Uji aktivitas antibakteri isolat lactobacillus plantarum dari buah-buahan tropis dan kaitannya dengan ekspresi gen plantaricin

(1)

ABSTRAK

NOVITA RAHAYUNINGTYAS. Uji Aktivitas Antibakteri Isolat

Lactobacillus

plantarum

dari Buah-Buahan Tropis dan Kaitannya dengan Ekspresi Gen

Plantaricin. Dibimbing oleh DJAROT SASONGKO HAMI SENO dan NOVIK

NURHIDAYAT.

Bakteriosin dari strain

Lactobacillus plantarum

yaitu plantaricin, memiliki

kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Penelitian ini

bertujuan menguji aktivitas antibakteri dari isolat

L. plantarum

yang berasal dari

buah-buahan tropis serta mengkorelasikan antara tingkat ekspresi gen

pln

A

dan

plnF

dengan tingkat aktivitas penghambatan patogen. Isolat

L. plantarum

dari

buah-buahan tropis terlebih dahulu di uji aktivitasnya dengan bakteri patogen

Staphylococcus aureus, Salmonella thypimurium, Escherichia coli, Pseudomonas

floresense

dan

Bacillus cereus

kemudian diuji analisis ekspresi gen

pln

dengan

RT-PCR. Hasil dari uji aktivitas antibakteri adalah isolat

L. plantarum

tersebut

mampu menghambat pertumbuhan kelima bakteri uji dengan penghambatan

relatif tertinggi 1.60 cm untuk

E. coli

. Pengujian dengan RT-PCR memberikan

hasil yang positif untuk ekspresi gen

plnA

dan

plnF

dengan ukuran produk ±70

pb. Ekspresi relatif gen

plnA

terbaik berasal dari isolat TB(P) sebesar 47.123 AU

dan ekspresi relatif gen

plnF

terbaik berasal dari isolat Mar A2 sebesar 215.560

AU. Korelasi antara tingkat ekspresi gen

plnF

terhadap tingkat penghambatan

patogen bernilai positif terhadap bakteri

E. coli

dan

P. floresense

dengan nilai

masing-masing y = 13.71x + 13.44 dan y = 2.209x + 32.24, sedangkan untuk gen

plnA

hanya berkorelasi positif untuk

E.coli

dengan nilai y = 1.998x + 8.816

.

Simpulan dari penelitian ini isolat

L. plantarum

memiliki korelasi antara

aktivitas antibakteri dengan ekpresi gen

plnA

dan

plnF

yang positif terhadap

E.coli

sehingga dapat dijadikan alternatif pengganti antibiotik untuk mencegah

penyakit saluran pencernaan seperti diare.


(2)

NOVITA RAHAYUNINGTYAS. Antibacterial Activity Test of

Lactobacillus

plantarum

Isolated from Tropical Fruits and Relation to Gene Expression

Plantaricin. Under the direction of DJAROT SASONGKO HAMI SENO and

NOVIK NURHIDAYAT.

Bacteriocin from a strain of

Lactobacillus plantarum

is plantaricin, which

have an ability to inhibit the growth of pathogenic bacteria. This study aimed to

test the antibacterial activity of isolated of

L. plantarum

derived from tropical

fruits and correlated between the level of gene expression

plnA

and

plnF

with the

level of inhibitory activity of pathogens. Firstly, the activity of isolated of

L.

plantarum

from tropical fruits was tested with the bacterial pathogen

Staphylococcus aureus, Salmonella thypimurium, Escherichia coli, Pseudomonas

floresense

and

Bacillus cereus

. Activity assay resulted isolated of

L. plantarum

was able to inhibit the growth of five sample bacteria with the highest relative

inhibition of 1.60 cm for

E. coli

. Testing with RT-PCR gave positive results for

gene expression

plnA

and

plnF

with size ± 70 bp.

PlnA

best relative gene

expression derived from the isolated of TB(P) of 47 123 AU and the relative gene

expression

plnF

best from Mar A2 isolated of 215,560 AU. The correlation

between

plnF

gene expression levels to the level of inhibition of pathogen is

positive to the bacteria

E. coli

and

P. floresense

with each value of y = 13.71x +

13.44 dan and y = 2.209x + 32.24, whereas for genes

plnA

only positive for

E.coli

correlated with the value of y = 1.998x + 8816. The conclusion of this research

was the isolated

L. plantarum

has correlation between antibacterial activity with

plnA

and

plnF

gene expression positive against

E. coli.

It means isolated

L.

plantarum

can be used as an alternative antibiotics to prevent gastrointestinal

diseases such as diarrhea.

`


(3)

1

PENDAHULUAN

Beberapa probiotik yang umum digunakan berasal dari kelompok bakteri asam laktat (BAL). Probiotik meningkatkan perlawan terhadap bakteri patogen dalam saluran pencernaan melalui senyawa antimikrobial, diantaranya asam organik (laktat, asetat, dan glukoronat), dan hidrogen peroksida. Selain itu juga menghambat pelekatan dari bakteri patogen pada gastrointestinal menuju mukosa usus melalui koloni kompetitif (Toni 2009). Bakteri probiotik juga mampu menghasilkan senyawa mirip antibiotik yang mempunyai pengaruh langsung terhadap bakteri dalam saluran pencernaan (Hilman 2001) yang disebut bakteriosin (Martinez et al 2002). Bakteriosin memiliki kelebihan seperti mempunyai target yang spesifik, rentan terhadap enzim pencernaan proteolitik, memungkinkan untuk dilakukan manipulasi genetik serta aman digunakan (Kalmokoff et al 1996).

Lactobacillus plantarum mempunyai

kemampuan untuk menghambat

mikroorganisme patogen pada bahan pangan dengan daerah penghambatan terbesar dibandingkan dengan bakteri asam laktat lainnya. L. plantarum dapat meningkatkan integritas usus, aktivitas sel-sel usus serta merangsang respon imun (Bixquert 2009). L. plantarum dapat menimbulkan respon pro-inflamasi untuk mencegah pro-inflamasi dan dapat mendorong respon kekebalan sel yang lebih tinggi dalam epitel usus (Nissen et al 2009).

Bakteriosin dari L. plantarum disebut plantaricin. Plantaricin termasuk bakteriosin kelas IIe (bakteriosin 2-peptida) yang mempunyai berat molekul kurang dari 10 kDa, tahan panas dan tidak mengandung asam amino lanthionine (Van Belkum & Stiles 2000). Plantaricin memiliki aktivitas antibakteri yang paling besar dibandingkan bakteriosin dari bakteri asam laktat lainnya. Plantaricin ST26MS (2,8 kDa) dan ST28MS (5,5 kDa) yang diproduksi oleh L. plantarum ST26MS dan ST28MS masing-masing dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram negatif seperti Acinetobacter, E. coli dan Pseudomonas. Plantaricin juga memiliki kemampuan menghambat bakteri Gram positif seperti Listeria monocytogenes, Staphylococcus aureus, Clostridium Perfringens, Bacillus subtilis dan Bacillus cereus (Todorov et al 2004).

Penelitian ini bertujuan menguji aktivitas antibakteri dari isolat L. plantarum yang berasal dari buah-buahan tropis serta

mengkorelasikan tingkat ekspresi gen pln dengan tingkat penghambatan patogen. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui isolat L. plantarum dengan aktivitas antibakteri dan ekspresi gen pln terbaik sehingga dapat menggantikan peran antibiotik untuk menekan pertumbuhan patogen dalam saluran pencernaan. Hipotesis penelitian ini adalah isolat L. plantarum dari buah-buahan tropis memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri patogen Gram positif dan Gram negatif, aktivitas antibakteri tersebut merupakan korelasi dari ekspresi gen pln.

TINJAUAN PUSTAKA

Probiotik

Probiotik dapat didefinisikan sebagai kultur tunggal atau kultur campuran mikroorganisme hidup yang memiliki pengaruh menguntungkan bagi kesehatan manusia (Fuller 1989). Beberapa bakteri probiotik mampu menghasilkan senyawa mirip antibiotik yang mempunyai pengaruh langsung terhadap bakteri dalam saluran pencernaan (Hilman 2001) yang disebut bakteriosin (Martinez et al 2002). Bakteriosin dari BAL mempunyai aktivitas antibakteri tertentu (Kalmokoff et al 1996). Bakteriosin dapat menjadi alternatif pengganti antibiotik dalam manipulasi populasi mikroba usus. Bakteriosin memiliki kelebihan dibanding antibiotik karena mempunyai target yang spesifik, rentan terhadap pencernaan proteolitik, memungkinkan untuk dilakukan manipulasi genetik serta aman digunakan.

Menurut Suskovic (2001), mekanisme kerja probiotik dapat diekspresikan melalui tiga cara, yaitu: menekan pertumbuhan mikroorganisme patogen pada saluran pencernaan melalui produksi substansi antibakteri (asam laktat, asam asetat, asetaldehida, hidrogen peroksida, dan bakteriosin), persaingan mendapatkan zat makanan dan persaingan reseptor pada epitelium usus; merubah metabolisme mikrobial dengan meningkatkan aktivitas enzim yang bermanfaat seperti galactosidase atau menekan enzim yang tidak bermanfaat seperti gluconidase, glucosidase, nitroreductase; dan merangsang pembentukan kekebalan tubuh.

Lactobacillus plantarum

Bakteri L. plantarum ini dapat diklasifikasikan ke dalam domain Bacteria, filum Firmicutes, kelas Bacilli, ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae,


(4)

PENDAHULUAN

Beberapa probiotik yang umum digunakan berasal dari kelompok bakteri asam laktat (BAL). Probiotik meningkatkan perlawan terhadap bakteri patogen dalam saluran pencernaan melalui senyawa antimikrobial, diantaranya asam organik (laktat, asetat, dan glukoronat), dan hidrogen peroksida. Selain itu juga menghambat pelekatan dari bakteri patogen pada gastrointestinal menuju mukosa usus melalui koloni kompetitif (Toni 2009). Bakteri probiotik juga mampu menghasilkan senyawa mirip antibiotik yang mempunyai pengaruh langsung terhadap bakteri dalam saluran pencernaan (Hilman 2001) yang disebut bakteriosin (Martinez et al 2002). Bakteriosin memiliki kelebihan seperti mempunyai target yang spesifik, rentan terhadap enzim pencernaan proteolitik, memungkinkan untuk dilakukan manipulasi genetik serta aman digunakan (Kalmokoff et al 1996).

Lactobacillus plantarum mempunyai

kemampuan untuk menghambat

mikroorganisme patogen pada bahan pangan dengan daerah penghambatan terbesar dibandingkan dengan bakteri asam laktat lainnya. L. plantarum dapat meningkatkan integritas usus, aktivitas sel-sel usus serta merangsang respon imun (Bixquert 2009). L. plantarum dapat menimbulkan respon pro-inflamasi untuk mencegah pro-inflamasi dan dapat mendorong respon kekebalan sel yang lebih tinggi dalam epitel usus (Nissen et al 2009).

