total pati, amilosa dan amilopektin, kadar pati resisten, dan daya cerna pati in vitro
bubur instan diantaranya timbangan, cawan alumunium, cawan porselen, gelas piala, gelas arloji, tabung reaksi, pipet volumetri, pipet mohr, pipet mikro,
gelas ukur, labu erlenmeyer, labu kjedahl, labu lemak, buret, desikator, tanur, soxhlet, dan spektrofotometer UV-VIS. Alat yang digunakan untuk pembuatan
bubur instan yaitu plastik berukuran 5 kg. Alat yang digunakan untuk mengukur respon glukosa darah subjek yaitu Glukometer One Touch Ultra, kapas swab,
dan lanset.
Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan yang dilakukan yaitu pembuatan
pati resisten singkong, pembuatan bubur instan pati singkong dan pati resisten singkong, serta analisis komposisi zat gizi, serat pangan, total pati, amilosa dan
amilopektin, kadar pati resisten, serta daya cerna pati in vitro bubur instan. Penelitian utama yaitu pengukuran nilai indeks glikemik bubur instan.
Pembuatan Pati Resisten Singkong Modifikasi Lehnman 2003
Berbeda dengan Lehnman 2003 yang menggunakan suhu penyimpanan 4ºC selama 24 jam setelah proses menggunakan autoklaf, pada penelitian ini
suhu penyimpanan yang digunakan adalah 8ºC selama 72 jam pembuatan pati resisten 1 siklus dan suhu 4-7ºC selama 24 jam pembuatan pati resisten 3
siklus. Hal ini menyesuaikan dengan kondisi peralatan yang tersedia di laboratorium.
a. Pembuatan Pati Resisten Singkong 1 Siklus
Pembuatan pati resisten menggunakan autoclaving-cooling, yaitu perlakuan pemanasan suhu tinggi dan pendinginan. Pembuatan pati resisten
dalam penelitian ini yaitu dilakukan 1 siklus dan 3 siklus. Sampel pati disuspensikan dalam air 20 bv, kemudian dipanaskan sampai homogen dan
mengental pada suhu 70-80ºC. Selanjutnya, proses autoklaf selama 30 menit dengan suhu 121ºC, didinginkan pada suhu ruang selama 1 jam. Selanjutnya
penyimpanan pada suhu 8ºC selama 72 jam dan dikeringkan dengan drum dryer T=80ºC, 6 rpm, kemudian digiling dan diayak 60 mesh. Diagram alir proses
pembuatan pati resisten pati singkong disajikan pada Gambar 3:
Gambar 3 Pembuatan pati resisten singkong 1 siklus
b. Pembuatan Pati Resisten 3 Siklus
Sampel pati disuspensikan dalam air 20 bv, kemudian dipanaskan sampai homogen dan mengental pada suhu 70-80ºC. Selanjutnya, proses
autoklaf selama 15 menit dengan suhu 121ºC, didinginkan pada suhu ruang selama 1 jam. Penyimpanan pada suhu 4ºC selama 24 jam dan dikeringkan
dengan drum dryer T=80ºC, 6 rpm, kemudian digiling dan diayak 60 mesh. Proses pemanasan dengan autoklaf dan pendinginan pada 4ºC diulangi
sebanyak 2 kali. Setelah itu dikeringkan, digiling, dan diayak 60 mesh. Diagram alir proses pembuatan pati resisten pati singkong 3 siklus disajikan pada Gambar
4: Pati Singkong
Disuspensikan dalam air 20 bv
Dipanaskan sampai homogen dan mengental 70-80ºC
Diautoklaf selama 30 menit, suhu 121ºC
Didinginkan pada suhu ruang 1 jam
Disimpan pada suhu 8ºC selama 72 jam
Dikeringkan dengan drum dryer T=80ºC, 6 rpm
Digiling dan diayak 60 mesh
Pati resisten singkong 1 siklus
Gambar 4 Pembuatan pati resisten singkong 3 siklus
2X
Pati Singkong
Disuspensikan dalam air 20 bv
Dipanaskan sampai homogen dan mengental 70-80ºC
Diautoklaf selama 15 menit, suhu 121ºC
Didinginkan pada suhu ruang 1 jam
Disimpan pada suhu 4-7ºC selama 24 jam
Dikeringkan dengan drum dryer T=80ºC, 6 rpm
Digiling dan diayak 60 mesh
Pati resisten singkong 3 siklus
Pembuatan Bubur Instan
Formulasi bahan bubur instan mengacu pada penelitian Anggi 2011, yang dilakukan dengan cara trial dan error. Formulasi bahan bubur instan
disajikan dalam Tabel 2: Tabel 2 Formulasi bahan dalam pembuatan bubur instan
Bahan Produk
Bubur pati
singkong Bubur
pati resisten singkong
1 siklus Bubur
formula tepung
emulsi Bubur
pati resisten singkong
3 siklus Pati singkong
tergelatinisasi g 50
Pati resisten singkong g
50 50
50 Sukralosa g
0.09 0.09
0.09 0.09
Garam g 0.4
0.4 0.4
0.4 Flavor
melon g 0.4
0.4 0.4
0.4 Tepung emulsi g
15 Total
50.9 50.9
65.9 50.9
Pembuatan bubur instan menggunakan metode dry mixing pencampuran bahan kering. Urutan pembuatan bubur instan yaitu pertama membuat bubur
pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 1 siklus yang diformulasikan dengan menambahkan tepung emulsi dari minyak
nabati, isolat protein kedelai, dan putih telur yang diperoleh dari hasil penelitian Anggi 2011, dan bubur pati resisten singkong 3 siklus. Bubur instan yang
diformulasikan dengan tepung emulsi selanjutnya disebut bubur formula tepung emulsi. Alur pembuatan bubur instan disajikan pada Gambar 5,6,7, dan 8 berikut
ini:
Gambar 5 Pembuatan bubur pati singkong
Pemilihan sukralosa sebagai bahan pemanis dengan pertimbangan bahwa sukralosa merupakan jenis pemanis rendah kalori yang beredar
dipasaran. Sukralosa menghasilkan 600 kali kemanisan dari pada gula biasa sukrosa tanpa mengakibatkan dampak peningkatan kalori. Menurut FDA
penggunaan sukralosa aman bagi manusia baik pada anak anak maupun pada ibu hamil American Diabetes Association 2008 dalam Kusumah 2008. Flavor
Gambar 6 Pembuatan bubur pati resisten singkong 1 siklus
Gambar 7 Pembuatan bubur formula tepung emulsi
Gambar 8 Pembuatan bubur pati resisten singkong 3 siklus
Pati singkong
Dikeringkan dengan drum dryer T=80ºC, 6 rpm
Digelatinisasi T= 80 ºC
Pati tergelatinisasi Ditambah sukralosa, garam, flavor
melon Dry mixing
Bubur pati singkong Digiling dan diayak 60 mesh
Pati resisten singkong 1 siklus Ditambah sukralosa, garam,
flavor melon Dry mixing
Bubur pati resisten singkong 1 siklus
Pati resisten singkong 1 siklus Ditambah sukralosa, garam,
flavor melon, dan tepung emulsi
Dry mixing Bubur formula tepung emulsi
Pati resisten singkong 3 siklus Ditambah sukralosa, garam, dan
flavor melon
Dry mixing Bubur pati resisten singkong 3
siklus
yang digunakan adalah essence melon dengan pertimbangan bahwa penambahan rasa buah akan disukai konsumen. Penambahan tepung emulsi
yang terdiri dari putih telur, minyak nabati, dan isolat protein kedelai dimaksudkan untuk meningkatkan kandungan gizi dari bubur instan. Hasil uji organoleptik yang
dilakukan Anggi 2011, menunjukkan bahwa penambahan flavor melon disukai panelis.
Pembuatan bubur instan pati singkong dimulai dengan pembuatan pati tergelatinisasi sebagai bahan dasar bubur, kemudian pati yang sudah
tergelatinisasi ini dikeringkan menggunakan drum dryer sehingga membentuk lempengan-lempengan tipis. Pati tergelatinisasi tersebut kemudian digiling
sehingga membentuk serbuk yang siap dicampurkan dengan bahan-bahan tambahan lain. Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan bubur instan
ini adalah sukralosa, garam, dan flavor melon. Pembuatan bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan bubur formula
tepung emulsi langsung mencampurkan pati resistennya dengan bahan tambahannya karena pati resisten telah mengalami gelatinisasi sehingga sudah
matang.
Analisis Komposisi Zat Gizi Bubur Instan
Analisis komposisi zat gizi bubur instan terdiri ari kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat by difference AOAC 1995, identifikasi amilosa dan
amilopektin Faridah et al. 2010, serta total pati metode Luff Schoorl Muchtadi et al
. 1992. Selain itu, dilakukan juga analisis kadar pati resisten Kim et al. 2003, analisis kadar serat pangan metode enzimatis, dan daya cerna pati secara
in vitro Muchtadi et al. 1992. Bubur instan yang dianalisis dalam bentuk bubur
instan bubuk yang belum diseduh. Prosedur analisis berikut ini terdapat dalam Lampiran 4.
Pengukuran Indeks Glikemik Bubur Instan
Pengukuran indeks glikemik bubur instan dilakukan dalam beberapa tahap yaitu perekrutan dan pemilihan subjek penelitian tes kesehatan berupa tes
glukosa oral, pemberian pangan acuan berupa glukosa murni 50 gram kemudian bubur instan kepada subjek, serta pengambilan sampel darah subjek
untuk diukur kadar glukosanya. Perekrutan dan pemilihan subjek diawali dengan sosialisasi kepada
beberapa mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat IPB. Selanjutnya, dilakukan wawancara menggunakan kuesioner, pengukuran berat badan, tinggi badan,
tekanan darah, dan denyut nadi yang dilakukan di Poliklinik Gizi Departemen Gizi Masyarakat IPB. Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh
subjek, diantaranya, subjek berumur 18-30 tahun, subjek tidak memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus, tidak sedang mangalami gangguan pencernaan, tidak
menggunakan obat-obat terlarang, tidak mengonsumsi alkohol, tidak memiliki riwayat hipertensi, dan tidak sedang mengalami hipertensi. Secara umum, subjek
tidak sedang mengalami tekanan psikologis. Tingkat aktivitas fisik adalah sedang dan dalam keadaan sehat. Indeks massa tubuh subjek harus normal 18.5
–22.9 kgm
2
sesuai dengan standar orang Asia WHO 2000
.
Subjek yang memenuhi kriteria tersebut kemudian mengikuti tes kesehatan berupa tes glukosa oral untuk meyakinkan bahwa subjek benar-benar
tidak memiliki resiko terkena diabetes mellitus. Tes glukosa oral yang dilakukan yaitu mengukur kadar glukosa darah puasa dan glukosa darah 2 jam
postprandial , setelah mengonsumsi glukosa murni sebanyak 75 gram. Subjek
yang sudah memenuhi semua kriteria tersebut kemudian mengisi surat pernyataan kesediaan dan dilengkapi dengan persetujuan setelah penjelasan
PSP dan informed consent. Penelitian ini dilaksanakan setelah memperoleh izin dari Komisi Etik Penelitian Biomedis Manusia, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia di Jakarta, Ethical Clearance Nomor KE.01.04EC1532011 tanggal 11 April 2011.
