan dan terus berlanjut sampai dugong lelah atau makanan habis.
Tingkah laku makan dengan lamun di permukaan dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Tingkah Laku Makan dengan Lamun di Permukaan Air
Berbeda dengan tingkah laku makan di dasar, ketika melakukan tingkah
laku makan di permukaan dugong tidak melakukan tingkah laku mengambil nafas
(53)
31
dugong juga sekaligus mengambil nafas dari udara bebas. Selama melakukan
tingkah laku ini, dugong juga melakukan pergerakan. Pergerakan dugong pada
tingkah laku ini dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Pergerakan Dugong di Dalam Akuarium Selama Makan Permukaan (Tampak Atas)
d e
g h i
j k
f
a b c
Keterangan : Lamun di Dasar Lamun di Permukaan Arah Gerak
(54)
32
Gambar 10(a) menunjukkan dugong bergerak menjauh dari sumber
makanan (lamun) melalui sebelah kiri akuarium, kemudian dugong bergerak ke
arah kanan dan berputar mendekati sumber makanan kembali. Pada Gambar
10(b), dugong bergerak dari bagian kiri belakang akuarium ke arah tiang dalam
akuarium dan kemudian berbelok kanan mendekati sumber makanan. Gambar
10(c), dugong bergerak menjauhi sumber makanan ke arah tiang yang kemudian
memutari tiang dan kembali ke arah sumber makanan. Gambar 10(d)
menunjukkan dugong bergerak menjauhi lamun dan memutar ke sebelah kanan
mendekati lamun kembali. Gambar 10(e), pada saat lamun di dasar habis dugong
yang masih lapar segera bergerak mendekati lamun dipermukaan dan bergerak
memutar setengah lingkaran arah kanan ke arah lamun di permukaan. Gambar
10(f), dugong bergerak ke arah kiri akuarium mendekati lamun. Gambar 10(g)
memperlihatkan pergerakan dugong dimulai dari dekat tiang dalam akuarium
memutarinya kemudian bergerak mendekati lamun. Gambar 10(h), dugong
bergerak dari tengah akuarium bergerak ke arah belakang kemudian memutar ke
arah kiri menuju lamun. Gambar 10(i), dugong bergerak dari bagian belakang
akuarium melalui tengah akuarium menuju lamun. Gambar 10(j), dugong
bergerak dari bagian belakang akuarium ke arah kiri akuarium kemudian berbelok
ke kiri menuju tengah akuarium dan berbelok lagi ke kanan menuju lamun.
Gambar 10(k), dugong bergerak dari bagian kiri akuarium ke arah tengah
kemudian memutar ke kanan menuju lamun.
Pergerakan dugong pada saat makan permukaan berbeda dengan
pergerakan selama makan di dasar. Pergerakan dugong lebih bervariasi dan
(55)
33
dugong. Pertama, dugong bergerak dengan orientasi lamun berada di sebelah
kanan dugong, ditunjukkan pada Gambar 10 (a), (b), (c), (d), (e), (g), (i), (j) dan
(k). Kedua, dugong bergerak dengan orientasi lamun berada di sebelah kiri
dugong, ditunjukkan pada Gambar 10 (f) dan (h).
Tingkah laku makan yang dominan adalah tingkah laku makan dengan
makanan yang berada di permukaan air. Hal ini disebabkan karena lamun yang
diberikan sebagian besar akan mengapung di permukaan. Pakan yang mengapung
di permukaan tersebut karena keterbatasan penjepit sehingga tidak semua lamun
dapat dijepit dan diletakkan di dasar ataupun lamun yang terlepas dari penjepit
kemudian mengapung di permukaan.
2. Bernafas
Dugong merupakan salah satu dari jenis mamalia, sehingga dugong
bernafas dengan menggunakan paru-paru. Dugong hidup di dalam air, sedangkan
paru-paru tidak dapat mengambil oksigen yang ada di dalam air. Oleh karena itu,
dibutuhkan adaptasi untuk menghadapi kondisi tersebut. Dugong harus bergerak
ke permukaan untuk bernafas. Proses tersebut dibantu oleh adanya organ hidung
yang berada bagian depan atas dari kepalanya. Hidung dilengkapi dengan
penutup sehingga ketika menyelam air tidak dapat masuk ke dalam saluran
pernafasan.
