Analisis Dayasaing Produk Kayu Olahan Sekunder (SPWP) Indonesia di Pasar Internasional

ANALISIS DAYASAING PRODUK KAYU OLAHAN SEKUNDER
(SPWP) INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

IKA KARTIKA DEWI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Dayasaing
Produk Kayu Olahan Sekunder (SPWP) Indonesia di Pasar Internasional adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir penelitian ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, November 2013
Ika Kartika Dewi
NIM E24090004

ABSTRAK
IKA KARTIKA DEWI. Analisis Dayasaing Produk Kayu Olahan Sekunder
(SPWP) Indonesia di Pasar Internasional. Dibimbing oleh BINTANG C.H.
SIMANGUNSONG.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan dayasaing
produk kayu olahan sekunder (SPWP) Indonesia untuk periode 2005-2011
khususnya produk wooden furniture, bulider’s woodwork, other SPWP,
Mouldings, cane and baboo furniture di pasar internasional. Indeks Revealed
Comparative Advantage (RCA) dan Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
dihitung untuk menentukan keunggulan komparatif dan kompetitif. Teknik
Constant Market Share (CMS) digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor
yang mepengaruhi pertumbuhan ekspor produk SPWP Indonesia. Hasil penelitian
menunjukkan secara keseluruhan semua produk SPWP Indonesia memiliki
keunggulan komparatif dengan nilai RCA>1. Selain itu, indeks ISP menunjukkan
semua produk memiliki keunggulan kompetitif. Berdasarkan analisis CMS, faktor
dayasaing merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan

ekspor diikuti oleh faktor pertumbuhan standar dan faktor komposisi komoditi.
Strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan dayasaing Indonesia
diantaranya, melakukan beberapa inovasi-inovasi terbaru dalam proses produksi,
mempertahankan, memperluas pangsa pasar, dan mengembangkan pendekatan
klaster industri.
Kata kunci: produk kayu olahan sekunder, dayasaing, RCA, ISP, CMS.
ABSTRACT
IKA KARTIKA DEWI. Competitiveness Analysis of Indonesian Secondary
Products (SPWP) in International Market. Supervised by BINTANG C.H.
SIMANGUNSONG.
The objective of this research is to analyze competitiveness of Indonesia
secondary products (SPWP), particularly wooden furniture, builder’s woodwork,
other SPWP, moulding, cane and bamboo furniture in international market for the
period 2005-2011. Revealed Comparative Advantage (RCA) and Spesialisasi
Perdagangan Index (ISP) were then calculated to determine comparative and
competitive advantage, and Constant Market Share (CMS) technique was also
used to identify factors that affect competitiveness those products. Result show all
products have comparative advantage as indicated by the value of RCA>1. Mean
while, ISP index indicated that all products have competitive advantage. Based on
CMS analysis, competitiveness is the mostthat affect export growth, followed by

growth and commodity composition factors. The strategies that can be used to
increase Indonesia competitiveness are produtcs process inovation, market
exponding, industry cluster development.
Keywords: secondary processed wood products, competitiveness, RCA, ISP,
CMS.

ANALISIS DAYASAING PRODUK KAYU OLAHAN SEKUNDER
(SPWP) INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

IKA KARTIKA DEWI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2013

Judul Skripsi : Analisis Dayasaing Produk Kayu Olahan Sekunder (SPWP)
Indonesia di Pasar Internasional
Nama
: Ika Kartika Dewi
NIM
: E24090004

Disetujui oleh

Ir Bintang CH Simangunsong, MS, PhD
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Analisis Dayasaing
Produk Kayu Olahan Sekunder (SPWP) Indonesia Di Pasar Internasional” dapat
diselesaikan sebagai prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir Bintang CH Simangunsong MS,
PhD yang selalu memberikan arahan dan motivasi selama masa bimbingan.
Ungkapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan kepada ayah, ibu,
kakak dan adik, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Tak
lupa ucapan terimakasih juga disampaikan kepada teman-teman THH 46 dan
khususnya teman-teman yang tergabung dalam Laboratorium Ekonomi IndustriBiokomposit yang selalu memberikan dukungan dan semangat dalam
penyelesaian karya ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih memiliki banyak kekurangan
dan kelemahan mengingat keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh
karena itu segala kritik dan saran dalam penulisan karya ilmiah ini sangat
diharapkan untuk kemudian dapat dilanjutkan ke tahap yang lebih luas dan
pembahasan yang lebih mendalam. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.


Bogor, November 2013
Ika Kartika Dewi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

Penelitian Terdahulu Mengenai Dayasaing

1
1
2
2
2

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis Data
Analisis Data
Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA)
Analisis Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Analisis Constant Market Share (CMS)

3
3
3
3

4
5
7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan dan pertumbuhan SPWP Indonesia dan Dunia
Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA)
Analisis Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Analisis Constant Market Share (CMS)
Strategi Peningkatan Dayasaing SPWP Indonesia

8
8
10
11
12
14

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

Saran

15
15
15

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

15
18
25

DAFTAR TABEL
1 Nilai Indeks RCA Produk SPWP Indonesia Periode 2005-2011
2 Nilai ISP Produk SPWP Indonesia Periode 2005-2011
3 Nilai CSM Produk SPWP Periode 2005-2011

10

11
13

DAFTAR GAMBAR
1 Kurva ISP Berdasarkan Teori Siklus
2 Grafik Ekspor SPWP Dunia dan Indonesia

6
9

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Kode Produk SPWP Dalam STIC, FAO dan Harmonized System
Perhitungan RCA Indonesia Periode 2005-2011
Perhitungan ISP Indonesia Periode 2005-2011
Perhitungan CSM Indonesia Periode 2005-2011