Prosedur penentuan nilai indeks glikemik bubur instan mengacu pada Miller et al. 1996 dalam Rimbawan dan Siagian 2004. Berikut ini adalah
langkah-langkah penentuan nilai indeks glikemik bubur instan: a. Pangan acuan berupa glukosa murni sebanyak 50 gram yang dilarutkan
dalam air mineral ± 240 ml diberikan kepada subjek 5 orang laki-laki dan 5 orang perempuan yang telah menjalani puasa penuh overnight fasting,
kecuali air. Pangan acuan ini diberikan pada minggu pertama pengujian. b. Pangan uji berupa bubur instan setara dengan 50 gram available
carbohydrate diberikan kepada subjek pada waktu yang berlainan satu
minggu kemudian. Bubur instan yang diberikan kepada subjek diseduh dengan menggunakan air mineral ± 240 ml dan ditambah ± 20 ml air hangat.
c. Selama dua jam pasca pemberian, sampel darah 50 mikroliter finger-prick cappilarry blood samples method
diambil pada menit ke-0 sebelum pemberian, dan setiap 15 menit pada satu jam pertama serta setiap 30 menit
pada satu jam kedua setelah pemberian glukosa murni atau pangan uji bubur instan.
d. Kadar glukosa darah pada setiap waktu pengambilan sampel ditebarkan pada dua sumbu, yaitu sumbu waktu dan kadar glukosa darah.
e. Indeks glikemik bubur instan ditentukan dengan cara membandingkan luas daerah di bawah kurva antara pangan uji bubur instan dengan pangan
acuan glukosa murni. Kadar glukosa darah pada setiap pengambilan sampel, baik untuk
pangan uji maupun pangan acuan ditebarkan pada dua sumbu, yaitu sumbu x waktu dan sumbu y kadar glukosa darah. Indeks glikemik ditentukan dengan
membandingkan luas daerah di bawah kurva antara pangan yang diukur indeks glikemiknya dengan pangan acuan 2 jam postprandial. Luas daerah di bawah
kurva Area Under CurveAUC dihitung dengan bantuan perangkat lunak Micrososft Excell.
Analisis Data
Data yang diperoleh diolah secara deskriptif, ditabulasikan dan disajikan dalam bentuk rata-rata. Uji beda nilai indeks glikemik dari keempat pangan uji
menggunakan uji sidik ragam One Way ANOVA. Pengolahan data ini dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Microsoft Excell dan SPSS 16 for Windows.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Pati Resisten Singkong
Bahan baku pati singkong yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati singkong komersial merk X yang diperoleh dari salah satu toko yang ada di
Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Kandungan total pati pada pati singkong yang digunakan yaitu 91.15 bk Anggi 2011. Berikut ini adalah
komposisi zat gizi pati singkong yang digunakan: Tabel 3 Komposisi zat gizi pati singkong komersial merk X
Komposisi zat gizi Pati singkong merk X
bb bk
Kadar air 15.05
- Kadar abu
0.25 0.30
Kadar lemak 0.62
0.73 Kadar protein
0.29 0.34
Karbohidrat by difference 83.78
98.63 Sumber: Anggi 2011
Kadar air pati singkong yang digunakan telah sesuai dengan SNI 01-3451-1994 yang menyebutkan bahwa kadar air maksimal pati singkong adalah 15 baik
untuk mutu 1, mutu 2, maupun mutu 3. Kadar abu pati singkong juga memenuhi standar SNI 01-3451-1994, yaitu maksimal 0.6.
Pembuatan pati singkong menjadi pati resisten dalam penelitian ini menggunakan perlakuan fisik, yaitu menggunakan metode autoclaving-cooling
pemanasan dan pendinginan, sehingga pati resisten yang dihasilkan adalah pati resisten tipe 3. Pembuatan pati resisten singkong yang dilakukan yaitu 1
siklus dan 3 siklus. Tahap pertama yang dilakukan pada proses pembuatan pati singkong menjadi pati resisten singkong yaitu membuat suspensi pati, dengan
penambahan air 20 bv. Suspensi pati kemudian dipanaskan pada suhu 70- 80ºC dengan pengadukan konstan sampai homogen dan mengental. Tujuan dari
pemanasan ini yaitu untuk mencapai pasta pati yang homogen. Waktu yang diperlukan untuk mencapai pasta pati yang homogen dalam penelitian ini adalah
9 menit. Selama pemanasan suspensi pati mengalami peningkatan viskositas, selain itu juga terjadi perubahan warna menjadi putih keruh. Hal ini menunjukkan
telah terjadi tahap awal gelatinisasi pada perlakuan. Pati yang sudah dipanaskan kemudian digelatinisasi pada suhu tinggi
yaitu suhu 121ºC selama 30 menit dengan menggunakan autoklaf. Tujuan gelatinisasi adalah memecahkan granula pati sehingga amilosa keluar. Hasil dari
proses autoklaf yaitu pati berwarna jernih. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Winarno 1992, apabila suspensi pati dalam air dipanaskan beberapa perubahan selama terjadinya proses gelatinisasi yaitu perubahan suspensi pati
yang keruh seperti susu menjadi jernih pada suhu tertentu pada beberapa pati tertentu.
Pati yang telah digelatinisasi kemudian didinginkan terlebih dahulu pada suhu ruang agar panas dari pati dapat menguap. Pati yang telah mencapai suhu
ruang didinginkan pada suhu 8ºC selama 72 jam sehingga terjadi retrogradasi. Waktu pendinginan sampai 72 jam pada proses pembuatan pati resisten 1 siklus
dimaksudkan agar proses retrogradasi yang terjadi lebih sempurna. Setelah didinginkan kemudian pati dikeringkan menggunakan drum dryer dengan suhu
pemanasan 80ºC. Pati yang telah di drum dryer berbentuk lempengan- lempengan tipis. Lempengan-lempengan tipis ini kemudian digiling dan diayak
sehingga membentuk serbuk pati. Pati resisten singkong perlakuan 1 siklus yang diperoleh yaitu 3.12 kg dari
bahan pati singkong awal sebanyak 4 kg. Berdasarkan hasil tersebut dapat dihitung rendemennya. Rendemen merupakan presentase produk terhadap
bahan baku. Rendemen pada pembuatan pati resisten singkong ini yaitu 78. Rendemen yang tinggi menunjukkan bahwa tidak banyak bahan yang terbuang
dalam proses pembuatan pati resisten ini. Proses pembuatan pati resisten singkong dalam penelitian ini tidak hanya
dilakukan 1 siklus tetapi juga dilakukan 3 siklus. Proses pembuatan pati resisten singkong 3 siklus ini dilakukan dengan maksud untuk meningkatkan kadar pati
resistennya. Menurut Sajilata et al. 2006, peningkatan kadar pati resisten dapat dilakukan dengan menggunakan pengulangan siklus. Hasil penelitian
Sugiyono et al. 2009, pengulangan siklus sebanyak 4 kali 5 siklus pada pembuatan pati resisten pati garut dapat meningkatkan kadar pati resisten
mencapai 3 kali lipatnya. Proses pembuatan pati resisten 3 siklus prosedurnya hampir sama
dengan proses pembuatan pati resisten dengan 1 siklus. Ada beberapa perbedaan perlakuan pada pembuatan pati resisten dengan tiga siklus, yaitu
waktu pemanasan yang lebih singkat 15 menit dan lama pendinginan selama 24 jam. Pemanasan menggunakan autoklaf dan pendinginan pada proses
pembuatan pati resisten singkong 3 siklus ini diulang sebanyak dua kali. Penyimpanan pati pada saat didinginkan dibuat berlapis-lapis menggunakan
nampan menjadi 4 lapisan. Tujuan dari perlakuan ini adalah untuk mencapai
suhu 4ºC pada pati, kondisi ini dibuat agar proses retrogradasi pati berjalan dengan sempurna. Perlakuan lain supaya mencapai suhu 4ºC yaitu dengan
menyimpan batu es disekitar sampel pati yang didinginkan. Namun, suhu yang mencapai 4ºC hanya pada pati lapisan atas. Suhu pati lapisan kedua, ketiga, dan
keempat hanya mencapai 6.4ºC, 7.8ºC, dan 7.8ºC. Sama halnya dengan pembuatan pati resisten singkong 1 siklus, setelah didinginkan pati dikeringkan
menggunakan drum dryer, kemudian digiling dan diayak. Pati resisten singkong 3 siklus yang diperoleh yaitu sebanyak 1.32 kg dari
bahan pati singkong sebanyak 2 kg. Rendemen pada pembuatan pati resisten singkong 3 siklus ini yaitu 66. Rendemen pada pembuatan pati resisten
singkong 3 siklus ini lebih rendah dibandingkan dengan rendemen pada pembuatan pati resisten singkong 1 siklus. Hal ini menunjukkan bahwa lebih
banyak bahan yang terbuang dalam proses pembuatan pati resisten singkong 3 siklus. Banyaknya bahan yang terbuang ini diduga disebabkan karena adanya
pengulangan pada proses pemanasan dan pendinginan yang menyebabkan pati singkong tersebut menempel pada wadah sehingga banyak pati yang terbuang.
Menurut Sajilata et al. 2006, selama proses retrogradasi, molekul pati kembali membentuk struktur kompak yang distabilkan dengan adanya ikatan
hidrogen. Selama proses pendinginan setelah autoclaving, sebagian fragmen yang terlarut akan membentuk lapisan kaku dan kuat pada permukaan granula.
Perubahan struktur yang terjadi pada saat pendinginan disebabkan terbentuknya ikatan hidrogen antara amilosa-amilosa, amilosa-amilopektin, amilopektin-
amilopektin, dan pembentukan gel yang keras menyebabkan granula pati tahan terhadap panas dan resisten terhadap enzim pencernaan.
Komposisi Zat Gizi Bubur Instan
Menurut Rimbawan dan Siagian 2004, proses pengolahan dapat mengubah struktur dan komposisi zat gizi penyusun pangan. Menurut Vosloo
2005, komposisi zat gizi dalam makanan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi respon glukosa darah. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
dilakukan analisis komposisi zat gizi kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar abu, kadar karbohidrat by difference. Selain itu, dilakukan analisis kadar serat
pangan, total pati, amilosa dan amilopektin, kadar pati resisten, dan daya cerna pati in vitro.