Tingkah laku ini diawali dengan pergerakan dugong ke permukaan air
dengan kepala menghadap permukaan air dan tubuh didorong oleh gerakan ekor.
Dugong mengeluarkan lubang hidung ke atas permukaan air dan membuka
(56)
34
Dugong kembali menyelam dan kembali bernafas dengan frekuensi tiap 3-5 menit
sekali. Tingkah laku bernafas di permukaan dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Tingkah Laku Bernafas
3. Istirahat
Tingkah laku istirahat adalah tingkah laku dugong melakukan kegiatan
berdiam diri di dalam akuarium. Istirahat dilakukan dalam beberapa posisi tubuh.
Pertama, meletakkan seluruh tubuh di dasar. Kedua, posisi kepala disandarkan ke
bagian dinding dan ekor di dasar. Ketiga, berdiam diri di kolom perairan.
Tingkah laku istirahat dugong dapat dilihat pada Gambar 12.
(57)
35
Tingkah laku istirahat dominan dilakukan pada siang hari sedangkan
malam hari dugong dominan melakukan aktivitas makan. Dugong termasuk
hewan yang aktif di malam hari (nokturnal), selain itu merupakan hewan yang
pemalu sehingga ketika siang hari banyak pengunjung dugong lebih banyak
berdiam diri di bagian belakang akuarium yang lebih gelap. Dugong merupakan
mamalia yang bernafas dengan paru-paru, sehingga secara berkala (3-5 menit
sekali) ketika beristirahat dugong akan ke permukaan untuk bernafas.
4. Jelajah
Jelajah adalah tingkah laku berenang dan menyelam mengelilingi kolom
akuarium. Tingkah laku ini dibantu pergerakan ekor untuk gaya dorongnya,
sedangkan pergerakan tungkai depan dan kepala membantu mengatur arah renang.
Bentuk tubuh dugong yang streamline juga memudahkan pergerakannya di dalam air. Dugong dapat berenang dengan kecepatan 8-10 km/jam (Grzimek, 1975).
Tingkah laku jelajah dapat dilihat pada Gambar 13.
(58)
36
Tingkah laku jelajah yang dilakukan dugong memiliki beberapa fungsi,
seperti untuk mengambil nafas ke permukaan saat makan di dasar, untuk mencari
makanan, untuk menjaga wilayahnya dan sebagainya. Saat berjelajah terkadang
dugong melakukan gerakan badan berputar, hal tersebut dilakukan untuk
membantu proses pencernaan.
5. Menggaruk
Tingkah laku menggaruk adalah kegiatan dari dugong yang
menggesek-gesekkan badannya ke dasar perairan ataupun dinding akuarium. Bagian yang
digesekkan didominasi bagian punggung dari dugong. Tingkah laku menggaruk
dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Tingkah Laku Menggaruk
Menurut petugas kurator, dugong melakukan tingkah laku ini untuk
membantu membersihkan tubuhnya dari jamur ataupun bakteri yang menempel di
tubuhnya. Menurut Marsh (1997), dugong menggosokkan punggungnya untuk
membersihkan dari parasit dan teritip yang menempel. Tingkah laku ini dominan
dilakukan di pagi hari. Hal ini terjadi karena kotoran dari hari sebelumnya
(59)
37
6. Flatus
Tingkah laku flatus merupakan kejadian dimana dugong mengeluarkan gas
dari anusnya. Tingkah laku flatus tidak dilakukan secara khusus, namun tingkah
laku ini dilakukan berbarengan dengan tingkah laku lain. Misal, dugong flatus
ketika beristirahat. Waktu untuk melakukan tingkah laku flatus, tergantung
banyaknya gas yang dikeluarkan. Menurut kurator, intensitas flatus menjadi
patokan dalam melihat kondisi kesehatan dugong. Jika dalam sehari dugong
flatus dengan intensitas yang tinggi (tidak disebutkan jumlahnya) maka
diindikasikan kesehatan dugong menurun. Selain flatus terus-menerus jika
dugong sakit maka dia akan banyak mengambang di permukaan. Tingkah laku
flatus dugong dapat dilihat pada Gambar 15, daerah yang dibatasi garis merah
menunjukkan gas yang dikeluarkan oleh dugong.