18
19
20
21

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Secondary Processed Wood Products (SPWP) merupakan produk-produk
yang dihasilkan dari kayu gergajian, diolah menjadi komponen-komponen dan
berakhir pada perakitan atau pembuatan produk yang kompleks, seperti furniture
dari kayu maupun non kayu serta produk lainnya. Kategori utama SPWP dalam
perdagangan adalah wooden furniture, builders’ woodwork, other SPWP
(kemasan, kotak kayu, meja, kitchenware dan barang lainnya), mouldings (profile
kayu, termasuk, unassembled strip dan dekorasi untuk parket lantai, manik-manik
kayu, dowels) dan furniture non kayu dari bambu (ITTO 2011).
Perkembangan permintaan produk kayu olahan sekunder (Secondary
Processed Wood Product) seperti wooden furniture, builder’s woodwork, other
SPWP, moulding, dan cane and bamboo furniture meningkat setiap tahunnya.
Tercatat impor dari negara-negara anggota ITTO untuk produk SPWP tahun 2011
sebesar 88 milyar USD meningkat sebesar 8 % dari tahun sebelumnya. Amerika
Serikat, Jepang, dan beberapa negara Uni Eropa (Jerman, Perancis, dan Inggris)
merupakan negara importir utama SPWP. Amerika Serikat terus mendominasi
impor SPWP sebesar 18.4 milyar USD pada tahun 2011 disusul oleh negara Uni
Eropa dan Jepang dengan nilai impor berturut-turut yaitu 7.8 milyar USD dan
5.7 milyar USD. Saat ini, China menduduki peringkat pertama eksportir produk
SPWP dunia sebanyak 33% dari total nilai ekspor dunia sebesar 23.8 milyar USD
sedangkan, ekspor Indonesia bernilai 2.4 milyar USD dan berada dibawah ekspor
Vietnam dan Malaysia dimana nilai ekspor mereka secara berturut-turut sebesar
3.6 dan 2.7 milyar USD (ITTO 2012).
Produk kayu sekunder (SPWP) termasuk kelompok komoditi yang
dihasilkan dalam industri pengolahan kayu dan non kayu. Industri ini merupakan
industri yang memiliki segmen di pasar internasional seperti halnya industri
pertambangan, minyak, gas, tekstil dan lainnya. Di lain pihak, semakin terbukanya
pasar baru di sejumlah negara seperti Korea Selatan, India, China, dan Timur
Tengah memberikan peluang besar bagi industri SPWP Indonesia untuk
memasuki pasar dunia di masa akan datang (Brilliantono 2013). Seiring
terbatasnya pasokan kayu yang berasal dari hutan alam dan makin tingginya
kesadaran dunia terhadap masalah lingkungan, maka industri kayu olahan di
Indonesia saat ini sedang beralih menggunakan bahan baku yang berasal dari
Hutan Rakyat (HR) dan Hutan Tanaman Industri (HTI) ataupun bahan baku
alternatif non hutan alam seperti rotan dan bambu. Lebih lanjut dayasaing
furniture Indonesia terletak pada sumber bahan baku alami yang melimpah dan
berkelanjutan serta mempunyai ciri dan sifat khas yang tidak dimiliki oleh negaranegara produsen furniture lainnya (MENPERIN 2011).
Keberhasilan suatu negara dalam perdagangan internasional dilihat dari
keunggulan dayasaingnya. Dayasaing merupakan salah satu alat ukur untuk
mengetahui posisi setiap entitas (unit, produk, organisasi, perusahaan, industri
maupun negara) dalam peta persaingan baik lingkup industri ataupun kawasan
(Vidyatmoko et al 2011). Penelitian ini mencoba menganalisis dan membahas

2

dayasaing produk kayu olahan sekunder Indonesia di pasar internasional pada
periode 2005-2011.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menganalisis kemampuan dayasaing produk kayu olahan sekunder Indonesia
dengan menghitung keunggulan komparatif dan kompetitif.
2. Mengindentifkasi faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekspor
produk kayu olahan sekunder Indonesia selama tahun 2005 sampai 2011.
3. Merumuskan strategi peningkatan dayasaing produk kayu olahan sekunder
Indonesia.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa informasi
mengenai keunggulan dayasaing produk kayu olahan sekunder Indonesia pada
periode tahun 2005-2011.
Penelitian Terdahulu Mengenai Dayasaing
Penelitian Dewi (2006) mengenai dayasaing ekspor produk hasil hutan kayu
Indonesia pada periode 1993-2004, dengan menggunakan metode analisis CMS
(Constant Market Share) untuk mengitung faktor yang berpengaruh terhadap
ekspor produk tersebut. Hasil analisis menggambarkan dominasi pengaruh yang
cukup besar dari faktor pertumbuhan standar yang tidak dapat menaikkan
pertumbuhan ekspor hasil hutan kayu Indonesia karena adanya penurunan faktor
dayasaing dan komposisi komoditas di setiap periode.
Penelitian Tambunan (2006) menganalisa perkembangan dan dayasaing
ekspor meubel kayu Indonesia dengan menggunakan metode analisis Revealed
Comparative Advantage (RCA). Hasil penelitian menunjukkan, mebel Indonesia
masih lemah posisinya diantara negara-negara pesaing seperti China dan Malaysia
pada periode 2000-2004. Hal tersebut dikarenakan Indonesia dalam berkompetisi
di pasar global masih tetap mengandalkan pada faktor-faktor keunggulan
komparatif seperti upah buruh yang relatif murah, bahan baku dalam jumlah besar
dan bervariasi, tanah yang luas dan subur, serta iklim yang baik.
Penelitian Karai (2005) menganalisa kinerja dan faktor potensial pada
ekspor produk Industri barang kayu di Propinsi Jambi dengan menggunakan
metode Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Constan Market Share
(CSM). Kinerja ekspor komoditas kayu lapis di Jambi fluktuatif setiap tahunnya,
sehingga secara keseluruhan dayasaing ekspor produk kayu lapis dan kayu olahan
lainnya masih lemah secara komparatif ataupun kompetitif. Ketiga efek memiliki
andil yang besar dalam pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekspor komoditas
tersebut, tetapi faktor yang memiliki pengaruh terbesar adalah efek dayasaing.

3

Penelitian Wulandari (2013) mengenai Analisis Dayasaing Industri Pulp
dan Kertas Indonesia di Pasar Internasional dengan menggunakan metode analisis
Revealed Comparative Advantage (RCA) dan Indeks Spesialisasi Perdagangan
(ISP). Hasil penelitian menunjukkan produk printing-writing paper dan chemical
wood pulp memiliki keunggulan komparatif sangat kuat, newsprint memiliki
keunggulan komparatif yang kuat sedangkan other paper-paperboard memiliki
keunggulan komparatif moderat. Selain itu, indeks ISP menunjukkan semua
produk memiliki keunggulan kompetitif. Produk newsprint dan printing and
writing paper berada pada tahap pematangan ekspor, sedangkan chemical wood
pulp dan other paper and paperboard pada tahapan perluasan ekspor.
Berdasarkan analisis CMS, dalam urutan kepentingannya, pertumbuhan pasar
dunia, dayasaing, dan komposisi produk adalah faktor-faktor yang berpengaruh.
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-September 2013, bertempat di
Laboratorium Ekonomi Industri Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data
time series tahunan (2005-2011) yang terdiri dari 5 produk Secondary Processed
Wood Products (SPWP) yaitu wooden furniture, bulider’s woodwork, other
SPWP, Mouldings, cane and baboo furniture. Masing-masing produk mempunyai
kode Harmonized System (HS) seperti yang tertera pada lampiran 1.
Data diperoleh dari Internasional Trade Timber Organization (ITTO)
berupa nilai ekspor dan impor produk SPWP sedangkan, data pendukung lainnya
diperoleh dari UN Comtrade (United Nations Commodity and Trade) berupa nilai
total komoditi Indonesia dan dunia dan volume ekspor produk SPWP dan
berbagai macam literatur dan jurnal yang berhubungan dengan Secondary
Processed Wood Products (SPWP).
Analisis Data
Tingkat dayasaing suatu negara dalam perdagangan internasional pada
dasarnya ditentukan oleh dua teori, yaitu teori keunggulan komparatif
(comparative advantage) dan teori keunggulan kompetitif (competitive
advantage). Teori keunggulan komparatif memberi pengertian bahwa
perdagangan akan terjadi sebagai akibat adanya perbedaan biaya antar negara
karena faktor endowments (tenaga kerja dan modal sumberdaya alam)
(Vidyatmoko et al 2011). Prinsip dasar keunggulan komparatif sangat sederhana,