Produk bubur instan yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu bubur pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten 3 siklus, serta
bubur pati resisten 1 siklus yang ditambah dengan tepung emulsi untuk meningkatkan citarasa yang diadopsi dari hasil penelitian Anggi 2011 yang
selanjutnya disebut bubur formula tepung emulsi. Hasil analisis komposisi zat gizi bubur instan pada bubur pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus,
bubur pati resisten singkong 3 siklus, serta bubur formula tepung emulsi disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil analisis komposisi zat gizi dan serat pangan bubur instan pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten
singkong 3 siklus, dan bubur formula tepung emulsi
Bubur pati singkong
Bubur pati resisten
singkong 1 siklus
Bubur pati resisten singkong
3 siklus Bubur formula
tepung emulsi bb
bk bb
bk bb
bk bb
bk Air
9.64 -
9.09 -
6.97 -
8.03 -
Abu 1.42
1.57 1.06
1.16 0.74
0.79 1.82
1.98 Lemak
0.85 0.94
1.66 1.83
1.93 2.08
2.15 2.34
Protein 0.22
0.24 0.45
0.50 0.52
0.56 16.05
17.45 Karbohidrat
by difference 87.87
97.25 88.59
97.44 89.83
96.57 74.09
80.57 Total
serat pangan
1.05 1.17
4.01 4.42
6.99 7.50
3.83 3.22
Keterangan: bb basis basah, bk basis kering
Kadar Air
Hasil analisis kadar air produk bubur instan disajikan pada Gambar 9 berikut ini:
Gambar 9 Kadar air bk bubur instan pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan bubur formula tepung emulsi
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Bubur pati singkong
Bubur pati resisten
singkong 1 siklus
Bubur pati resisten
singkong 3 siklus
Bubur formula tepung emulsi
9.64 9.09
6.97 8.03
Ka d
a r
a ir
b k
Produk
Kadar Air
Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa bubur instan yang berbahan dasar pati resisten singkong memiliki kadar air lebih rendah apabila dibandingkan
dengan bubur pati singkong. Hal ini berkaitan dengan bahan pati yang digunakan. Hasil penelitian Anggi 2011 menunjukkan bahwa kadar air pati
singkong lebih tinggi dibandingkan dengan pati resisten singkong. Kadar air pati singkong yaitu 15.05 bk sedangkan kadar air pati resisten singkong 1 siklus
dan 3 siklus yaitu 7.46 bk dan 7.62 bk. Kandungan air pati resisten singkong lebih rendah dibandingkan dengan
pati singkong diduga terjadi karena pati resisten singkong telah mengalami pemanasan suhu tinggi pada saat pengeringan dengan menggunakan drum
dryer, suhu pengeringan mencapai 80ºC. Proses pemanasan pada suhu tinggi
menyebabkan proses penguapan pada pati resisten sehingga kadar airnya dapat berkurang. Selain itu, pada proses pembuatan pati resisten, sebelum dikeringkan
dengan drum dryer, pati resisten yang sudah mengalami pendinginan disimpan terlebih dahulu pada suhu ruang sehingga mengalami sineresis, yaitu keluarnya
air dari gel pati. Proses ini diduga dapat mengurangi kadar air pada pati resisten sehingga kadar airnya lebih rendah.
Kadar air yang paling rendah yaitu pada bubur pati resisten singkong 3 siklus. Rendahnya kadar air pada bubur pati resisten singkong 3 siklus diduga
berkaitan dengan proses pemanasan dengan suhu tinggi 121ºC pada pembuatan pati resisten singkong yang dilakukan secara berulang 2 kali.
Proses pemanasan ini diduga mempengaruhi kadar airnya. Proses pemanasan berulang pada pembuatan pati resisten menyebabkan penguapan air sehingga
kadar airnya bisa berkurang. Kadar Abu
Menurut Sudarmadji 2003, abu merupakan zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu ada hubungannya
dengan mineral suatu bahan. Kandungan dan komposisi abu atau mineral pada bahan pangan tergantung dari jenis bahan dan cara pengabuannya. Hasil
analisis kadar abu pada produk bubur instan disajikan pada Gambar 10. Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa kadar abu pada bubur
pati resisten singkong 3 siklus paling tinggi dibandingkan dengan bubur instan lainnya. Tingginya kadar abu pada suatu produk pangan mengindikasikan
banyaknya zat anorganik atau mineral dalam bahan pangan tersebut.
Gambar 10 Kadar abu bk bubur instan pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan bubur formula tepung emulsi
Kadar Lemak
Hasil analisis kadar lemak bubur instan disajikan pada Gambar 11. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar lemak pada bubur formula tepung emulsi
paling tinggi dibandingkan dengan produk bubur lainnya. Tingginya kadar lemak pada bubur formula tepung emulsi ini diduga terjadi karena adanya penambahan
lemak dari tepung emulsi yang mengandung minyak nabati.
Gambar 11 Kadar lemak bk bubur instan pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan bubur formula tepung emulsi
0,2 0,4
0,6 0,8
1 1,2
1,4 1,6
1,8 2
Bubur pati singkong
Bubur pati resisten
singkong 1 siklus
Bubur pati resisten
singkong 3 siklus
Bubur formula tepung emulsi
1.57 1.16
0.79 1.98
Ka d
a r
a b
u b
k
Produk
Kadar Abu
0,5 1
1,5 2
2,5
Bubur pati singkong
Bubur pati resisten
singkong 1 siklus
Bubur pati resisten
singkong 3 siklus
Bubur formula tepung emulsi
0.94 1.83
2.08 2.34
Ka d
a r
le m
a k
b k
Produk
Kadar Lemak
Kadar Protein
Protein merupakan zat gizi sumber pembangun maupun sumber energi bagi tubuh manusia. Kandungan protein dalam bahan pangan berbeda-beda.
Hasil analisis kadar protein bubur instan disajikan pada Gambar 12 berikut ini:
Gambar 12 Kadar protein bk bubur instan pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan bubur formula tepung emulsi
Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar protein yang paling tinggi yaitu pada bubur instan formula tepung emulsi. Tingginya kandungan protein pada bubur
formula tepung emulsi ini karena pada bubur tersebut ditambahkan isolat protein kedelai. Menurut Koswara 1995, isolat protein merupakan hasil ekstraksi
protein kedelai yang paling murni karena kadar protein minimumnya sebesar 95 berdasarkan presentase bobot kering. Tingginya kadar protein pada isolat
protein kedelai dapat meningkatkan kadar protein pada bubur instan formula tepung emulsi tersebut. Selain itu, putih telur yang terdapat pada tepung emulsi
mengandung protein albumin sehingga dapat juga meningkatkan kadar protein dalam bubur instan tersebut.
Kadar protein pada bubur instan lainnya relatif lebih rendah karena tidak ditambah dengan isolat protein kedelai maupun putih telur. Secara umum, kadar
protein pada bubur instan relatif rendah karena bahan dasar bubur yaitu pati, kandungan
terbesarnya adalah
karbohidrat. Proses
pembuatan pati
tergelatinisasi maupun pembuatan pati resisten singkong yang menggunakan suhu tinggi diduga dapat merusak protein yang terkandung dalam pati sehingga
2 4
6 8
10 12
14 16
18
Bubur pati singkong
Bubur pati resisten
singkong 1 siklus
Bubur pati resisten
singkong 3 siklus
Bubur formula tepung emulsi
0.24 0.5
0.56 17.45
Ka d
a r
p ro
te in
b k
Produk
Kadar Protein
kadar protein dalam pati tergelatinisasi maupun pati resisten yang merupakan bahan dasar bubur menjadi rendah.
Kadar Karbohidrat by Difference
Kadar karbohidrat by difference merupakan kandungan karbohidrat kasar dalam suatu bahan pangan. Kadar karbohidrat by difference merupakan hasil
pengurangan dari 100 dengan kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan kadar abu sehingga kadar karbohidrat dipengaruhi oleh kandungan gizi lainnya. Berikut
ini perhitungan kadar karbohidrat by difference:
Hasil analisis karbohidrat by diffrence bubur instan disajikan dalam Gambar 13 berikut ini:
Gambar 13 Kadar karbohidrat by difference bk bubur instan pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan
bubur formula tepung emulsi
Hasil analisis kadar karbohidrat by difference bubur instan menunjukkan bahwa pada tiga jenis bubur instan yaitu bubur pati singkong, bubur pati resisten
singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus tidak jauh berbeda besarnya 97.25 bk, 97.44 bk, dan 96.57 bk. Bubur instan formula tepung
emulsi memiliki kadar karbohidrat by difference paling rendah diantara bubur instan lainnya 80.57 bk. Rendahnya kadar karbohidrat by difference pada
bubur formula tepung emulsi berkaitan dengan kandungan gizi lainnya yang terkandung dalam bubur instan tersebut. Terdapatnya zat gizi lain dapat
mempengaruhi kadar karbohidrat by difference. Bahan tambahan bubur formula
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Bubur pati singkong
Bubur pati resisten
singkong 1 siklus
Bubur pati resisten
singkong 3 siklus
Bubur formula tepung emulsi
97.25 97.44
96.57 80.57
Ka d
a r
ka rb
o h
id ra
t b
y d
if fe
re n
ce
b k
Produk
Kadar Karbohidrat by Difference
Kadar karbohidrat by diferrence= 100 - air + abu + lemak + protein
tepung emulsi yang terdiri dari isolat protein kedelai, minyak nabati, dan putih telur diduga mempengaruhi kadar karbohidrat by differencenya.
Kadar Serat Pangan Bubur Instan
Serat merupakan zat non gizi yang berguna untuk diet dietary fiber. Para ahli mengelompokkan serat makanan sebagai salah satu jenis polisakarida
yang lebih lazim disebut karbohidrat kompleks. Karbohidrat ini terbentuk dari beberapa gugusan gula sederhana yang bergabung menjadi satu membentuk
rantai kimia panjang. Akibatnya rantai kimia tersebut sangat sukar dicerna oleh enzim pencernaan Soelistijani 2002. Serat pangan dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu serat pangan larut soluble dietary fiber dan serat pangan tidak larut insoluble dietary fiber. Menurut Muchtadi 2001, soluble dietary fiber
merupakan serat pangan yang dapat larut dalam air hangat atau panas. Sebagian hemiselulosa larut yang terdapat dalam dinding sel tanaman
merupakan sumber soluble dietary fiber SDF. Insoluble dietary fiber IDF merupakan sebagian pangan yang tidak larut baik dalam air panas maupun air
dingin. Hasil analisis serat pangan produk bubur instan disajikan pada Gambar
14 dibawah ini:
Gambar 14 Kadar serat pangan bk bubur instan pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan bubur formula tepung emulsi
0,5 1
1,5 2
2,5 3
3,5 4
4,5
Bubur pati singkong
Bubur pati resisten
singkong 1 siklus
Bubur pati resisten
singkong 3 siklus
Bubur formula
tepung emulsi
0.64 2.61
4.09 3.22
0.52 1.8
3.41
0.95 Ka
d a
r se
ra t
p a
n g
a n
b k
Produk
Kadar Serat Pangan
IDF SDF
Kadar serat pangan total merupakan penjumlahan dari serat pangan larut dan serat pangan tidak larut. Hasil analisis kadar serat pangan menunjukkan bahwa
kadar serat pangan pada bubur pati resisten singkong 3 siklus paling tinggi diantara bubur lainnya. Tingginya kadar serat pangan pada bubur pati resisten
singkong 3 siklus berkaitan dengan proses pembuatan pati resisten yang dilakukan secara berulang. Pengulangan siklus dalam pembuatan pati resisten
dapat meningkatkan kadar pati resisten sehingga kadar serat pangan juga dapat meningkat karena pati resisten ini tergolong ke dalam serat pangan tidak larut.