Gambar 15. Tingkah laku flatus
7. Defekasi (Buang Kotoran)
Sisa pencernaan yang tidak terpakai akan dibuang berupa kotoran melalui
anus. Proses pembuangan kotoran sisa pencernaan melalui anus ini disebut
defekasi. Tingkah laku defekasi serupa dengan dengan tingkah laku flatus, yaitu
(60)
38
laku ini tergantung dari banyaknya kotoran yang dikeluarkan. Jika dalam keadaan
sehat, maka dugong akan mengeluarkan kotoran berupa padatan. Jika dalam
keadaan sakit, maka dugong akan mengeluarkan kotoran berupa cairan (diare).
Tingkah laku defekasi dugong dapat dilihat pada Gambar 16, lingkaran merah
menunjukkan kotoran yang keluar dari anus dugong.
Gambar 16. Tingkah laku defekasi
4.3. Karakteristik Suara Dugong
Secaraumum, setiap hewan mengeluarkan suara untuk keberlangsungan
kehidupannya. Suara tersebut digunakan untuk mencari makan, melindungi
wilayahnya dan sebagainya. Oleh karena itu, suara yang dihasilkan sangat
berkaitan dengan tingkah laku hewan tersebut.
Dugong mengeluarkan suara dalam berbagai tingkah lakunya. Sebagian
besar suara yang dikeluarkan oleh dugong digunakan untuk berkomunikasi dan
mempertahankan wilayahnya. Menurut Anderson and Barclay (1995), Suara
dugong untuk berkomunikasi dibagi manjadi 3 yaitu: chirp, trill dan bark. Chirp memiliki kisaran frekuensi sekitar 3-18 kHz, trill dengan frekuensi lebih dari 740 Hz dalam batas 3-18 kHz dan bark dengan frekuensi 500-2.200 Hz.
(61)
39
Pada penelitian ini ditemukan enam puluh potongan suara yang telah
ditapis. Potongan-potongan suara tersebut kemudian dibuat grafik sebaran
frekuensinya dan dapat didapatkan sepuluh potongan suara dugong. Potongan
suara tersebut diklasifikasikan menjadi 5 jenis suara, yaitu chirp, bark tipe 1, bark tipe 2, trill dan snore. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Karakteristik suara yang ditemukan
No Jenis Suara Tanggal Waktu (WIB)
Frekuensi (Hz)
Intensitas (W/m2)
Durasi (ms) 1 Chirp 05-03-2010 07:56:41 3.000-7.500 0,002-0,01 520 2 Bark (tipe 1) 19-02-2010 08:20:40 1.000-1.200 0001-0,004 108 3 Bark
(tipe 2)
19-02-2010 19:44:07 550-750 0,01-0,021 50 26-02-2010 08:02:21 350-550 0,02-0,09 110
4 Trill
19-02-2010 08:12:18 250-500 0,04-0,18 84 19-02-2010 08:22:54 300-500 0,02-0,1 80 19-02-2010 08:41:34 250-500 0,02-0,09 60 19-02-2010 08:44:01 450-700 0,1-0,25 70 19-02-2010 08:46:03 450-700 0,04-0,16 60 5 Snore 26-02-2010 07:30:39 50-1400 0,002-0,009 100
1. Chirp
Suara pertama Chirp, jenis suara ini terdengar seperti kicauan burung. Sonogram dan grafik sebaran frekuensi suara ini dapat dilihat pada Gambar 17.
a. In te n si ta s (d B ) Waktu (ms)
(62)
40
b.
Gambar 17. (a) Sonogram dan (b) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Chirp
Gambar 17 (a) menunjukkan sonogram dari suara chirp yang diambil dari worksheet potongan suara di Wavelab. Intensitas suara diketahui sebesar ± 12,5 dB. Pada sonogram, bagian yang dibatasi dengan kotak merah diduga merupakan
suara yang terbentuk.
Gambar 17 (b) menunjukkan grafik sebaran frekuensi suara chirp. Grafik memperlihatkan bahwa jenis suara Chirp memiliki frekuensi 3.000-7.500 Hz, intensitas 0,002-0,01 W/m2 dan durasi 520 ms. Daerah suara chirp ditunjukkan dengan daerah yang dibatasi kotak merah. Suara-suara yang berada di bagian
bawah diduga merupakan suara latar.