4

yaitu jika suatu negara memproduksi dua macam barang dalam kondisi
perdangan bebas, maka suatu negara akan mengekspor suatu jenis barang yang
lebih efisien atau harga relatinya lebih murah, dan mengimpor jenis barang yang
lain tidak membuatnya efisien dibandingkan dengan negara lain. Perbedaan antara
efisiensi atau harga relatif di masing-masing negara merupakan suatu keunggulan
atau ketidakunggulan komparatif. Hukum ini pada prinsipnya berlaku bagi banyak
negara dan banyak komoditi (Porter 1990). Pendekatan ini bermanfaat dalam
menganalisa pola perdagangan dan dayasaing, tapi berlaku hanya kepada biaya
produksi tetapi tidak terhadap biaya total dan kemauan pemerintah
mempertahankan dayasaing industri dalam negeri (Vidyatmoko et al 2011).
Teori keunggulan kompetitif (competitive advantage) tidak mempunyai
korelasi langsung dengan sumber daya manusia yang murah dan sumber daya
alam yang melimpah yang dimiliki oleh suatu negara, yang kemudian
dimanfaatkan menjadi keunggulan dayasaing dalam perdagangan internasional,
tetapi lebih menekankan kepada teknologi dan keterampilan yang tinggi. Banyak
negara-negara di dunia dengan jumlah tenaga kerja yang besar dan proporsional
dengan luas negaranya, tetapi terbelakang dalam dayasaing internasionalnya.
Begitu juga dengan tingkat upah yang relatif murah dibandingkan dengan negara
lain, namun berkorelasi erat dengan rendahnya motivasi kerja keras dan prestasi
selain faktor produksi yang tersedia, peran pemerintah sangat mendukung dalam
peningkatan dayasaing (Porter 1990).
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kuantitatif berupa analisis Revealed Comparative Advantage (RCA), Indeks
Spesialisasi Perdagangan (ISP) dan faktor yang paling mempengaruhinya
digunakan metode pangsa pasar konstan atau Constant Market Share Analysis
(CMS). Pengolahan data dilakukan secara bertahap mulai dari pengelompokan
data, analisis data dengan menggunakan model analisis dan pengolahan data
dilakukan dengan bantuan software Microsoft Excel 2010.
Revalead Comparatif Advantage (RCA)
Revalead Comparatif Advantage adalah indeks yang menyatakan
keunggulan komparatif yang merupakan perbandingan antara pangsa ekspor suatu
komoditi dalam ekspor total negara tersebut dibandingkan dengan pangsa ekspor
komoditi yang sama dalam total ekspor dunia. RCA digunakan dalam studi-studi
empiris untuk mengukur perubahan keunggulan komparatif atau tingkat dayasaing
dari suatu produk dari suatu negara terhadap dunia. Metode ini didasarkan pada
suatu konsep bahwa perdagangan antar wilayah sebenarnya menunjukkan
keunggulan komparatif yang dimiliki suatu negara.
Tambunan 2003 mengungkapkan keunggulan metode RCA yaitu lebih
mudah menghitungnya dan data sekunder relatif tersedia, mempertimbangkan
keuntungan intrinsik komoditas ekspor tertentu dan konsistensinya terhadap
perubahan di dalam suatu produktivitas ekonomi dan mengurangi dampak
pengaruh campur tangan pemerintah, sehingga keunggulan komparatif suatu
Sedangkan
komoditi dari waktu ke waktu dapat terlihat secara jelas.
kelemahannya adalah asumsi bahwa suatu negara dianggap mengekspor semua

5

komoditi, indeks RCA tidak dapat menjelaskan apakah pola perdagangan yang
sedang berlangsung sudah optimal, tidak dapat mendeteksi dan memprediksi
produk-produk yang berpotensi di masa yang akan datang. Keunggulan
komparatif tercermin dari hasil perhitungan ini bisa jadi bukan merupakan
keunggulan komparatif yang sesungguhnya, namun bisa saja akibat adanya
kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dan perdagangan, seperti nilai tukar
yang dibuat under value, proteksi ekspor dan sebagainya. Secara matematis
perhitungan nilai RCA mengacu kepada rumus yang dikembangkan Balassa
(1989) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:



Dimana :
Xij
= Nilai ekspor produk SPWP Indonesia.
Xit
= Nilai ekspor seluruh produk Indonesia.
Wj
= Nilai ekspor produk SPWP dunia.
Wt
= Nilai ekspor seluruh produk dunia.
Tingkat keunggulan dayasaing ekspor komoditi suatu negara terhadap dunia
dapat diketahui dengan menggunakan indikator sebagai berikut (Balassa 1989):
1. Jika nilai indeks 0 < RCA < 1 menunjukan bahwa komoditi tertentu dari suatu
negara memiliki dayasaing yang lemah atau mempunyai keunggulan
komparatif di bawah rata-rata dunia untuk komoditi tersebut.
2. Jika nilai indeks RCA > 1 menyatakan keunggulan komparatif pada komoditi
tertentu dari suatu negara memiliki dayasaing yang kuat. Dengan kata lain,
negara tersebut mempunyai spesialisasi dalam pengembangan perdagangan
komoditi tersebut.
Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) merupakan perbandingan antara
selisih nilai ekspor dan nilai impor suatu negara dibadingkan dengan jumlah nilai
ekspor dan nilai impor negara tersebut atau dengan kata lain ISP merupakan
perbandingan antara selisih nilai bersih perdagangan dengan nilai total
perdagangan dari suatu negara. Indeks ISP juga bisa digunakan untuk analisis
proses tahapan industrialisasi dan perkembangan pola perdagangan suatu
komoditi (Tambunan 2003).
Secara implisit, indeks ini mempertimbangkan sisi permintaan dan sisi
penawaran, dimana ekspor identik dengan suplai domestik dan impor adalah
permintaan domestik atau sesuai dengan teori perdagangan internasional, yaitu
teori net of surplus, dimana ekspor dari suatu barang terjadi apabila ada kelebihan
atas barang tersebut di pasar domestik. Dari sini dapat dipantau apakah suatu
produk sudah mengalami kejenuhan atau malah sedang mengalami pertumbuhan

6

(Vidyadmoko et al 2011). Nilai ISP berhubungan dengan siklus hidup produknya.
Angka ISP berkisar antara -1 sampai dengan +1. Tahap-tahap siklus dapat dilihat
pada kurva berikut ini.