Menurut AACC American Association of Cereal Chemist 2000 dalam Sajilata et al.
2006 menyebutkan bahwa pati resisten tergolong ke dalam definisi serat pangan.
Kadar Pati Resisten Bubur Instan
Hasil analisis kadar pati resisten disajikan dalam Gambar 15 berikut ini:
Gambar 15 Kadar
pati resisten
bk bubur instan pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan bubur formula tepung emulsi
Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa kadar pati resisten bubur pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3
siklus, dan bubur formula tepung emulsi yaitu 4.46 bk, 7.09 bk, 8.00 bk, dan 5.60 bk. Kadar pati resisten paling tinggi yaitu pada bubur instan yang
berbahan dasar pati resisten 3 siklus karena pada awalnya juga pati resisten singkong 3 siklus ini memiliki kadar pati resisten paling tinggi dibandingkan
dengan pati singkong maupun pati resisten singkong 1 siklus. Hal ini berkaitan dengan proses pengulangan siklus pada pembuatan pati resisten yang mampu
1 2
3 4
5 6
7 8
Bubur pati singkong
Bubur pati resisten
singkong 1 siklus
Bubur pati resisten
singkong 3 siklus
Bubur formula tepung emulsi
4.46 7.09
8 5.6
Ka d
a r
Pa ti
R e
si st
e n
b k
Produk
Kadar Pati Resisten
meningkatkan kadar pati resistennya. Hasil penelitian Anggi 2011 kadar pati resisten pada pati resisten singkong 3 siklus yaitu 10.05 bk, sedangkan kadar
pati resisten pada pati singkong dan pati resisten singkong 1 siklus yaitu 7.28 bk dan 5.59 bk.
Kadar Total Pati, Amilosa, dan Amilopektin Bubur Instan Hasil analisis kadar total pati, amilosa, dan amilopektin disajikan pada
Gambar 16 berikut ini:
Gambar 16 Kadar total pati, amilosa, amilopektin bk bubur instan pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan
bubur formula tepung emulsi
Hasil analisis total pati menunjukkan bahwa kadar total pati bubur pati singkong paling tinggi diantara bubur lainnya 85.44 bk. Bubur formula tepung
emulsi memiliki kadar total pati paling rendah 44.70 bk. Total pati ini terdiri dari amilosa dan amilopektin. Berdasarkan hasil analisis kadar amilosa pada
bubur pati resisten singkong 3 siklus paling tinggi 25.25 bk, sedangkan bubur formula tepung emulsi memiliki kadar amilosa paling rendah 11.38 bk. Secara
umum, proporsi amilopektin pada bubur instan pati singkong dan pati resisten singkong ini lebih besar dibandingkan kadar amilosanya.
10 20
30 40
50 60
70 80
90
Bubur pati singkong
Bubur pati resisten
singkong 1 siklus
Bubur pati resisten
singkong 3 siklus
Bubur formula tepung emulsi
24.8 16.48
25.25 11.38
60.64 64.49
40.71 33.32
85.44 80.97
65.96 44.7
Kadar Total Pati, Amilosa, dan Amilopektin
Kadar Amilosa bk Kadar Amilopektin bk
Total Pati bk
Daya Cerna Pati In Vitro Bubur Instan
Kadar pati resisten yang terkandung dalam makanan memiliki keterkaitan dengan daya cerna dari makanan tersebut. Menurut Sugiyono et al. 2009,
kadar pati resisten yang tinggi pada bahan pangan dapat menurunkan daya cernanya. Hasil penelitian Sugiyono et al. 2009, menunjukkan terdapat
penurunan daya cerna pati pada pati garut yang dimodifikasi dengan perlakuan 5 siklus dengan waktu pemanasan selama 15 menit dari 70.70 bk menjadi
28.35 bk. Hasil analisis daya cerna pati produk bubur instan terdapat pada Gambar 17:
Gambar 17 Daya cerna pati bk bubur instan pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan bubur formula tepung emulsi
Hasil analisis menunjukkan bahwa daya cerna pati bubur pati singkong paling tinggi dibandingkan dengan bubur lainnya. Daya cerna pati pada bubur pati
singkong yang tinggi berkaitan dengan kadar pati resisten yang relatif rendah. Daya cerna pati bubur yang berbahan dasar pati resisten singkong lebih rendah
dibandingkan dengan bubur pati singkong. Daya cerna pati yang paling rendah yaitu pada bubur pati resisten singkong 3 siklus, hal ini karena kadar pati resisten
pada bubur tersebut paling tinggi dibandingkan dengan bubur lainnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan kadar pati resisten pada pati
singkong dapat menurunkan daya cerna patinya.
72 74
76 78
80 82
84
Bubur pati singkong
Bubur pati resisten
singkong 1 siklus
Bubur pati resisten
singkong 3 siklus
Bubur formula tepung emulsi
83.76 77.94
76.63 79.32
D a
ya ce
rn a
p a
ti in
vi tro
bk
Produk
Daya Cerna Pati in vitro
Penentuan Nilai Indeks Glikemik Bubur Instan Subjek Penelitian
Penelitian ini telah memperoleh izin dari Komisi Etik Penelitian Biomedis Manusia, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia
di Jakarta pada tanggal 11 April 2011 dengan nomor KE.01.04EC1532011. Perekrutan subjek penelitian dilakukan dengan cara sosialisasi kepada beberapa
mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, IPB, kemudian dilakukan wawancara mengenai riwayat kesehatan individu maupun keluarganya. Calon subjek
penelitian diukur berat badan, tinggi badan, tekanan darah, dan denyut nadinya pada saat wawancara. Setelah wawancara, mahasiswa memperoleh penjelasan
mengenai penelitian yang akan dilakukan. Selanjutnya, beberapa mahasiswa yang bersedia menjadi calon subjek menandatangani inform consent tanpa ada
paksaan. Subjek penelitian juga berhak untuk berhenti mengikuti kegiatan penelitian ini apabila subjek merasa dirugikan.
Sebanyak 13 mahasiswa yang memenuhi persyaratan sebagai subjek penelitian kemudian menjalani tes kesehatan, berupa tes glukosa oral, yaitu
pengukuran kadar glukosa darah puasa dan kadar glukosa darah dua jam postprandial
. Pada tes glukosa oral ini subjek terlebih dahulu menjalani puasa minimal 10 jam kemudian dilakukan pengukuran kadar glukosa darah puasa dan
postprandial setelah mengonsumsi glukosa murni sebanyak 75 gram. Menurut
Medeiros 2000, kadar glukosa darah puasa yang normal berkisar antara 70-110 mgdL. Menurut Mayfield 1998 dalam Rimbawan dan Siagian 2004, kadar
glukosa darah postprandial kurang dari 140 mgdL. Hasil tes menunjukkan bahwa kadar glukosa darah puasa dan postprandial calon subjek tergolong
normal. Namun, hanya sepuluh orang subjek yang menjadi subjek dalam penelitian ini.
Sebanyak sepuluh orang subjek yang diikutsertakan dalam penelitian ini, terdiri dari lima orang laki-laki dan lima orang perempuan. Menurut Brouns et al.
2005, penggunaan subjek penelitian lebih banyak itu lebih baik, namun dalam hal penelitian ini penggunaan sepuluh subjek sudah lebih baik. Pemilihan jumlah
subjek yang seimbang antara laki-laki dan perempuan dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya bias akibat jenis kelamin. Subjek terpilih
dalam penelitian ini kemudian mendapatkan intervensi makanan yang berupa pangan acuan maupun pangan uji. Jarak pemberian pangan acuan dan pangan
uji yaitu satu minggu, hal ini dilakukan untuk proses pemulihan kondisi subjek.
Pengambilan darah dilakukan melalui pembuluh darah kapiler yang terdapat di jari tangan. Pembuluh darah kapiler dipilih karena darah yang diambil
dari pembuluh kapiler mempunyai variasi kadar glukosa darah antar panelis yang lebih kecil dibandingkan darah yang diambil dari pembuluh vena Ragnhild et al.
2004 dalam Margareth 2006. Sensitivitas pengukuran dengan menggunakan darah kapiler lebih besar dan konsisten, sehingga direkomendasikan pengukuran
kadar glukosa darah pada pembuluh darah kapiler Brouns et al. 2005.
Pangan Acuan dan Pangan Uji
Nilai indeks glikemik pangan merupakan hasil dari perbandingan luas kurva pangan uji terhadap luas kurva pangan acuan. Oleh karena itu, dalam
penelitian penentuan nilai indeks glikemik pangan memerlukan pangan acuan sebagai pembandingnya. Pangan acuan yang umum digunakan adalah roti putih
atau glukosa murni. Brouns et al. 2005 merekomendasikan pangan yang digunakan sebagai pangan acuan dalam penentuan nilai indeks glikemik yaitu
glukosa murni karena komposisi dari roti putih dapat berbeda-beda dari satu penelitian ke penelitian lainnya sehingga memungkinkan perbedaan hasil yang
bervariasi dari berbagai penelitian. Pangan acuan yang digunakan pada penelitian ini yaitu berupa glukosa murni D-glucose unhydrouse sebanyak 50
gram. Glukosa murni yang diberikan kepada subjek penelitian yaitu sebanyak 50 gram yang dilarutkan dalam air mineral ± 240 ml. Subjek meminum glukosa
murni dalam waktu sekitar 5-10 menit. Pangan uji yang diberikan dalam penelitian ini berupa bubur pati
singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan bubur formula tepung emulsi. Pangan uji berupa bubur instan yang
diberikan kepada subjek diseduh dengan menggunakan air mineral ± 240 ml dan ditambahkan ± 20 ml ait hangat. Subjek mengonsumsi pangan uji dalam waktu
10-20 menit. Pemberian pangan acuan berupa glukosa murni diberikan pada minggu pertama, kemudian bubur pati singkong, bubur pati resisten singkong 1
siklus, bubur formula tepung emulsi, dan bubur pati resisten singkong 3 siklus pada minggu-minggu selanjutnya. Jarak pemberian antar pangan uji masing-
masing satu minggu. Jumlah bubur pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur
pati resisten singkong 3 siklus, dan bubur formula tepung emulsi yang diberikan kepada subjek setara dengan 50 gram available karbohidrat. Menurut Syadiah
2010, pendekatan yang digunakan untuk memperoleh jumlah available
karbohidrat yaitu dengan cara: kadar karbohidrat bb – kadar total serat
pangan bb. Jumlah porsi yang diberikan kepada subjek yang setara dengan 50 gram available karbohidrat dalam penelitian ini dihitung sebagai berikut:
Jumlah porsi yang diberikan kepada subjek untuk masing-masing produk bubur disajikan dalam tabel berikut ini:
Tabel 5 Jumlah porsi bubur instan yang diberikan kepada subjek
Produk KH by
different bb
Kadar serat
total bb
KH tersedia
bb Jumlah
porsi g Bubur pati singkong
87.87 1.05
86.8 57.6
Bubur pati resisten singkong 1 siklus 88.59
4.01 84.6
59.1 Bubur pati resisten singkong 3 siklus
89.83 6.99
82.8 60.4
Bubur formula tepung emulsi 74.09
3.83 70.3
71.2 Keterangan: bb = basis basah
Jumlah porsi yang diberikan kepada subjek tidak terlalu banyak karena sebagian besar komposisi zat gizi produk bubur adalah karbohidrat.