Suara ini ditemukan pada tanggal 5 Maret 2010 pukul 07:56:41 WIB, pada
saat itu sedang dilakukan pembersihan akuarium harian oleh petugas yang tidak
biasa melakukan pembersihan akuarium dugong. Menurut Anderson dan Barclay
(1995), dugong mengeluarkan suara chirp untuk melindungi wilayahnya. Kejadian ditemukannya suara ini diduga merupakan upaya dugong untuk
melindungi wilayahnya dari makhluk yang dianggap asing oleh dugong (petugas
(63)
41
2. Bark (Tipe 1)
Suara selanjutnya adalah Bark (Tipe 1), suara tersebut terdengar seperti gonggongan kecil. Sonogram dan sebaran frekuensi suara ada pada Gambar 18.
a.
b.
Gambar 18. (a) Sonogram dan (b) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Bark (Tipe 1)
Gambar 18 (a) adalah gambaran sonogram dari suara bark (tipe 1). Sonogram menunjukkan bahwa suara bark (tipe 1) memiliki intensitas suara -2–3 dB. Berdasarkan grafik pada Gambar 18 (b) diketahui frekuensi suara berkisar
antara 1.000-1.200 Hz dengan intensitas 0,001-0,004 W/m2 dan durasi 108 ms.
Suara ini ditemukan pada tanggal 19 Februari 2010 pukul 08:20:40 WIB, pada
saat tersebut merupakan waktu awal pengamatan dan dugong masih beradaptasi
dengan omnidirectional hydrophone. Pada saat itu juga sedang dilakukan pembersihan akuarium oleh petugas.
In
te
n
si
ta
s
(d
B
)
(64)
42
3. Bark (Tipe 2)
Suara Bark (Tipe 2) seperti suara gonggongan yang keras. Suara ini ditemukan dua kali, yaitu pada tanggal 19 Februari 2010 (19:44:07 WIB) dan
tanggal 26 Maret 2010 (08:02:21 WIB). Gambar 19 menunjukkan sonogram dan
grafik sebaran suara untuk suara Bark (Tipe 2) tanggal 19 Februari 2010.
a.
b.
Gambar 19. (a) Sonogram dan (b) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Bark (Tipe 2) tanggal 19 Februari 2010
Sonogram pada Gambar 19 (a) menunjukkan suara Bark (tipe 2)
ditemukan pada interval intensitas ±12,5 dB. Pada grafik di Gambar 19 (b) suara
terlihat memiliki frekuensi 550-750 Hz dengan intensitas 0,001-0,0021 W/m2 dan
durasi 50 ms. Suara pada Gambar 19 (a) dan (b) ditunjukkan pada daerah yang
dibatasi kotak merah. Suara ini merupakan satu-satunya suara yang ditemukan
malam hari. Suara ini juga ditemukan pada tanggal 19 Februari 2010 yang
In
te
n
si
ta
s
(d
B
)
(65)
43
merupakan tanggal awal pengamatan dimana dugong masih beradaptasi dengan
omnidirectional hydrophone.
Sonogram dan sebaran frekuensi suara Bark (Tipe 2) yang ditemukan pada tanggal 26 Maret 2010 (08:02:21 WIB) dapat dilihat pada Gambar 20.
a.
b.
Gambar 20. (a) Sonogram dan (b) Grafik Sebaran Frekuensi Suara Bark (Tipe 2) tanggal 26 Maret 2010
Berdasarkan gambar 20 (a) diketahui bahwa suara Bark (Tipe 2) yang ditemukan pada tanggal 26 Maret 2010 (08:02:21 WIB) memiliki intensitas pada
±25 dB. Berdasarkan Gambar 20 (b), suara diketahui memiliki frekuensi 350-550
Hz, intensitas suara 0,02-0,09 W/m2 dan durasi 110 ms. Pada gambar tidak
ditemukan adanya suara latar. Suara ini ditemukan pada pagi hari pada saat ada
petugas yang menyelam untuk membersihkan akuarium.