Gambar 1 Kurva ISP sesuai Teori Siklus Produk (Product Life Cycle)
Sumber: Tambunan 2003
Indeks ISP dapat digunakan untuk mengidentifikasi tingkat pertumbuhan
suatu komoditi dalam perdagangan yang terbagi ke dalam 5 tahap (Kemenperin
2013), yaitu:
1. Tahap Pengenalan
Ketika suatu industri (forerunner) disuatu negara (sebut A) mengekspor
produk-produk baru dan industri pendatang belakangan (latercomer) di
negara B impor produk-produk tersebut. Dalam tahap ini, nilai indeks ISP
dari industri latercomer ini adalah -1.00 sampai -0.50.
2. Tahap Substitusi Impor
Nilai indeks ISP naik antara -0.51 sampai 0.00. Pada tahap ini, industri di
negara B menunjukkan daya saing yang sangat rendah, dikarenakan tingkat
produksinya tidak cukup tinggi untuk mencapai skala ekonominya. Industri
tersebut mengekspor produk-produk dengan kualitas yang kurang bagus dan
produksi dalam negeri masih lebih kecil daripada permintaan dalam negeri.
Dengan kata lain, untuk komoditi tersebut, pada tahap ini negara B lebih
banyak mengimpor daripada mengekspor.
3. Tahap Perluasan Ekspor
Nilai indeks ISP naik antara 0.01 sampai 0.80, dan industri di negara B
melakukan produksi dalam skala besar dan mulai meningkatkan ekspornya.
Di pasar domestik, penawaran untuk komoditi tersebut lebih besar daripada
permintaan.
4. Tahap Kematangan
Nilai indeks berada pada kisaran 0.81 sampai 1.00. Pada tahap ini produk
yang bersangkutan sudah pada tahap standardisasi menyangkut teknologi
yang dikandungnya. Pada tahap ini negara B merupakan negara net exporter.
5. Tahap Kembali Mengimpor
Nilai indeks ISP kembali menurun antara 1.00 sampai 0.00. Pada tahap ini
industri di negara B kalah bersaing di pasar domestiknya dengan industri dari
negara A, dan produksi dalam negeri lebih sedikit dari permintaan dalam
negeri.
Indeks Spesialisasi Perdagangan digunakan untuk menganalisis posisi atau
tahapan perkembangan suatu komoditi dan melihat kecenderungan apakah suatu
jenis produk Indonesia menjadi negara net eksportir (volume/nilai ekpor lebih

7

besar daripada volume/nilai impor) atau menjadi negara net importir (volume/nilai
impor lebih besar daripada volume/nilai ekspor). Secara matematis perhitungan
nilai ISP mengacu kepada Kemenperin 2013 dapat dihitung dengan menggunakan
rumus berikut:

Dimana :
ISP = Indeks Spesialisasi Perdagangan.
Nx’ = Nilai ekspor produk SPWP Indonesia.
Nm’= Nilai impor produk SPWP Indonesia.
Constant Market Share (CMS)
Analisis Constant Market Share merupakan suatu alat yang digunakan
untuk menganalisis perubahan ekspor suatu negara (Merkies & Van Der Meer
1988). CMS digunakan untuk mengetahui determinan yang mempengaruhi
pertumbuhan ekspor SPWP Indonesia di pasar dunia. Porter (1990) dalam Karai
(2005) mengungkapkan pertumbuhan ekspor suatu negara dapat dilihat
berdasarkan empat determinan atau faktor yaitu (i) faktor pertumbuhan standar
mengukur apakah ekspor negara yang diuji sudah terkonsentrasi pada pasar-pasar
yang mengarah kepada peningkatan permintaan global. Faktor ini menerangkan
seberapa besar perbedaan ekspor yang disebabkan oleh pertumbuhan yang cepat
dari impor dunia untuk komoditi tertentu dibandingkan dengan impor komoditi
lainnya, (ii) faktor komposisi komoditas menunjukkan seberapa besar perbedaan
ekspor yang disebabkan faktor-faktor permintaan dari negara tujuannya terhadap
produk SPWP, (iii) faktor distribusi pasar menggambarkan segmen pasar dari
ekspor suatu komoditas dari suatu negara ke negara tujuan ekspor. Faktor
distribusi pasar disebabkan oleh pergeseran ekspor komoditi di Indonesia ke pasar
internasional dengan laju pertumbuhan permintaan ekspor yang tinggi, dan (iv)
faktor dayasaing menggambarkan perbedaan antara pertumbuhan aktual dari
negara Indonesia untuk ekspor produk SPWP dengan tingkat pertumbuhan impor
negara tujuan bisa lebih cepat atau lebih lambat (Vidyadmoko et al 2011).
Perhitungan CMS dapat dilihat pada rumus berikut:

(i)

(ii)

{

(iii)

}

{

(iv)

}

Dimana:
1

X

ij

= Ekspor produk SPWP Indonesia ke dunia pada periode 1 (milyar USD).
2

X

= Ekspor produk SPWP Indonesia ke dunia pada periode 2 (milyar USD).

m

= Persentase peningkatan ekspor seluruh produk dunia pada periode 1 ke

ij

8

mi
(i)
(ii)
(iii)
(iv)

=
=
=
=
=

periode 2.
Persentase peningkatan ekspor produk SPWP dunia pada periode ke 2.
Faktor pertumbuhan pasar.
Faktor komposisi komoditas.
Faktor distribusi pasar.
Faktor dayasaing.

Penggunaan pendekatan CMS ini didasarkan pada pemahaman bahwa laju
pertumbuhan ekspor suatu negara bisa lebih kecil, sama, atau lebih tinggi daripada
laju pertumbuhan ekspor rata-rata dunia. Penggunaan metode analisis CMS
memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulan metode CSM yaitu
diketahuinya efek-efek dominan yang mempengaruhi pertumbuhan ekspor suatu
komoditi. Analisis ini juga menyediakan seperangkat indikator statistik untuk
mengetahui apakah suatu negara eksportir mampu mengelola kontribusi
ekspornya ke seluruh pasar pengimpor dalam suatu selang waktu tertentu
(Vidyadmoko et al 2011).
Menurut Muhammad dan Habibah 1993 kelemahan metode CMS yaitu
persamaan yang digunakan sebagai basis untuk menguraikan pertumbuhan ekspor
adalah persamaan identitas. Oleh karena itu, alasan-alasan dari terjadinya
perubahan dayasaing ekspor tidak dapat dievaluasi dengan hanya menggunakan
analisis CMS saja. Kelemahan analisis CMS lainnya adalah mengabaikan
perubahan dayasaing pada titik waktu yang terdapat di antara dua titik waktu yang
digunakan. Namun demikian, analisis ini sangat berguna untuk mengkaji
kecenderungan dayasaing produk yang dihasilkan suatu negara.
Perhitungan untuk metode Constant Market Share (CMS) ini mengacu pada
rumus Dewi (2006) dan Wulandari (2013) yang telah disederhanakan sebelumnya
dengan tidak memasukkan faktor distribusi pasar yang terlalu kompleks. Jika hasil
yang diperoleh bertanda positif (+) menunjukkan bahwa faktor tersebut
merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan ekspor
Indonesia, sedangkan tanda negatif (-) menunjukkan bahwa faktor tersebut tidak
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekspor Indonesia (Widodo 2000).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan dan pertumbuhan SPWP Indonesia dan Dunia.
Struktur ekspor Indonesia hingga awal tahun 1990-an masih didominasi
oleh sektor primer, terutama minyak dan gas yang pangsanya lebih dari 50% dari
total ekspor namun, mulai pertengahan tahun 1980an, ekspor sektor ini digantikan
oleh sektor manufakur dimana pangsa produk ini adalah sekitar 60% dari total
ekspor selama tahun 1990an. Sementara struktur eskpor menurut komoditas
menunjukkan bahwa ekspor Indonesia menurut komoditinya didominasi oleh
tekstil dan produk tekstil, kayu olahan seperti furniture, moulding, kayu
pembangunan, barang-barang elektronik, alas kaki, pulp dan paper, minyak sawit
(Wiranta 2001).