Penghitungan Nilai Indeks Glikemik
Pengukuran kadar glukosa darah selama dua jam pada subjek merupakan tahapan dalam penentuan nilai indeks glikemik pangan. Sebelum
dilakukan pengukuran kadar glukosa darah, subjek berpuasa kecuali air putih terlebih dahulu minimal 10 jam. Tujuan puasa ini adalah untuk melihat kadar
glukosa terendah pada subjek. Subjek yang telah berpuasa penuh kemudian diukur kadar glukosa darahnya pada menit ke-0 yaitu sebelum diberi pangan
acuan maupun pangan uji. Setelah itu, subjek diukur kadar glukosa darahnya setiap 15 menit pada satu jam pertama dan setiap 30 menit pada satu jam
kedua. Hasil pengukuran kadar glukosa darah subjek kemudian ditebarkan
dalam sumbu X waktu dan sumbu Y kadar glukosa darah menggunakan Sofware Microsoft Excell
2007, kemudian diolah sehingga membentuk kurva dan diperoleh persamaan kurva. Luas kurva diperoleh dengan cara mengintegralkan
persamaan kurva tersebut. Setelah diperoleh persamaan integral kemudian dihitung luasnya dengan batas 0-120. Setelah didapat luas kurva pangan uji
kemudian dibandingkan dengan luas kurva pangan acuan sehingga diperoleh nilai indeks glikemiknya. Luas kurva pangan uji dihitung pada masing-masing
Jumlah porsi =
50 100
subjek sehingga nilai indeks glikemiknya pun berbeda-beda setiap subjek. Nilai indeks glikemik pangan diperoleh dengan merata-ratakan nilai indeks glikemik
dari masing-masing subjek. Berikut ini rumus pengukuran nilai indeks glikemik pangan uji:
Kurva respon glikemik rata-rata subjek pangan uji terhadap pangan acuan disajikan dalam gambar sebagai berikut:
Gambar 18 Kurva rata-rata respon glikemik subjek terhadap bubur pati singkon
Gambar 19 Kurva rata-rata respon glikemik subjek terhadap bubur pati resisten singkong 1 siklus
20 40
60 80
100 120
140
20 40
60 80
100 120
140 Ka
d a
r g
lu ko
sa d
a ra
h m
g d
L
Waktu menit ke-
Kurva bubur pati singkong dan glukosa
Glukosa Bubur pati singkong
20 40
60 80
100 120
140 160
20 40
60 80
100 120
140 Ka
d a
r g
lu ko
sa d
a ra
h m
g d
L
Waktu menit ke-
Kurva bubur pati resisten singkong 1 siklus dan glukosa
Glukosa Bubur pati resisten
singkong 1 siklus
IG = X 100
Gambar 20 Kurva rata-rata respon glikemik subjek terhadap bubur pati resisten singkong 3 siklus
Gambar 21 Kurva rata-rata respon glikemik subjek terhadap bubur formula tepung emulsi
Berdasarkan Gambar 18 sampai 21 diatas, diketahui bahwa rata-rata peningkatan kadar glukosa darah subjek untuk bubur pati singkong, bubur pati
resisten singkong 1 siklus, dan bubur formula tepung emulsi lebih rendah dibandingkan dengan pangan acuan berupa glukosa. Namun, berbeda dengan
kurva peningkatan kadar glukosa darah pada bubur pati resisten singkong 3
20 40
60 80
100 120
140 160
20 40
60 80
100 120
140 Ka
d a
r g
lu ko
sa d
a ra
h m
g d
L
Waktu Menit ke-
Kurva bubur pati resisten singkong 3 siklus dan glukosa
Glukosa Bubur pati resisten
singkong 3 siklus
20 40
60 80
100 120
140
20 40
60 80
100 120
140 Ka
d a
r g
lu ko
sa d
a ra
h m
g d
L
Waktu Menit ke-
Kurva bubur formula tepung emulsi dan glukosa
Glukosa Bubur formula tepung
emulsi
siklus, lebih tinggi dibandingkan dengan glukosa. Berdasarkan gambar diatas, diketahui bahwa rata-rata puncak peningkatan kadar glukosa darah yaitu pada
menit ke-15 sampai menit ke-30, setelah itu mengalami penurunan kembali.
Nilai Indeks Glikemik Bubur Instan
Nilai indeks glikemik bubur pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan bubur formula tepung emulsi
disajikan pada gambar berikut ini:
Gambar 22 Nilai indeks glikemik bubur instan pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan bubur formula tepung emulsi
Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai indeks glikemik bubur instan tersebut selisihnya tidak besar. Menurut Miller et al. 1996 dalam Rimbawan dan Siagian
2004, nilai indeks glikemik dibagi menjadi 3 kategori, yaitu IG rendah IG55, sedang IG 55-70, dan tinggi 70. Berdasarkan pengkategorian tersebut maka
semua bubur instan tergolong produk dengan nilai indeks glikemik tinggi karena nilainya 70. Nilai indeks glikemik bubur pati resisten singkong 3 siklus paling
tinggi dibandingkan dengan bubur instan lainnya. Nilai indeks glikemik bubur instan yang paling rendah yaitu pada bubur pati resisten singkong 1 siklus. Hasil
uji sidik ragam One Way ANOVA menunjukkan bahwa pengolahan pati singkong menjadi pati resisten singkong tidak mempengaruhi nilai indeks glikemiknya
p0.05. Hasil uji statistik terdapat pada Lampiran 6. Nilai indeks glikemik yang berbeda dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nilai indeks glikemik dalam
85 90
95 100
105 110
Bubur pati singkong
Bubur pati resisten
singkong 1 siklus
Bubur pati resisten
singkong 3 siklus
Bubur formula tepung emulsi
97.74 93.69
106.09
93.96
Nilai Indeks Glikemik Bubur
pangan, diantaranya adalah cara pengolahan tingkat gelatinisasi pati dan ukuran partikel, perbandingan kadar amilosa dan amilopektin, kadar gula dan
daya osmotik pangan, kadar serat pangan, kadar lemak dan protein pangan, serta zat anti gizi pangan. Proses pengolahan dapat menyebabkan nilai IG
pangan meningkat karena melalui proses pengolahan struktur pangan menjadi lebih mudah untuk dicerna dan diserap sehingga dapat mengakibatkan kadar
gula naik dengan cepat Rimbawan Siagian 2004. Ukuran partikel juga akan mempengaruhi nilai indeks glikemik pangan.
Semakin kecil ukuran partikel maka nilai indeks glikemik pangan tinggi. Ukuran partikel ini akan mempengaruhi proses gelatinisasi pati. Penumbukan dan
penggilingan biji-bijian memperkecil ukuran partikel sehingga lebih mudah menyerap air. Ukuran butiran pati yang semakin kecil mengakibatkan mudah
terdegradasi oleh enzim. Proses gelatinisasi pati menyebabkan granula pati mengembang sehingga molekul pati akan lebih mudah dicerna enzim
pencernaan pada usus karena mendapatkan tempat bekerja yang lebih luas. Hal inilah yang menyebabkan proses pemasakan atau pemanasan dapat
menyebabkan terjadinya kenaikan IG pangan Rimbawan Siagian 2004. Berdasarkan hasil analisis, bubur instan memiliki nilai indeks glikemik
yang tinggi. Hal ini diduga berkaitan dengan ukuran partikel dari pati singkong sebagai bahan utama produk bubur instan. Ukuran granula pati singkong yang
terlihat berdasarkan penelitian Anggi 2011, berkisar antara 30-50 µm, nilai ini relatif kecil. Pati merupakan bagian pangan yang memiliki ukuran partikel kecil
apabila dibandingkan dengan pangan utuhnya, sehingga kemampuan enzim untuk mencernanya semakin mudah. Oleh karena itu, produk bubur instan ini
dapat meningkatkan kadar glukosa darah dengan cepat sehingga nilai indeks glikemiknya tinggi.
Menurut Liljeberg 1992 dalam Rimbawan dan Siagian 2004, struktur pangan dapat mempengaruhi respon postprandial terhadap pangan berpati.
Butiran serealia, seperti gandum menghasilkan respon glukosa yang rendah, namun ketika biji gandum tersebut digiling respon glukosa dan insulin
postprandial mengalami peningkatan yang bermakna. Selain itu, proses
gelatinisasi pada pati yang merupakan salah satu tahapan dalam pembuatan bubur instan menyebabkan granula pati mengembang sehingga mudah dicerna
dan dapat meningkatkan kadar glukosa darah dengan cepat.
Selain ukuran partikel, kadar amilosa dan amilopektin juga mempengaruhi nilai indeks glikemikya. Amilosa dan amilopektin ini merupakan komponen yang
terdapat dalam pati. Amilosa merupakan bagian pati yang memiliki struktur lurus sedangkan amilopektin strukturnya bercabang. Perbedaan struktur ini bisa
mempengaruhi nilai indeks glikemik pangan berkaitan dengan kemampuan fraksi tersebut dipecah oleh enzim pencernaan. Amilosa yang memiliki struktur lurus
memungkinkan enzim pencernaan sulit untuk memecahnya sehingga lambat dicerna dan lambat dalam meningkatkan kadar glukosa darah. Berbeda dengan
amilosa, struktur cabang yang dimiliki amilopektin memudahkan enzim pencernaan untuk memecahnya sehingga mudah dicerna dan dapat
meningkatkan kadar glukosa darah dengan cepat. Hasil analisis kadar amilosa pada bubur instan menunjukkan bahwa proporsi terbesarnya adalah amilopektin
sehingga enzim mudah untuk mencerna dan memungkinkan produk bubur instan ini memiliki nilai indeks glikemik yang tinggi.
Komposisi zat gizi seperti kandungan lemak dan protein juga dapat mempengaruhi nilai indeks glikemik pangan. Menurut Rimbawan dan Siagian
2004, pangan yang berkadar lemak dan protein tinggi cenderung memiliki indeks glikemik rendah berkaitan dengan laju pengosongan lambung. Lemak dan
protein dicerna lebih lama dibandingkan dengan karbohidrat sehingga laju pengosongan lambungnya lambat. Menurut Wolever dan Bolognesi 1996, ada
kecenderungan bahwa protein dan lemak dalam jumlah besar mungkin mempengaruhi perbedaan respon glikemik pada pangan.