Bakteriosin dari L. plantarum disebut plantaricin. Plantaricin termasuk bakteriosin kelas IIe (bakteriosin 2-peptida) yang mempunyai berat molekul kurang dari 10 kDa, tahan panas dan tidak mengandung asam amino lanthionine (Van Belkum & Stiles 2000). Plantaricin memiliki aktivitas antibakteri yang paling besar dibandingkan bakteriosin dari bakteri asam laktat lainnya. Plantaricin ST26MS (2,8 kDa) dan ST28MS (5,5 kDa) yang diproduksi oleh L. plantarum ST26MS dan ST28MS masing-masing dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram negatif seperti Acinetobacter, E. coli dan Pseudomonas. Plantaricin juga memiliki kemampuan menghambat bakteri Gram positif seperti Listeria monocytogenes, Staphylococcus aureus, Clostridium Perfringens, Bacillus subtilis dan Bacillus cereus (Todorov et al 2004).

Penelitian ini bertujuan menguji aktivitas antibakteri dari isolat L. plantarum yang berasal dari buah-buahan tropis serta

mengkorelasikan tingkat ekspresi gen pln dengan tingkat penghambatan patogen. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui isolat L. plantarum dengan aktivitas antibakteri dan ekspresi gen pln terbaik sehingga dapat menggantikan peran antibiotik untuk menekan pertumbuhan patogen dalam saluran pencernaan. Hipotesis penelitian ini adalah isolat L. plantarum dari buah-buahan tropis memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri patogen Gram positif dan Gram negatif, aktivitas antibakteri tersebut merupakan korelasi dari ekspresi gen pln.

TINJAUAN PUSTAKA

Probiotik

Probiotik dapat didefinisikan sebagai kultur tunggal atau kultur campuran mikroorganisme hidup yang memiliki pengaruh menguntungkan bagi kesehatan manusia (Fuller 1989). Beberapa bakteri probiotik mampu menghasilkan senyawa mirip antibiotik yang mempunyai pengaruh langsung terhadap bakteri dalam saluran pencernaan (Hilman 2001) yang disebut bakteriosin (Martinez et al 2002). Bakteriosin dari BAL mempunyai aktivitas antibakteri tertentu (Kalmokoff et al 1996). Bakteriosin dapat menjadi alternatif pengganti antibiotik dalam manipulasi populasi mikroba usus. Bakteriosin memiliki kelebihan dibanding antibiotik karena mempunyai target yang spesifik, rentan terhadap pencernaan proteolitik, memungkinkan untuk dilakukan manipulasi genetik serta aman digunakan.

Menurut Suskovic (2001), mekanisme kerja probiotik dapat diekspresikan melalui tiga cara, yaitu: menekan pertumbuhan mikroorganisme patogen pada saluran pencernaan melalui produksi substansi antibakteri (asam laktat, asam asetat, asetaldehida, hidrogen peroksida, dan bakteriosin), persaingan mendapatkan zat makanan dan persaingan reseptor pada epitelium usus; merubah metabolisme mikrobial dengan meningkatkan aktivitas enzim yang bermanfaat seperti galactosidase atau menekan enzim yang tidak bermanfaat seperti gluconidase, glucosidase, nitroreductase; dan merangsang pembentukan kekebalan tubuh.

Lactobacillus plantarum

Bakteri L. plantarum ini dapat diklasifikasikan ke dalam domain Bacteria, filum Firmicutes, kelas Bacilli, ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae,


(5)

2

genus Lactobacillus, dan spesies Lactobacillus plantarum (NCBI 2010).

L. plantarum merupakan bakteri Gram positif yang ditemukan di susu, daging, sayuran fermentasi dan saluran pencernaan manusia. L. plantarum merupakan bakteri anaerobik fakultatif yang dapat tumbuh baik dalam kondisi aerob maupun anaerob. Dalam keadaan aerob L. plantarum dapat mengkonversi oksigen menjadi peroksida. Dalam keadaan anaerob L. plantarum mampu melakukan fermentasi dengan mengubah gula menjadi asam laktat atau alkohol (heterofermentatif). Asam laktat yang dihasilkan merupakan kombinasi dari isomer D- dan L. Bakteri ini juga menghasilkan peptida anti-mikroba dan exopolysaccharides (De Vries et al 2006).

L. plantarum mampu bertahan pada pH rendah dari lambung dan usus, mampu menolak efek asam empedu dan dapat berkolonisasi di saluran pencernaan dengan berikatan pada mukosa usus dan kolon. L. plantarum telah diuji dapat mengurangi rasa nyeri dan kembung (IGEM 2009). L. plantarum dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan bakteri pembusuk karena kemampuannya untuk menghasilkan asam laktat dan menurunkan pH substrat (Suriawiria 1995). Bakteri ini juga mempunyai kemampuan untuk menghasilkan bakteriosin yang berfungsi sebagai zat antibiotik (Jenie & Shinta 1995).

L. plantarum dapat meningkatkan integritas usus, aktivitas sel-sel usus serta merangsang respon imun (Bixquert 2009). L. Plantarum dapat menimbulkan respon pro-inflamasi dan dapat mendorong respon kekebalan sel yang lebih tinggi dalam epitel usus (Nissen et al 2009). Menurut Lonnermark et al (2009), asupan L.plantarum secara in vivo dapat mengurangi gejala gastrointestinal tertentu dan dapat meningkatkan keanekaragaman bakteri baik dalam usus besar. Selain itu, L. plantarum dapat melindungi sel epitel dari kerusakan yang ditimbulkan oleh Escherichia coli (Hougee et al 2009). Bentuk dari L. plantarum dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Lactobacillus plantarum (IGEM 2009).

Bakteriosin

Bakteriosin adalah peptida yang memiliki aktivitas antibakteri, disintesis secara ribosomal oleh sejumlah bakteri (Martirani 2002) serta memiliki pengaruh bakterisidal dan bakteriostatik terhadap bakteri yang mempunyai hubungan dekat dengan bakteri penghasilnya (Ko & Ahn 2000). Bakteriosin Gram positif mengandung 30 – 60 asam amino dengan aktivitas yang bervariasi dalam melawan bakteri Gram positif lain (Jack et al 1995) bahkan ada juga yang dapat bereaksi dengan bakteri Gram negatif.

Menurut Kalmokoff et al (1999), bakteriosin yang dihasilkan bakteri Gram positif terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu lantibiotics dan non-lantibiotics. Bakteriosin berdasarkan sifat kimia dan fungsinya dibagi menjadi empat kelompok yaitu, bakteriosin kelas I: Lantibiotics, peptida molekul kecil (berat molekul < dari 5 kDa) mengandung lanthionine dan β-methyl lanthionine; bakteriosin kelas II: peptida yang stabil terhadap panas, berat molekul lebih kecil dari 10 kDa dan tidak terjadi perubahan asam amino, bakteriosin kelas III: protein tidak stabil terhadap panas dengan molekul lebih besar dari 30 kDa, dan bakteriosin kelas IV: glikoprotein dan lipoprotein (Oscarriz & Pisabarro 2001). Bakteriosin kelompok non-lantibioticsdapat dikelompokkan berdasarkan kandungan sistein atau jembatan disulfida menjadi tiga kelompok, yaitu cystibiotics (mengandung dua atau lebih asam amino sistein untuk jembatan disulfida); thiolbiotics (satu sistein) dan tanpa sistein (Jack et al 1995).

Bakteriosin kelas II, mempunyai berat molekul kurang dari 10 kDa, tahan panas dan tidak mengandung asam amino lanthionine. Van Belkum & Stiles (2000) membagi bakteriosin kelas II menjadi 6 subkelas, yaitu IIa: cystibiotics dengan dua jembatan disulfida yang dihasilkan dari 4 residu sistein (Pediocin PA-1/AcH, Enterocin A dan Divercin V41); IIb: cystibiotics dengan satu jembatan disulfida dari 2 residu sistein pada N-section peptida (Leucocin A); IIc: cystibiotics dengan satu jembatan disulfida yang menjangkau N- dan C-section peptida (Carnobacteriocin A dan Enterocin B); IId: peptida yang mengandung satu (thiolbiotics) atau tanpa residu sistein (Lactococcin A dan B); IIe: bakteriosin 2-peptida (Thermophilin 13, Lactacin F, Plantaricin S, A, EF dan JK, Lactococcin G dan M) dan IIf: bakteriosin khas (Enterocin 4).

Mekanisme kerja bakteriosin dalam melawan bakteri lain secara umum dengan menyerang membran sitoplasma melalui


(6)

pembentukan pori membran sitoplasma (Sablon et al 2000) dan menembus membran sel sehingga meningkatkan permeabilitas membran sitoplasma (Jack et al 1995) atau menghambat pembetukan septum (Martinez et al 2002).

Bakteriosin dalam pori harus berinteraksi dengan membran sitoplasma sel target. Lipid membran sitoplasma yang bermuatan negatif merupakan reseptor utama bakteriosin dalam proses pembentukan pori (Moll et al 1999). Interaksi elektrostatik bakteriosin yang bermuatan positif bersifat hidrofobik dengan gugus fosfat bermuatan negatif pada membran sel target yang merupakan tahap awal pengikatan bakteriosin dengan membran target (Cleveland 2001). Bagian hidrofobik bakteriosin masuk ke dalam membran membentuk pori. Konduktivitas dan stabilitas pori pada bakteriosin kelas II reseptor membran target bekerja terhadap spesifikasi tertentu ( Chen et al 2006).

Proses penembusan membran fosfolipid oleh peptida membran aktif umumnya melalui dua mekanisme, yaitu model barrel-stave dan model wedge (Zhao 2003). Pada model barrel-stave, peptida menghadap hampir tegak lurus terhadap membran, kemudian masuk dan membuat saluran ion sepanjang membran yang diikuti dengan pengikatan monomer tambahan pembentuk pori (Cleveland 2001). Pada model wedge, peptida berikatan dengan permukaan membran, jika konsentrasi ambang batas monomer peptida tercapai, membran dapat ditembus dan pori sementara terbentuk (Zhao 2003).

Gambar 2(a) menunjukan mekanisme penembusan membran sel target dengan model barrel-stave oleh peptida antibakteri. (A)

peptida antibakteri membentuk stuktur α-heliks saat kontak dengan membran target. (B) daerah hidrofobik (berwarna ungu) berinteraksi dengan permukaan membran, dimana daerah hidrofilik (berwarna biru) berhadapan dengan peptida. (C) saat konsentrasi batas ambang peptida tercapai, peptida berasosiasi dan membentuk pori trans-membran dengan permukaan hidrofobik menghadap keluar dan permukaan hidrofilik menghadap kedalam, membuat pori aqueous yang membantu penembusan (Jørgenrud 2009).

Gambar 2(b) menunjukan mekanisme penembusan membran sel target dengan model wadge oleh peptida antibakteri. (A) peptida antibakteri yang tidak berstruktur membentuk

formasi α-heliks saat kontak dengan lingkungan membran target. (B) peptida antibakteri berikatan pada membran dengan

daerah hidrofobik (warna ungu) berinteraksi dengan phospholipid bilayer dan bagian hidrofilik (warna biru) menghadap permukaan peptida. (C) konsentrasi lokal yang tinggi dari peptida menjadi awal permeabilitas membran target (Jørgenrud 2009).

(a)

(b)

Gambar 2 Mekanisme penembusan membran dengan metode (a) barrel-stave; (b) wedge (Jørgenrud 2009).