9

Milyar USD

Furniture merupakan salah satu dari empat komoditi ekspor utama selain
minyak dan gas bumi. Tiga komoditi ekspor lainnya adalah kelapa sawit, garmen
dan karet. Perdagangan furniture merupakan salah satu komponen penting di
dalam perdagangan dunia untuk kategori produk-produk manufaktur, dan setiap
tahun volume ekspornya tumbuh pesat seiring dengan pertumbuhan jumlah
penduduk dan peningkatan pendapatan per kapita dunia (Irawati dan Purnomo
2012). Usaha furniture telah lama dikenal di Indonesia karena merupakan budaya
turun temurun dan memproduksi furniture dari berbagai bahan baku seperti kayu,
rotan, besi dan plastik. Produksi dan ekspor furniutre kayu merupakan komponen
terbesar dengan proporsi 75% dari ekspor produk kayu sekunder berdasarkan
bahan baku mengingat masyarakat Indonesia sangat dikenal dalam hal ukirukiran kayu seperti di Jepara. Sentra-sentra industri furniture kayu berkembang
pesat terutama di pulau Jawa seperi di Semarang, Jepara, Solo dan Surabaya,
sedangkan untuk sentra rotan terdapat di Cirebon (Tambunan 2006).
Industri furniture di Indonesia didominasi oleh usaha kecil dan menengah
(UKM) yang bekerjasama dengan industri-industri besar atau perusahaanperusahaan pemasaran (trading houses). Tenaga kerja yang diserap baik langsung
maupun tidak langsung mencapai 5 juta jiwa, dengan demikian industri ini
diperkirakan menghidupi sekitar 20 juta jiwa (Tambunan 2006). Selama kurun
waktu 8 tahun dimulai dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2011, kinerja ekspor
Secondary Processed Wood Products (SPWP) diantaranya wooden furniture,
builder's woodwork, other SPWP, mouldings, serta cane and bamboo furniture
Indonesia mengalami perubahan dari tahun ke tahun dan cenderung stabil
mengikuti kinerja ekspor dunia (Gambar 1 dan 2). Tahun 2006 merupakan awal
terjadinya krisis keuangan global yang memberikan dampak secara langsung
terhadap penurunan kinerja ekspor untuk semua produk SPWP Indonesia hingga
tahun 2009. Memasuki tahun 2010-2011 kinerja ekspor dunia mulai membaik
ditunjukkan dengan meningkatnya nilai ekspor pada tahun tersebut sedangkan
Indonesia mengalami penurunan (Lampiran 2).

Cane and bamboo furniture

14
12
10
8
6
4
2
0

Mouldings
Other SPWP
Builder's woodwork
Wooden furniture
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Tahun

Gambar 1 Nilai Ekspor Dunia (Milyar USD)

Milyar USD

10
Cane and bamboo furniture

4
3
3
2
2
1
1
0

Mouldings
Other SPWP
Builders woodwork
Wooden furniture
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Tahun

ambar 2 Nilai Ekspor Indonesia (Milyar USD)
Kemampuan dayasaing produk kayu olahan (SPWP) Indonesia di pasar
dunia, dapat diketahui dengan menghitung keunggulan komparatif dengan analisis
Revealed Comparatif Advantage (RCA), menghitung keunggulan kompetitif
dengan analisis Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP), dan mengetahui faktor
yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan ekspor Indonesia dengan analisis
Constants Market Share (CSM).
Analisis Revealed Comparatif Advantage (RCA)
Salah satu metode yang sering digunakan untuk menentukan dayasaing
komparatif suatu negara adalah Revealed Comparative Advantage. RCA
merupakan sebuah ukuran dari spesialisasi perdagangan internasional dari suatu
negara. Konsep ini pertama kali dipergunakan oleh Ballasa pada tahun 1965
menganggap bahwa keunggulan komparatif suatu negara direfleksikan atau
terungkap dalam ekspornya (Tambunan 2001). Hasil perhitungan Indeks RCA
selama periode 2005-2011 disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Nilai Indeks Revealid Comparative Advantage (RCA) Produk SPWP
Indonesia Periode 2005-2011

Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011

Revealed Comparative Advantage (RCA) (Milyar USD)
Cane and
Wooden
Builder's Other
Mouldings
bamboo
furniture
woodwork SPWP
furniture
22.811
47.304 27.121
31.695
76.794
23.287
29.888 28.172
29.656
80.977
23.035
25.319 32.542
29.623
84.720
22.886
21.608 27.652
30.646
84.634
21.513
16.307 29.139
30.900
82.828
19.947
14.283 22.292
29.035
74.244
14.541
9.822 18.675
27.847
64.931

Sumber: ITTO (diolah)

Tabel 1 menunjukkan produk SPWP Indonesia memiliki keunggulan
komparatif di pasar dunia pada periode tahun 2005-2011. Hal ini diindikasikan

11

oleh nilai RCA yang lebih besar dari satu pada periode tersebut. Pada tahun 2011
nilai RCA menurun cukup tajam meskipun masih lebih besar dari satu. Penurunan
ini diduga akibat penguatan nilai tukar rupiah (dari Rp 8933/USD menjadi Rp
9023/USD) yang menekan permintaan dunia sehingga kinerja ekspor pada tahun
2011 menurun.
Keunggulan komparatif produk SPWP Indonesia disebabkan rendahnya
biaya produksi akibat upah tenaga kerja dan biaya bahan baku kayu bulat yang
relatif lebih murah. Mengutip data Departemen of Labor and Employment
National Wages and Productivity Commission tahun 2012, upah minimum
bulanan tertinggi dipegang oleh Australia sebesar (3901.89 USD), disusul New
Zealand (2096.07 USD), Jepang (1973.31 USD), Korea Selatan (953.89 USD),
Hongkong (866.22 USD), Taiwan (594.10 USD), Philipina (291.61 USD),
Thailand (209.82 USD), China (120.14 USD), Indonesia (88.36 USD), Vietnam
(66.51 USD), dan Kamboja menempati urutan terakhir dengan upah minimum
sebesar (61.01 USD) (Praditya 2013). Sementara itu, biaya bahan baku kayu bulat
hanya sekitar 50% dari harga kayu bulat nasional. Adapun biaya bahan baku log
jenis meranti Malaysia dan Indonesia berdasarkan ITTO (2013) sebesar 260-275
dollar/m3 dan 235-260 dollar/m3. Berdasarkan hal tersebut, tentunya Indonesia
akan memiliki keuntungan dalam hal biaya produksi (labor intensive) dan biaya
bahan baku yang lebih rendah untuk produk SPWP jika dibandingkan negara lain
yang memproduksi produk sejenis dengan harga yang lebih tinggi sehingga,
ekspor yang dilakukan akan semakin meningkat dan keuntungan yang didapatkan
akan lebih tinggi.
Analisis Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP)
Suatu negara tidak bisa bertahan dalam persaingan internasional apabila
hanya mengandalkan keunggulan komparatif yang dimilikinya, tetapi juga harus
didukung dengan keunggulan kompetitif yang kuat. Hasil perhitungan ISP
menunjukkan produk SPWP Indonesia memiliki keunggulan kompetitif. Hasil
perhitungan ISP selama periode 2005-2011 disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Nilai Indeks Spesialisasi Perdagangan Indonesia Periode 2005-2011
Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011