Hasil analisis kadar lemak dalam penelitian ini menunjukkan bahwa semua bubur instan memiliki kadar lemak yang relatif rendah. Hal ini sesuai
karena bahan baku produk bubur adalah pati yang komponen utamanya adalah karbohidrat. Kadar lemak produk bubur instan pada penelitian ini berkisar antara
0.94-2.34 bk. Jumlah lemak yang rendah diduga tidak berperan besar dalam memperlambat laju pengosongan lambung. Oleh karena itu, nilai indeks glikemik
pada bubur instan tergolong tinggi. Lemak dalam jumlah tinggi saja yang diduga dapat mempengaruhi respon glukosa darah. Menurut Wolever dan Bolognesi
1996, lemak dalam jumlah besar 50 gram lemak dapat menurunkan respon glukosa darah dan respon insulin. Menurut Wolever 1994 dalam Wolever dan
Bolognesi 1996 penambahan 22 gram lemak pada jagung menunda peningkatan glukosa darah, tetapi secara keseluruhan tidak memiliki efek
terhadap luas area respon glikemik.
Kadar protein pada bubur formula tepung emulsi paling tinggi dibandingkan bubur instan lainnya. Kadar protein pada bubur formula tepung
emulsi yaitu 17.45 bk. Kadar protein bubur lainnya berkisar dari 0.24-0.56 bk. Meskipun kadar protein bubur formula tepung emulsi lebih tinggi, namun selisih
nilai indeks glikemiknya tidak besar dengan bubur instan lainnya. Menurut Rimbawan dan Siagian 2004, tidak semua pangan yang memiliki kadar protein
tinggi, nilai indeks glikemiknya rendah. Oleh karena itu, kandungan protein pada bubur formula tepung emulsi tidak menyebabkan nilai indeks glikemiknya rendah.
Menurut Nuttall et al. 1994 dalam Wolever dan Bolognesi 1996, konsumsi 50 gram protein pada subjek NIIDM Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap respon glukosa. Namun, pada subjek yang normal 16 gram protein saja sudah dapat mempengaruhi respon glukosa
dan insulin Spiller et al. 1987 dalam Wolever 1996. Respon glikemik sangat bervariasi karena berbagai variasi kandungan
lemak dan protein. Studi akhir-akhir ini telah menjelaskan bahwa pengaruh protein dan lemak diabaikan. Hasil penelitian indeks glikemik pada 14 jenis
makanan dengan variasi kandungan lemak dan protein tidak menunjukkan korelasi yang berarti dengan kadar glukosa luas area dibawah kurva AUC.
Empat belas jenis makanan yang berbeda kandungan lemak 0-18.2 gram dan protein 0-17.5 gram memiliki nilai IG yang bervariasi, yaitu berkisar dari 35-100
Wolever et al. 2006 dalam Jackson 2007. Chen et al. 2010 menyatakan bahwa protein dan lemak pada makanan yang dikonsumsi pada umumnya tidak
mempengaruhi respon glikemik. Serat pangan merupakan komponen yang dapat mempengaruhi nilai
indeks glikemik pangan. Menurut Silalahi 2006, serat pangan atau dietary fiber adalah karbohidrat polisakarida dan lignin yang tidak dapat dihidrolisis dicerna
oleh enzim pencernaan manusia, dan akan sampai di usus besar kolon dalam keadaan utuh. Kandungan serat dalam pangan akan mempengaruhi nilai indeks
glikemiknya. Kandungan serat yang tinggi dapat memperlambat respon glikemik suatu bahan pangan. Menurut Nishimura et al. 1991 dalam Syadiah 2010,
serat memiliki efek hipoglikemik yang bekerja dalam lima mekanisme. Mekanisme tersebut yaitu serat dapat menunda pengosongan lambung,
memperlambat waktu transisi makanan di dalam lambung, memperlambat kecepatan difusi dari sakarida yang berada di bagian atas duodenum, serta serat
dapat menunda atau memperlambat waktu penyerapan dari monosakarida melewati mikrofili sel epitel jejunum dan bagian atas dari ileum.
Kelima mekanisme tersebut memiliki kaitan dengan nilai indeks glikemik pangan. Karena efek hipoglikemik tersebut maka diduga serat dapat lebih lambat
dalam meningkatkan kadar glukosa darah sehingga nilai indeks glikemik pangan menjadi rendah. Hasil analisis kadar serat menunjukkan bahwa kadar serat pada
bubur pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati resisten singkong 3 siklus, dan bubur formula tepung emulsi yaitu, 1.17 bk, 4.42 bk,
7.50 bk, dan 4.17 bk. Hasil analisis nilai indeks glikemik menunjukkan bahwa nilai indeks glikemik pada bubur pati resisten singkong 1 siklus dengan kadar
serat 4.42 bk lebih rendah dibandingkan bubur pati singkong, dan bubur formula tepung emulsi yang memiliki kandungan serat lebih rendah.
Namun, berbeda dengan bubur pati resisten singkong 3 siklus. Kadar serat pangan pada bubur pati resisten singkong 3 siklus lebih tinggi namun nilai
indeks glikemiknya juga paling tinggi dibandingkan dengan bubur yang lainnya. Hal ini diduga berkaitan dengan jenis pati yang terkandung di dalam bubur instan
tersebut. Menurut Berry 1986 dalam Sajilata et al. 2006, berdasarkan kemampuan dicerna oleh enzim pati diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu
RDS Rapidly Digestible Starch, SDS Slowly Digestible Starch, dan RS Resistant Starch. RS dihitung sebagai total serat dikurangi dengan
RDS+SDS. Apabila dikaitkan maka total serat merupakan penjumlahan dari RS, RDS, dan SDS. Berdasarkan perhitungan tersebut, diduga bahwa jenis pati
pada bubur instan tersebut proporsi terbesarnya jenis RDS, sehingga cepat dicerna, cepat dalam meningkatkan kadar glukosa darah dan memungkinkan
nilai indeks glikemiknya tinggi. Kecepatan RDS dicerna oleh enzim menjadi bentuk molekul glukosa dalam waktu 20 menit.
Selain faktor-faktor tersebut, pengolahan pati menjadi pati resisten mampu mempengaruhi nilai indeks glikemik pangan. Pengolahan pati menjadi
pati resisten merupakan salah satu cara untuk menurunkan nilai indeks glikemik pangan. Pati resisten ini merupakan bagian dari pati yang tidak dapat dicerna,
lambat dalam meningkatkan kadar glukosa darah sehingga nilai indeks glikemiknya rendah. Merendino dan Jibrin 2009 mendefinisikan pati resisten
sebagai sejumlah serat dan produk hasil degradasinya yang tidak dapat diserap di usus halus pada individu yang sehat. Kadar pati resisten ini memiliki
keterkaitan dengan daya cerna patinya. Menurut Sugiyono et al. 2009, pangan
yang memiliki kadar pati resisten tinggi cenderung memiliki daya cerna pati yang rendah. Hasil penelitian Sugiyono et al. 2009, menunjukkan bahwa pati
modifikasi pati resisten pati garut yang mendapatkan perlakuan 5 siklus dengan waktu pemanasan 15 menit memiliki kandungan pati resisten sebesar 12.15
bk, daya cerna patinya relatif menjadi rendah yaitu 28.35 bk. Daya cerna pati ini juga berhubungan dengan nilai indeks glikemiknya. Menurut Sugiyono et al.
2009, pangan yang memiliki daya cerna pati rendah diduga memiliki nilai indeks glikemik yang rendah.
Terdapat tiga jenis bubur instan berbahan dasar pati resisten singkong yang dianalisis nilai indeks glikemiknya dalam penelitian ini. Selain bubur pati
resisten, dibuat juga bubur instan yang berbahan dasar pati singkong, hal ini dilakukan untuk melihat apakah proses pengolahan pati singkong menjadi pati
resisten singkong dapat menurunkan nilai indeks glikemiknya. Hasil analisis nilai indeks glikemik bubur menunjukkan bahwa bubur pati singkong yang memiliki
kadar pati resisten paling rendah, nilai indeks glikemiknya paling tinggi apabila dibandingkan dengan bubur pati resisten singkong 1 siklus maupun bubur
formula tepung emulsi. Begitu juga dengan hasil analisis daya cerna patinya, daya cerna bubur
pati singkong lebih besar dibandingkan dengan bubur pati resisten singkong 1 siklus maupun bubur formula tepung emulsi. Hal ini menunjukkan bahwa
peningkatan kadar pati resisten dapat menurunkan daya cerna patinya. Namun, berbeda dengan bubur pati resisten singkong 3 siklus. Meskipun kadar pati
resistennya lebih tinggi dan daya cerna patinya lebih rendah, nilai indeks glikemik bubur pati resisten singkong 3 siklus paling tinggi dibandingkan dengan bubur
lainnya. Hasil penelitian yang mengukur hubungan antara nilai indeks glikemik
dengan kandungan pati resistennya disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 6 Hubungan antara indeks glikemik pada beberapa makanan dengan
kandungan pati resistennya
Food Glycemic index
glucose= 100 RS content
of total starch Potato
70-98 7
Corn flakes 80
4 Rice
70 1
Bread 69
1 Banana
62 76
Spaghetti 50
6 Legumes
29-40 3-15
Sumber: Bekkum HV, Roper H, Voragen F 1994
Tabel 6 menunjukkan bahwa terdapat variasi nilai indeks glikemik pangan dengan kandungan pati resisten yang berbeda. Berdasarkan hasil tersebut nilai
indeks glikemik pada legumes termasuk kategori IG rendah dengan kadar pati resisten berkisar dari 3-15. Hasil ini menunjukkan bahwa pada pangan jenis
legum dengan kadar pati resisten mencapai 15 yang memiliki nilai indeks glikemik rendah. Kentang yang mengandung kadar pati resisten 7 memiliki nilai
indeks glikemik tinggi, nilainya bervariasi dari 70-98. Apabila dikaitkan dengan hasil penelitian ini, memungkinkan nilai indeks bubur instan termasuk tinggi
karena kadar pati resisten yang terkandung berada pada kisaran 4.46-8.00 bk yang hampir mirip dengan kentang.
Pati singkong diduga memiliki karakteristik yang sama dengan pati kentang. Scoch dan Maywald 1968 dalam Noor 2008, mengelompokan pati
berdasarkan profil gelatinisasinya menjadi empat jenis, yaitu tipe A, B, C, dan D. Pati kentang dan tapioka pati singkong termasuk pati dengan profil gelatinisasi
A, dimana sifatnya memiliki kemampuan mengembang yang tinggi. Sifat pati inilah yang diduga mempengaruhi nilai indeks glikemiknya. Pati yang memiliki
kemampuan mengembang tinggi apabila digelatinisasi maka granulanya akan mengembang lebih besar sehingga molekul pati akan lebih mudah dicerna enzim
pencernaan dan cepat dalam meningkatkan kadar glukosa darah. Oleh karena itu, memungkinkan nilai indeks glikemik pada bubur tergolong tinggi.