Plantaricin

Plantaricin termasuk bakteriosin kelas II (bakteriosin 2-peptida) yang mempunyai berat molekul kurang dari 10 kDa, tahan panas dan tidak mengandung asam amino lanthionine (Van Belkum & Stiles 2000). Menurut Rekhif et al (1995), aktivitas plantaricin sangat stabil dalam kondisi penyimpanan pada suhu kamar selama 5 hari, penyimpanan pada suhu 4ºC dan -20ºC, dan pemanasan (100ºC selama 10 menit atau 56ºC selama 30 menit). Plantaricin umumnya dikodekan menurut strain tunggal serta letak lokus dalam kromosom. Plantaricin memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan patogen terutama bakteri Gram positif seperti L. monocytogenes, S. aureus, C. Perfringens, B. subtilis, dan B. cereus.

Bakteriosin dari BAL kurang efisien untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen Gram negatif (E. coli, Pseudomonas dan Salmonella) karena membran luar pada bakteri Gram negatif menghalangi kemampuan bakteriosin (Stevens et al 1991). Namun, menurut Todorov & Dicks (2007), beberapa bakteriosin yang dihasilkan oleh L.plantarum (plantaricin) memiliki kemampuan untuk menghambat bakteri Gram negatif. Plantaricin ST26MS (2,8 kDa) dan ST28MS (5,5 kDa) yang diproduksi oleh L. plantarum ST26MS

A


(7)

4

dan ST28MS masing-masing dapat menghambat pertumbuhan bakteri Acinetobacter, E coli dan Pseudomonas. Plantacin AMA-K (2,9 kDa) yang diproduksi oleh L. plantarum AMA-K dapat menghambat E. coli.

Plantaricin A (plnA) yang diproduksi oleh L. plantarum merupakan suatu peptida feromon. Sisi membran feromon kationik memiliki aktivitas antimikrobial penembusan pori yang diekspor ke luar sel melalui mekanisme sekresi bakteriosin yang secara khusus menjadikan bakteriosin sebagai sekuen utama dalam prekursor peptida feromon. PlnA bertindak sebagai prekursor feromon yang berinteraksi dengan asosiasi membran dari tiga komponen sistem pengatur protein histidin kinase sehingga memicu protein kinase untuk memfosforilasi dua sistem pengatur, yang kemudian akan mengaktifkan gen yang mengkode bakteriosin dua peptida seperti plantaricin E/F dan J/K (Kristiansen et al 2005). Jalur biosintesis plantaricin dapat dilihat pada Gambar 3 dan struktur tiga dimensi plnA dapat dilihat pada Gambar 4(a) sedangkan untuk plnF pada Gambar 4(b).

Gambar 3 Jalur biosintesis bakteriosin dua peptida(Jørgenrud 2009).

Gambar 4 Struktur tiga dimensi dari (a) plnA

dan (b) plnF (Jørgenrud 2009).

Terdapat empat operon induksi-plnA pada L. plantarum C11. Dua dari operon induksi plnA, plnEFI dan plnJKLR mengkode dua bakteriosin dua peptida (plantaricin EF dan plantaricin JK) dan mereka mengkognasi protein imunitas (plantaricin I dan plantaricin L). Operon induksi-plnA yang ketiga adalah plnMNOP yang mengkode bakteriosin fungsional (plnN) dan protein imunitas (plnM dan plnP), tapi plnN tidak menunjukkan aktivitas bakterisidal melawan indikator strain. Operon induksi-plnA yang keempat yaitu plnGHSTUV mengkode transporter ABC (plnG) dan protein akses (plnH) yang menyangkut dalam proses transport dari doubleglycine-leader dengan tipe pre-peptida. Orf1 menunjukkan tidak adanya kesamaan dengan protein lain (Gambar 5).

Gambar 5 Susunan Operon dari L. plantarum C11 (Jørgenrud 2009).

Reverse Transcriptase–PCR (RT-PCR) Reverse Transcriptase–PCR (RT-PCR) adalah salah satu teknik PCR yang mampu mengamplifikasi sekuen yang telah diketahui dari sel atau RNA jaringan dan hanya terdapat dalam jumlah sedikit (Yowono 2006). Reaksi PCR dilakukan dengan melakukan transkripsi balik (reverse transcription) terhadap molekul RNA untuk diperoleh molekul cDNA (complementary DNA).

Pada proses ini primer oligo-dT akan menempel pada bagian poli-A mRNA di ujung

5‟. Selanjutnya terjadi pembentukan utas

pertama dan dilakukan penambahan RNase untuk menyingkirkan RNA, sehingga hasil yang diperoleh adalah utas tunggal cDNA. Molekul cDNA tersebut akan digunakan sebagai cetakan untuk proses PCR selanjutnya. Salah satu keuntungan penggunaan RT-PCR adalah kemampuan mengidentifikasi mRNA transkrip pada level rendah dengan sensitifitas yang tinggi. Reaksi PCR memerlukan enzim reverse transcriptase untuk mensintesis mRNA menjadi cDNA melalui proses katalisis. Molekul cDNA yang disintesis bersifat komplementer terhadap RNA cetakan (Yowono 2006). Mekanisme RT-PCR dapat dilihat pada Gambar 6.

a

b

N-term C-term C-term N-term Operon bakteriosin Operon transport Operon pengatur Pengaktivan transkripsi


(8)

Gambar 6 Mekanisme RT-PCR (Sellner & Turbett 1998) .

Primer yang digunakan pada proses PCR mempunyai ciri-ciri yaitu mempunyai panjang sekitar 16- 30 nukleotida yang spesifik terhadap DNA target, mengandung jumlah yang sama dari tiap nukleotida, mencegah sekuen yang sama karena akan menyebabkan

Slipping” dari primer di template, menghindarkan dari tiga atau lebih guanin atau

sitosin di akhir 3‟ karena dapat menyebabkan

Mispriming, dan tidak mengandung sekuen yang akan menyebabkan basa berpasangan pada dirinya sendiri karena hal ini akan menyebabkan terjadinya primer dimer (Mc Pherson & Moller 2006).

Primer yang digunakan adalah primer 16sRNA memiliki sekuen untuk forward 5‟- CAA GCC ACC ATT CAA GGT TT-3‟ dengan nilai melting temperature (Tm) sebesar 44.6oC dan %GC sebesar 45.0%, untuk reverse memiliki sekuen 5‟- CCC TAC TGA TCC CGC AAT TA-3‟ dengan nilai (Tm) 46.7oC dan %GC sebesar 50.0%. Primer plnA memiliki memiliki sekuen untuk forward 5‟- GAA AAT TCA AAT TAA AGG TAT GAA GCA-3‟ dengan nilai %GC sebesar 25.9% dan nilai (Tm) sebesar 57.0oC, untuk reverse memiliki sekuen 5‟- ATT GCA GTT GCC CCC ATC-3‟ dengan nilai %GC sebesar 55.6% dan nilai (Tm) sebesar 59.9oC. Primer plnF memiliki memiliki sekuen untuk forward 5‟- TTC CAT GCC TAT AGC GCG CGT-3‟ dengan nilai %GC sebesar 59.1% dan nilai (Tm) sebesar 66.4oC, untuk reverse memiliki

sekuen 5‟- TGA TCC AAT CGG CAG GCC CAA-3‟ dengan nilai %GC sebesar 57.1% dan nilai (Tm) sebesar 64.5oC

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk penelitian ini antara lain kultur bakteri L. plantarum yang berasal dari buah-buahan tropis (Tabel 1), bakteri uji E. coli; Salmonella thypimurium; Pseudomonas floresense (Gram negatif) dan S. aureus; B. cereus (Gram positif), media GYP (Glucose Yeast peptone), medium LB (Luria Bertani), kalsium asetat, kloroform, fenol, etanol, lisozim 5mg/mL, SDS 10%, kloroform, isopropanol, diethylphyrocarbonate (DEPC) 0.1%, etanol 96%, EDTA, primer plnA; plnF dan 16sRNA forward dan reverse, deoxyribonucleoside triphosphate (dNTP) mix, RNA Taq mix, 2% gel agarosa, dan ethidium bromide (EtBr). Tabel 1 Isolat L. plantarum

Asal Isolat Kode Isolat

Terong belanda TB(CK) TB(NK) TB(P)

Manggis Bst 2

Bst 6 PSM b5

Markisa Mar A2

Mar D2

Mangga kweni Mkw 2

Mkw 7

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Refrigerator Microsentrifuge (Hettich), Water Bath, Laminar Air Flow (Vision), PCR Gradient (Takara), Spectrophotometer (Bio-Rad), mikropipet (Eppendorf), Hot Plate (Thermolyne), Touch Mixer (Thermolyne), elektroforesis (Bio-Rad), densitograf CS Analyzer, tabung mikrosentrifus 2 mL, neraca analitik, autoklaf (Hirayama), kamera digital, tabung mikrosentrifus 1.5 mL, inkubator, bunsen, pipet volumetrik, bulb, gelas ukur, cawan petri, jarum ose, tabung reaksi, rak tabung reaksi, sudip, gelas pengaduk, dan micro well.

Metode Penelitian Kultur Lactobacillus plantarum

Sebanyak sepuluh isolat L. plantarum dibiakkan di dalam media selektif GYP dengan komposisi sebagai berikut: 10 g glukosa, 10 g yeast ekstract, 5 g tripton, 2 g beef extract, 1.4 g Na-asetat.3H2O, 5 mL salt solution (0.1 g

SIKLUS SELANJUTNYA

DNA TERPISAH

PENEMPELAN PRIMER

PEMANJANGAN PRIMER R’

PRIMER F’

Ekson 2 Ekson 1

Ekson 1 Ekson 2

RNA

DNA

RNAse H

Primer 2

Taq DNA polimerase

RNA

Reverse Transkriptase

Primer 1

RNA


(9)

5

Gambar 6 Mekanisme RT-PCR (Sellner & Turbett 1998) .

Primer yang digunakan pada proses PCR mempunyai ciri-ciri yaitu mempunyai panjang sekitar 16- 30 nukleotida yang spesifik terhadap DNA target, mengandung jumlah yang sama dari tiap nukleotida, mencegah sekuen yang sama karena akan menyebabkan

Slipping” dari primer di template, menghindarkan dari tiga atau lebih guanin atau

sitosin di akhir 3‟ karena dapat menyebabkan

Mispriming, dan tidak mengandung sekuen yang akan menyebabkan basa berpasangan pada dirinya sendiri karena hal ini akan menyebabkan terjadinya primer dimer (Mc Pherson & Moller 2006).