Indeks Spesialisasi Perdagangan (ISP) (Milyar USD)
Wooden
Builder's
Other
Cane and bamboo
Mouldings
furniture woodwork
SPWP
furniture
0.954
0.992
0.956
0.977
0.988
0.949
0.985
0.957
0.973
0.980
0.941
0.988
0.962
0.985
0.983
0.769
0.665
0.747
0.814
0.794
0.946
0.969
0.881
0.993
0.972
0.928
0.974
0.748
0.991
0.968
0.854
0.971
0.862
0.989
0.944

Sumber: ITTO (diolah)

12

Tabel 2 menunjukkan semua produk SPWP memiliki keunggulan kompetitif
ditandai dengan nilai 0.8 ≤ ISP ≤ 1 yang berada pada tahap kematangan serta
mengindikasikan semua produk SPWP telah mengalami standardisasi dan
Indonesia telah menjadi negara net eksportir. Pada tahun 2008, nilai ISP semua
produk SPWP menurun, penurunan nilai ISP ini disebabkan oleh beberapa hal
seperti, penurunan pertumbuhan ekspor dunia dan Indonesia untuk semua produk
SPWP pada periode 2007-2009 yang ditandai dengan nilai pertumbuhan ekspor
dunia dan Indonesia yang bernilai negatif (Lampiran 10) selain itu, krisis
keuangan global yang diawali dari masalah kredit perumahan (sub mortage) di
Amerika Serikat (AS) yang menyebabkan ekspor Indonesia ke AS mengalami
penurunan mengingat AS merupakan pasar yang sangat potensial dan merupakan
tujuan ekspor terbesar Indonesia. Seterusnya menjalar ke Uni Eropa, mulai pada
tahun 2008 Uni Eropa memberlakukan ketentuan perdagangan tarif ataupun non
tarif. Meskipun ketentuan-ketentuan perdagangan bebas (free trade) mengenai
hambatan tarif bagi negara berkembang seperti Indonesia yang tidak dikenakan
tarif bea masuk, tetapi pada kenyataannya negara ini tetap melakukan proteksi
hambatan non-tarif yang menyulitkan negara eksportir untuk memasuki pasar di
negara ini. Salah satu contoh mengenai hambatan non-tarif di Uni Eropa adalah
persyaratan standar produk seperti ketentuan REACH (Registration, Evaluation,
Authorisation, and Restriction of Chemical Substances) yang mewajibkan setiap
negara eksportir mendaftarkan kandungan kimia pada produk yang beredar di EU
termasuk produk industri kehutanan seperti furniture, dan Undang-undang
Amandement Lacey Act Amerika Serikat, yakni undang-undang yang mengatur
perdagangan kayu dan produk kayu yang berasal dari sumber ilegal, yang
mewajibkan importir untuk melaporkan negara asal panen dan nama species untuk
semua tumbuhan yang terkandung dalam produk yang dimasukkan ke USA.
Sampai pada akhirnya krisis ekonomi melanda Asia, membawa dampak yang
besar bagi perekonomian dan kestabilan dunia usaha termasuk di Indonesia.
Adanya pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dan kenaikan tarif
listrik sebesar 25 % yang terjadi didalam negeri, dapat mengurangi pangsa ekspor
produk SPWP Indonesia, karena sangat berpengaruh pada peningkatan biaya
operasional meliputi biaya transportasi, bahan baku dan biaya produksi.
Analisis Constant Market Share (CMS)
Constant Market Share digunakan untuk membandingkan pertumbuhan
ekspor suatu negara dengan standar pertumbuhan tertentu (rata-rata global), dan
juga merefleksikan komposisi dari pertumbuhan impor (faktor pertumbuhan
standar), pertumbuhan dari impor komoditas, dan dayasaing. Sisi permintaan dari
variabel yang diukur dibagi menjadi efek kontribusi makro (pertumbuhan impor
dalam pasar) dan efek kontribusi mikro (faktor komposisi dari komoditas),
dimana sisi penawaran menerangkan efek dayasaingnya (Vidyadmoko et al 2011).
Hasil perhitungan CSM selama periode 2005-2011 disajikan pada Tabel 3.

13

Tabel 3 Nilai Constant Market Share Periode 2005-2011.
Pertumbuhan
Ekspor (%/tahun)
Produk

Wooden furniture
Builder's woodwork
Other SPWP
Mouldings
Cane and bamboo furniture
Total

Dunia

Indonesia

0.383
0.027
-0.060
-0.252
0.031
0.128

0.387
-0.435
-0.273
-0.086
0.103
-0.306

Determinan Pertumbuhan Ekspor
(Milyar USD)
Faktor
Faktor
Faktor
Pertumbuhan
Komposisi
Dayasaing
Standar
Komoditas
-0.009
0.399
0.013
-0.142
-0.177
-0.200
-0.028
0.092
-0.019
0.043
0.005
0.131
-0.025
-0.036
-0.087
-0.161
0.283
-0.162

Sumber: ITTO (diolah)