In
te
n
si
ta
s
(d
B
)
(1)
Lampiran 2. Diagram Alir Proses Pengolahan Data
Rekaman Suara Rekaman Video
Tingkah Laku Data Tingkah
Laku Harian
Penapisan Suara (Noise dan Hiss
Reduction) Klasifikasi tingkah
laku berdasarkan waktu Deskripsi tingkah
laku dan pola harian
Pemotongan Suara
Analisis FFT
Sebaran Frekuensi
Tabel Tipe Suara Presentase
penggunaan waktu tingakah laku Ethogram dan Pola
harian tingkah laku
Karakteristik Suara Karakteristik
Tingkah laku
Keterangan : Alur Proses Hubungan Data awal Proses
Visualisasi data Hasil
(2)
(3)
Lampiran 4. Tabel Kegiatan Harian Dugong
No Waktu Kejadian Keterangan
1. 00.00 – 00.48 Makan di permukaan Makanan diberikan dari jam 18.00 sebanyak 8 kg 2. 00.48 – 02.00 Istirahat
3. 02.00 – 03.00 Makan 4. 03.00 – 05.30 Istirahat
5. 05.30 – 08.00 Istirahat, sesekali makan 6. 08.15 – 08.45 Dilakukan pembersihan
akuarium oleh perawat, dugong sering mendekati perawat atau jelajah keliling kolam.
Pembersihan dengan menggunakan penyedot kotoran. Dilakukan di dasar untuk mengambil feses dan kotoran lain. Di permukaan untuk
mengambil lamun sisa 7. 09.00 – 09.10 Makan pagi oleh petugas Disuapin (Show) 8. 09.10 – 10.00 Makan lamun yang
diletakkan di dasar.
Jumlah lamun yang diberikan 4 kg 9. 10.00 – 11.30 Makan lamun yang tersisa
dan mengapung di permukaan. Dugong
seringkali terlihat istirahat di bagian belakang.
Istirahat lebih dominan
10. 11. 30 - 11.40 Makan Siang oleh petugas Disuapin (show) 11. 11.40 – 13.30 Lamun diletakkan di dasar Jumlah lamun yang
diberikan 4 kg. Pengamat Istirahat
12. 13.30 – 14.30 Makan lamun yang tersisa dan mengapung di
permukaan. Dugong
seringkali terlihat istirahat di bagian belakang.
Istirahat lebih dominan
13. 14.30 – 14.40 Makan Sore oleh petugas Disuapin (show) 14. 14.40 – 15.00 Makan lamun yang
diletakkan di dasar.
Jumlah lamun yang diberikan 4 kg 15. 15.00 – 18.00 Makan lamun yang tersisa,
istirahat, dan jelajah
Istirahat berkurang, mulai aktif berkeliling dan makan sisa lamun. 16. 18.00 – 24.00 Makan malam Lamun sebanyak 8 kg.
lamun dijepit kemudian dilempar ke dalam akuarium.
(4)
Lampiran 5. Ethogram Tingkah Laku Dugong di Sea World Indonesia
No Tingkah Laku Definisi
1. Makan Tingkah laku makan dugong dibagi menjadi dua, yaitu tingkah laku makan di dasar dan tingkah laku makan di permukaan.
1. Tingkah laku makan di dasar dilakukan jika makanan diletakkan di dasar akuarium dengan menggunakan penjepit atau terdapat sisa-sisa makanan di dasar akuarium. Tingkah laku Dugong dimulai dengan
menyelam ke dasar akuarium dengan didahului gerakan kepala yang menunduk ke arah dasar yang dibantu dengan gaya dorong yang timbul dari gerakan mengepakkan ekor. Arah penyelaman diatur oleh kedua flipper. Di dasar akuarium Dugong melakukan pencarian dengan menggunakan bibir dan bulu-bulu disekitarnya untuk mendeteksi keberadaan makanan. Posisi tubuh dari dugong adalah bagian bibir
menyentuh dasar dengan ekor diangkat dan tubuh membentuk sudut dengan dasar. Makanan yang diletakkan di dasar dimakan oleh dugong dengan posisi tubuh, kepala dan tubuh ditopang oleh kedua flipper dan ekor menyentuh dasar. Lamun diambil dengan menggunakan gigi yang kemudian dikunyah untuk memudahkan masuk ke dalam tenggorokan. Setelah lamun ditelan maka dugong akan mengambil lamun kembali. Pada saat makan di dasar dugong harus menahan nafas, sehingga dugong akan mengambil nafas ke permukaan. Biasanya pada saat makan dugong dapat menahan nafas selama 3 – 5 menit
kemudian akan mengambil nafas ke permukaan. Pada saat mengambil nafas biasanya dilakukan dua kali dalam selang 10 detik. Tingkah laku ini terus dilakukan sampai makanan di dasar habis.