Primer yang digunakan adalah primer 16sRNA memiliki sekuen untuk forward 5‟- CAA GCC ACC ATT CAA GGT TT-3‟ dengan nilai melting temperature (Tm) sebesar 44.6oC dan %GC sebesar 45.0%, untuk reverse memiliki sekuen 5‟- CCC TAC TGA TCC CGC AAT TA-3‟ dengan nilai (Tm) 46.7oC dan %GC sebesar 50.0%. Primer plnA memiliki memiliki sekuen untuk forward 5‟- GAA AAT TCA AAT TAA AGG TAT GAA GCA-3‟ dengan nilai %GC sebesar 25.9% dan nilai (Tm) sebesar 57.0oC, untuk reverse memiliki sekuen 5‟- ATT GCA GTT GCC CCC ATC-3‟ dengan nilai %GC sebesar 55.6% dan nilai (Tm) sebesar 59.9oC. Primer plnF memiliki memiliki sekuen untuk forward 5‟- TTC CAT GCC TAT AGC GCG CGT-3‟ dengan nilai %GC sebesar 59.1% dan nilai (Tm) sebesar 66.4oC, untuk reverse memiliki

sekuen 5‟- TGA TCC AAT CGG CAG GCC CAA-3‟ dengan nilai %GC sebesar 57.1% dan nilai (Tm) sebesar 64.5oC

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk penelitian ini antara lain kultur bakteri L. plantarum yang berasal dari buah-buahan tropis (Tabel 1), bakteri uji E. coli; Salmonella thypimurium; Pseudomonas floresense (Gram negatif) dan S. aureus; B. cereus (Gram positif), media GYP (Glucose Yeast peptone), medium LB (Luria Bertani), kalsium asetat, kloroform, fenol, etanol, lisozim 5mg/mL, SDS 10%, kloroform, isopropanol, diethylphyrocarbonate (DEPC) 0.1%, etanol 96%, EDTA, primer plnA; plnF dan 16sRNA forward dan reverse, deoxyribonucleoside triphosphate (dNTP) mix, RNA Taq mix, 2% gel agarosa, dan ethidium bromide (EtBr). Tabel 1 Isolat L. plantarum

Asal Isolat Kode Isolat

Terong belanda TB(CK) TB(NK) TB(P)

Manggis Bst 2

Bst 6 PSM b5

Markisa Mar A2

Mar D2

Mangga kweni Mkw 2

Mkw 7

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Refrigerator Microsentrifuge (Hettich), Water Bath, Laminar Air Flow (Vision), PCR Gradient (Takara), Spectrophotometer (Bio-Rad), mikropipet (Eppendorf), Hot Plate (Thermolyne), Touch Mixer (Thermolyne), elektroforesis (Bio-Rad), densitograf CS Analyzer, tabung mikrosentrifus 2 mL, neraca analitik, autoklaf (Hirayama), kamera digital, tabung mikrosentrifus 1.5 mL, inkubator, bunsen, pipet volumetrik, bulb, gelas ukur, cawan petri, jarum ose, tabung reaksi, rak tabung reaksi, sudip, gelas pengaduk, dan micro well.

Metode Penelitian Kultur Lactobacillus plantarum

Sebanyak sepuluh isolat L. plantarum dibiakkan di dalam media selektif GYP dengan komposisi sebagai berikut: 10 g glukosa, 10 g yeast ekstract, 5 g tripton, 2 g beef extract, 1.4 g Na-asetat.3H2O, 5 mL salt solution (0.1 g

SIKLUS SELANJUTNYA

DNA TERPISAH

PENEMPELAN PRIMER

PEMANJANGAN PRIMER R’

PRIMER F’

Ekson 2 Ekson 1

Ekson 1 Ekson 2

RNA

DNA

RNAse H

Primer 2

Taq DNA polimerase

RNA

Reverse Transkriptase

Primer 1

RNA


(10)

MgSO4.7H2O; 0.1 g MnSO4.4H2O; 0.1 g FeSO4.7H2O; 0.1 g NaCl; 50 mL akuades), 0.5 g tween 80, 20 g agar, 1 liter air. Setelah disterilisasi, ditambahkan 0.075 mg CaCO3/mL ke media (Nurhidayat 2006). Setelah di tanam, kultur bakteri diinkubasi pada suhu 37oC selama 24-48 jam.

Uji Aktivitas Antibakteri L. plantarum

Pengujian aktivitas antibakteri dari isolat L. plantarum menggunakan metode Agar Well Diffusion Assay (AWDA) yang mengacu pada Gong (2010) yang dimodifikasi. Media selektif GYP disiapkan dan dituang dalam cawan petri yang kering dan steril. Setelah itu dibekukan dalam laminar air selama semalam. Sebanyak 100 µL kultur bakteri patogen (S. thypimurium, E.coli, P.floresense, B.cereus, dan S.aureus) disebar di media GYP. Isolat L. plantarum yang telah diremajakan diukur nilai serapannya dengan spektrofotometer pada 500 nm kemudian disentrifus pada 13000 rpm selama 5 menit untuk diambil supernatannya. Kertas disc blank yang telah steril direndam dalam supernatan L.plantarum yang akan diuji, kemudian didiamkan hingga supernatan bakteri terserap ke dalam kertas disc blank. Setelah itu, kertas disc blank tersebut diletakkan dalam cawan petri yang telah disebar bakteri patogen. Kontrol negatif yang digunakan adalah aquades, sedangkan antibiotik kloramfenikol dengan konsentrasi 50µL digunakan sebagai kontrol positif. Setelah itu kultur diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 – 48 jam dan diukur besar zona inhibisi yang terbentuk. Semakin luas zona inhibisi maka akan semakin besar aktivitas antibakterinya.

Perancangan Primer

Perancangan primer menggunakan program BLAST dari NCBI. Sekuen dari plnA dan plnF dipilih kemudian pilih BLAST, hasil dari BLAST tersebut lalu dirancang primernya menggunakan primer 3. Primer yang dipilih adalah primer yang memiliki kesejajaran tertinggi. Perancangan primer juga bisa langsung dilakukan di NCBI dengan memilih pick primer, maka akan keluar beberapa alternatif primer yang dianjurkan. Primer yang dipilih disarankan terdiri dari 18-30 sekuen , memiliki %GC antara 40% - 60%, dan memiliki nilai Tm dalam rentang 50oC – 65oC. Primer plnA mememiliki sekuen forward 5‟- GAA AAT TCA AAT TAA AGG TAT GAA GCA-3‟ dan reverse5‟- ATT GCA GTT GCC CCC ATC-3‟. Primer plnF memliki sekuen forward 5‟- TTC CAT GCC TAT AGC GCG

CGT-3‟ dan reverse5‟- TGA TCC AAT CGG CAG GCC CAA-3‟.

Isolasi Total RNA L. plantarum

Metode isolasi total RNA yang digunakan adalah metode hot phenol berdasarkan metode dari Sambrook et al (1989) yang dimodifikasi. Prosedur dimulai dengan pemanenan bakteri, sebanyak 2 mL kultur L. plantarum dalam media cair dimasukkan dalam Eppendorf dan disentrifus 7000 rpm selama 5 menit. Pelet yang didapat ditambahkan 1 mL fenol dan di-vortex sampai tercampur. Campuran kemudian disentrifus dengan kecepatan 8000 rpm selama 5 menit. Kemudian pelet diresuspensi dengan 800 µL lisozim 5 mg/mL lalu dikocok dan di-vortex. Sampel tersebut diinkubasi pada suhu 370C selama 15 menit. Sebanyak 300 µL SDS 10% ditambahkan ke dalam sampel dan dikocok lalu diinkubasi pada suhu 650C selama 3 menit. Kemudian ditambahkan 200 µL kalium asetat. Setelah itu, sampel dipanaskan pada suhu 800C - 900C selama 5 menit lalu disimpan dalam ice box selama 3 menit. Sebanyak 80 µL fenol panas ditambahkan dalam sampel dan dipanaskan kembali pada suhu 800C - 900C selama 5 menit. Sampel disentrifus kembali selama 5 menit pada 8000 rpm kemudian supernatan diambil dan ditambahkan kloroform dengan perbandingan 1:1 lalu di-vortex dan disentrifus pada 8000 rpm selama 5 menit. Hasil yang didapat akan terdapat dua lapisan, lapisan yang diambil adalah lapisan atas (fase aqueous), lalu ditambahkan 500 µL isopropanol dan dikocok dan disentrifus pada 8000 rpm selama 5 menit. Sebanyak 500 µL etanol 70 % ditambahkan lalu disentrifus 8000 rpm selama 5 menit, tahap ini dilakukan dua kali. Pelet dikeringkan sampai tidak ada etanol yang tersisa. Lalu dilarutkan dengan 50 µL DEPC 0.1 %. Hasil yang didapatkan dielektroforesis dengan konsentrasi agarosa 1.5 % pada tegangan 100 V selama 30 menit, kemudian hasil elektroforesis RNA total dilihat dengan Printgraph.

Pengukuran Kualitas dan Kuantitas RNA Metode pengukuran kualitas RNA berdasarkan Virgil (2000). Kualitas RNA dapat diukur menggunakan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 260/280nm. Awalnya sebanyak 10 µL sampel RNA dan tambahkan 990 µL air yang telah mendapat perlakuan DEPC. Absorban dibaca pada 260/280nm. Nilai kualitas RNA yang baik berada pada kisaran 1.8 – 2.1. Konsentrasi RNA dapat


(11)

7

dihitung dengan menggunakan kalkulasi sebagai berikut:

Amplifikasi Gen plnA dan plnF dengan RT- PCR

Amplifikasi gen pln dengan RT-PCR dilakukan berdasarkan metode dari Invitrogen (2007). Metode dilakukan dengan menggunakan bahan- bahan dari SuperScript III One-Step RT-PCR with Platinum Taq Invitrogen. Master mix dibuat dengan penambahan 12.5 µL 2X Reaction Mix, 1 µL Primer Reverse, 1 µL Primer Forward, 1 µL Taq Mix, 9.5 µL ddH2O Steril, dan 1 µL

Template RNA. Campuran tersebut di-spin selama 1 menit supaya tercampur dengan sempurna kemudian dimasukkan ke dalam mesin PCR Gradient (Polymerase Chain Reaction). Reaksi reverse transcriptase dimulai dengan proGram 1 siklus 550C selama 30 menit, 1 siklus 940C selama 4 menit, kemudian dilanjutkan dengan amplifikasi PCR sebanyak 40 siklus yang terdiri atas denaturasi pada suhu 940C selama 30 detik, annealing pada suhu 550C selama 30 detik, extention pada 720C selama 1 menit, dan final extension sebanyak 1 siklus pada suhu 720C selama 7 menit, dan 1 siklus 40C. Hasil PCR tersebut dilanjutkan dengan elektroforesis untuk melihat produk yang terbentuk.

Elektroforesis Produk PCR

Metode elektroforesis produk PCR berdasarkan Sambrook et al (1989) yang dimodifikasi. Penyiapan agarosa 2 % dilakukan dengan penimbangan agarose sebanyak 2.6 Gram lalu dilarutkan dalam 130 mL TAE 1X, kemudian dipanaskan dalam microwave dan setelah dingin ditambahkan EtBr 6µL . Elektroforesis sampel dilakukan pada tegangan 100 V selama 30 menit. Hasil dapat dilihat dengan alat Printgraph. hasil dari printgraph tersebut kemudian dihitung densitasnya dengan menggunakan CS Analyzer.

Analisis Ekspresi Gen pln dan Korelasi Terhadap Penghambatan Patogen

Gen 16sRNA dimiliki oleh semua bakteri sehingga gen tersebut dijadikan kontrol positif dalam penelitian ini. Untuk mengetahui seberapa besar gen plantaricin yang terekspresi terhadap kontrol digunakan rumus:

Berdasarkan rumus diatas didapatkan tingkat ekspresi relatif gen pln terhadap kontrol. Ekspresi gen pln relatif tersebut kemudian dikorelasikan terhadap tingkat penghambatan patogen dengan menggunakan metode persamaan regresi linear (Nurhidayat 2010).

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Aktivitas Antibakteri L. plantarum

Hasil uji aktivitas didapatkan tujuh isolat L. plantarum terbaik yaitu, TB(CK); Bst 2; TB(NK); PSM b5; Mar A2; TB(P) dan Bst 6. Tujuh isolat ini dipilih karena memiliki spektrum yang luas yaitu mampu menghambat bakteri Gram positif dan Gram negatif yang diuji. Hasil ini sesuai dengan Gong et al (2010) yang menyatakan bahwa L. plantarum dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif seperti B. cereus dan S. aureus serta juga dapat menghambat bakteri Gram negatif seperti E. coli, P. floresense dan S. thypimurium (Lampiran 4).