Tabel 3 menunjukkan pertumbuhan ekspor produk SPWP Indonesia di pasar
dunia dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor pertumbuhan standar, faktor
dayasaing dan faktor komposisi komoditas. Hasil perhitungan menunjukkan total
pertumbuhan ekspor produk SPWP Indonesia menunjukkan angka negatif yaitu
sebesar (-0.306 %). Hal ini dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan standar (-0.161
milyar USD) dan faktor komposisi komoditas (-0.162 milyar USD). Menurut
Rahmaddi et al (2012) faktor pertumbuhan standar menyebabkan peningkatan dari
sisi permintaan, tetapi dalam hal ini ekspor produk SPWP Indonesia dikuasai oleh
produk yang pertumbuhan permintaannya lambat seperti wooden furniture (-0.009
milyar USD), builder’s woodwork (-0.142 milyar USD), other SPWP (-0.028
milyar USD) dan cane and bamboo furniture (-0.025 milyar USD) serta beberapa
komposisi produk seperi builder’s woodwork (-0.200 milyar USD), other SPWP
(-0.019 milyar USD) dan cane and bamboo furniture (-0.087 milyar USD) belum
terspesialisasi dengan baik dan berada pada pasar dunia yang pertumbuhan
ekspornya relatif lebih cepat dari Indonesia. Meskipun demikian, diantara ketiga
determinan tersebut, faktor yang memberikan pengaruh paling besar terhadap
pertumbuhan ekspor Indonesia adalah faktor dayasaing (0.283 milyar USD) hal
ini membuktikan bahwa Indonesia memiliki dayasaing yang kuat karena produk
SPWP Indonesia mampu bersaing baik dari segi mutu maupun harga jual serta
didukung oleh keungulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki Indonesia.
Seiring berjalannya waktu, jumlah pasokan produk SPWP di pasar dunia
terus mengalami peningkatan, pertumbuhan ekspor dunia sebesar 0.128 %
terutama diakibatkan oleh negara-negara eksportir SPWP seperti China, Vietnam,
Malaysia, India, Brazil, Mexico, Singapore, Thailand dan negara Uni Eropa
lainnya, sehingga memperketat persaingan di pasar dunia. Selain dipengaruhi
krisis ekonomi di kawasan Amerika Serikat dan Eropa, pertumbuhan ekspor dunia
dan Indonesia juga dipengaruhi oleh persaingan dari negara produsen lainnya,
salah satu diantaranya China. Sampai saat ini China masih mendominasi dan
berada di posisi teratas dalam hal mengekspor produk yang ada di pasar dunia.
Pangestu dan Mari (2005) mengemukakan China dan Vietnam merupakan pesaing
yang kuat bagi Indonesia karena mereka bersaing dalam ekspor hasil-hasil

14

industri padat karya dan dijual dengan harga yang lebih murah untuk pasar
menengah kebawah, seperti tekstil, garmen, alas kaki, dan produk-produk dari
kayu yang justru tumbuh lebih pesat dibandingkan ekspor Indonesia. Oleh karena
itu Indonesia akhir-akhir ini kehilangan pangsa pasar sebanyak 30% dari ekspor
non-migas, termasuk hasil-hasil industri, yang diraih oleh China dan Vietnam.
Beberapa permasalahan yang menyebabkan menurunnya nilai ekspor untuk
industri furniture di Indonesia adalah kesenjangan kebutuhan dan kemampuan
pasokan bahan baku kayu, masih rendahnya tingkat efisiensi dan produktivitas,
masih terbatasnya penggunaan bahan baku non hutan alam, masih terbatasnya
perusahaan yang memiliki ekolabel, masih lemahnya desain dan finishing product,
masih lemahnya jaringan kerjasama (Departemen Perindustrian 2005 dalam
Tatiek dan Nurhayati 2009). Pertumbuhan ekspor juga dipengaruhi oleh pola
hidup dan kebudayaan konsumen suatu negara, semakin baik kebudayaan dan
pola hidup suatu negara. Semakin besar konsumsi pemakaian produknya dengan
demikian akan meningkatkan ekspor Indonesia ke negara tujuan. Semakin tinggi
permintaan konsumen dalam negeri terhadap produk yang dihasilkan, maka
semakin tinggi dayasaing produk tersebut dipasar internasional. Sebagai contoh
industri elektronik di Jepang yang mampu berkembang baik dipasar domestik
maupun dipasar internasional. Perkembangan yang terjadi tidak terlepas dari
permintaan konsumen Jepang untuk produk tersebut sehingga memicu produsen
lokal seperti Sony dan Toshiba untuk terus berinovasi dan akhirnya mampu
membawa produk mereka mampu bersaing di pasar internasional dengan mutu
dan kualitas yang dapat diterima diterima oleh konsumen. Oleh karena itu industri
SPWP Indonesia dituntut untuk terus memperbanyak kapasitas produksinya
dengan tetap memperhatikan mutu dan kualitas serta persyaratan-persyaratan
ekspor ke negara tujuan.
Strategi Pengembangan Dayasaing SPWP Indonesia
Suatu negara dikatakan berhasil dalam strategi pengembangan ekspor
manufaktur jika rata-rata tingkat pertumbuhan ekspornya mengalami peningkatan
setiap tahunnya dan memiliki variasi dalam pengembangan produknya
(Tambunan 2001). Strategi yang diadopsi dari final report ITTO 2004 dan
Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia nomor 90/MIND/PER/11/2011 adalah sebagai berikut:
Pertama, mempertahankan pangsa pasar dapat dilakukan dengan
memfokuskan penjualan kepada pasar domestik. oleh karena itu, diperlukan peran
dari industri pendukung (kayu maupun non kayu) maupun jasa pendukung
(pemerintah, lembaga keuangan, asosiasi lembaga pendidikan dan
pengembangan), meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia (pengusasaan
teknologi, desain, teknik produksi dan finishing) dengan melakukan inovasiinovasi baru yang memanfaatkan penggunakan bahan baku yang bersumber dari
kayu hutan rakyat dan non kayu seperti kelapa, karet, kelapa sawit, rotan, enceng
gondok.
Kedua, memperluas pangsa pasar produk SPWP dapat dilakukan dengan
merevisi dan mengadopsi standar mutu yang berlaku di pasar global seperti

15

terealisasinya Sistem Verivikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk Industri furniture
Indonesia, promosi aktif terhadap negara-negara baru yang telah memasuki pasar
bebas melalui kerjasama internasional (bilateral maupun multilateral),
keikutsertaan pameran-pameran baik di dalam ataupun diluar negeri, melalui
media cetak dan media elektronik.
Ketiga, pengembangan klaster industri difokuskan kepada pembangunan
dan pengoptimalan daerah penghasil bahan baku dan di daerah sentra industri
barang jadi sehingga, dapat meningkatkan nilai tambah produk SPWP Indonesia.
Dalam hal ini diperlukan kerjasama dengan unit-unit usaha agar tercipta suatu
sistem organisasi yang mendukung terjadinya peningkatan kapasitas produksi di
masa mendatang. Secara tidak langsung hal ini akan menciptakan iklim investasi
yang lebih baik bagi para investor untuk melakukan investasi di bidang ini.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1.

2.

3.