Perbandingan amilosa dan amilopektin dapat mempengaruhi kadar pati resisten yang dihasilkan. Kadar amilosa yang lebih tinggi dapat meningkatkan
kadar pati resisten yang dihasilkan. Hasil penelitian Pratiwi 2008, menunjukkan bahwa kadar pati resisten pada Novelose 330 pati resisten tipe 3 komersial
cukup tinggi yaitu 20.80 bk, hal ini dimungkinkan terjadi karena kadar amilosa pada Novelose 330 tinggi 32.50 bk.
Berikut ini kandungan amilosa dan amilopektin beberapa pati pati garut, pati kentang, dan pati singkong:
Tabel 7 Kandungan amilosa dan amilopektin pati garut, pati kentang, dan pati singkong
Pati garut
a
Pati kentang
b
Pati singkong Tapioka
c
Kadar amilosa 29.67-31.34 bk
21.00 20.12 bk, 17.10 bb
Kadar amilopektin
55.81-69.16 bk -
71.03 bk, 60.33 bb Sumber:
a
Mariati 2001
b
Elliasson 1996 dalam Herawati 2010
c
Anggi 2011
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa kadar amilosa pati garut lebih tinggi dibandingkan dengan pati kentang maupun pati singkong. Menurut Juliano
1980 dalam Mariati 2001, kadar amilosa pada pati garut dapat digolongkan kadar amilosa tinggi high amilose. Berbeda dengan pati kentang dan pati
singkong, kadar amilosanya lebih rendah dibandingkan pati garut. Kandungan amilopektin pada pati singkong lebih besar dibandingkan amilosanya sehingga
kemungkinan untuk terjadinya pembentukan kembali ikatan yang kompak antara amilosa-amilosa,
amilosa-amilopektin, maupun
amilopektin-amilopektin retrogradasi menjadi kecil sehingga kadar pati resisten yang dihasilkan lebih
rendah. Kekurangsesuaian hasil yang diperoleh, terutama mengenai kaitan
kandungan pati resisten dengan nilai indeks glikemik diduga berkaitan dengan sifat kekuatan ikatan hidrogen yang terjadi selama proses retrogradasi pada
pembuatan pati resisten. Suhu yang dicapai pada proses pendinginan saat pembuatan pati resisten hanya mencapai 8ºC, suhu dapat dicapai 4ºC hanya
pada bagian atas pati saat pembuatan pati resisten singkong 3 siklus, sedangkan pada penelitian Sugiyono et al. 2009 suhu saat proses pendinginan mencapai
4ºC. Menurut Faraj et al. 2004 dalam Herawati 2010, kombinasi perlakuan
pada pembuatan pati resisten dengan cara penyimpanan pada suhu 4°C selama 24 jam sebelum pengeringan dapat meningkatkan kadar pati resisten tipe 3.
Perbedaan kondisi ini diduga yang menyebabkan sifat kekuatan dari ikatan kompak antara amilosa-amilosa, amilosa-amilopektin atau amilopektin-
amilopektin menjadi kurang kuat sehingga mudah dipecah oleh enzim pencernaan, oleh karena itu bisa cepat dalam meningkatkan kadar glukosa
darah sehingga nilai indeks glikemiknya tinggi. Perbedaan nilai indeks glikemik bubur instan pada penelitian ini diduga
berkaitan dengan perbedaan respon fisiologis masing-masing subjek penelitian. Menurut Argasasmita 2008, nilai indeks glikemik suatu bahan makanan
merupakan sesuatu yang unik. Nilai indeks glikemik tidak dapat diprediksi hanya berdasarkan komposisi kimia bahan-bahan yang terkandung di dalamnya saja
karena nilai indeks glikemik juga dipengaruhi oleh respon fisiologis masing- masing individu.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil analisis kadar air bubur yang tertinggi yaitu pada bubur pati singkong 9.64 bk, sedangkan yang terendah yaitu pada bubur pati resisten
singkong 3 siklus 6.97 bk. Bubur formula tepung emulsi memiliki kadar abu tertinggi 1.98 bk, sedangkan kadar abu terendah yaitu pada bubur pati
resisten singkong 3 siklus 0.79 bk. Bubur formula tepung emulsi memiliki kadar lemak tertinggi 2.34 bk, sedangkan bubur pati singkong memiliki kadar
lemak yang terendah 0.94 bk. Hasil analisis kadar protein yang tertinggi yaitu pada bubur formula tepung emulsi 17.45 bk, sedangkan yang terendah yaitu
pada bubur pati singkong 0.24 bk. Kadar karbohidrat by difference tertinggi yaitu pada bubur pati singkong
97.25 bk, sedangkan yang terendah pada bubur formula tepung emulsi 80.57 bk. Bubur pati singkong memiliki kadar total pati tertinggi 85.44 bk,
sedangkan bubur formula tepung emulsi memiliki kadar total pati terendah 44.7 bk. Kadar amilosa tertinggi yaitu pada bubur pati resisten singkong 3
siklus 25.25 bk, sedangkan yang terendah pada bubur formula tepung emulsi 11.33 bk. Kadar amilopektin tertinggi yaitu pada bubur pati singkong 60.64
bk, sedangkan yang terendah yaitu bubur formula tepung emulsi 33.32 bk. Hasil analisis kadar serat total yang tertinggi yaitu pada bubur pati
resisten singkong 3 siklus 7.50 bk, sedangkan yang terendah pada bubur pati singkong 1.17 bk. Bubur pati resisten singkong 3 siklus memiliki kadar pati
resisten tertinggi 8.00 bk, sedangkan bubur pati singkong memiliki kadar pati resisten terendah4.46 bk. Daya cerna pati bubur yang tertinggi yaitu pada
bubur pati singkong 83.76 bk, sedangkan yang terendah pada bubur pati resisten singkong 3 siklus 76.63 bk. Pengolahan pati singkong menjadi pati
resisten singkong dapat meningkatkan kadar pati resisten, dan menurunkan daya cerna patinya.
Nilai indeks glikemik keempat bubur instan tergolong tinggi. Nilai indeks glikemik bubur pati singkong, bubur pati resisten singkong 1 siklus, bubur pati
resisten singkong 3 siklus, dan bubur formula tepung emulsi, yaitu 97.74, 93.69, 106.09, dan 93.96. Proses pengolahan pati singkong menjadi pati resisten
singkong dapat menurunkan nilai indeks glikemiknya pada bubur pati resisten singkong 1 siklus dan bubur formula tepung emulsi. Namun, hasil uji statistik
menunjukkan bahwa pembuatan pati resisten tidak mempengaruhi nilai indeks glikemiknya p0.05.
Saran
Perlu ada penelitian lanjut untuk melakukan proses pengolahan pati singkong yang menghasilkan pati resisten singkong yang lebih tinggi sehingga
pengaruh modifikasi pati singkong terhadap daya cerna dan nilai indeks glikemik dapat dipelajari secara jelas. Kondisi perlakuan dari setiap siklus sebaiknya
seragam baik dari waktu pemanasan maupun penyimpanan agar dapat diketahui dengan pasti bagaimana pengaruhnya terhadap kadar pati resisten yang
dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anggi CL. 2011. Pengembangan produk bubur instan berbasis pati modifikasi singkong manihot esculenta crantz [skripsi]. Bogor: Departemen Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. [AOAC] Association of Official Agricultural Chemist. 1995. Official Methods of
Analysis of the Association Analytical Chemist. Inc., Washington D.C.
[AOAC] Association of Official Agricultural Chemist. 2006. Official Methods of Analysis of the Association Analytical Chemist
. Inc., Washington D.C. Apriyantono A, Fardiaz D, Nilen P, Sedarnawati, Budiyanto S. 1989. Petunjuk
Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: IPB Press.
Argasasmita TU. 2008. Karakteristik sifat fisikokimia dan indeks glikemik varietas beras beramilosa rendah dan tinggi [skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bekkum HV, Roper H, Voragen F. 1994. Carbohydrates as Organic Raw
Materials III. New York: VCH Verlagsgesellschaft mbH, Weinheint
Federal Republic of Germany, VCH Publisher Inc, New York. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Singkong solusi bangsa. www.bps.go.id. [17
Oktober 2010]. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1994. SNI Tapioka. Badan Standarisasi
Nasional. Jakarta. Brouns et al. 2005. Glycemic index methodology. Nutrition Research Reviews Vol
18: 145-171. Chan HT,JR. 1983. Handbook Of Tropical Foods. Marcel Dekker Inc, New York
and Bassel. Chen YJ, Sun FH, Wong SH, Huang YJ. 2010. Glycemic index and glycemic load
of selected chinese traditional foods. World journal gastroenterology Vol. 1612: 1512-1517.
Cui SW. 2005. Food Carbohydrat Chemistry, Physical Propertis, and Application. Boca Raton, London, New York, Singapore: CRC Press.
Faridah DN et al. 2010. Penuntun Praktikum Analisis Pangan. Bogor, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,
IPB. Furia TE. 1968. Handbook of Food Additives. The Chemical Rubber Co Ohaio.
Hall J. 2006. Diet Pantang Karbohidrat Setelah Jam 5 Sore. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Harmayani E. 2008. Resistant starch?mengapa dilirik. http:www.foodreview.biz [20 September 2011].
Hendy. 2007. Formulasi bubur instan berbasis singkong Manihot esculenta crantz sebagai pangan pokok alternatif [skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu
dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Herawati H. 2010. Potensi pengembangan produk pati tahan cerna sebagai pangan fungsional. Jurnal Litbang Pertanian Vol.30 1.
Jackson AC. 2007. Glycemic response to fast and slow digestible carbohydrate in high and low aerobic. faculty of [thesis]. the College of Health and Human
Services of Ohio University Fitness Men. Kim, SK, JE, Kwak, WK Kim. 2003. A simple method for estimation of enzyme-
resistant starch content Vol. 55: 336-368. Koswara S .1995. Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadi Makanan Bermutu.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Krause’s. 2004. Food Nutrition and Diet Therapy. Elsevier: USA.
Lehmann U, Jacobasch G, Schmiedl D. 2003. Characterization of resistant starch
type II from banana Musa acuminate. Journal of Agricultural and Food Chemistry
Vol. 50:5236-5240. Ma’rifah U. 2008. Pengaruh penambahan pati singkong modifikasi ikat silang dan
bakteri asam laktat kandidat probiotik terhadap mutu yoghurt [skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Margareth J. 2006. Evaluasi mutu gizi dan indeks glikemik produk olahan goreng
berbahan dasar tepung ubi jalar Ipomoea Batatas L. KLON BB00105.10 [skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Mariati. 2001. Karakteristik sifat fisikokimia pati dan tepung garut Maranta
arundinacea L. dari beberapa varietas lokal [skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Mark DB, Mark DA, Smith CM. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar. Jakarta: EGC.
Medeiros, EC Robert, Wildman. 2000. Advanced Human Nutrition. London:
Jones Bartlett Learning LLC. Merendino JJ, Jibrin J. 2009. The Best Life Guide to Managing Diabetes and
Pre-Diabetes . New York: Simon Schuster.
Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1992. Metode kimia, biokimia, dan biologi dalam evaluasi nilai gizi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut
Pertanian Bogor.
Muchtadi TR, Sugiyono. 1992. Penuntun praktikum ilmu pengetahuan bahan pangan, Fakultas Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Munthe MG. 2011.Produksi singkong agar cukupi kebutuhan. www.bisnis.com. [28 Juli 2011].
Noor E. 2008. Hidrolisis pati garut secara enzimatis untuk pembentukan siklodekstrin [skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Piliang WG, A Haj SD. 2006. Fisiologi Nutrisi Volume I. Bogor: IPB Press.
Prangdimurti E, Palupi NS, Zakaria FR. 2007. Modul e-Learning ENBP,
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pratiwi R. 2008. Modifikasi pati garut Marantha arundidinaceae dengan perlakuan siklus pemanasan suhu tinggi-pendinginan autoclaving-cooling
cycling untuk menghasilkan pati resisten tipe III [skripsi]. Bogor, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Raben A et al.1994. Resistant starch: the effect on postprandial glycemia,
hormonal response, and satiety. American Juornal Clinical Nutrition Vol. 60:544-51.
Ribka J. 2007. Resistant starch tipe 3 dan tipe 4 pati singkong Manihot esculenta Crantz
, Suweg Amorphopallus campanulatus, dan ubi jalar Ipomoea batatas L. sebagai prebiotik [skripsi].Bogor: Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rimbawan, Siagian A. 2004. Indeks Glikemik Pangan. Jakarta: Penebar
Swadaya. Rusilanti. 2008. Menu Sehat untuk Pengidap Diabetes Mellitus. Jakarta: Kawan
Pustaka. Syadiah I. 2010. Pengaruh pengolahan beras Oryza sativa L. varietas Ciherang
menjadi nasi, ketupat, dan lontong terhadap nilai indeks glikemik [skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor. Sajilata MG, Singhai RS, Kulkarni PR. 2006. Resistant starch-a review. Journal
Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety. Satriawan E. 2010. Pengaruh metode heat moisture treatment HMT terhadap
kandungan pati resisten tipe 3 dan daya cerna pati sagu [skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Silalahi J. Makanan Fungsional. 2006. Yogyakarta: Kanisius.
Sudarmamadji S. 2003. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty.
Sugiyono, Pratiwi R, Faridah DF. 2009. Modifikasi pati garut Marantha arundinacea dengan perlakuan siklus pemanasan suhu tinggi-
pendinginan autoclaving-colling cycling untuk menghasilkan pati resisten 3. Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi Vol. 20 No.1.
Sulistijani D A. 2002. Sehat dengan Menu Berserat. Jakarta: Trubus Agriwidya. Suprapti ML. 2005. Tepung Tapioka Pembuatan dan Pemanfaatannya.
Yogyakarta: Kanisius. Vosloo MC. 2005. Some factor affecting the digestion of glycaemic carbohydrats
and the blood glucose response. Journal of Family Ecology and Consumer Science
Vol. 33. Wahyu MK. 2009. Pemanfaatan pati singkong sebagai bahan baku edible film.
Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Jurusan Teknologi Industri Pangan. Waspadji S, Suyono S, Suakrdji K, Moenarko R. 2003. Indeks Glikemik Berbagai
Makanan Indonesia . Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Widjayanti SNA. 2010. Nilai indeks glikemik beberapa produk olahan jagung manis Zea mays saccharata strut varietas diamond sweet [skripsi].
Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Winarno FG.1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Wolever TMS, Bolognesi C. 1996. Source and amount of carbohydrate affect
postprandial glucose and insulin in normal subject. American Journal Clinical Nutrition.
Zaragoza EF, Navvarrete MJR, Zapata ES, Alvarez JAP. 2010. Resistant starch as functional ingredient: A review. Journal Food Research International
Vol. 43.
Lampiran 1 Persetujuan Ethical Approval
Lampiran 2
Kuesioner pemilihan subjek penelitian
1. TANGGAL WAWANCARA : ……………………………………
2. PEWAWANCARA :…………………Nama dan NIM
3. NAMA RESPONDEN :…………………………………….
4. JAM MULAI WAWANCARA :…………………………………….
5. JAM SELESAI WAWANCARA :…………………………………….
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
SELEKSI CALON SUBJEK KUESIONER: PEMILIHAN SUBJEK PENENTUAN
INDEKS GLIKEMIK BUBUR INSTAN BERBASIS PATI RESISTEN SINGKONG
Saya setuju diwawancarai
Tanda tangan responden
DATA PRIBADI
1. Nama :
2. Jenis Kelamin : L P
3. Umur :
4. Tanggal lahir :
5. Alamat :
6. No, Hp :
DATA ANTROPOMETRI DAN PEMERIKSAAN FISIK
1. BB :
2. TB :
3. IMT :
4. Status gizi : 5. Tekanan darah
:
RIWAYAT KESEHATAN
1. Apakah Saudarai sedang mengalami gangguan pencernaan ? a. Ya,
gangguan yang dialami : b. Tidak
2. Apakah Saudarai sedang menjalani pengobatan? a. Ya,
jenis pengobatannya : b. Tidak
3. Apakah Saudarai menggunakan obat-obatan terlarang? a. Ya
b. Tidak 4. Apakah Saudarai mengkonsumsi minuman beralkohol?
a. Ya b. Tidak
5. Apakah Saudarai memiliki penyakit khusus atau penyakit yang sudah kronis?
a. Ya, Jika Ya, sebutkan jenis penyakitnya : b. Tidak
6. Apakah Saudarai pernah dirawat di Rumah Sakit? a. Ya
b. Tidak Jika ya, sebutkan jenis penyakitnya :…………………………………
BulanTahun saat mengalami perawatan di RS :…………, Berapa lama masa perawatan di RS :………………………
Riwayat Penyakit Diabetes Mellitus 7. Apakah Saudarai memiliki keluarga yang menderita penyakit DM?
a. Ya b. Tidak
Jika ya, sebutkan silsilah keluarga yang menderita DM : 8. Apakah Saudarai pernah melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah?
a. Ya b. Tidak
Jika ya, kapan waktu pemeriksaan dilakukan :……………………………, Berapa kadar glukosa darah hasil pe
meriksaan :………………………… 9. Apakah Saudarai mengalami gejala DM, seperti :
a. Poliuria sering buang air kecil yaitu 1 kali per 4 jam b. Polidipsi sering haus, c. Polifagia sering lapar
Riwayat Penyakit Hati
10. Apakah Saudarai pernah menderita penyakit kuninghepatitis ?
a. Ya b. Tidak
Jika Ya,
kapan Saudarai
menderita penyakit
tersebut ;……………………………
Apakah mengalami perawatan di RS :…………………………… Apakah sekarang anda masih menderita penyakit tersebut?,,,,,,,,,,
11. Apakah Saudarai pernah menderita genjala penyakit hati seperti : a. Mengalami perubahan warna kulit, Kulit dan mata menjadi kekuning-
kuningan sehingga sering disebut penyakit kuning, Terdapat lingkaran gelap di bawah mata,
b. Air seni berwarna kuning gelap, Buang air besar tidak teratur, biasanya tidak setiap hari,
c. Kehilangan nafsu makan yang menyebabkan berat badan menurun, Pasien mungkin menjadi anemia dan sering merasa mual, Perut
kembung, penuh gas dan terjadi gangguan percernaan setelah makan, d. Perut terlihat buncit, Ini karena pembengkakan di bawah tulang rusuk
kanan bawah yang merupakan keluhan umum dari pasien hati, Hal ini dapat memberikan tekanan berat pada diafragma yang kadang jadi sakit
saat bernapas, e. Perhatikan bentuk dan penampilan kuku, Bentuk kuku melengkung dan
keputihan juga menunjukkan masalah hati, f. Terjadi masalah pada kulit, seperti kulit kering, gatal, eksim, jerawat,
psoriasis dan lainnya, g. Sering terjadi perdarahan hidung dan mudah memar yang menunjukkan
kekurangan protein, h. Sering merasa haus berlebihan dan sering buang air kecil,
i. Sering sakit kepala, pusing, kejang, lelah, lemah, lesu dan depresi, j. Muncul bau badan dan mulut yang tidak enak,
Riwayat Penyakit Ginjal
12. Apakah Saudarai memiliki penyakit ginjal? a. Ya
b. Tidak 13. Apakah SaudaraI pernah mengalami gejala penyakit ginjal seperti :
a. Gangguan pengecapan b. Tidak nafsu makan
c. Mual-mual dan muntah d. Berat badan turun dan lesu
e. Gatal-gatal dan kulit kasar f. Gangguan tidur
g. Gerakan-gerakan tak terkendali, kram
14. Berapa kali Saudarai minum dalam sehari? 15. Berapa kali Saudarai buang air kecil dalam sehari?
a. 8 kali b. 8 kali
16. Apakah Saudarai sering mengalami sakit pinggang? a. Ya
b. Tidak, Jika
ya, bagaimana
gejalanya dan
seberapa sering
:……………………………………………………………………………,,
Lampiran 3 Form persetujuan subjek penelitian
Surat Persetujuan Untuk Berpartisipasi Dalam Penelitian INFORMED CONSENT
NILAI INDEKS GLIKEMIK BUBUR INSTAN PATI SINGKONG DAN BUBUR INSTAN PATI RESISTEN SINGKONG
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Setelah memperoleh penjelasan tentang tujuan, manfaat, prosedur, dan kemungkinan risiko, serta jawaban atas pertanyaan saya yang diberikan oleh tim
peneliti pada penelitian NILAI INDEKS GLIKEMIK BUBUR INSTAN PATI SINGKONG DAN BUBUR INSTAN PATI RESISTEN SINGKONG,
maka saya
yang bertanda tangan dibawah ini: Nama
: ...................................................................................... Jenis Kelamin :
……………………………………………………………………….... Umur
: …………………………….....................................................
Alamat : ......................................................................................
dengan ini menyatakan dengan penuh kesadaran bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian tersebut di atas dan bersedia untuk menjalani pemeriksaan
darah sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dalam penelitian NILAI INDEKS GLIKEMIK BUBUR INSTAN PATI SINGKONG DAN BUBUR INSTAN
PATI RESISTEN SINGKONG,
dengan catatan semua data mengenai diri saya dirahasiakan, Selanjutnya, bila suatu ketika, dalam masa penelitian, saya merasa
dirugikan karena penelitian ini, saya berhak mengundurkan diri dari keterlibatan saya serta membatalkan persetujuan ini, tanpa sanksi apa pun dan dari pihak
manapun ,
Bogor, …………………, 2011 Yang membuat pernyataan,
Mengetahui, Peserta Kegiatan Peneliti
………………………, ………………………, Saksi,
………………………,
Lampiran 4 Prosedur analisis komposisi zat gizi, serat pangan, total pati,
amilosa dan amilopektin, pati resisten, daya cerna pati in vitro
a. Kadar Air Metode Oven AOAC 1995