Isolat L. plantarum yang memiliki penghambatan terhadap S. thypimurium yang paling baik adalah isolat Bst 6 dengan nilai penghambatan relatif 2.0 cm. S. aureus paling baik dihambat oleh isolat Bst 2 dan PSM b5 dengan tingkat penghambatan relatif sebesar 0.5 cm. Patogen E. coli paling baik dihambat oleh isolat PSM b5 dan Bst 6 dengan tingkat penghambatan sebesar 2.67 cm. Isolat yang paling baik menghambat P. floresense adalah isolat PSM b5 dengan nilai penghambatan sebesar 2.5 cm dan B. cereus paling baik dihambat oleh isolat Bst 6 dengan tingkat penghambatan sebesar 1.67 cm (Gambar 7).

Bakteri patogen yang paling rendah nilai penghambatan relatifnya adalah S. aureus yaitu dengan nilai rata-rata sebesar 0.22 cm. S. aureus adalah bakteri yang paling sulit dihambat oleh L. plantarum tersebut, ini dikarenakan S. aureus merupakan bakteri Gram positif yang memiliki dinding peptidoglikan yang lebih tebal dibandingkan bakteri Gram negatif, sehingga plantaricin tidak dapat bekerja secara efektif dalam melisis membran sel S. aureus tersebut. Plantaricin merupakan peptida kecil sehingga proses penembusan membrannya termasuk dalam model barrel-stave. Model barrel-stave berawal dari peptida menghadap hampir tegak lurus terhadap membran, kemudian masuk dan membuat saluran ion sepanjang membran yang Konsentrasi RNA (µg/µL) = Nilai OD A260


(12)

dihitung dengan menggunakan kalkulasi sebagai berikut:

Amplifikasi Gen plnA dan plnF dengan RT- PCR

Amplifikasi gen pln dengan RT-PCR dilakukan berdasarkan metode dari Invitrogen (2007). Metode dilakukan dengan menggunakan bahan- bahan dari SuperScript III One-Step RT-PCR with Platinum Taq Invitrogen. Master mix dibuat dengan penambahan 12.5 µL 2X Reaction Mix, 1 µL Primer Reverse, 1 µL Primer Forward, 1 µL Taq Mix, 9.5 µL ddH2O Steril, dan 1 µL

Template RNA. Campuran tersebut di-spin selama 1 menit supaya tercampur dengan sempurna kemudian dimasukkan ke dalam mesin PCR Gradient (Polymerase Chain Reaction). Reaksi reverse transcriptase dimulai dengan proGram 1 siklus 550C selama 30 menit, 1 siklus 940C selama 4 menit, kemudian dilanjutkan dengan amplifikasi PCR sebanyak 40 siklus yang terdiri atas denaturasi pada suhu 940C selama 30 detik, annealing pada suhu 550C selama 30 detik, extention pada 720C selama 1 menit, dan final extension sebanyak 1 siklus pada suhu 720C selama 7 menit, dan 1 siklus 40C. Hasil PCR tersebut dilanjutkan dengan elektroforesis untuk melihat produk yang terbentuk.

Elektroforesis Produk PCR

Metode elektroforesis produk PCR berdasarkan Sambrook et al (1989) yang dimodifikasi. Penyiapan agarosa 2 % dilakukan dengan penimbangan agarose sebanyak 2.6 Gram lalu dilarutkan dalam 130 mL TAE 1X, kemudian dipanaskan dalam microwave dan setelah dingin ditambahkan EtBr 6µL . Elektroforesis sampel dilakukan pada tegangan 100 V selama 30 menit. Hasil dapat dilihat dengan alat Printgraph. hasil dari printgraph tersebut kemudian dihitung densitasnya dengan menggunakan CS Analyzer.

Analisis Ekspresi Gen pln dan Korelasi Terhadap Penghambatan Patogen

Gen 16sRNA dimiliki oleh semua bakteri sehingga gen tersebut dijadikan kontrol positif dalam penelitian ini. Untuk mengetahui seberapa besar gen plantaricin yang terekspresi terhadap kontrol digunakan rumus:

Berdasarkan rumus diatas didapatkan tingkat ekspresi relatif gen pln terhadap kontrol. Ekspresi gen pln relatif tersebut kemudian dikorelasikan terhadap tingkat penghambatan patogen dengan menggunakan metode persamaan regresi linear (Nurhidayat 2010).

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Aktivitas Antibakteri L. plantarum

Hasil uji aktivitas didapatkan tujuh isolat L. plantarum terbaik yaitu, TB(CK); Bst 2; TB(NK); PSM b5; Mar A2; TB(P) dan Bst 6. Tujuh isolat ini dipilih karena memiliki spektrum yang luas yaitu mampu menghambat bakteri Gram positif dan Gram negatif yang diuji. Hasil ini sesuai dengan Gong et al (2010) yang menyatakan bahwa L. plantarum dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif seperti B. cereus dan S. aureus serta juga dapat menghambat bakteri Gram negatif seperti E. coli, P. floresense dan S. thypimurium (Lampiran 4).

Isolat L. plantarum yang memiliki penghambatan terhadap S. thypimurium yang paling baik adalah isolat Bst 6 dengan nilai penghambatan relatif 2.0 cm. S. aureus paling baik dihambat oleh isolat Bst 2 dan PSM b5 dengan tingkat penghambatan relatif sebesar 0.5 cm. Patogen E. coli paling baik dihambat oleh isolat PSM b5 dan Bst 6 dengan tingkat penghambatan sebesar 2.67 cm. Isolat yang paling baik menghambat P. floresense adalah isolat PSM b5 dengan nilai penghambatan sebesar 2.5 cm dan B. cereus paling baik dihambat oleh isolat Bst 6 dengan tingkat penghambatan sebesar 1.67 cm (Gambar 7).

Bakteri patogen yang paling rendah nilai penghambatan relatifnya adalah S. aureus yaitu dengan nilai rata-rata sebesar 0.22 cm. S. aureus adalah bakteri yang paling sulit dihambat oleh L. plantarum tersebut, ini dikarenakan S. aureus merupakan bakteri Gram positif yang memiliki dinding peptidoglikan yang lebih tebal dibandingkan bakteri Gram negatif, sehingga plantaricin tidak dapat bekerja secara efektif dalam melisis membran sel S. aureus tersebut. Plantaricin merupakan peptida kecil sehingga proses penembusan membrannya termasuk dalam model barrel-stave. Model barrel-stave berawal dari peptida menghadap hampir tegak lurus terhadap membran, kemudian masuk dan membuat saluran ion sepanjang membran yang Konsentrasi RNA (µg/µL) = Nilai OD A260


(13)

8

diikuti dengan pengikatan monomer tambahan pembentuk pori (Cleveland 2001).

Nilai tingkat penghambatan patogen relatif yang paling tinggi adalah patogen E. coli yaitu dengan nilai rata-rata sebesar 1.60 cm. Nilai penghambatan relatif yang tinggi menyatakan bahwa E. coli merupakan bakteri patogen yang

paling mudah dihambat oleh isolat L. plantarum tersebut, hal ini dapat disebabkan

karena E. coli merupakan bakteri Gram negatif yang memiliki dinding peptidoglikan yang tipis, sehingga bakteriosin yang terdapat dalam isolat L. plantarum dapat bekerja lebih efektif dalam melisis membran E.coli tersebut. E. coli merupakan patogen saluran pencernaan yang menjadi penyebab utama diare, dengan adanya aktivitas antibakteri L. plantarum maka akan menekan pertumbuhan E. coli penyebab diare tersebut.

Keterangan: S. thypimurium

S. aureus

E. coli

P. floresense

B. cereus

Gambar 7 Tingkat penghambatan relatif L. plantarum terhadap patogen.

Hasil Isolasi Total RNA L. plantarum

Setelah uji aktivitas antibakteri, didapatkan tujuh isolat L. plantarum dengan aktivitas antibakteri terbaik, ketujuh isolat tersebut diisolasi RNA dengan metode dari Sambrook et al (2001) yang telah dimodifikasi. Setelah diisolasi kemudian RNA dari ketujuh isolat tersebut di ukur serapannya menggunakan spektrofotometer pada λ260/280 untuk

mengetahui kuantitas dan kualitas RNA hasil isolasi tersebut.

Sampel isolat L. plantarum yang telah diisolasi RNA memiliki kuantitas RNA masing-masing sebesar 11336 ug/µL untuk TB(CK); 5028 ug/µL untuk Bst 2; 11196 ug/µL untuk TB(NK); 4788 ug/µL untuk PSM b5; 4712 ug/µL untuk Mar A2; 11336 ug/µL untuk TB(P) dan 10540 ug/µL untuk Bst 6. Ketujuh isolat L. plantarum yang diisolasi memiliki nilai kualitas yang rendah karena tidak berada pada kisaran nilai 1.8 – 2.0 (Tabel 2). Hasil isolasi RNA ketujuh isolat L. plantarum terdapat pengotor berupa protein karena memiliki nilai kualitas dibawah kisaran nilai 1.8-2.0 (Boyer 1986).

Tabel 2. Hasil perhitungan kualitas dan kuantitas RNA Isolat L.plantarum Kuantitas RNA (ug/µL) Kualitas RNA A260/A280

TB(CK) 11336 1.0125

Bst 2 5028 1.1253

TB(NK) 11196 0.9605

PSM b5 4788 1.1378

Mar A2 4712 1.1230

TB(P) 11336 1.0755

Bst 6 10540 1.0170

Total RNA yang didapat hanya satu pita saja hal ini mungkin dikarenakan RNA sebagian telah terdegradasi, karena tegangan terlalu tinggi sehingga gel agarose memuai atau karena jumlah total RNA yang terlalu banyak sehingga tidak terseparasi dengan baik saat elektroforesis (Gambar 8). Hasil perhitungan yang didapat menggunakan program CS Analyzer (Lampiran 7).

Keterangan: Isolat 1 : TB(CK) Isolat 5: Mar A2 Isolat 2 : Bst 2 Isolat 7: TB(P) Isolat 3 : TB(NK) Isolat 8: Bst 6 Isolat 4 : PSM b5 M : Marker

Gambar 8 Hasil elektroforesis RNA total isolat L. plantarum.

Primer plnA dan plnF

Perancangan primer menggunakan proGram BLAST dari NCBI. Pilih sekuen yang diinginkan kemudian di BLAST, hasil dari BLAST tersebut lalu dirancang primernya

1 2 3 4 5 6 7 M

500 pb 1000 pb


(14)

menggunakan primer 3. BLAST (Basic Local Alignment Tool) adalah sebuah algoritma untuk membandingkan informasi urutan primer biologis seperti urutan nukleotida DNA ,sekuen asam amino atau protein yang berbeda. ProGram BLAST berbasis bioinformatik dengan tujuan untuk mencari kesejajaran dari bagian urutan basa nukleotida atau asam amino (local alignment) yang memiliki nilai yang paling tinggi (Mount 2001). Perancangan primer juga bisa langsung dilakukan di NCBI dengan memilih pick primer, maka akan keluar beberapa alternatif primer yang dianjurkan. Primer yang dipilih disarankan terdiri dari 18-30 sekuen, memiliki %GC antara 40% - 60%, dan memiliki nilai (Tm) dalam rentang 50oC – 65oC.