2. Tingkah laku makan di permukaan air dilakukan jika terdapat makanan di permukaan yang disebabkan lamun yang terlepas dari penjepit karena gerakan makan di dasar atau lamun yang sengaja diletakkan di permukaan. Tingkah laku diawali dengan berenang ke permukaan dengan kepala menghadap ke
permukaan dan tubuh didorong oleh gerakan mengepakkan ekor. Makanan di permukaan diambil dengan menggunakan mulut. Lamun yang telah diambil dikunyah di dalam air. Setelah selesai mengunyah, dugong kembali ke permukaan untuk mengambil makanan dan terus berlanjut sampai dugong lelah atau makanan habis.
(5)
Lampiran 5. Ethogram Tingkah Laku Dugong di Sea World Indonesia (Lanjutan)
No Tingkah Laku Definisi
3. Breathing (Membuang CO2 dan menghirup O2 di atas permukaan air)
Tingkah laku ini dilakukan untuk mengambil udara dari atas permukaan air. Tingkah laku ini diawali dengan pergerakan dugong ke permukaan air dengan kepala menghadap permukaan dan tubuh didorong oleh gerakan mengepakkan ekor. Dugong mengeluarkan lubang hidung ke atas permukaan air dan membuka penutup hidung untuk mengeluarkan CO2 dari dalam tubuh dan menghirup oksigen dari udara. Setelah melakukan breathing dugong kembali menyelam dan kembali melakukan breathing setiap 3 – 5 menit sekali.
4 Istirahat Tingkah laku ini ditandai dengan dugong berdiam diri di akuarium. Istirahat dilakukan dalam beberapa posisi tubuh. Pertama, meletakkan seluruh tubuh di dasar dan flipper depan ditekuk ke bagian dalam. Kedua, posisi kepala disandarkan ke bagian dinding dan ekor diletakkan di dasar (biasanya dilakukan di bagian belakang akuarium, karena lebih dangkal)
5. Jelajah Tingkah laku ini ditandai dengan pergerakan renang dugong mengelilingi kolom perairan akuarium. Pergerakan renang dugong mendapatkan dorong dengan mengepakkan ekor. Sedangkan arah diatur oleh flipper depan.
6. Flatus Tingkah laku ini berupa keluarnya udara dari anus. 7. Defekasi (Membuang
kotoran)
Tingkah laku ini dilakukan untuk membuang fese melalui anus. Tingkah laku ini dapat diawali dengan keluarnya gelembung udara dari anus (flatus) yang kemudian diikuti dengan keluarnya feses dari anus. Feses ini berbentuk silinder dengan warna hijau kecoklatan. Feses yang telah keluar dari anus akan tenggelam ke dasar perarian secara perlahan. Jika dugong sakit maka intensitas flatus meningkat dengan feses berbentuk cair dan mengambang di permukaan.
(6)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bekasi, pada tanggal 13 Juni 1988 dari pasangan H. Daelami dan Hj. Umi Hartini. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan formal ditempuh di SDN Bekasi Tugu I Bekasi Timur (2000), SLTPN 1 Bekasi (2003), dan SMA KORPRI Bekasi (2006).
Pada tahun 2006, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan pada tahun kedua (2007) penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis berkesempatan menjadi Asisten Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam (2009/2010 dan semester ganjil 2010/2011), Biologi Laut (2009/2010), Asisten pembantu Mata kuliah Teknik Deteksi Bawah Air materi Bioakustik (2010). Penulis pernah mengikuti Sertifikasi A1 Selam Internasional (International One star Scuba Diver), Fisheries Diving Club (FDC-IPB) (2010); Marine Science and Technology Training Course (MST), ITK IPB-DAAD (2011). Penulis memiliki pengalaman bekerja sebagai penulis tidak tetap pada rubrik “Bahari Pedia” Koran Dinding Duta Bahari (2011). Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Tingkah Laku dan
Karakteristik Suara Dugong dugon di Sea World Indonesia, Taman Impian