Dayasaing Indonesia pada tahun 2005-2011 dilihat berdasarkan keunggulan
komparatif dan kompetitif. Secara keseluruhan produk SPWP seperti wooden
furniture, builder's woodwork, other SPWP, mouldings, serta cane and
bamboo furniture memiliki keunggulan komparatif yang dilihat dari nilai
RCA>1 dan keunggulan kompetitif yang telah berada pada tahap pematangan.
Faktor-faktor yang paling mempengaruhi pertumbuhan ekspor Indonesia di
pasar dunia adalah faktor dayasaing disusul faktor pertumbuhan standar dan
faktor komposisi komoditas.
Strategi yang dapat dilakukan dalam meningkatkan dayasaing produk SPWP
Indonesia di pasar dunia adalah melakukan beberapa inovasi-inovasi terbaru
dalam proses produksi, mempertahankan, memperluas pangsa pasar, dan
mengembangkan pendekatan klaster industri.
Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap ke empat determinan
khususnya faktor distribusi pasar yang mempengaruhi pertumbuhan ekspor
Indonesia terhadap pasar internasional.
DAFTAR PUSTAKA
Balassa B. 1989. Comparative Advantage Trade Policy and Economic
Development. London (EN) : Harvester Wheatsheaf.
Brilliantono E. 2013. Ekspor Mebel: Penjualan Furniture Ke Negara Asing Naik
US$450 juta [internet]. Diunduh (05 juli 2013). Tersedia pada

16

http://www.bisnis.com/ekspor-mebel-penjualan-furniture-ke-negara-asingnaik-us450-juta.
Dewi MAS. 2006. Analisis Dayasaing Ekspor Produk Hasil Hutan Kayu
Indonesia. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Irawati RH, Purnomo H. 2012. Pelangi di Tanah Kartini. Bogor (ID): CIFOR
[ITTO] International Tropical Timber Organization. 2013. Tropical Timber
Market Report: Vol 17 Number 10, 16th-31st May 2013.[ITTO].
[ITTO] International Tropical Timber Organization. 2012. Annual Review and
Assessment Of The World Timber Situation. Japan.[ITTO].
[ITTO] International Tropical Timber Organization. 2011. Annual Review and
Assessment Of The World Timber Situation. Japan.[ITTO].
[ITTO] International Tropical Timber Organization. 2004. Strategies FornThe
Development OF Suistainable Wood-Based Industries In Indonesia. Bogor
(ID) [ITTO].
Karai YAA. 2005. Analisis Kinerja Faktor Potensial Pada Ekspor Produk Kayu
di Propinsi Jambi. [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Indonesia.
Jakarta
[KEMENPERIN] Kementerian Perindustrian. 2013. Indeks Spesialisasi
Perdagangan. [internet]. [diacu 22 Juli 2013]. Tersedia dari
http://www.kemendag.go.id/addon/depdag_isp/.
Merkies AH, van der Meer. 1988. A Theoretical Foundation for Constant Market
Share Analysis. empec, 13, 65-80.
[MENPERIN RI] Mentri Perindustrian Republik Indonesia. 2011. Peraturan
menteri Perindustrian Rrepublik Indonesia Nomor 90/M-IND/PER/11/2011
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 119/MIND/PER/10/2009 tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan
Klaster Industri Furniture. Jakarta (ID).
Muhammad HA, Habibah S. 1993. The Constant Market Share Analysis: an
Appication to NR Export of Major Producing Countries. J. Nat. Rubb.8(1):
68-81.
Pangestu, Mari. 2005. Developing the Trade Sector: Challenges and Strategy
Towards Strengthening Industreial Competitiveness. Jakarta (ID).
Porter Michael E. 1990. Competitive Advantege of Nation. New York (US): Free
Press.
Praditya II. 2013. Upah Minimum RI Terendah 2012. [Internet]. [ diacu
19September 2012]. Tersedia dari http://bisnis.liputan6.com/read/571472/
upah-minimum-ri-terendah-ketiga-di-asia-2012.
Rahmaddi, Rudy dan Masaru Ichihashi. 2012. “The Changing Pattern of Export
Structure and Competitiveness in Indonesia’s Manufacturing Sectors: an
Overview and Assessment”. 2nd International Conference on Economics,
Trade and Development IPEDR vol.36. Singapura (SG) : IACSIT Press.
Tambunan T. 2006. Perkembangan Daya Saing Ekspor Mebel Kayu Indonesia .
Ed ke-5. Jakarta (ID).
Tambunan T. 2001. Industrialisasi Di Negara Sedang Berkembang; Kasus
Indonesia. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia.

17

Tambunan, TH. 2003. Perkembangan Sektor Pertanian di Indonesia beberapa Isu
Penting. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia.
Tatiek, Nurhayati. 2009. Orientasi Entrepreneur Dan Modal Sosial : Strategi
Peningkatan Kinerja Organisasi (studi Empiris Pada Ukm Furniture Kayu
Di Jawa Tengah) [Skripsi]. Universitas Diponegoro. Semarang (ID).
Vidyatmoko D, Rosadi H, Taufik R. 2011. Peningkatan Daya Saing Industri
Metode dan Studi Kasus. Jakarta (ID): BPPT Press.
Wirantna S. 2001. Kinerja Ekspor Barang Industri Berbasiskan Sumber Daya
Alam. Jakarta (ID): LPEP LIPI.
Widodo L. 2000. Analisis Daya Saing Kakako dan Kakao Olahan Indonesia.
[Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Jakarta (ID).
Wulandari RA. 2013. Analisis Dayasaing Industri Pulp dan Kertas Indonesia di
Pasar Internasional. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID).

18

Lampiran 1 Kode Komoditi dalam SITC, FAO dan Harmonized System
SPWP Categories and International Trade Nomenclature Classification

Seats, not elsewhere stated (n.e.s), with
wooden frames,

821.6

Classification
HS 96/
HS 02
9401.61, 9401.69

furniture,n.e.s. of wood

821.5

9403.30, 9403.40,

Builders’ woodwork

Builders’ joinery and carpentry

635.3

4418

same

Other SPWP

Packaging,cable drums, pallets, etc.

635.1

4415

Same

Coopers’ products and parts

635.2

4416

Same

Wood products for domestic/ decorative use,
excluding furniture

635.4

4414, 4419, 4420

Same

SPWP Category
Wooden furniture and parts

Description

SITC Rev.3

HS 07

same

same

9403.50, 9403.60

Other manufactured wood products
Mouldings

Cane and bamboo furniture and parts
Sumber: ITTO 2011

Continuously shaped or profiled wood
(e.g.mouldings,unassembled strips and friezes
for parquet flooring, beaded wood, dowels,
etc.)
Seats of cane, bamboo, etc. Furniture of other
material like bamboo

635.9

4417, 4421

Same

248.3, 248,5

4409

Same

821.13,
821,79

9401.50, 9403,80

9401.51,9401.59,
9403.81,9403.89

19

Lampiran 2 Perhitungan Revealed Comparative Advantage Tahun 2005-2011 (milyar USD).
Produk(ij)
Ekspor

Tahun

Indonesia
(Xij)

2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011

Total

Dunia (Wij)

2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011

Total

RCA

2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011

Total
Sumber: ITTO (diolah)
Keterangan:
Xij
Xit
Wij
Wit

Wooden
furniture
1.151
1.191
1.206
1.213
1.027
1.206
0.904
0.886
5.710
5.760
5.940
5799
4.757
5.407
5.075
4.387
22.811
23.287
23.035
22.886
21.513
19.947
14.541
16.917

Builder's
woodwork
0.717
0.586
0.472
0.426
0.289
0.317
0.319
0.371
1.716
2.207
2.113
2.157
1.763
1.984
2.649
1.625
47.304
29.888
25.319
21.608
16.307
14.283
9.822
20.676

Other
SPWP
0.270
0309
0.347
0.284
0.279
0.254
0.248
0.225
1.12