Primer 16sRNA memiliki sekuen untuk forward 5‟- CAA GCC ACC ATT CAA GGT TT-3‟ dengan nilai melting temperature (Tm) sebesar 44.6oC dan %GC sebesar 45.0%. Untuk primer reverse memiliki sekuen 5‟- CCC TAC TGA TCC CGC AAT TA-3‟ dengan nilai (Tm) 46.7oC dan %GC sebesar 50.0%. Primer forward pada 16sRNA berada pada sekuen urutan 271 sedangkan primer reverse berada pada urutan sekuen ke 465. Dilihat dari selisih urutan sekuen antara primer reverse dan forward maka produk yang dihasilkan dari primer 16sRNA berukuran sekitar ± 194 pb. Primer ini kurang baik karena memiliki nilai (Tm) yang sangat rendah yaitu 44.6oC untuk forward dan 46.7oC untuk reverse. Primer yang baik adalah primer yang memiliki nilai Tm 50.0oC – 65.0oC. Suhu annealing pada suatu reaksi PCR ditentukan oleh nilai (Tm) yaitu ± 5-100C dari nilai (Tm). Primer yang memiliki nilai (Tm) rendah maka akan memiliki suhu annealing yang rendah, suhu annealing yang terlalu rendah akan menyebabkan primer menempel di mana saja sehingga dapat terbentuk produk non spesifik.

Tabel 3. Primer untuk RT-PCR

Primer Sekuen Tm %GC

16sRNA F: CAA GCC ACC

ATT CAA GGT TT

44.6 45.0 R: CCC TAC TGA

TCC CGC AAT TA

46.7 50.0

PlnA F: GAA AAT TCA

AAT TAA AGG TAT GAA GCA

57.0 25.9

R: ATT GCA GTT GCC CCC ATC

59.9 55.6

PlnF F: TTC CAT GCC

TAT AGC GCG CGT

66.4 59.1

R: TGA TCC AAT CGG GCC CAA

64.5 57.1

Primer plnA memiliki sekuen untuk forward5‟- GAA AAT TCA AAT TAA AGG TAT GAA GCA-3‟ dengan nilai %GC sebesar 25.9% dan nilai (Tm) sebesar 57.0oC. Untuk primer reverse memiliki sekuen 5‟- ATT GCA GTT GCC CCC ATC-3‟ dengan nilai %GC sebesar 55.6% dan nilai (Tm) sebesar 59.9oC. Primer forward pada plnA berada pada sekuen urutan 3 sedangkan primer reverse berada pada urutan sekuen ke 107. Dilihat dari selisih urutan sekuen antara primer reverse dan forward maka produk yang dihasilkan dari primer plnA berukuran sekitar ± 104 pb. Primer ini merupakan primer yang cukup baik karena memiliki nilai (Tm) yang berada dalam rentang 50.0oC – 65oC sehingga dapat dihindari terbentuknya produk non spesifik.

Primer plnF memiliki memiliki sekuen untuk forward 5‟- TTC CAT GCC TAT AGC GCG CGT-3‟ dengan nilai %GC sebesar 59.1% dan nilai (Tm) sebesar 66.4oC. Untuk primer reverse memiliki sekuen 5‟- TGA TCC AAT CGG CAG GCC CAA-3‟ dengan nilai %GC sebesar 57.1% dan nilai (Tm) sebesar 64.5oC. Primer forward pada plnF berada pada sekuen urutan 58 sedangkan primer reverse berada pada urutan sekuen ke 127. Dilihat dari selisih urutan sekuen antara primer reverse dan forward maka produk yang dihasilkan dari primer plnF berukuran sekitar ± 69 pb. Primer ini merupakan primer yang sangat baik karena memiliki nilai %GC diantar 40%-60% dan memiliki nilai Tm antara 50oC-60oC, sehingga suhu annealing yang dihasilkan dari primer ini tidak terlalu tinggi ataupun terlalu rendah.

Penggunakan primer 16sRNA bertujuan sebagai kontrol positif dalam proses PCR. Hal ini karena 16sRNA terdapat di semua bakteri sehingga diasumsikan semua RNA isolat yang dianalisa dapat mengekspresikan gen 16sRNA. Ekspresi gen 16sRNA dapat dijadikan kontrol untuk ekspresi gen plantaricin yang dianalisa.

Primer plnF digunakan berdasarkan hasil uji aktivitas dari isolat terhadap bakteri patogen yang diuji yaitu S. thypimurium, S. aureus, E. coli, P. floresense dan B. cereus. Hasil uji aktivitas terbukti bahwa isolat L. plantarum yang diuji dapat menghambat kelima bakteri uji tersebut. Menurut Jørgenrud (2009), plnF mampu menghambat bakteri Gram positif dan Gram negatif. Hasil uji aktivitas isolat dan literatur menurut Gong et al (2010) memiliki kesamaan sehingga diduga dalam isolat tersebut terdapat plnF.

Primer plnA digunakan karena plnA bertindak sebagai prekursor feromon yang memicu pengaktifan gen yang mengkode bakteriosin dua peptida seperti plnE/F dan


(15)

10

plnJ/K (Kristiansen et al 2005) dan memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram negatif. Umumnya, patogen yang menghuni saluran pencernaan manusia merupakan bakteri Gram negatif, sehingga aktivitas plnA dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan patogen dalam saluran pencernaan. PlnA juga berada pada lokus yang berbeda dengan plnF sehingga dapat dibandingkan ekspresi plantaricin dari lokus yang berbeda.

Hasil Analisis Ekspresi Gen plnA dan plnF

Amplifikasi PCR untuk L. plantarum menggunakan tiga buah primer yaitu 16sRNA (sebagai kontrol), plnA dan plnF dilaksanakan pada suhu 94°C selama 2 menit tahap pre-denaturasi untuk menjamin bahwa semua cDNA telah menjadi untai tunggal. Untuk 40 siklus, tahap denaturasi pada suhu 94°C selama 30 detik dan tahap penempelan (annealing) pada suhu 55°C selama 30 detik. Kemudian tahap perpanjangan (extension) dilakukan pada suhu 72oC selama 1 menit, final extension terjadi pada suhu 72oC selama 7 menit dan 1 siklus pendinginan pada suhu 4oC.

Setelah elektroforesis di-running, hasilnya dapat dilihat dibawah sinar UV. Hasil elektroforesis tersebut kemudian dihitung densitasnya dengan CS analyzer, dari densitas tersebut dapat diketahui konsentrasi RNA yang dihasilkan oleh produk. Hasil elektroforesis dari produk PCR memiliki pita dibawah marker 100 pb yang menandakan bahwa produk PCR yang dihasilkan berukuran kurang dari 100 pb yaitu sebesar ±70 pb (Lampiran 8). Prediksi ukuran produk dari primer 16sRNA sebesar ±194 pb, plnA sebesar ±104 pb dan plnF sebesar ±69 pb. Produk hasil PCR yang berukuran ± 70 pb masih berada dalam rentang produk primer yang digunakan, sehingga dapat dinyatakan PCR tersebut merupakan produk dari primer yang teramplifikasi. Adanya smeer pada hasil elektroforesis dapat diakibatkan karena RNA produk PCR telah terdegradasi, atau produk yang dihasilkan terlalu banyak sehingga menghasilkan smeer. Hasil elektroforesis produk PCR dapat dilihat pada Gambar 9.

Smeer juga disebabkan karena primer yang digunakan tidak dioptimasi terlebih dahulu. Konsentrasi primer juga perlu dioptimasi karena konsentrasi yang terlalu tinggi akan meningkatkan kemungkinan terbentuknya produk non spesifik, sedangkan konsentrasi terlalu rendah proses amplifikasi tidak akan berlangsung. Hal lain masih memerlukan optimasi ialah suhu annealing yang digunakan adalah 55oC. Suhu annealing yang terlalu

tinggi menyebabkan primer tidak akan menempel , tetapi suhu annealing terlalu rendah primer akan menempel di mana saja dan terbentuklah produk non spesifik (Espy et al 2006).

Keterangan: Isolat 1: TB(CK) a : Primer plnF

Isolat 2: Bst 2 b : Primer 16sRNA Isolat 3: TB(NK) c : Primer plnA

Isolat 4: PSM b5 Isolat 5: Mar A2

Isolat 6: TB(P) Isolat 7: Bst 6

Gambar 9 Hasil elektroforesis produk PCR isolat L. plantarum.

Ekspresi Relatif Gen plnA dan plnF dari Isolat L. plantarum

Gen 16sRNA dimiliki oleh semua bakteri sehingga gen tersebut dijadikan kontrol positif dalam penelitian ini. Berdasarkan rumus dibawah didapatkan tingkat ekspresi gen pln terhadap kontrol (tingkat ekspresi gen relatif) dengan satuan ekspresi Arbitary Unit (AU). Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 7.

Isolat L. plantarum yang memiliki ekspresi relatif gen plnA adalah isolat Mar A2 dan TB(P) dengan ekspresi relatif gen

1a 1b 1c 2a 2b 2c 3a 3b 3c

4a 4b 4c 5a 5b 5c 6a 6b 6c M

7a 7b 7c

1000 pb 500 pb 100 pb ±70 pb 1000 pb 100 pb M ±70 pb 1000 pb 100 pb ±70 pb M


(16)

masing sebesar 36.250 AU dan 47.123 AU, sedangkan isolat TB(CK); Bst 2; TB(NK); PSM b5 dan Bst 6 memiliki ekspresi relatif gen plnA yang negatif. Isolat L. plantarum yang memiliki ekspresi relatif gen plnF adalah isolat Mar A2; TB(P) dan BST 6 dengan nilai ekspresi relatif gen masing-masing sebesar 215.560 AU; 26.016 AU dan 0.9168 AU, sedangkan isolat TB(CK); Bst 2; TB(NK) dan PSM b5 memiliki ekspresi relatif gen plnA yang negatif. Isolat yang memiliki ekspresi relatif gen plnA terbesar adalah isolat TB(P) dan isolat yang memiliki ekspresi relatif gen plnF terbesar adalah isolat Mar A2. Ekspresi relatif gen plnF lebih dominan atau lebih unggul dibandingkan dengan ekspresi relatif plnA. Perbandingan ekspresi relatif gen plnA dan plnF dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Ekspresi relatif gen plantaricin.

Korelasi Ekspresi Gen plnA dan plnF

Terhadap Penghambatan Patogen Tingkat ekspresi relatif gen plnF memiliki korelasi positif terhadap tingkat penghambatan patogen E.coli dan P. floresense. E. coli memiliki persamaan linear y = 13.71x + 13.44

dengan nilai R2 = 0.034 (Gambar 11). Patogen P. floresense memiliki persamaan

linear y = 2.209x + 32.24 dengan nilai R2 = 0.000. Namun, tingkat ekpresi relatif gen plnF terhadap ketiga patogen uji lainnya yaitu, S. aureus, S. thypimurium dan B. cereus memiliki nilai korelasi negatif.

Nilai korelasi tingkat ekpresi relatif gen plnF terhadap patogen S. thypimurium adalah

y = -14.08x + 46.40dengan nilai R2 = 0.015; nilai korelasi terhadap patogen S. aureus adalah y = -126.2x + 67.73 dengan nilai R2 = 0.082; dan nilai korelasi terhadap patogen B. cereus adalah y = -7.022x + 17.76 dengan nilai R2 = 0.054. Korelasi yang negatif menandakan dengan bertambahnya tingkat ekspresi gen plnF tidak berpengaruh terhadap tingkat penghambatan patogen. Hal ini mungkin dikarenakan isolat yang digunakan berbeda mengakibatkan aktivitas plnF juga berbeda, sehingga tidak dapat dilihat korelasinya (Lampiran 9).

Tingkat ekspresi relatif gen plnA hanya memiliki korelasi positif terhadap tingkat penghambatan patogen E.coli yaitu dengan nilai y = 1.998x + 8.816 dengan nilai R2 = 0.011 (Gambar 12). Namun, untuk keempat patogen uji lainnya yaitu, S. aureus, S. thypimurium, P. floresense dan B. cereus memiliki nilai korelasi yang negatif.

Tabel 4. Korelasi tingkat ekspresi gen plnF

Patogen uji Korelasi (R2)

S. aureus y = -126.2x + 67.73 0.082

S. thypimurium y = -14.08x + 46.40 0.015

E. coli y = 13.71x + 13.44 0.034

P. floresense y = 2.209x + 32.24 0.000

B.cereus y = -7.022x + 17.76 0.054

Gambar 11 Korelasi relatif antara daya hambat E. coli dengan ekspresi gen plnF. Tabel 5. Korelasi tingkat ekspresi gen plnA

Patogen uji korelasi (R2)

S. aureus y = -59.21x + 27.42 0.276

S. thypimurium y = -7.022x + 17.76 0.060

E. coli y = 1.998x + 8.816 0.011

P. floresense y = -2.443x + 14.58 0.009


(17)

12

Gambar 12 Korelasi relatif antara daya hambat E. coli dengan ekspresi gen plnA.

Korelasi yang negatif menandakan dengan bertambahnya ekspresi gen plnA tidak berpengaruh terhadap tingkat penghambatan patogen. Hal ini mungkin juga dikarenakan isolat yang digunakan berbeda mengakibatkan aktivitas PlnA yang dimiliki setiap isolat juga berbeda, sehingga tidak bisa dilihat nilai korelasinya. Nilai korelasi antara tingkat ekspresi gen plnA terhadap tingkat penghambatan patogen S. thypimurium adalah y = -7.022x + 17.76 dengan nilai R2 = 0.060; nilai korelasi terhadap patogen S. aureus adalah y = -59.21x + 27.42 dengan nilai R2 = 0.276; nilai korelasi terhadap patogen P. floresense adalah y = -2.443x + 14.58 dengan nilai R2 = 0.009 dan nilai korelasi terhadap B. cereus adalah y = -12.75x + 21.92 dengan nilai R2 = 0.158 (Lampiran 10).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Tujuh

dari

sepuluh isolat L. plantarum {TB(CK); Bst 2; TB(NK); PSM b5; Mar A2; TB(P) dan Bst 6} menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif. Isolat TB(P) dan Mar A2 secara berurutan merupakan isolat terbaik dalam mengekspresikan gen plnA dan plnF. Isolat Mar A2 dan Bst 6 merupakan isolat L. plantarum kandidat terbaik sebagai probiotik karena memiliki nilai korelasi antara ekspresi gen dan aktivitas antibakteri.

Saran

Perlu diadakan penelitian lanjutan mengenai modifikasi konformasi plantaricin

yang terekspresi dari isolat Mar A2 dan Bst 6. Diharapkan isolat L. plantarum tersebut dapat menjadi alternatif pengganti antibiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen E.coli untuk mencegah penyakit saluran pencernaan seperti diare.

DAFTAR PUSTAKA

Bixquert JM. 2009. Treatment of irritable bowel syndrome with probiotics: an etiopathogenic approach at last. Rev Esp Enferm Dig. 101(8): 553-564.

Boyer PD. 1986. A sensitive technique for detection of RNA with single-stranded probes. Nucleic Acids Res. 14(1):7505.

Chen H, Guan D dan Hoover DG. 2006. Sensitivities of foodborne pathogens to pressure changes. Journal of Food Protection 69: 130–136.

Cleveland J dan Montville IF. 2001. Bacteriocins: safe, natural antimicrobials for food preservation. Intern J. Food Microbiol 71:1-20. De Vries, Vaughan M, Kleerebezem, M dan De

Vos W. 2006. Lactobacillus plantarum: survival, functional and potential probiotic. International Dairy Journal 16: 1018-028.

Espy MJ, Uhl JR, Sloan LM, Buckwalter SP, Jones MF, Vetter EA, Yao JDC, Wengenack NL, Rosenblatt JE, Cockerill FR, dan Smith TF. 2006. Real-time PCR in clinical microbiology: applications for routine laboratory testing. Clinical Microbiology Reviews 19: 165–256.

Fuller R. 1989. Probiotics in man an animals. J Appl Bacteriol 66:365-378.

Gong HS, Meng XC dan Wang H. 2010. Plantaricin MG active against Gram-negative bacteria produced by Lactobacillus plantarum KLDS1.0391 isolated from „„Jiaoke”, a traditional fermented cream from China. Food Control 21: 89-96.

Hilman K. 2001. Bacteriological aspect of the use of antibiotics and their alternative in the feed of non-ruminant animals.


(18)

Gambar 12 Korelasi relatif antara daya hambat E. coli dengan ekspresi gen plnA.

Korelasi yang negatif menandakan dengan bertambahnya ekspresi gen plnA tidak berpengaruh terhadap tingkat penghambatan patogen. Hal ini mungkin juga dikarenakan isolat yang digunakan berbeda mengakibatkan aktivitas PlnA yang dimiliki setiap isolat juga berbeda, sehingga tidak bisa dilihat nilai korelasinya. Nilai korelasi antara tingkat ekspresi gen plnA terhadap tingkat penghambatan patogen S. thypimurium adalah y = -7.022x + 17.76 dengan nilai R2 = 0.060; nilai korelasi terhadap patogen S. aureus adalah y = -59.21x + 27.42 dengan nilai R2 = 0.276; nilai korelasi terhadap patogen P. floresense adalah y = -2.443x + 14.58 dengan nilai R2 = 0.009 dan nilai korelasi terhadap B. cereus adalah y = -12.75x + 21.92 dengan nilai R2 = 0.158 (Lampiran 10).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Tujuh

dari

sepuluh isolat L. plantarum {TB(CK); Bst 2; TB(NK); PSM b5; Mar A2; TB(P) dan Bst 6} menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif. Isolat TB(P) dan Mar A2 secara berurutan merupakan isolat terbaik dalam mengekspresikan gen plnA dan plnF. Isolat Mar A2 dan Bst 6 merupakan isolat L. plantarum kandidat terbaik sebagai probiotik karena memiliki nilai korelasi antara ekspresi gen dan aktivitas antibakteri.

Saran

Perlu diadakan penelitian lanjutan mengenai modifikasi konformasi plantaricin

yang terekspresi dari isolat Mar A2 dan Bst 6. Diharapkan isolat L. plantarum tersebut dapat menjadi alternatif pengganti antibiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen E.coli untuk mencegah penyakit saluran pencernaan seperti diare.

DAFTAR PUSTAKA

Bixquert JM. 2009. Treatment of irritable bowel syndrome with probiotics: an etiopathogenic approach at last. Rev Esp Enferm Dig. 101(8): 553-564.

Boyer PD. 1986. A sensitive technique for detection of RNA with single-stranded probes. Nucleic Acids Res. 14(1):7505.

Chen H, Guan D dan Hoover DG. 2006. Sensitivities of foodborne pathogens to pressure changes. Journal of Food Protection 69: 130–136.

Cleveland J dan Montville IF. 2001. Bacteriocins: safe, natural antimicrobials for food preservation. Intern J. Food Microbiol 71:1-20. De Vries, Vaughan M, Kleerebezem, M dan De

Vos W. 2006. Lactobacillus plantarum: survival, functional and potential probiotic. International Dairy Journal 16: 1018-028.

Espy MJ, Uhl JR, Sloan LM, Buckwalter SP, Jones MF, Vetter EA, Yao JDC, Wengenack NL, Rosenblatt JE, Cockerill FR, dan Smith TF. 2006. Real-time PCR in clinical microbiology: applications for routine laboratory testing. Clinical Microbiology Reviews 19: 165–256.

Fuller R. 1989. Probiotics in man an animals. J Appl Bacteriol 66:365-378.

Gong HS, Meng XC dan Wang H. 2010. Plantaricin MG active against Gram-negative bacteria produced by Lactobacillus plantarum KLDS1.0391 isolated from „„Jiaoke”, a traditional fermented cream from China. Food Control 21: 89-96.

Hilman K. 2001. Bacteriological aspect of the use of antibiotics and their alternative in the feed of non-ruminant animals.


(19)

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI ISOLAT

Lactobacillus

plantarum

DARI BUAH-BUAHAN TROPIS DAN

KAITANNYA DENGAN EKSPRESI

GEN PLANTARICIN

NOVITA RAHAYUNINGTYAS

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(20)

Gambar 12 Korelasi relatif antara daya hambat E. coli dengan ekspresi gen plnA.

Korelasi yang negatif menandakan dengan bertambahnya ekspresi gen plnA tidak berpengaruh terhadap tingkat penghambatan patogen. Hal ini mungkin juga dikarenakan isolat yang digunakan berbeda mengakibatkan aktivitas PlnA yang dimiliki setiap isolat juga berbeda, sehingga tidak bisa dilihat nilai korelasinya. Nilai korelasi antara tingkat ekspresi gen plnA terhadap tingkat penghambatan patogen S. thypimurium adalah y = -7.022x + 17.76 dengan nilai R2 = 0.060; nilai korelasi terhadap patogen S. aureus adalah y = -59.21x + 27.42 dengan nilai R2 = 0.276; nilai korelasi terhadap patogen P. floresense adalah y = -2.443x + 14.58 dengan nilai R2 = 0.009 dan nilai korelasi terhadap B. cereus adalah y = -12.75x + 21.92 dengan nilai R2 = 0.158 (Lampiran 10).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Tujuh

dari

sepuluh isolat L. plantarum {TB(CK); Bst 2; TB(NK); PSM b5; Mar A2; TB(P) dan Bst 6} menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif. Isolat TB(P) dan Mar A2 secara berurutan merupakan isolat terbaik dalam mengekspresikan gen plnA dan plnF. Isolat Mar A2 dan Bst 6 merupakan isolat L. plantarum kandidat terbaik sebagai probiotik karena memiliki nilai korelasi antara ekspresi gen dan aktivitas antibakteri.

Saran

Perlu diadakan penelitian lanjutan mengenai modifikasi konformasi plantaricin

yang terekspresi dari isolat Mar A2 dan Bst 6. Diharapkan isolat L. plantarum tersebut dapat menjadi alternatif pengganti antibiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen E.coli untuk mencegah penyakit saluran pencernaan seperti diare.

DAFTAR PUSTAKA

Bixquert JM. 2009. Treatment of irritable bowel syndrome with probiotics: an etiopathogenic approach at last. Rev Esp Enferm Dig. 101(8): 553-564.

Boyer PD. 1986. A sensitive technique for detection of RNA with single-stranded probes. Nucleic Acids Res. 14(1):7505.

Chen H, Guan D dan Hoover DG. 2006. Sensitivities of foodborne pathogens to pressure changes. Journal of Food Protection 69: 130–136.

Cleveland J dan Montville IF. 2001. Bacteriocins: safe, natural antimicrobials for food preservation. Intern J. Food Microbiol 71:1-20. De Vries, Vaughan M, Kleerebezem, M dan De

Vos W. 2006. Lactobacillus plantarum: survival, functional and potential probiotic. International Dairy Journal 16: 1018-028.

Espy MJ, Uhl JR, Sloan LM, Buckwalter SP, Jones MF, Vetter EA, Yao JDC, Wengenack NL, Rosenblatt JE, Cockerill FR, dan Smith TF. 2006. Real-time PCR in clinical microbiology: applications for routine laboratory testing. Clinical Microbiology Reviews 19: 165–256.

Fuller R. 1989. Probiotics in man an animals. J Appl Bacteriol 66:365-378.

Gong HS, Meng XC dan Wang H. 2010. Plantaricin MG active against Gram-negative bacteria produced by Lactobacillus plantarum KLDS1.0391 isolated from „„Jiaoke”, a traditional fermented cream from China. Food Control 21: 89-96.

Hilman K. 2001. Bacteriological aspect of the use of antibiotics and their alternative in the feed of non-ruminant animals.


(21)

13

Recent advances in animal Nutrition. Notingham University Press. London. Hougee S, Vriesema AJ, dan Wijering SC.

2009. Oral treatment with probiotics reduces allergic sympotoms in ovalbumin-sensitized mice: a bacterial strain comparative study. Int Arch Allergy Immunology 151(2): 107-117. IGEM. 2009. Lactobacillus plantarum.

[terhubung berkala].

http://www.ipmint.org [29 Januari 2011].

Invitrogen. 2007. Platinum® Taq RNA polymerase. California: Life Technologies

Jack RW, Tagg JR dan Ray B. 1995. Bacteriosins of Gram positive bacteria. Microbi. Rev 59:171-200.

Jenie SL dan Shinta E. 1995. Aktivitas Antibakteri dari Beberapa Spesies Lactobacillus terhadap Mikroba Patogen dan Perusak Makanan. Buletin Teknologi dan Industri Pangan 7:46-51. Jørgenrud BM. 2009. Construction of a Heterologous Expression Vector for Plantaricin F, One of the Peptides Constituting the Two-Peptide Bacteriocin Plantaricin EF [Thesis]. Oslo: University of Oslo.

Kalmokoff ML, dan Teather RM. 1996. Isolation and characterization of bacteriocin (Butyrivibriocin AR10) from the rumen anaerob Butyrivibrio fibrisolvens AR10. Appl Environ Microbiol 63:394-402.

Kalmokoff ML, Lu D, Whitford MF dan Teather RM. 1999. Evidence for the production of a new lantibiotic (butyrivibriocin OR79A) by the rumen anaerobe Butyrivibrio fibrisolvens OR79: characterisation of the structural gene encoding butyrivibriocin OR79A. Appl EnvironMicrobiol. 65:2128-2135. Ko SH dan Ahn C. 2000. Bacteriocin

production by Lactococcus lactis KCA2386 isolated from white kimchi. Food Sci. Biotehnol 9:263-269.

Kristiansen PE., Gunnar F, Dimitris M dan Jon NM. 2005. Structure and mode of action

of the membrane-permeabilizing antimicrobial peptide pheromone plantaricin A. The Journal of Biological Chemistry 280:22945-22950.

Lonnermark E, Friman V dan Lappas G. 2009. Intake of Lactobacillus plantarum reduces certain gastrointestinal symptoms during treatment with antibiotics. J Clin Gastroenterol 1:10. Martinez BM, Tim B, Tanja S, Ana R,

Hans-Georg S dan Imke W. 2002. Synthesis of Lactococcin 972, a bacteriocin produced by Lactococcus lactis IPLA 972, depends on the expression of a plasmid-encoded bicistronic operon. Microbiology 145:3255-3261.

Martirani L. 2002. Purification and partial characterization of Bacillon 490, a novel bacteriocin produced by thermophilic strain of Bacillus licheniformis. Microb Cell Fact 1:1.

Mc Pherson MJ & Moller SG. 2006. PCR (the basics). New York: Taylor & Francis. Moll GN, Wil NK dan Arnold JM. 1999.

Bacteriocins: mechanism of membrane insertion and pore formation. Antonie van Leewenhoek 76: 185-198.

Mount DW. 2001. Bioinformatics: Sequence and Genome Analysis. Cold Spring Harbor: Cold Spring Harbor Laboratory Press.

National Center for Biotechnology Information

(NCBI). 2010. Taxonomy:

Lactobacillus plantarum. [terhubung berkala]. http://www.ncbi.com [29 Januari 2011]

Nissen L, Chingwaru W dan Sgorbati B. 2009. Gut health promoting activity of new putative probiotic protective Lactobacillus spp. strains: a functional study in the small intestinal cell model. Int J Food Microbiol. 15:135, 3:288-94. Nurhidayat N, Eko Y, dan Evi T. 2006. Uji

viabilitas Lactobacillus sp. Mar 8 terenkapsulasi. BIODIVERSITAS 7: 114-117.

Nurhidayat N. 2010. Laporan akhir kumulatif kegiatan program kompetitif tahun anggaran 2010: domestika bakteri


(22)

probiotik dari buah-buahan imunomodulator penunjang ketahanan panga fungsional. Bogor: LIPI Cibinong.

Oscarriz JC dan Pisabarro AG. 2001. Classification and mode action of membrane-active bacteriocins produced by Gram-positive bacteria. Int Microbiol 4: 13-19.

Rekhif N,Atrih A, Michel M dan Lefebvre G. 1995. Activity of plantaricin SA6, a bacteriocin produced by Lactobacillus plantarum, isolated from fermented sausage. J. Appl. Bacteriol 78:349–358. Sablon E, Contreras B dan Vandamme E. 2000.

Antimicrobial peptides of lactic acid bacteria: mode of action, genetics and biosynthesis. Adv Biochem Eng Biotechnol 68: 21–60.

Sambrook J, Fritsch EF dan Maniatis T. 1989. Molecular Cloning. A Laboratory Manual 2nd Ed. Cold Spring Harbor Laboratory Press: USA.

Sambrook J, Russel DW. 2001. Molecular Cloning: A Laboratory Manual 3rd Ed. New York: Cold Spring Harbor Laboratory Pr.

Sellner LN dan Turbett GR. 1998. Comparison of three RT-PCR methods. Biotechniques 25(2): 230-234.

Stevens KA, Sheldon BW, Klapes NA dan Klaenhammer TR. 1991. Nisin treatment for inactivation of Salmonella species and other Gram-negative bacteria. Appl. Environ. Microbiol 57: 3613-3615.

Suriawiria U. 1995. Pengantar Mikrobiologi Umum. Bandung: Angkasa Pr.

Suskovic J, Kos B, Goreta J, dan Matosic S. 2001. Role of lactic acid bacteria and Bifidobacteria in cynbiotic effect. Food technol Biotechnol 39:227-235.

Todorov S. Manuela V, dan Paul G. 2004. Comparison of two methods for purification of plantaricin ST31, a bacteriocin produced by Lactobacillus plantarum ST31. Brazilian Journal of Microbiology 35:157-160.

Todorov SD dan Dicks LMT. 2007. Bacteriocin production by Lactobacillus pentosus ST712BZ isolated from boza. Brazilian Journal of Microbiology 38:1. Toni Komara. 2009. Teknologi probiotik dan

keseimbangan. [terhubung berkala]. http://www.toni-komara.blogspot.com. [29 Januari 2011]

Van Belkum MJ dan Stiles ME. 2000. Non-lantibiotics antibacterial peptides from lactic acid bacteria. Nat. Prod. Rep 17:323-335.

Virgil R. 2000. Isolation of Total RNA from E. coli for Microarrays. Gross Lab 2-3. Yuwono T. 2006. Teori dan Aplikasi

Polymerase Chain Reaction. Yogyakarta: Andi Pr.

Zhao H. 2003. Mode of action of antimicrobial peptides. [Disertasi]. University of helsinki. Finland.


(23)

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI ISOLAT

Lactobacillus

plantarum

DARI BUAH-BUAHAN TROPIS DAN

KAITANNYA DENGAN EKSPRESI

GEN PLANTARICIN

NOVITA RAHAYUNINGTYAS

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(1)

Lampiran 7 Tingkat ekspresi gen

plnA

dan

plnF

isolat

L. plantarum

Data

Isolat L. plantarum RNAtotal/ mL

Primer RNAproduk/ mL

RNAproduk Ekspresi Gen (AU)

TB (CK) 75280.8 Pln F 1548.0 38700.0 0.5141

16s RNA 7616.0 190400.0 2.5292

Pln A 5456.0 136400.0 1.8119

Bst 2 73242.4 Pln F 24740.0 618500.0 8.4446

16s RNA 21640.0 541000.0 7.3864

Pln A 12188.0 304700.0 4.1602

TB (NK) 79604.0 Pln F 9300.0 232500.0 2.9207

16s RNA 13264.0 331600.0 4.1656

Pln A 3968.0 99200.0 1.2462

PSM b5 8937.6 Pln F 220.5 5512.5 0.6168

16s RNA 2376.5 59412.5 6.6475

Pln A 147.0 3675.0 0.4112

Mar A2 60043.2 Pln F 25641.7 641042.5 10.6764

16s RNA 1136.8 28420.0 0.4733

Pln A 5257.7 131442.5 2.1891

TB (P) 83092.8 Pln F 8771.0 219275.0 2.6389

16s RNA 2435.3 60882.5 0.7327

Pln A 13911.1 347777.5 4.1854

Bst 6 75213.6 Pln F 24330.8 608270.0 8.0872

16s RNA 12693.2 317330.0 4.2191

Pln A 7202.0 180050.0 2.3938

Grafik

Perbandingan relatif terhadap 16s RNA (kontrol)

Isolat L. plantarum pln A pln F

TB (K) -0.2836 -0.7967

Bst 2 -0.4368 0.1433

TB (NK) -0.7008 -0.2989

PSM b5 -0.9381 -0.9072

Mar A2 36.250 215.560

TB (P) 47.123 26.016


(2)

Lampiran 8 Perhitungan bobot molekul produk PCR

Data

Isolat Jarak Relatif Bobot Molekul (bp)

L. plantarum pln F 16sRNA pln A pln F 16sRNA pln A

TB (K) 87,78 88,24 85,97 73,25 73,23 73,34

Bst 2 79,19 80,09 83,71 73,69 73,64 73,46

TB (NK) 84,62 84,16 85,52 73,41 73,44 73,37

PSM b5 79,42 88,07 87,65 66,50 66,06 66,08

Mar A2 85,60 79,42 83,54 66,19 66,50 66,29

TB (P) 85,19 86,42 86,01 66,21 66,14 66,17

Bst 6 73,12 74,19 73,84 58,27 58,21 58,23


(3)

Lampiran 9 Korelasi ekspresi gen

plnF

terhadap penghambatan patogen

Salmonella thypimurium

Staphylococcus aureus


(4)

Pseudomonas floresense


(5)

Lampiran 10 Korelasi ekspresi gen

plnA

terhadap penghambatan patogen

Salmonella thypimurium

Staphylococcus aureus


(6)

Pseudomonas floresense